jdih.kemkes.go.id
-2-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA
INFEKSI DENGUE ANAK DAN REMAJA.
jdih.kemkes.go.id
-3-
jdih.kemkes.go.id
-4-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 2021
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id
-5-
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.01.07/MENKES/4636/2021
TENTANG PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN TATA
LAKSANA INFEKSI DENGUE ANAK DAN
REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue,
termasuk dalam famili Flaviviridae dan terdapat 4 serotipe, yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, serta DEN-4. Infeksi dengue ditularkan oleh nyamuk betina
Ae. aegypti juga Ae. albopictus. Nyamuk ini juga menularkan virus
chikungunya, demam kuning (yellow fever), dan infeksi Zika.
Insidens infeksi dengue meningkat dramatis secara global dan
diperkirakan 390 (284–528) juta orang setiap tahunnya mulai asimtomatis
sampai 96 (67–136) juta di antaranya bermanifestasi klinis, khusus pada
dua dekade terakhir terjadi peningkatan kasus hingga 8 kali lipat. Studi
prevalens memperhitungkan terdapat 3,9 milyar orang di 129 negara
berisiko terinfeksi dengue, namun demikian 70% mengancam penduduk di
Asia. Tahun 2019 tercatat sebagai tahun dengan kasus dengue tertinggi
secara global.
Kejadian infeksi dengue lebih tinggi pada anak dibandingkan dengan
dewasa dan persentase yang memerlukan perawatan rumah sakit lebih
tinggi pada anak Asia dibandingkan ras lainnya. Angka kematian dengue
secara global telah dapat ditekan menjadi kurang dari 1%, artinya case
fatality rate (CFR) menurun sebesar 28% antara tahun 2010–2016. Kondisi
dengue berat terjadi pada saat epidemi dengue di Filipina dan Thailand
pada tahun 1950-an, sedangkan di Indonesia dilaporkan pada tahun 1968
di Jakarta dan Surabaya.
jdih.kemkes.go.id
-6-
jdih.kemkes.go.id
-7-
jdih.kemkes.go.id
-8-
B. Permasalahan
Data Indonesia memperlihatkan bahwa angka morbiditas dan
mortalitas infeksi dengue pada anak dan remaja lebih tinggi dibanding
dewasa. Kendala penanganan infeksi dengue anak dan remaja di Indonesia,
antara lain:
1. Belum semua fasilitas pelayanan kesehatan memiliki pemeriksaan
penunjang laboratorium dan radiologi.
2. Belum semua tenaga kesehatan mampu mengidentifikasi dengue
secara dini dan menempatkannya sesuai fase penyakit dan memahami
permasalahan di tiap fase.
3. Belum semua tenaga kesehatan mengenal warning signs dengue.
4. Belum semua tenaga kesehatan mampu memberi edukasi warning
signs dengue kepada pasien dan keluarga.
5. Belum semua pelayanan kesehatan mampu menata laksana infeksi
dengue sesuai klasifikasinya dengan tepat.
6. Belum ada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata
Laksana Infeksi Dengue Pada Anak dan Remaja.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
a. Mempunyai Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK)
Tata Laksana Infeksi Dengue Pada Anak dan Remaja yang
bersifat nasional.
b. Memberi rekomendasi bagi rumah sakit/pembuat keputusan
klinis untuk menyusun protokol setempat atau Panduan Praktik
Klinis (PPK) yang mengacu pada Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Infeksi Dengue Pada Anak dan
Remaja dengan menggunakan klasifikasi baru.
2. Tujuan Khusus:
a. Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai sarana dan
prasarana pemeriksaan diagnostik infeksi dengue dan sarana
penunjang laboratorium, serta radiologi.
b. Seluruh tenaga kesehatan mampu mengidentifikasi infeksi
dengue secara dini dan menempatkannya sesuai fase penyakit
serta memahami permasalahan di tiap fase.
jdih.kemkes.go.id
-9-
D. Sasaran
Sasaran Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata
Laksana Infeksi Dengue Pada Anak Dan Remaja, yaitu:
1. Dokter dan dokter spesialis anak yang terlibat dalam penanganan
infeksi dengue pada anak dan remaja di fasilitas pelayanan kesehatan
(puskesmas dan rumah sakit).
2. Pembuat keputusan klinis di fasilitas pelayanan kesehatan, institusi
pendidikan dan kelompok profesi terkait.
