Anda di halaman 1dari 98

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak berusia 1-3 tahun disebut anak toddler di usia ini anak sudah

mampu mengeksplorasikan lingkungannya dan mencoba segala sesuatu

untuk belajar mengetahui tentang dunianya khususnya yang berhubungan

dengan relationship pertumbuhan dan perkembangan (Mismadonaria,

2020;Septia dkk,2019). Golden age (Usia 1-3 tahun) atau masa keemasan

adalah masa-masa penting anak yang tidak bisa di ulang, Pada masa-masa

ini kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinngi (Kriscillia

Molly et al., 2019). Pada masa inilah yang tepat untuk mempeljari

perpindahan dari diapers ke toilet training pada anak (Muhardi et.al, 2019).

Banyak orang tua yang tidak mau direpotkan dengan mengganti

celana anak saat mengompol atau mengantarkan anak ke kamar mandi,

sehingga cara praktis dengan memakai diapers pada anak agar anak tidak

mengompol (Tri Ratnanigsih, 2020). Padahal anak yang terbiasa dipakaikan

diapers dari bayi hingga agak besar atau usia balita, akan mengalami

perbedaan dari anak-anak yang lainnya seperti kesulitan untuk buang air

besar dan air kecil, anak malas ke kamar mandi serta tidak bisa

memberitahu orang tuanya ketika buang air kecil dan buang air besar dan

iritasi pada kulit (Casnuri, 2017,Nugraha, 2018,Rani Fitriani et.al., 2019).

Berdasarkan data Worl d Health Organization (WHO) tahun 2019

menyebutkan setiap tahunnya penggunaan diapers pada seorang bayi

menghabiskan sekitar 1500 diaper. Menurut Child Devolopment Institute

1
2

Toilet Training (2019) pada penelitian Psychiatric Assosiation, dilaporkan

bahwa tidak semua anak siap untuk melakukan toilet training pada usia 2

tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 4% dari 482 toddler yang

sehat mampu untuk toilet training pada dan pada usia 2 tahun, 22% pada

usia 2,5 tahun, 60% pada usia 3 tahun, 88% pada usia 3,5 tahun dan 2%

pada usia 4 tahun. (Permatasari et al.,2019; Tri Ratnaningsih 2020).

Menurut data kementrian kesehatan RI (2019) di perkirakan jumlah

anak usia 1-3 tahun yaitu 23.604.923 anak. Menurut profil kesehatan

Indonesia (2019) jumlah anak usia 1-3 tahun di Jawa Timur, terdapat 830.45

anak. Menurut Profil Dinas Kesehatan Situbondo (2019) jumlah usia anak 1-

3 tahun diperkirakan 43.910 anak .

Berdasarkan hasil wawancara dari hasil studi pendahuluan yang

dilakukan di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

Melalui wawancara pada 11 orang ibu dari 40 ibu- ibu yang mempunyai

anak toddler. Anak yang berusia 18 bulan berjumlah 4 anak dengan alasan

tahu cara melatih BAB dan BAK tetapi tidak sempat mengajarkan anak BAB

dan BAK di toilet karena kesibukan bekerja dan cenderung memakaikan

diapers karena praktis dan tidak merepotkan. Anak yang usia 2 tahun

berjumlah 4 anak 3 oranng anak masi menggunakan diapers karena ibu

tidak mengerti sejak usia berapa mengajarkan BAB dan BAK dan 1 orang

anak tidak dipakaikan diapers karena mengerti dampak yang akan terjadi

akibat pemakaian diapers secara terus-menerus. Anak yang berusia 2,5

tahun berjumlah 3 anak masih di pakaikan diapers dan 1 orang tidak

mampu mengontrol keinginan BAB dan BAK.


3

Toilet training adalah cara untuk melatih anak agar mampu

mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar secara

baik dan benar (Anis Kurniawati, 2019;Brivian, 2020). Agar tidak lagi

menggunakan diapers, sehingga pada usia tertentu diharapkan sudah

mampu melakukan BAK dan BAB di kamar mandi dengan baik. (Munjiati,

2017; Danamik et.al 2019;Zuraidah, 2019)

Diapers merupakan alat yang berupa popok sekali pakai berdaya

serap tinggi yang terbuat dari plastic dan campuran bahan kimia untuk

menampung sisa-sisa metaboilisme seperti air seni dan feses (Rani Fitriani,

2019;Siti Amalia, 2020). Diapers mempunyai efek yang berbahaya dalam

jangka panjang dan menghambat perkembangan anak (Tri Ratnasari, 2020).

