Anda di halaman 1dari 6

Oryza Sativa Nuralami 202171049

Diya Yusuf Abdurrahman 202171084


Janwal Firdaus 202171090
Mega Cahya Utami 202171091

Metodologi Sejarah Wanita

A. Latar Belakang
Sejarah Wanita adalah sejarah yang menampilkan adanya peran penting wanita dalam
panggung sejarah di masa lalu. Peran kaum wanita dalam sejarah Indonesia tidak bisa
dilepaskan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh ada pahlawan
pelopor emansipasi wanita yang tidak asing lagi terdengar di telinga kita yaitu R.A. Kartini,
semasa hidupnya ia berusaha sekuat tenaga untuk mencerdaskan kaum wanita di tanah
kelahirannya melalui sekolah yang ia dirikan. Banyak sekali peran wanita dalam sejarah
Indonesia. Adanya Gerakan wanita yang dilakukan tidak terlepas dari sejarah kemerdekaan
Indonesia. Merekalah pelopor perjuangan hak kemerdekaan yang mencakup masalah wanita.
Tanpa adanya mereka mungkin hak hak wanita sekarang tidak akan tercapai
Putri Mardika merupakan organisasi wanita pertama yang ada di Indonesia, organisasi ini
didirikan di Jakarta. Organisasi ini dibentuk untuk memberikan ilmu kepada para kaum
wanita bumi putera pada saat itu. Setelah adanya organisasi Putri Mardika selanjutnya
muncur organisasi baru yang dirintis oleh dewi sartika, yaitu Organisasi Pendidikan
Keutamaan Istria tau vereninging Kaoetamaan istri.
Selain itu dalam pembangunan dan perjuangan bangsa Indonesia dalam kemerdekaan,
keikutsertaan kaum wanita sangat membawa perubahan yang tidak sedikit dalam
perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, maka kami sebagai penulis
berusaha untuk memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan topik Sejarah Wanita
ini.

