Pengertian Ulumul Hadits Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadist. secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, sedangkan hadist artinya yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik dari perkataan, perbuatan, maupun persetujuan. Sedangkan Ilmu hadist secara istilah adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan. Ilmu hadist di bagi menjadi dua macam, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Adapun kegunaan dan manfaat mempelajari ilmu hadits riwayah, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Memelihara hadits secara berhati-hati dari segala kesalahan dan kekurangan dalam periwayatan. b. Memelihara kemurnian syari’ah Islamiyah karena sunnah atau hadits adalah sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an. c. Menyebarluaskan sunnah kepada seluruh umat islam sehingga sunnah dapat diterima oleh seluruh umat manusia. d. Mengikuti dan meneladani akhlak Nabi SAW. karena tingkah laku dan akhlak beliau secara terperinci dimuat dalam hadist. e. Melaksanakan hokum-hukum Islam serta memelihara etika-etikanya, karena Islam tanpa mempelajari ilmu hadist riwayah ini. Adapun pendiri Ilmu Hadits Dirayah adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (W. 360 H.). Pokok bahasan naqd as-sanad adalah sebagai berikut: a. Ittishal as-sanad (persambungan sanad). dalam hal ini tidak dibenarkan adanya rangkaian sanad yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya (wahm), atau samar. b. Tsiqat as-sanad, yakni sifat ‘adl (adil), dhabit (cermat dan kuat), dan tsiqah (terpercaya) yang harus dimiliki seorang periwayat. c. Syadz, yakni kejanggalan yang terdapat atau bersumber dari sanad. Misalnya, hadist yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah, tetapi menyendiri dan bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh periwayat-periwayat tsiqah lainnya. d. ‘Illat, yakni cacat yang tersembunyi pada suatu hadist yang keihatannya baik atau sempurna. syadz dan ‘illat ada kalanya terdapat juga pada matan dan untuk menelitinya diperukan penguasaan ilmu hadist yang mendalam.Masalah yang menyangkut matan disebut naqd al-matn (kritik matan). Pembahasan ilmu hadits dirayah meliputi: a. Kejanggalan-kejanggalan dari segi redaksi. b. Fasad al-ma'na, yakni terdapat cacat atau kejanggalan pada ma'na hadits karena bertentangan dengan indra dan akal. c. Kata-kata gharib (asing), yakni kata-kata yang tidak bias dipahami berdasarkan makna yang umum dikenal. Faedah ilmu hadits dirayah adalah: a. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa sejak masa Rasulullah SAW. Sampai masa sekarang. b. Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits. c. Mengetahui kaedah-kaedah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklafikasikan hadits lebih lanjut. d. Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits. Dalam menetapkan hukum syara'. Cabang-Cabang Ilmu Hadits 1. Ilmu Rijal Al-Hadits Imu rijal al-hadits adalah ilmu yang membahas hal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabiin, dan atba’at-tabiin. Bagian dari ‘ilmu rijal al-hadits ini adalah ‘ilmu tarikh rijal al-hadits. Ilmu ini secara khusus membahas perihal para rawi hadits dengan penekanan pada aspek-aspek tanggal keahiran, nasab atau garis keturunan, guru sumber hadits, jumlah hadits yang diriwayatkan, dan muris-muridnya. 2. Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil Secara bahasa, kata al-jarh artinya cacat atau luka dan kata at-ta’dil artinya mengadilkan atau menyamakan. Jadi, kata ilmu al-jarh wat-ta’dil adalah ilmu tentang keacatan dan keadilan seseorang. 3. Ilmu Fannil Mubhamat Ilmu fannil mubahat adalah: ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau dalam sanad. 4. Ilmu ‘Ilal Al-Hadits Kata ‘ilal adalah jamak dari kata al-illah, yang menurut bahasa artinya penyakit. Adapun ilmu ‘ilal al-hadits menurut istilah adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan kesahihan hadits, misalnya mengatakan muttashil terhadap hadits yang munqathi’, menyebut marfu’ terhadap hadits yang mauquf, memasukan hadits ke dalam hadits lain. 5. Ilmu Gharib Al-Hadits Ilmu gharb al-hadits adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum. Ilmu gharb al-hadits membahas lafal yang musykil dan susunan kalimat yang sukar dipahami sehingga orang tidak akan menduga-duga dalam memahami redaksi hadits. Menurut sejarah, orang yang mula-mula berusaha untuk mengumpulkan lafal yang gharib adalah Abu Ubaidah Ma’mar bin Al-Mutsana, kemudian dikembangkan oleh Abul Hasan Al-Mazini. 6. Ilmu Nasikh wal Mansukh Nasakh secara etimologi berarti menghilangkan, mengutip, atau menyain. Sedangkan nasikh wal mansukh, menurut ulama hadits, adalah: ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling bertentangan yang tidak mungkin bisa dikompromikan, dengan cara menentukan sebagainya sebagai ‘nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’. Yang terbukti datang terdahulu sebagai mansukh dan yang terbukti datang kemudian sebagai nasikh. Perintis ilmu ini adalah Asy-Syafi’I, kemudian dilamjutkan oleh murid-muridnya. 