Menggunakan diapers yang terlalu lama sering menimbulkan iritasi kulit

serta membuat anak tidak terbiasa melakukan toilet training untuk buang air

besar dan buag kecil secara mandiri (Feri Kemeliawati, 2020;Lita, 2017)

Sikap dan pengetahuan mengenai toilet training adalah hal yang

penting untuk diketahui oleh seorang ibu terutama dalam menciptakan

perilaku yang baik bagi anak usia toddler (Ester, 2019). Hal ini berpengaruh

pada saat ibu menerapkan toilet training untuk anakanya, Ibu dengan

pendidikan baik berarti mempunyai sikap dan pengetahuan baik dalam

menerapkan kemandirian toilet training. Ibu berharap anaknya akan

mempunyai kemandirian dalam melakukan toilet trainng. (Mismandonarian,

et al., 2020).

Berdasararkan dari uraian latar belakang diatas. maka peneliti

tertarik untuk mengambil judul ‘’Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu

tentang Toilet Training dengan Kebiasaan Penggunaan Diapers pada Anak


4

Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo’’

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti merumuskan

masalah pada peneliti ini adakah Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu

Tentang Toilet Training Dengan Kebiasaan Penggunaan Diapers pada Anak

Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian bertujuan untuk mengetahui

‘’Bagaimana Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu Tentang Toilet

Training Dengan Kebiasaan Penggunaan Diapers pada Anak Toddler

(1-3 tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo’’.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi sikap ibu tentang toilet training di Desa Tambak

Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

2. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang toilet training di Desa

Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

3. Mengindentifikasi Kebiasaan pengunaan diapers pada anak usia

toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo.

4. Menganalisis Hubungan sikap ibu tentang toilet training dengan

kebiasaan pengunaan diapers pada anak usia toddler (1-3


5

Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo.

5. Menganalisis pengetahuan ibu tentang toilet training dengan

kebiasaan pengunaan diapers pada anak usia toddler (1-3

Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo.

6. Menganalis Faktor Dominan Sikap dan Pengetahuan Ibu tentang

toilet training dengan kebiasaan pengunaan diapers pada anak

usia toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kenditt

Kabupaten Situbondo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidiakn

Hasil peneliti ini dapat berguna sebagai bahan untuk

mempekaya pengetahuan mahasiswa tentang Hubungan Sikap dan

Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan kebiasaan

Pengunaan Diapers pada Anak Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak

Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

1.4.2 Bagi Profesi Kesehatan

Setelah diadakan penelitian ini dapat diketahui adanya

Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training

dengan kebiasaan Pengunaan Diapers pada Anak Toddler (1-3

Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo.
6

1.4.3 Bagi Lahan Penelitian

Dapat memberikan wawasan dan informasi untuk mengetahui

lebih jauh tentang Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu tentang

Toilet Training dengan kebiasaan Pengunaan Diapers pada Anak

Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo.

1.4.4 Bagi Responden

Memberikan informasi bagi responden bahwa ada Hubungan

Sikap dan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan kebiasaan

Pengunaan Diapers pada Anak Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak

Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

1.4.5 Bagi Peneliti

Sebagai proses dalam menambah ilmu pengetahuan dan

wawasan tentang Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu tentang

Toilet Training dengan kebiasaan Pengunaan Diapers pada Anak

Toddler (1-3 Tahun).


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sikap

2.1.1 Pengertian Sikap

Sikap menurut Dr Jenita dan Wawan (2019) dan merupakan

keteraturan perasaan, pemikiran perilaku seseorang dalam interaksi

sosial. Sedangkan menurut Baron dan Bryne (2019) sikap merupakan

evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial.Bahkan para

peneliti psikologi sosial menempatkan sikap sebagai isu sentral yang

dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

a. Sikap Memengaruhi Pemikiran Sosial

Sikap merefleksikan fondasi penting, sekaligus sebagai awal

dari pemikiran sosial seseorang. Dalam interaksi sosial, baik sadar

ataupun tidak disadari sering meakukan evaluasi terhadap orang

lain. Hasil evaluasi tersebut kadang menimbulkan like-dislake

terhadap seseorang. Dari proses inilah menandakan bahwa

selama proses terbentuknya sikap, melibatkan kognisi. Dari proses

kognisi yang super kompleks inilah akhirnya akan memengaruhi

sikap dan perilaku kita.

Menariknya, meskipun sikap melibatkan proses kognitif, tapi

terbentuknya sikap seringkali tanpa dipelajari. Dengan kata lain

sikap dapat terjadi dengan cepat, bahkan sebelum kita mampu

memahami arti dari stimulus yang kita miliki.

7
8

b. Sikap Memengaruhi Perilaku

Sikap memang erat kaitannya dengan perilaku. Namun tidak

berlaku untuk kebalikannya. Saat kita menyukai presiden A, maka

saat pemilihan presiden tiba, perilaku kita akan mendukung dan

memberikan suara untuk presiden A. Sebaliknya, ketika kita tidak

menyukai peresiden B, maka saat pemilihan presiden tiba, kita

pun tidak akan memilihnya sama sekali. Dengan mempelajari

sikap seseorang seperti itu, dapat mendorong kita untuk

memprediksi perilaku seseorang.