B. Pembahasan
1. Organisasi Wanita Pertama
Organisasi pertama di Indonesia atau paling oragnisasi paling tua adalah Putri Merdika
kemudian disusul oleh munculnya organisasi pendidikan Kautaman Istri. Organisasi ini
dirintis oleh Dewi Sartika sejak tahun 1904, sebelum akhirnya berubah menjadi Vereninging
Kaoetaman Istri. Mulai 1910 sekolah ini diurus oleh sebuah panitia yang terdiri dari “njonja
Directour Opleidingschool, Raden Ajoe Regent, Raden Ajoe Patih, dan Raden Ajoe Hoofd-
Djaksa. Selanjutnya Kautaman Istri berdiri di beberapa wilayah lain: Tasikmalaya 1913,
Sumedang dan Cianjur 1916, Ciamis 1917, dan Cicurug 1918.
Organisasi-organisasi wanita juga muncul di daerah Jawa Tengah seperti Pawiyatan
Wanito di Magelang 1915,  Wanita Susilo di Pemalang 1918, Wanito Hadi di Jepara 1915.
Organisasi-organisasi tersebut memfokuskan pada pelatihan untuk memajukan kecapakan
wanita, khususnya kecakapan rumah tangga. Selain itu juga bertujuan mempererat
persaudaraan antara kaum perempuan .
2. Organisasi Gerakan Wanita di Indonesia
Dalam perjalanannya peran wanita tidak kalah berjasanya dengan kaum laki-laki. Kaum
wanita ini sendiri disamping melakukan perlawanan dengan cara mengangkat senjata para
kaum wanita juga melakukan perlawanan dengan cara membentuk organisasi-organisasi
pergerakan yang diperuntukan khusus untuk kaum wanita.
Gerakan tersebut pada mulanya hanya berjuang dalam rangka meninggikan kedudukan
sosial. Gerakan gerkan tersebut di implementasikan melalui organisasi yang mana organisasi
ini di bentuk denga tujuan memperjuangkan posisi perempuan di dalam perkawinan dan
kehidupan keluarga, mempertinggi kecakapan dan pemahaman ibu sebagai pemegang dan
yang menentukan jalannya rumah tangga dalam suatu keluarga.
Adapun beberapa organisasi perempuan di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Organisasi Putri Mardika
Organisasi ini didirikan pada tahun 1912 di Jakarta atas prakarsa Boedi Oetomo, maka dari
itu organisasi ini masih bagin dari Boedi Oetomo. Organisasi ini lebih berfokus kepada
pemberdayaan wanita dalam hal yang positif, seperti halnya memberikan bantuan, bimbingan
dan penerangan kepada gadis pribumi dalam menuntut pelajaran dan menyatakan pendapat di
muka umum, memperbaiki hidup wanita sebagai manusia yang mulia, memberi beasiswa,
menerima anggota pria dan menerbitkan majalah bulanan Putri Mardika, yang mana secara
garis besar organisasi ini memperjuangkan pendidikan kaum wanita dan juga menuntut wanit
agar berani tampil didepan umum.
b. Organisasi Wanito Utomo
Organisai ini didirikan atas prakarsa dari istri-istri para petinggi di Boedi Oetomo sehingga
dalam penamaannya uga hampir sama dengan Boedi Oetomo. Organisasi ini didirikan pada
24 April 1921 di Yogyakarta yang bertujuan untuk menjalin tali persaudaraan yang kukuh,
saling tolong menolong, memajukan keterampilan kaum perempuan yang sesuai dengan
tuntutan zaman (sebagai istri dan sebagai ibu).
c. Organisasi Taman Siswa
Organisasi ini adalah badan yang ada di dalam Taman Siswa dan diketuai oleh Nyi Hadjar
Dewantara di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922. Kelahiran Organisasi Wanita
Tamansiswa dilatarbelakangi oleh kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
bagi rakyat Indonesia terutama bagi kaum wanita, adanya kepincangan-kepincangan pada
masyarakat tradisional yang menghambat kemajuan wanita seperti poligami, kawin paksa dan
lain sebagainya.
Dari ke tiga orgainisasi tersebut rata-rata organisasi tersebu perjuagannya itu hanya
sebatas dalam bidang pendidikan saja. Karena pendidikan itu dirasa sebagai salah satu
elemen yang penting dalam perkembangan tatanan masyarakat yang menuju ke arah yang
lebih baik.
Adapun hasil dari diadakannya organisasi tersebut amat sangat banyak dirasakan bagi
masyarakat Indonesia terkhusus pada era kolonial belanda. Dengan adanya organisasi
tersebut akses pendidikan bagi kaum wanita Secara lambat laun, akses pendidikan bagi kaum
perempuan Indonesia sudah mulai terbuka. Akses pendidikan bagi kaum perempuan dari
tahun ke tahun telah memberikan bukti bahwa perempuan Indonesia tidak hanya dijadikan
dan dikatakan sebagai kaum yang rendah saja, namun perempuan juga mampu merubah
kehidupan yang lebih baik yaitu demi mendapatkan hak pendidikannya.
Kemudian ditambah lagi dengan banyaknya sekolah-sekolah bagi kaum wanita secara
lambat laun telah didirikan, salah satu contohnya adalah Sekolah Kartini yang didirikan pada
tahun 1913 dapat menjadikan perempuan mendapatkan pendidikan dan menjadi lebih maju.
Setelah berdirinya Sekolah Kartini tersebut, pendidikan bagi gadis-gadis mendapat banyak
kemajuan. Pada tahun 1918, pemerintah mendirikan sebuah Sekolah Guru (Kweekschool)
untuk guru-guru wanita di Salatiga. Yang kemudian pada puncaknya kaum erempuan berhasil
mengadakan kongres perempuan pertama di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember tahun
1928.
3. Peran Wanita Terhadap Kemerdekaan Indonesia
Secara biologis wanita dan pria memang tidak sama, akan tetapi sebagai mahluk sosial
yang dilengkapi dengan akal dan budi dan kehendak merdeka, kedua macam insan itu
mempunyai persamaan yang hakiki. Keduanya adalah pribadi yang mempunyai hak sama
untuk berkembang. Namun dalam kenyataannya, baik dinegara maju maupun di negara
berkembang, wanita dianggap sebagai warga negara kelas dua, yang selalu mengalami
kesulitan untuk dapat menikmati hak yang dimilikinya. (Hadriana Marhaeni Munthe, 2003:
10).
Di Indonesia gerakan emansipasi dilakukan oleh organisasi-organisasi wanita