3. Komite Medik rumah sakit di seluruh Indonesia.
jdih.kemkes.go.id
- 10 -
BAB II
METODOLOGI
A. Penelusuran Kepustakaan
Penelusuran kepustakaan dilakukan secara manual dan elektronik
dengan memakai kata kunci “dengue”, “clinical manifestation”, “diagnostic”
“management”, dan “guideline”.
D. Derajat Rekomendasi
Berdasarkan peringkat bukti, dapat dibuat rekomendasi sebagai berikut:
1. Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level I.
2. Rekomendasi B bila berdasar pada bukti level II.
3. Rekomendasi C bila berdasar pada bukti level III.
4. Rekomendasi D bila berdasar pada bukti level IV.
jdih.kemkes.go.id
- 11 -
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
jdih.kemkes.go.id
- 12 -
jdih.kemkes.go.id
- 13 -
1. Fase Demam
Fase demam ditandai dengan demam yang timbul mendadak tinggi
(dapat mencapai 40o C), terus-menerus, kadang bifasik, serta
berlangsung selama 2–7 hari. Demam disertai dengan gejala lain yang
sering ditemukan seperti muka kemerahan (facial flushing), nyeri
kepala, nyeri retroorbita, anoreksia, mialgia, dan artralgia. Gejala lain
yang mungkin dijumpai adalah nyeri ulu hati, mual, muntah, nyeri di
daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai
nyeri tenggorokan. Faring dan konjungtiva yang kemerahan
(pharyngeal injection dan ciliary injection) dapat ditemukan pada
pemeriksaan fisis. Pada fase awal demam, sulit membedakan dengue
secara klinis dari penyakit demam non-dengue lainnya.
Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan penyebab utama demam
akut adalah infeksi dengue dengan variasi antar daerah adalah 25%–
jdih.kemkes.go.id
- 14 -
jdih.kemkes.go.id
- 15 -
Warning signs
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam antara
hari sakit ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler bersamaan dengan peningkatan kadar hematokrit.
Warning signs merupakan tanda perburukan dengue yang perlu
diwaspadai. (Rekomendasi A, peringkat bukti level I).
Tenaga medis perlu mengenal warning signs, yaitu kumpulan tanda
dan gejala serta parameter laboratorium menunjukkan pasien
jdih.kemkes.go.id
- 16 -
Sumber: Morra ME, dkk. Definitions for warning signs and signs of
severe dengue according to the WHO 2009 classification: Systematic
review of literature. Rev Med Virol. 2018 Jul;28(4):e1979.
jdih.kemkes.go.id
- 17 -
Efusi pleura dan asites dapat dideteksi secara klinis bergantung pada
tingkat perembesan plasma dan volumenya. Pemeriksaan foto dada
(terutama posisi right lateral decubitus) dan ultrasonografi abdomen
merupakan pemeriksaan penunjang yang berguna untuk diagnosis.
Derajat peningkatan kadar hematokrit di atas normal sering kali
menunjukkan derajat keparahan dari perembesan plasma.
Muntah terus-menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk
awal perembesan plasma, dan bertambah hebat atau menetap saat
pasien syok. Pasien tampak semakin lesu, namun pada umumnya
tetap sadar. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di tempat
pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan yang penting
dan sering dijumpai. Hepatomegali dan nyeri perut juga sering
ditemukan.
Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif kurang dari
100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di atas nilai normal
merupakan tanda awal perembesan plasma. Oleh karena itu,
pengukuran hematokrit berkala sangat penting. Jika hematokrit
makin meningkat, berarti kebutuhan cairan intravena untuk
mempertahankan volume intravaskular bertambah.
Ditemukannya tanda dan gejala yang lebih berat daripada warning
signs di ( Tabel 3), menunjukkan kondisi dan klasifikasi pasien sebagai
severe dengue.
3. Fase Pemulihan
Jika pasien berhasil melewati fase kritis selama 24–48 jam, reabsorbsi
cairan ekstravaskular secara bertahap akan berlangsung selama 48–
72 jam berikutnya. Keadaan umum akan membaik, nafsu makan
membaik, gejala gastrointestinal menghilang, status hemodinamik
stabil, dan diikuti dengan perbaikan diuresis. Beberapa pasien
memperlihatkan tanda ”pulau putih di tengah lautan merah (white
isles in the sea of red)”, sebagian mungkin mengalami pruritus.
Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi sering terjadi pada fase
pemulihan.