7. Ilmu Talfiq Al-Hadits Ilmu talfil al-hadits adalah ilmu yang membahas cara mengumpulkan hadits-hadits yang berlawanan akhirnya. Cara engupulkan dalam talfiq al-hadits ini adalah dengan men- takhsiskan makna hadits yang umum, men-taqyidkan hadits yang mutlaq. 8. Ilmu Tashif wat Tahrif Ilmu tashif wat tahrif adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits. 9. Ilmu Asbab Al-Wurud Al-hadits Ilmu asbab al-wurud al-hadits adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan masa-masa Nabi SAW. menuturkan itu. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hadits Untuk mengetahui secara kronoogis perkembangan hadist, mulai dari masa Nabi SAW. sampai pertengahan abad VII H. para ahli membaginya kedalam tujuh periode, yaitu: Abad 1 H. terdiri dari 3 (tiga) periode, yaitu Pertaman, dikenal sebagai sebutan “’ashrul wahyi wuttaqwim”, yaitu turun wahyu dari pembentukan masyarakat islam. Kedua, yaitu masa khulafa’ur rosyidin atau masa sahabat besar, yang dikenal dengan sebutan “zamanut tasatabbuti wal iqlali minarriwayah”, yaitu masa pengokohan dan penyederhanaan riwayat. Ketiga,masa sahabat kecil dan masa tabi’in besar, dikenal dengan sebutan “zaman intisyari riwayati ila am-shar”, yaitu masa tersebarnya riwayat-riwayat hadits ke kota-kota. Eksistensi Hadits Masa Sahabat Dan Tabi’in Periode ini terjadi pada masa khulafa’urrasyidin atau masa sahabat besar dan dikenal dengan sebutan “zamanut tasatabbuti wal iqlali minarriwayah”, yaitu masa pengkokohan dan penyederhanaan riwayat, sehingga masalah penulisan hadits belum dianggap suatu hal yang mendesak untuk dilaksanakan, hadits tetap dihafal dan upaya-upaya penulisan masih dianggap menghawatirkan akan mengganggu perhatian mereka terhadap penulisan Al-Qur’an lantasan keterbatasan tenaga dan sarana. Eksistensi Hadits Pada Abad II H. Pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya, metode periwayatan hadits yang dilakukan oleh para tabi’in tidak berbeda dengan yang sudah dilakukan oleh para sahabat, hanya saja persoalan yang dihadapi mereka agak berbeda, sebab pada masa ini Al- Qur’an sudah terkumpul dalam satu mushaf. Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz membentuk lembaga kodifikasi hadits secara resmi, dengan melalui instruksinya kepada para pejabat pemerintahan yang ada di daerah-daerah, kepada: Abu Bakar bin Hazm dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (w. 124 H.). Eksistensi Hadits Pada Abad III Masa ini dianggap sebagai masa paling sukses dalam menjalankan progam pembukuan hadits, sebab mereka telah berhasil dalam beberapa hal, a. Memisahkan hadits-hadits Nabi dari yang bukan hadits (fatwa shahabat atau tabi’in). b. Mengadakan penyaringan secara ketat terhadap apa saja yang dikatan hadits Nabi. Kitab-kitab koleksi hadits dari para kolektornya yang muncul pada masa ini ialah: a. Shahih Al-Bukhari, karya Abu Abdillah Muhammad bin isma’il Al-Bukhari. b. Shahih Muslim, karya Abu Husain Muslim bin Hallaj An-Naisaburi. c. Sunan Abu Dawud, karya Abu Dawud Sulaiman bin Asy’asyi Al-Sajastami. d. Sunan At-Turmudzi, karya Abu Isa Muhammad Bin Yahya At-Turmudzi. e. Sunan An-Nasa’I, karya Abu Abdillah Ahmad bin Syu’aib Al-Hurasani. f. Sunan Ibnu Majah, karya Abdullah bin Muhammad Al-Qozwani. Eksistensi Hadits Pada Abad IV Pada periode ini, ditemukan perbedaan yang menyolok, menjadi awal terjadinya pemisahan antara kelompok mutaqaddimin dan mutaakhirin, a. Mutaqaddimin ialah ulama’ yang hidup sebelum tahun 300 H. sistem penulisan hadits- hadits, dengan mendengar hadits langsung dari guru mereka. b. Mutaakhirin ialah ulama’ yang hidup setelah tahun 300 H. system penulisan hadits-hadits, menggunakan penghimpunan hadits. Eksistensi Hadits Pada Abad V Sampai Sekarang Pada tahun 656 H. pemerintahan Abbasiyyah pindah ke tangan bangsa Turki dengan pusat pemerintahannya pindah ke Kairo, Mesir, pada akhir abad ke VII H. semua daerah islam dapat dikuasai kecuali daerah barat Maroko, pertengahan abad ke IX H. berhasil merebut kota Constantinopel dan Mesir, sejak itulah raja Turki menggunakan sebutan khalifah. Daftar Pustaka Abbas Mutawali Hamadah, As-Sunnah an-Nabawiyah wa Makanatuh fi at-Tasyri’, (Kairo : Dar al-Qauniyah, t.t) Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989) Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, (Kairo : al-Ashimah, t.th). Abu Abdillah Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad Ahmad bin Hambal, Juz 12, (Beirut : Dar al-Fikr, 1978) Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih Bukhari, (Beirut : Dar al-Fikr, tt) Ajjaj al-Khatib, AS-Sunnah Qabla al-Tadwin, (Beirut : Dar al-Fikr, 1997)