berlandaskan pada gagasan Kartini. Kartini menuntut pendidikan bagi wanita, berarti
orientasinya lebih ditekankan pada tingkatan kecerdasan secara individual. Sasaran yang
ingin lebih jauh capai adalah mengangkat martabat kaumnya, sehingga sejajar dengan
martabat kaum pria. Dengan demikian, maka gerakan emansipasi yang dilakukan oleh kaum
wanita dari ketergantungan pada orang lain terutama pada kaum lakilaki. Tujuan gerakan itu
agar wanita dapat hidup mandiri, menggunakan hakhaknya seperti halnya yang berlaku pada
kaum laki-laki, sehingga mereka tidak lagi menyandang sebutan ‘’ warga negara kelas dua ‘’.
Disamping gerakan itu, pemerintah Jepang mendirikan Fujinkai (Organisasi Wanita) yang
kedudukannya khusus menampung segala bentuk kegiatan wanita. Fujinkai didirikan mulai
dari tingkat pusat sampai ke tingkat bawah dan namanya sesuai dengan tingkat dan tempat
kedudukannya, seperti ken untuk tingkat kabupaten dan si untuk kota. Adapun pemimpin dari
perkumpulan ini adalah istri-istri dari kenko (bupati). Dengan demikian Fujinkai merupakan
suatu keharusan bagi ibu-ibu atau para pamong praja mulai dari tingkat atas sampai ke
wilayah kecamatan kecamatan. Anggota-anggotanya wajib menggerakkan tenaga-tenaga
kaum wanita di tempat masing-masing, sedangkan yang turut menjadi anggota adalah anak
gadis berumur 15 tahun ke atas. Keanggotaan Fujinkai juga terbuka bagi orang-orang asing
(Panita Kongres Wanita Indonesia, 1986: 85).
Kehadiran Jepang dengan segala kebijakan-kebijakannya dirasakan adanya perubahan
yang keras yang diterapkan oleh pemerintahan Jepang terhadap bangsa Indonesia. Kaum
wanita Indonesia telah menolak keras untuk terhadap ajakan-ajakan Jepang untuk
bekerjasama. Hal ini disampaikan oleh Ny. Suyatin Kartowiyono ketika terjadi pertemuan
antara Shimitzu dalam suatu pertemuan mengajak kepada seluruh kaum wanita Indonesia
untuk membentuk suatu perkumpulan wanita yang dinamakan Fujinkai (Perkumpulan
Wanita).
Bagi kaum wanita yang telah terjun dalam gerakan politik, kehadiran Jepang tidaklah
berbeda dengan penjajahan Belanda, karena itu mereka tidak percaya dengan propaganda dan
janj-janji Jepang. Terdapat aktivis SI perempuan di Surabaya yaitu Ny. Siti Larang
Sosrokardono. Dalam menyalurkan gagasannya yang vital, Ny. Siti menyarankan supaya para
pemuda masuk PETA agar para pemuda Indonesia mendapat keterampilan dan keahlian yang
professional dalam bidang kemiliteranya. Dengan demikian, apabila negara merdeka, negara
sudah mempunyai tentara yang tangguh. (Lasmidjah Hardi, 1984:23).
Dalam proses menuju proklamasi kemerdekaan kaum wanita telah memberikan tenaga
dan fikiran secara maksimal seperti yang telah diperankan oleh Ny. Fatmawati Sukarno, Ny.
Maria Ulfah Santosa, Ny. Suwarni Pringgodigdo, Ny. Artinah Syamsudin dan lain-lain.
Mareka adalah kaum wanita yang mewakili wanita-wanita Indonesia yang ikut berjuang
mengatasi kesulitan bangsa dan banyak hal yang mereka lakukan diantaranya dalam
kesehatan, keterampilan, pendidikan, keperluan logistik dan lain sebagainya.
Dengan membubarkan Fujinkai, kaum wanita kemudian membentuk barisan-barisan untuk
mendukung perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Pengalaman-pengalaman
selama bergabung dengan Fujinkai dimanfaatkan untuk kepentingan perjuangan. Akan tetapi
karena keadaan geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau menyulitkan penyebaran
berita yang perlu disampaikan dalam waktu singkat. Organisasi-organisasi wanita di setiap
daerah dibentuk, diantaranya di Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra, Medan dan di daerah
yang lainnya.
Dalam rangka menyambut kemerdekaan, kaum wanita di wilayah Indonesia bagian barat,
kaum khususnya kaum wanita di Sumatra Utara sampai ke Selatan bangkit bersama kaum
pria secara bersamaan. Aktifitas kaum wanita bukan saja mempersiapkan diri di garis
belakang seperti dapur umum, tetapi juga telah terpanggil untuk menghimpun dana
perjuangan berupa barang perhiasan seperti yang dilakukan wanita Aceh. Di bawah pimpinan
permaisuri Sultan Siak, telah dilakukan pengumpulan barang perhiasan untuk keperluan
badan-badan perjuangan.
Untuk memperkuat barisan, maka tokoh-tokoh wanita dari Aceh, Sumatrea Timur, dan
Tapanuli yang ketika itu tergabung dalam wilayah Sumatra Utara membentuk barisan
Srikandi. Barisan ini dipersiapkan dengan keterampilan militer, dapur umum, dan
keterampilan operator radio. Tokoh-tokoh wanita di wilayah Sumatra Utara di antaranya
adalah Teungku Haji Ainal Mardhiah, Rohana Hasyim, Tjut Mariam, Tjut Mirsan dari Aceh.
Sedangkan dari Sumatra Timur diantaranya adalah Ny. Mirsan dari Aceh, Ny. Ahmad Taher
dari Sumatra Utara serta Ny. FL. Tobing dari Tapanuli. Tokohtok wanita ini telah berjuang
dalam mempertahankan kemerdekaan secara maksimal (Manus, 1985: 43).
Kaum wanita di Sulawesi Selatan juga turut aktif bersama para pemudanya untuk
berjuang menyambut kemerdekaan. Tokoh-tokoh wanita daerah ini tampil dengan
mendirikan organisasi kewanitaan ataupun kelaskaran, seperti Siti Mulyati Hasyim dengan
pasukan wanitanya, Ruaidah dengan Divisi Melati yang tergabung dalam melaksanakan
kelaskaran Kris muda Mandar, ibu Depo Bang Samandar yang telah menantang Belanda
sejak tahun 1906, Syarifah Ragwan mengikat kerjasama dengan semua pejuang, dan Ny.
H.Umi Hani A. Salam yang aktif dalam dua kelaskaran yaitu duduk sebagai anggota Majelis
Kewanitaan, Sekretaris Persatuan Wanita Majene (PWM), sebagai pimpinan dan anggota
Laskar Wanita Melati dalam Kris Muda (NurlianaNana, 1986 84-92).