Hematokrit akan stabil atau lebih rendah dari normal karena dampak
dilusi dari penyerapan cairan. Jumlah leukosit mulai meningkat
segera setelah masa defervescence sedangkan jumlah trombosit
kembali normal terjadi setelahnya.
jdih.kemkes.go.id
- 18 -
Distress pernapasan karena edema dan asites dapat terjadi jika cairan
intravena diberikan secara berlebihan. Pada fase kritis dan/atau
pemulihan, pemberian terapi cairan yang berlebih berhubungan
dengan terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Beberapa masalah klinis selama fase perjalanan penyakit yang
berbeda disimpulkan pada Gambar 3.
jdih.kemkes.go.id
- 19 -
1. Severe Dengue
Kasus severe dengue di Asia Tenggara menempati tempat tertinggi,
yaitu 15% dari seluruh kasus severe dengue. Diantara kasus severe
dengue, 244 (90%) mengalami perembesan plasma, perdarahan hebat
39 (14%), dan disfungsi organ berat 28 (10%). Frekuensi tertinggi
kejadian perembesan plasma dialami oleh kelompok usia <15 tahun.
Severe dengue ditentukan dari satu atau lebih kondisi berikut, (a)
perembesan plasma yang menyebabkan syok (syok dengue) dan/atau
akumulasi cairan dengan/tanpa distres napas, dan/atau (b)
perdarahan hebat (umumnya karena perdarahan saluran certa),
dan/atau (c) kerusakan organ yang berat.
jdih.kemkes.go.id
- 20 -
jdih.kemkes.go.id
- 21 -
Sirkulasi
Parameter Syok Terkompensasi Syok Dekompensasi
Stabil
Tekanan nadi Hipotensi postural Tekanan darah tidak
normal sesuai terdeteksi
usia
Frekuensi Frekuensi Takipnea Asidosis metabolik/
napas napas normal hiperpnea/
sesuai usia pernapasan Kussmaul
Diuresis Normal Adanya penurunan Anuria
Untuk BB diuresis dari nilai
pasien <30 normal
kg maka
diuresis 1
ml/kgbb/ja
m
Untuk BB
pasien 30
kg maka
diuresis
0.5
ml/kgbb/
jam
Penjelasan nilai normal laju napas, laju jantung dan tekanan darah
pada kelompok usia bayi dan anak:
Usia Normal laju Normal laju Normal TD Normal MAP
napas jantung sistolik (batas bawah)
(batas atas) (batas atas) (batas bawah)
jdih.kemkes.go.id
- 22 -
jdih.kemkes.go.id
- 23 -
jdih.kemkes.go.id
- 24 -
5) Gagal napas.
d. Keterlibatan jantung berupa:
1) Miokarditis.
2) Kardiomiopati.
3) Gagal jantung.
e. Keterlibatan susunan saraf pusat, berupa:
1) Penurunan kesadaran tanpa ditemukan adanya gangguan
metabolik atau penjelasan lain, atau ditemukan tanda sbb.:
1) leukosit cairan serebrospinal >5/L; 2) tanda neurologis
fokal, dan 3) kejang (bukan kejang demam sederhana).
2) Ensefalopati.
3) Ensefalitis.
f. Keterlibatan ginjal, berupa:
1) Kreatinin .
2) Kreatinin serum >1,2 mg/dL.
Penilaian AKI dengan menggunakan kriteria pediatric RIFLE
(RIFLE, akronim dari Risk of renal dysfunction, Injury to the
kidney, Failure of kidney function, Loss of kidney function,
dan End-stage Renal Disease) sebagai berikut:
Kategori Estimated creatinine Urine output
clearance (eCCL)
Risk Penurunan sampai 25% <0.5 ml/kgbb/jam dalam 8 jam
Injury Penurunan sampai 50% <0.5 ml/kgbb /jam dalam 16 jam
Failure Penurunan sampai 75% <0.3 ml/kgbb/jam dalam 24 jam
atau anuria selama 12 jam
Sumber: Rekomendasi gangguan ginjal akut pada anak. UKK Nefrologi
IDAI 2014.
jdih.kemkes.go.id
- 25 -
2. Presumtif Dengue
Apabila seseorang tinggal atau bepergian ke daerah endemis dengue,
mengalami demam disertai dua kriteria berikut:
a. Mual, muntah.
b. Ruam.
c. Rasa sakit dan nyeri.
d. Uji tourniquet positif.
e. Leukopenia.
f. Warning signs.
jdih.kemkes.go.id
- 26 -
E. Penegakan Diagnosis
1. Tes Diagnostik Dengue
Berbagai metode diagnostik laboratorium telah dikembangkan untuk
mendukung tata laksana pasien dan pengendalian penyakit. Pilihan
metode diagnostik tergantung pada tujuan pengujian yang dilakukan
(misalnya diagnosis klinis, survei epidemiologi, pengembangan
vaksin), jenis fasilitas laboratorium dan keahlian teknis yang tersedia,
biaya, dan kapan waktu pengambilan sampel (Gambar 6).