Berawal dari mempelajari perilaku seseorang lewat sikap

yang mereka rasakan itulah yang mendorong para psikologi sosial

mengembangkan dan meneliti bagaimana proses terbentuknya

sikap. Dulu, barangkali tidak tahu jawan kenapa seseorang

bersikap tertentu, dan motif apa yang diinginkan sebenarnya.

Namun kini, dengan adanya kiprah para ilmuan psikologi sosial,

kitapun mampu memahami (Titik Lestari 2015,Dr Jenita, 2019).

2.1.2 Susunan Sikap

emosional, dan komponen perilaku. Dari susunan sikap inilah

terbentuk kepribadian kita. Sehingga orang lain mampu menilai kita

sebagai kategori orang seperti apa. Untuk lebih jelasnya, berikut

ulasan tiga komponen sikap tersebut.

1. Kognitif

Sikap terbentuk oleh komponen kognitif. Olah kognitif yang

muncul adalah sikap percaya, stereotip, dan adanya persepsi.

Komponen kognitif sering juga disebut dengan ikomponen


9

perseptual yang berbicara tentang kepercayaan seseorang.

Misalnya, bagaimana seseorang menilai orang lain berdasarkan

gejala-gejala dan informasi yang diperolehnya, untuk membuat

sebuah kesimpulan..

2. Emosional

Isi dari komponen emosional berisi tentang perasaan yang

melibatkan emosi. Biasa perasaan bahagia, perasaan sedih, dan

perasaan terkejut. Komponen satu ini bersifat subjektif.

Terbentuknya komponen emosional ini pun banyak dipengaruhi

oleh persepsi diri, yang melibatkan emosional.

3. Perilaku

Komponen perilaku seringkali disebut dengan komponen

konatif. Komponen ini bersifat predisposisi. Predisposisi

merupakan kecenderungan seseorang terhadap stimulus/objek

yang dihadapinya. Misalnya, lulusan SMK/SMA melihat peluang

pekerjaan yang menjanjikan oleh profesi perawat. Maka, banyak

lulusan SMK/SMA berbondong-bondong masuk ke sekolah

keperawatan (Titik Lestari 2015,Dr Jenita, 2019).

2.1.3 Manfaat Sikap dalam Kehidupan Sehari-Hari

Selama berinteraksi dengan orang lain, sebenarnya kita

memiliki banyak sekali sikap. Menariknya, kita seringkali sangat

memperhatikan sikap kita agar tidak salah bersikap. Adapun manfaat

adanya sikap, seperti yang di paparkan oleh Baron dan Byrne (2003)

antara lain sebagai berikut;


10

1. Sebagai Skema

Skema dapat membantu seseorang untuk menginterpretasi

(menilai) segala bentuk informasi yang masuk. Hal ini berkaitan

untuk membantu pembentukan persepsi. Tanpa skema, persepsi

sulit untuk menerjemahkan dan mengambil kesimpulan. Dengan

kata lain, sikap berfungsi sebagai upaya seseorang untuk

memahami dunia sosial.

2. Knowledge Function

Skema memang memudahkan seseorang memahami

lingkungan sosialnya. Namun tanpa knowledge function

(pengetahuan) skema dapat menjebak. Karena dengan sikap yang

disertai pengetahuan akan memperkuat perilaku yang memiliki

self expression (ekspresi diri) dan self identity (identitas diri).

3. Sebagai self-esteem

Individu yang sehat adalah individu yang memiliki self

esteem. Dengan adanya self esteem inilah yang meningkatkan

harga diri seseorang. Seseorang yang tidak memiliki kepercayaan

diri yang cukup, terkadang membuat seseorang harga dirinya

rendah, tidak percaya diri dan tidak maksimal dalam beraktivitas.

Selain self esteem sikap mempertahankan ego terkadang juga

perlu. Mempertahankan ego dalam hal ini adalah

mempertahankan diri dari informasi negatif dan merugikan diri.

4. Motifasi Impresi

Motivasi impresi adalah motivasi seseorang untuk

menimbulkan kekaguman dan power semangat terhadap orang


11

lain. Prinsip impresi yaitu adanya sebab akibat, yang

memengaruhi dan dipengaruhi. Semakin besar motivasi impresi

yang kuat terhadap orang lain, semakin kuat pula individu

mengaplikasikan dalam bentuk sikap (Dr. Jenita 2019.,Wawan

2019).

2.1.4 Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo S (2018) ada empat tangga sikap.

Pembagian tangga sikap tersebut dimulai dari tangga terendah sampai

tangga tertinggi. Keempat tangga tersebut yaitu penerimaan

(receiving), responding, menghargai, dan bertanggung jawab

(responsible).