C. Kesimpulan
Organisasi pertama di Indonesia atau paling oragnisasi paling tua adalah Putri Merdika
kemudian disusul oleh munculnya organisasi pendidikan Kautaman Istri. Organisasi ini
dirintis oleh Dewi Sartika sejak tahun 1904, sebelum akhirnya berubah menjadi Vereninging
Kaoetaman Istri. Mulai 1910 sekolah ini diurus oleh sebuah panitia yang terdiri dari “njonja
Directour Opleidingschool, Raden Ajoe Regent, Raden Ajoe Patih, dan Raden Ajoe Hoofd-
Djaksa. Selanjutnya Kautaman Istri berdiri di beberapa wilayah lain: Tasikmalaya 1913,
Sumedang dan Cianjur 1916, Ciamis 1917, dan Cicurug 1918.
Adapun beberapa organisasi perempuan di Indonesia adalah sebagai berikut :
- Organisasi Putri Mardika
- Organisasi Wanita Utomo
- Organisasi Taman Siswa
Dalam proses menuju proklamasi kemerdekaan kaum wanita telah memberikan tenaga
dan fikiran secara maksimal seperti yang telah diperankan oleh Ny. Fatmawati Sukarno, Ny.
Maria Ulfah Santosa, Ny. Suwarni Pringgodigdo, Ny. Artinah Syamsudin dan lain-lain.
Mareka adalah kaum wanita yang mewakili wanita-wanita Indonesia yang ikut berjuang
mengatasi kesulitan bangsa dan banyak hal yang mereka lakukan diantaranya dalam
kesehatan, keterampilan, pendidikan, keperluan logistik dan lain sebagainya.

D. Daftar Pustaka
Sondarika, W. (2017). Peranan Wanita Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Masa
Pendudukan Jepang. Historia: Jurnal Pembelajaran Sejarah dan Sejarah UM Metro, 5(2),
207-217.
Darwin, Muhadjir, “Gerakan Perempuan di Indonesia dari Masa ke Masa”, Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Vol. 7, No. 3, Maret 2004.
Manus, MPB (1985). Peranan Wanita Indonesia Di Masa Perang Kemerdekaan (1945-1950).
Jakarta. Depdikbud
Maria Ulfah Subadio dkk, (1983). Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia. Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press.
Nurliana Nana, (1986). Peranan Wanita Indonesia Di Masa Kemerdekaan (1945-1950).
Jakarta. Depdikbud
Mukmin Hidayat, (1980). Beberapa Aspek Perjuangan Kaum Wanita. Jakarta. Binacipta.

Anda mungkin juga menyukai