Pemeriksaan tes cepat dapat dilakukan melalui serum, plasma atau
darah untuk mendeteksi antigen virus NS-1 pada fase demam dan
antibodi IgM serta IgG baik pada fase kritis atau konvalesens.
Pemeriksaan virus berupa kultur dan molekuler PCR dapat dikerjakan
jdih.kemkes.go.id
- 27 -
jdih.kemkes.go.id
- 28 -
jdih.kemkes.go.id
- 29 -
jdih.kemkes.go.id
- 30 -
F. Tata Laksana
Tatalaksana infeksi dengue relatif sederhana, tidak mahal, dan sangat
efektif dalam menyelamatkan hidup pasien selama intervensi dilakukan
secara benar dan tepat waktu. Kuncinya terletak pada identifikasi dini,
tepat menentukan hari sakit agar dapat menempatkan dalam fase
penyakit, serta memahami masalah klinis yang terjadi pada tiap fase.
Triase adalah tempat skrining pertama secara cepat pada pasien yang
datang baik di poliklinik maupun ruang gawat darurat. Kegiatannya adalah
memilah dan mengidentifikasi pasien kedalam kelompok severe dengue
agar tidak terjadi keterlambatan, dengan warning signs, atau bisa rawat
jalan.
Kegiatan triase di rawat jalan/poliklinik, ruang gawat darurat,
maupun rawat inap harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengenali demam sebagai tanda dan gejala dengue.
2. Menatalaksana pasien dengue sejak awal fase demam dan melakukan
pemantauan setiap hari pada pasien tanpa warning signs.
3. Mengenali tahap awal perembesan plasma atau fase kritis dengue dan
memulai pemberian terapi cairan.
4. Mengenali pasien dengan warning signs yang memerlukan perawatan
dan/atau pemberian cairan intravena.
5. Merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
lengkap/tinggi.
6. Mengenali dan mengelola pasien dengan severe dengue (perembesan
plasma hebat, syok, perdarahan hebat dan kerusakan organ berat)
secara cepat dan tepat.
7. Pemberitahuan secara dini pasien dengan dengue kepada Dinas
Kesehatan setempat.
jdih.kemkes.go.id
- 31 -
jdih.kemkes.go.id
- 32 -
jdih.kemkes.go.id
- 33 -
jdih.kemkes.go.id
- 34 -
jdih.kemkes.go.id
- 35 -
jdih.kemkes.go.id
- 36 -
jdih.kemkes.go.id
- 37 -
jdih.kemkes.go.id
- 38 -
10 10-15
10 20 20-30
15 30 30-45
20 60 40-60
25 65 50-75
30 70 60-90
35 75 70-105
40 80 80-120
50 90 100-150
60 100 90-120
70 110 105-140
80 120 120-150
Catatan:
Untuk IBW >50 kg, 1,5-2 ml/kg digunakan untuk penghitungan
cepat pemberian cairan rumatan per jam. Untuk -
3 ml/kg digunakan untuk penghitungan cepat pemberian cairan
rumatan per jam
Tabel 12. Perkiraan berat badan ideal (IBW) dengan berat badan
lebih dan obesitas
Tinggi (cm) Perkiraan IBW (kg) pria Perkiraan IBW (kg) wanita
150 50 45,5
160 57 52
170 66 61,5
180 75 70
Sumber: WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and
control, 2009.
jdih.kemkes.go.id
- 39 -
Suhu tubuh
Frekuensi napas
Frekuensi
Denyut jantung
Tekanan darah
Volume/tekanan
nadi
Waktu pengisian
kapiler
Suhu
ekstremitas
Nyeri abdomen
Muntah
Perdarahan
jdih.kemkes.go.id
- 40 -
jdih.kemkes.go.id
- 41 -
jdih.kemkes.go.id
- 42 -
jdih.kemkes.go.id
- 43 -
jdih.kemkes.go.id
- 44 -
jdih.kemkes.go.id
- 45 -
jdih.kemkes.go.id
- 46 -
jdih.kemkes.go.id
- 47 -
jdih.kemkes.go.id
- 48 -
jdih.kemkes.go.id
- 49 -
jdih.kemkes.go.id
- 50 -
Pasien dengan syok harus diawasi secara ketat sampai masa kritis
terlewati. Keseimbangan cairan yang masuk dan keluar harus dijaga.