1. Menerima (receiving)

Setiap orang memiliki rasa ingin diakui, termasuk ingin

diterima oleh masyarakat sekitar. Termasuk munculnya rasa

keinginan dan memperhatikan stimulus yang diterimanya.

2. Respons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan

atau mengerjakan tugas yag diberikan. Terlepas dari hal tersebut,

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang

meneria ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subyek atau seseorang memberikan

nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti


12

membahasanya dengan orang lain, bahkan mengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

4. Tanggung Jawab (responsible)

Tanggung jawab adalah salah satu sikap yang tidak semua

orang sanggup melakukannya. Banyak orang yang memiliki ide-

ide bagus, tetapi tidak memiliki tindakan dan tanggung jawab

untuk menyelesaikannya (Dewi W, 2019.,Lestari2015)

2.1.5 Faktor Yang Mempenagaruhi Sikap

Sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh

individu. Interaksi sosial ini melingkupi banyak hal, mulai dari

hubungan antara individu dengan fisik maupun lingkungan

psikologisnya, ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Dari interaksi

tersebut individu membangun sebuah persepsi yang kemudian

mendorong individu bereaksi dengan membentuk suatu pola sikap

tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah:

1. Pengalaman pribadi

Pengalaman mengenai suatu kejadian atau terhadap suatu

objek memberikan individu sebuah penghayatan dan akhirnya

menimbulkan tanggapan, inilah yang menjadi salah satu

pembentukan sikap. Dalam pembentukan sikap. Dalam

pembentukan sikap suatu pengalaman yang terjadi haruslah

memiliki kesan yang kuat yang melibatkan emosional. Bila

pengalaman pribadi tersebut melibatkan emosi, maka

penghayatan yang terjadi akan lebih mendalam dan juga kuat


13

2. Pengaruh orang lain yang di anggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap

yang konformis atau searah dengan sikap orang yang

dianggapnya penting. Pada masa anak- anak dan remaja, orang

tua biasanya menjadi figur yang paling berarti bagi anak.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,

karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman

individu-individu yang menjadi kelompok masyarakat.

4. Media masa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media

massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi, pesan yang

dibawa berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

5. Lembaga pendidikan dan Lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu

sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap

dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep

moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis

pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh

dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan

serta ajaran-ajarannya.
14

6. Faktor emosional

Terkadang suatu sikap didasari oleh suatu emosi yang

berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego, sikap ini dapat bersifat sementara

tetapi dapat pula persifat persisten dan bertahan lama (Wawan

dan Dewi, 2019).

2.1.6 Indikator Sikap

Banyak angggapan bahwa terbentuknya sikap karena bawaan

sejak lahir. Namun, hasil penelitian tersebut disanggah oleh beberapa

peneliti psikologi sosial dari luar maupun dari dalam negeri. Seperti

gerungan, Abu Ahmadi, Sarito Wirawan Sarwono dan Bimo Walgito

yang percaya bahwa terbentuknya sikap karena proses belajar. Berikut

adalah indikator atau ciri-ciri sikap;

1. Sikap muncul karena proses belajar, yang berdasarkan dengan

latihan dan pengkondisian.

2. Sifat sikap berubah-ubah, sehingga itulah yang menyebabkan

seseorang mempelajari perilaku satu sama lain.

3. Sikap berdiri saling berhubungan dengan objek sikap.

4. Sikap terbentuk pada satu objek dan banyak objek.

5. Sikap berjalan dalam waktu lama maupun sebentar.

6. Sikap memiliki rasa dan motivasi, dua hal inilah yang

membedakan dengan pengetahuan.

Dari keenam poin tersebut memberikan garis batas sejauh

mana sikap. Pada prinsipnya, dalam interaksi sosial semua manusia

melakukan enam hal tersebut baik disadari ataupun tidak. Bahkan,


15

individu juga dapat mempelajari sikap yang berbeda dari biasanya

lewat proses pengamatan sikap orang lain yang dianggap pantas

untuk ditiru (Dr. Jenita 2019).

2.1.7 Penilaian Sikap

Secara umum, sikap baik dan buruk seseorang dapat diukur

lewat dua cara. Yaitu secara langsung dan tidak langsung. Berikut

adalah ulasannya.

1. Langsung

Pengukuran sikap secara langsung biasa kita lakukan

dengan cara mengajukan pertanyaan. Adapun beberapa jenis

pengukuran sikap yang termasuk ke pengukuran sikap secara

langsung, yaitu dengan cara terstruktur dan tidak terstruktur.

a. Skala Terstruktur

Pernahkah anda mengikuti tes psikologi? Tes psikologi

biasa dikenal dengan istilah psikotes. Ketika mengikuti

psikotes, kita akan medapatkan banyak alat tes yang harus

dikerjakan. Hasil tes inilah yang digunakan untuk mengukur

karakter, sikap, dan sejauh mana seseorang dalam kehidupan

sehari-hari.