Parameter yang harus dipantau termasuk tanda-tanda vital dan
perfusi perifer (setiap 15–30 menit sampai syok teratasi kemudian
setiap 1–2 jam). Secara umum, semakin tinggi tetesan cairan
diberikan, semakin ketat pemantauan yang harus dilakukan. Hal ini
untuk menghindari kelebihan cairan dan memastikan jumlah cairan
adekuat.
Perlu kecermatan dalam memonitor tekanan darah pasien, namun
pemasangan kateter arteri perlu dipertimbangkan keuntungan dan
kerugiannya. Adanya EKG dan oksimetri akan membantu
pemantauan pasien lebih ketat.
jdih.kemkes.go.id
- 51 -
Urin output harus ditampung secara berkala (setiap jam sampai syok
teratasi, kemudian 1–2 jam berikutnya). Pemasangan kateter urin
akan memudahkan pengawasan urin output yang lebih ketat. Jumlah
urin output yang diharapkan (diuresis) 1 ml/kgBB/jam. Hematokrit
harus diperiksa (sebelum dan sesudah bolus cairan hingga keadaan
hemodinamik stabil, selanjutnya setiap 4–6 jam). Sebagai tambahan,
sebaiknya dilakukan pemantauan analisis gas darah, laktat, kadar
karbon dioksida (CO2)/bikarbonat (setiap 30 menit sampai 1 jam
hingga stabil atau sesuai indikasi), glukosa darah (sebelum resusitasi
cairan dan ulangi jika terdapat indikasi), elektrolit (kalsium, natrium,
kalium), dan fungsi organ lainnya (seperti fungsi ginjal, hati, faktor
koagulasi, sebelum resusitasi cairan atau sesuai indikasi).
Perubahan nilai hematokrit adalah petunjuk penting namun
perubahan hematokrit harus diinterpretasi bersama-sama dengan
status hemodinamik, respons klinis terhadap terapi cairan, dan
keseimbangan asam basa. Dengan kata lain, penilaian pasien harus
dilakukan secara menyeluruh. Sebagai contoh, hematokrit yang terus
meningkat atau tetap tinggi dengan status hemodinamik yang tidak
stabil menandakan perembesan plasma dan kebutuhan untuk
pemberian bolus cairan. Sebaliknya, hematokrit yang meningkat atau
tetap tinggi diikuti dengan status hemodinamik yang stabil dan urin
yang adekuat tidak memerlukan tambahan cairan intravena. Untuk
kondisi yang demikian ini, lanjutkan pemantauan secara ketat karena
hematokrit akan mulai turun dalam 24 jam berikutnya sejalan dengan
berhentinya perembesan plasma.
Penurunan hematokrit diikuti dengan status hemodinamik yang tidak
stabil (tekanan nadi sempit, takikardia, asidosis metabolik, dan urin
sedikit) menandakan perdarahan yang hebat dan memerlukan
transfusi darah segera. Sebaliknya, penurunan hematokrit diikuti
dengan status hemodinamik yang stabil dan urin output adekuat
menandakan hemodilusi dan/atau penyerapan kembali dari cairan
ekstravaskular. Pada kondisi ini, cairan intravena harus dihentikan
segera untuk menghindari terjadinya edema paru.
Tabel di bawah ini menunjukkan rangkuman tata laksana infeksi
dengue berdasarkan klinis dan laboratoris.
jdih.kemkes.go.id
- 52 -
jdih.kemkes.go.id
- 53 -
jdih.kemkes.go.id
- 54 -
jdih.kemkes.go.id
- 55 -
jdih.kemkes.go.id
- 56 -
jdih.kemkes.go.id
- 57 -
G. Pencegahan
Pencegahan dan pengendalian arbovirus yang saat ini dilaksanakan
oleh pemerintah terdiri dari tiga pilar utama meliputi gerakan satu rumah
satu jumantik, pengenalan dini diagnosis dan tatalaksana kasus yang tepat
dan vaksinasi.
1. Pengendalian Vektor Dengue
WHO memperkenalkan upaya yang disebut sebagai integrated vector
management atau dalam Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan
Pengendalian penyakit tular vektor dan zoonosis Kementerian
Kesehatan tahun 2015–2019 dinamakan Pengendalian Vektor
Terpadu, yang merupakan pendekatan menggunakan kombinasi
beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
azas keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta
dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.
Konsep pengendalian vektor terpadu meliputi 5 proses manajemen
yaitu:
a. Pengambilan keputusan berbasis bukti partisipasi masyarakat.
b. Penggunaan pestisida rasional.
c. Dukungan peraturan serta.
d. Ekonomis.
e. Berkelanjutan.
jdih.kemkes.go.id
- 58 -
jdih.kemkes.go.id
- 59 -
jdih.kemkes.go.id
- 60 -
BAB IV
RANGKUMAN PERINGKAT BUKTI DAN DERAJAT REKOMENDASI
Penggunaan klasifikasi WHO infeksi dengue untuk anak dan remaja, yaitu:
Penetapan definisi yang jelas untuk warning signs dan derajat beratnya
infeksi dengue penting untuk menghindari rawat inap yang tidak perlu terutama
pada saat outbreak. (Rekomendasi A, peringkat bukti level I).
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam antara hari
sakit ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler
bersamaan dengan peningkatan kadar hematokrit. Warning signs merupakan
tanda perburukan dengue yang perlu diwaspadai.
(Rekomendasi A, peringkat bukti level I).
jdih.kemkes.go.id
- 61 -
Pada infeksi dengue jumlah total leukosit, neutrofil dan trombosit lebih
rendah jika dibandingkan dengan penderita demam oleh virus lain pada daerah
endemis dengue. (Rekomendasi A, peringkat bukti level I).
jdih.kemkes.go.id
- 62 -
BAB V
SIMPULAN
F. Pencegahan agar individu tidak terinfeksi oleh virus dengue adalah cara
terbaik untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
jdih.kemkes.go.id
- 63 -
DAFTAR PUSTAKA
jdih.kemkes.go.id
- 64 -
13. Farrar JJ, Tran TH, Horstick O, dkk. Dogma in classifying dengue disease.
Am J Trop Med Hyg. 2013;89(2): 198–201.
14. Multicentre prospective study
on dengue classification in four South-east Asian and three Latin American
countries. Trop Med Int Health. 2011;16: 936–48.
15. Silva NS, Undurraga EA, Verro AT, dkk. Comparison between the traditional
(1997) and revised (2009) WHO classifications of dengue disease: a
retrospective study of 30 670 patients. Trop Med Int Health. 2018;23(12):
1282–93.
16. Barniol J, Gaczkowski R, Barbato EV, dkk. Usefulness and applicability of
the revised dengue case classification by disease: multi-centre study in 18
countries. BMC Infect Dis. 2011;11: 106.
17. Horstick O, Farrar J, Lum L, dkk. Reviewing the development, evidence
base, and application of the revised dengue case classification. Pathog Glob
Health. 2012;106: 94–101.
18. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis,
treatment, prevention and control. 1997. Diunduh dari
http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublicat
ion/en/.
19. Kalayanarooj S. Dengue classification: current WHO vs. the newly suggested
classification for better clinical application. J Med Assoc Thai. 2011 Aug;94
Suppl 3:S74-84.
20. Nasir NH, Mohamad M, Lum LCS, dkk. Effectiveness of a fluid chart in
outpatient management of suspected dengue fever: A pilot study. PlosOne.
2017 Oct 4;12(10): e0183544.
21. Narvaez F, Gutierrez G, Pérez MA, dkk. Evaluation of the traditional and
revised WHO classifications of dengue disease severity. PLoS Negl Trop Dis.
2011;5:e1397.
22. Prasad D, Kumar C, Jain A, dkk. Accuracy and applicability of the revised
WHO classification (2009) of dengue in children seen at a tertiary healthcare
facility in northern India. Infection. 2013;41(4): 775–82.
23. Low GK, Ogston SA, Yong MH, dkk. Global dengue death before and after
the new World Health Organization 2009 case classification: A systematic
review and meta-regression analysis. Acta Tropica. 2018;182:237–45.
24. Lovera D, Araya S, Jose MM, dkk. Prospective applicability study of the new
dengue classification system for clinical management in children. PIDJ.
2014;33(9): 933–5.
jdih.kemkes.go.id
- 65 -
jdih.kemkes.go.id
- 66 -
jdih.kemkes.go.id
- 67 -
jdih.kemkes.go.id