Skala terstruktur selain secara tertulis, juga bisa dengan

mengajukan pertanyaan yang tersusun begitu rapi. Adapun

beberapa nama alat tes pengukur sikap yang disebut skala

berikut macamnya.
16

1) Skala Bogardus

Skala Bogardus adalah skala untuk mengetahui sejauh

mana sikap seseorang, berdasarkan jarak sosialnya.

Seperti yang kita rasakan, dalam interaksi sosial dengan

sekeliling kita, sering terjadi jarak sosial. Penyebabnya

bermacam-macam, bisa disebabkan karena faktor usia,

ras, agama, dan masih banyak lagi.

2) Skala Thurston

Skala yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang

terhadap pengaruh like-dislike. Penggunaan skala

Thurston menggunakan metode equal-appearing

intervals yang telah disusun sedemikian rupa.

Penyusunannya disebut semacam range bawah ke atas,

dari yang menyenangkan sampai tidak menyenangkan.

3) Skala Likert

Skala likert, barangkali sudah pernah mengerjakan dalam

psikotes. Skala ini dikemas dengan menampilkan lima

pilihan jawaban. Pertanyaan yang diajukan pun berupa

pernyataan. Tester biasanya disuruh memilih jawaban

yang sudah disediaka. Bentuk pilihan jawabannya pun

sama dengan jawaban sebelumnya. Yaitu meliputi setuju,

ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

b. Skala Tidak Terstruktur

Penilaian sikap yang paling sederhana dan tanpa

persiapan yang ribet adalah menggunakan skala tidak


17

terstruktur. penilaian ini dilakukan hanya dengan melakukan

wawancara kepada partisipan. Bukan berarti hanya

melakukan wawancara semata, tetapi juga melakukan

pengamatan secara langsung dan melakukan surveiy. Bentuk

survey itu sendiri tidak selalu dalam bentuk peninjawan

langsung langsung di rumah partisipan, tetapi bisa dengan

melakukan survey di jejaring media sosial.

2. Tidak Langsung

Mengukur sikap secara tidak langsung dapat menggunakan

skala semantik-diferensial. Di mana, cara pengukuran sikap ini

lebih banyak digunakan saat menilai seseorang. Penggagas skala

ini adalah Charles E. Osgood. (Lestari,2015; Jenita, 2019;

Wawan,dkk,2019; ).

2.1.8 Alat Ukur Sikap

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket

atau kuesioner. Angket sikap ibu diberikan pada ibu untuk mengetahui

bagaimana ibu dalam menerima, merespon, menghargai, dan

bertanggung jawab dalam penerapan toilet training. Angket disusun

menggunakan model skala Likert yang dimodifikasi dengan empat

pilihan jawaban yang bergradasi. Penilaian terhadap pernyataan positif

(favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable) dimulai dari yang

sangat setuju sampai dengan yang sangat tidak setuju pensekoran

kusioner skala liket sikap ibu untuk pernyataan positif, sangat seuju

nilainya 4, setuju 3, tidak setuju 2 sangat tidak setuju 1 dan sebaliknya

untuk pernyataan yang negatif (Wawan,2019 Setyo 2017)


18

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia

yakni penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba dengan

sendiri (A wawan, 2019:Lestari 2015).

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan adalah tingkat seberapa kedalaman

seseorang dapat menghadapi, mendalami, memperdalam perhatian

seerti sebagaiman manusia menyelesaikan masalah tentang konsep-

konsep baru dan kemapuan dalam belajar dikelas, Untuk mengukur

tingkat pengetahuan seseorang terdiri enam tingkat yaitu Tahu,

Memahami, Aplikasi,A nalisis, Sintesis, Evaluasi. (Wawan, 2019:;

Lestari 2020).

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang dipelajari

sebelumnya kata kerja yang dipelajari untuk mengukur bahwa

orang tahu apa yang dipelajari anatara lain: Menyebutkan,

menguraikan, mendefnisikan, menyatakan dan sebagaianya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang

obyek yang diketahui dan menginterprestasiakan materi secara

benar dan dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,


19

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu yang

dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan

untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu keseluruhan yang baru. (Lestari, 2015)

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek

(Wawan, 2019).

2.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahun sebagai berikut:

1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a. Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah

ini dilakukan dengan mengunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan dalam


20

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak

berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan (Wawan,2019)

b. Cara Kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpinan-

pemimpinan masyarakat baik formal atau informal, ahli agama,

pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang

menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang lain yang

menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarakkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu.

2. Cara Modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular

atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian

dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara

untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan

penelitian ilmiah (Lestari, 2015)


21

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Menpengaruhi Pengetahuan

1. Tingkat pendidikan

Upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan prilaku positif yang meningkat.

2. Informasi

Sesesoarang yang mendapatkan informasi lebih banyak akan

menambah pengetahuan yang lebih luas.

3. Pengalaman

Seseuatu yang perlah dilakuakn seseorang akan menambah

pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informasi.

4. Budaya

Tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan yang

meliputi sikap dan kepercayaan.

5. Sosial ekonomi

Kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya.

(Wawan, 2019).

2.2.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2018) pengetahuan seeorang dapat

diketahui dan diinterprestasiakan dengan skala yang bersifat kuantitatif

yaitu :

1. Baik : Hasil presentase 76% - 100%

2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

3. Kurang : Hasil presentase >56%


22

2.2.6 Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang berisii pertanyaan sesuai materi yang ingin di ukur

dari subjek penelitian atau responden yang di sesuaikan dengan

tingkat pengetahuan yang diukur.

Dalam penelitian ini pengetahuan ibu diberikan pada ibu untuk

tahu, memahami, menganalisis, mengaplikasikan, mensintesis, dan

mengevalusi materi mengenai toilet training. Angket berisi dua pilihan

jawaban Penilaian terhadap pernyataan positif (favourable) dan

pernyataan negatif (unfavourable), benar dan salah. Mengunakan

kusioner pengetahuan ibu tetantang toilet training diukur menggunakan

kuesioner yang terdiri dari 18 pertanyaan tentang pengetahuan ibu

tentang toilet training dengan menggunakan skala gutman. Skor

pengetahuan ib tentang toilet training 0-18 untuk menjelaskan secara

deskrif maka data dikategorikan sebagai berikut jika baik (12-18)

cukup (6-11) kurang (0-5). Untuk uji validitas Peneliti menggunakan

rumus Pearson product moment, Jika r hitung > r tabel pada df = n-2

dan α = 0,05 maka instrument dikaktakan valid.

Pada uji validitas kusioner pengetahuan ibu tentang toilet

training hasil dari uji validitas ini ada 18 pertanyaan yang valid karena r

hitung >r tabel. Dan uji reabilitas dalam peneliti ini dialukan dengan

mengunakan alpha cronbach. Instrument penelitian dikatakan realibel

jik diperoleh alpha lebih atau sama dengan 0,60. (Iwan 2018,

Hendrawati, 2020).
23

2.3 Toilet Training

2.3.1 Pengertian Toilet Training

Toilet Training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar

mampu mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar,

bisa di ajarkn mulai pada anak mulai dari 18 bulan sampai 3 tahun

(Sunarti, 2019; Muhari dkk, 2019).

Toilet training adalah cara untuk melatih anak membuang BAB

dan BAK secara baik dan benar, Agar tidak lagi menggunakan

diapers, sehingga pada usia tertentu diharapkan sudah mampu

melakukan BAK dan BAB di kamar mandi dengan baik. (Anis

Kurniwati2019:Brivian, 2020; Danamik et.al 2019; Zuraidah, 2019).

2.3.2 Pengkajian Kesiapan Toilet Training

1. Kesiapan Fisik

a. Kontrol sadar spingter anal dan uretra biasanya pada usia 18-

24 bulan.

b. Kemampuan untuk tetap kering selama 2 jam, menurunnya

jumlah diapers, bangun dengan tidak mengompol setelah tidur

siang.

c. Perkembangan keterampilan motorik kasar; duduk, jongkok,

berjalan, meloncat, dan lain-lain.

d. Perkembangan keterampilan motorik halus; mampu membuka

celana dan berpak aian.

e. Pola BAB yang sudah teratur (Mitha Eka dkk, 2019;Dewi

Wulandari, 2016).
24

2. Kemampuan Kognitif

a. Menyadari timbulnya BAB/BAK.

b. Keterampilan untuk mengkomunikasikan secara verbal dan

non verbal yang menunjukkan defekasi dan BAK akan terjadi.

c. Keterampilan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat (Rani

Fitriani, 2019)

3. Kemampuan Psikologis

a. Timbulnya ekspresi untuk menyenangkan orangtua.

b. Dapat duduk di toilet 5-10 menit tanpa rewel atau

meninggalkan-nya.

c. Ingin tahu tentang kebiasaan toilet pada orang dewasa atau

saudaranya.

d. Tidak sabar dengan diapers yang basah atau kotor dan

mengi-nginkan untuk diganti segera. (Munjiati,2017)

4. Kesiapan Parental

a. Menyadari tingkat kesiapan orangtua.

b. Bersedia meluangkan waktu yang dibutuhkan untuk toilet

training.

c. Sedang tidak ada stres/perubahan dalam keluarga seperti

perceraian, pindah rumah atau adanya sibling baru (Grahita,

2020).

2.3.3 Tanda Siap Toilet Training

1. 18 Bulan

Mulai mengajari batita mengenai buang air dan bagaimana tubuh

bekerja.
25

a. Ajari kosa kata terkait toilet training, misalnya pipis atau pup.

b. Ajari batita mendatangi anda kapan pun popoknya basah atau

kotor.

c. Ganti popok batita sesering mungkin.

d. Buatlah suasana ganti popok menyenangkan sehingga batita

akan mendatangi anda saat popoknya basah atau kotor.

e. Puji batita saat buang air di popok

2. 21 Bulan

Mulai mengajari batita mengenai kamar mandi dan toilet.

a. Ajari apa gunanya kamar mandi dan toilet (Contohnya, pipis

dan pup harus di tempat umum ini). Demonstrasikan dengan

membuang kotoran dari popok kedalam toilet.

b. Minta batita melihat anak lain yang sudah “lulus” tailet training

menggunakan toilet atau potty chair (kursi yang digunakan

untuk melatih anak menggunakan toilet).

c. Letakkan potty chair dalam kamar mandi dan minta ana

mendudukinya saat anda sedang menggunakan toilet.

3. 2 Tahun

Mulai menggunakan alat bantu untuk mengajari toilet training.

a. Bacakan buku mengenai toilet training untuk anak.

b. Ajak anak bermain pretend play di mana dia mengajar

bonekanya untuk menggunakan potty chair

Batita dikatakan “lulus” toilet training jika tanpa diingatkan dapat

buang air di kamar mandi.


26

a. Batita tidak ngompol saat tidur siang. Popok yang digunakan

tetap kering setidaknya dalam 2 jam.

b. Pergerakan usus mulai teratur dan dapat diperkirakan.

c. Batita dapat memperlihatkan ekspresi muka, postur tubuh,

atau berbicara tentang keinginannya untuk buang air.

d. Batita dapat mengikuti perintah sederhana.

e. Batita dapat berjalan ke dan dari kamar mandi.

f. Batita dapat membuka celana dengan bantuan.

g. Batita tampak tak nyaman dengan popok yang basah/kotor

dan ingin diganti. (Mita Hamindita, 2017).

2.3.4 Tips Ibu Melatih Toilet Training

a. Jangan pernah memaksa anak untuk duduk di atas toilet atau

memaksanya duduk untuk lebih lama saat dia sudh merasa sudah

cukup.

b. Berika waktu untuk anak, jika anda sudah mencoba mulai melatih

anak dan dan kemudian tetap belum dapat menahannya, bersabar

saja dan jangan kecewa.

c. Gunakan pakaian yang memudhakan anak seperti celana atau rok

dengan pinggang berkaret elastic.

d. Membeli bersama-sama beberapa celana untuk dipakaikainya

saat latihan akan membuat anak lebih memperhatikan katakana

padanya “Sekarag adik sudah besar. Jadi mulai pakai celana dan

kalau mau pipis bisa pergi ke toilet” biarakan dia memilih gambar

cealan yang disukainya.


27

e. Ketika menggunakan celana yang dibelibersama, jelaskan kepada

anak bahwa sekarang dia tidak menggunakan popoknya lagi dan

anak perlu menggunakan toilet ketika merasa ingin BAK/BAB.

(Wulandari, 2019; Rekawati, 2013).

2.3.5 Langkah Yang Mendukung Suksesnya Toilet Training

a. Observasi waktu tertentu di mana anak merasa akan BAB,

tempatkan dia diatas toilet, terutama pada waktu tersebut.

b. Berikan toilet yang aman dan terasa nyaman bagi anak.

c. Jelaskan bahwa toilet training tidak hanya untuk orang tua dan

untuk kakaknya.

d. Ingatkan agar anak memberi tahu orangtua bila ingin buang air.

e. Dudukkan anak di atas toilet dan orangtua duduk atau jongkok di

hadapannya sambil mengajak bicara atau cerita. Anjurkan anak

untuk bermain dengan mainannya yang dapat mengalihkan tujuan

toilet training.

f. Berikan pujian pada anak bila ia berhasil menyelesaikan tugasnya

dengan baik. Bila terjadi kesalahan kecil orangtua tidak perlu

marah. Beri ia kesempatan untuk mencoba lagi di hari berikutnya.

g. Biasakan anak pergi ke toilet pada jam-jam tertentu misalnya pagi

hari setiap bangun tidur, siang dan malam hari sebelum

tidur.Berikan anak celana yang mudah dilepas dan dikenakan

kembali (Wulandari, 2016).


28

2.3.6 Cara Melakukan Toilet Training

1. Teknik Lisan

Usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan

intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan sesudah buang

air kecil dan buang air besar. Dimana kesiapan psikologis anak

akan semakin matang sehingga anak mampu melakukan buang

kecildan buang air besar (Mendur ,2018)

2. Teknik Modeling

Usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air kecil

dan buang air besar dengan cara memberikan contoh dan anak

menirukannya. Cara ini juga dapat dilakukan dengan

membiasakan anak buang air kecil dan buang air besar dengan

cara mengajakanya ke toilet dan memberikan pispot dalam

keadaan yang aman. Namun dalam memberikan contoh orang tua

harus melakukannya secara benar dan mengobservasi waktu

memberikan contoh toilet training dan memberikan pujian saat

anak berhasil dab tidak memarahi saat anak gagal dalam

melakukan toilet training (Triastina 2019)

2.3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Toilet Training

Adapun menurut Syahid (2018) faktor yang mempengaruhi toilet

training pada anak adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan ibu

Tingkat pendidikan ibu turut menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka

peroleh (Kodyat, 1996). Dari kepentingan keluarga pendidikan itu


29

sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap adanya masalah

perkembangan anak salah satunya penerapan toilet training

didalam keluarganya. Tingkat pendidikan berpengaruh pada

pengetahuan ibu tentang penerapan toilet training, apabila

pendidikan ibu rendah akan berpengaruh pada pengetahuan

tentang penerapan toilet training sehingga berpengaruh pada cara

melatih secara dini penerapan toilet training (Krisilia,2020)

2. Pekerjaan ibu

Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna

dengan penerapan toilet training secara dini pada anak usia

toddler, dimana pekerjaan ibu dapat menyita waktu ibu untuk

melatih anak melakukan toilet training secara dini sehingga

akan berdampak pada terlambatnya anak untuk mandiri

melakukan toilet training (Septiani 20119)

3. Kualitas perhatian ibu

Kasih sayang dan perhatian ibu yang dimiliki mempengaruhi

kualitas dalam penerapan toilet training secara dini, dimana ibu

yang perhatian akan memantau perkembangan anak usia toddler,

maka akan berpengaruh lebih cepat dalam melatih anak usia

toddler melakukan toilet training secara dini. Dengan dukungan

perhatian ibu maka anak akan lebih berani atau termotivasi untuk

mencoba karena mendapatkan perhatian dan bimbingan.

4. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki ibu pada dasarnya dapat

berpengaruh pada cepat atau lambatnya ibu melakukan


30

penerapan toilet training,dimana ibu yang memiliki pengetahuan

yang baik tentang toilet training akan berdampak pada cepatnya

ibu melatih toilet training secara dini pada anak usia toddler, hal

ini berdampak positif bagi ibu maupun anak usia toddler yaitu

anak dapat mandiri melakukan toilet training (Feri Kameliawati et

al , 2020;Ester, 2019))

5. Sikap Ibu

Pada saat ini ibu-ibu bersikap negtif lebih bnyak yang tidak

ada melakukan toilet training , hal ini disebabkan karena ibu yang

bersikap negatif terhadap toilet training tidak termotivasi untuk

melakukan toilet training karena ibu beranggapan mengunakan

pampers lebih efektif dan instan sehingga ibu tidak merasa repot

(Muhardi, dkk, 2019)

6. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh besar ada cepat atau lambatnya

pnerapan toilet training, dimana ibu akan memperhatikan

lingkungan sekitar apakah anak seusia sudah dilatih toilet

training atau belum, misalnya seorananak yang berumur 1

tahun belum dilatih ibu untuk dilatih toilet training, maka yang lain

akan meniru karena menganggap hal ini wajar dan belum

saatnya dilatih. Hal ini menjadi suatu hambatan, dimana anak

usia 1 tahun sebenarnya sudah harus dilakukn penerapan toilet

training secara dini agar tidak merepotkan apabila sedang

bersosialisasi atau bermain dengan teman sebaya (Komala, 2019)


31

2.4 Diapers

2.4.1 Pengertian Diapers

Diapers merupakan alat yang berupa popok sekali pakai

berdaya serap tinggi yang terbuat dari plastic dan campuran bahan

kimia untuk menampung sisa-sisa metaboilisme seperti air seni dan

feses (Siti Amalia, 2020:Zuraidah). Diapers ternyata mempunyai efek

yang berbahaya dalam jangka panjang dan akan menghambat

perkembangan anak yang telah terbiasa dari bayi hingga besar

menggunakan diapers, akan mengalami b eberapa perbedaan dari

anak-anak lainnya. ( Rani Fitriani, 2019)

Diapers Merupakan pilihan bagi kebanyakan ibu karena

praktis bagi orang tua dan membuat bayi tidur lebih nyenyak.(Mujiati,

2017)

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Diapers

a. Faktor Predisposisi

1) Pengetahuan

Pengetahuan mengenai toilet training adalah hal yang

penting untuk diketahui oleh seorang ibu terutama dalam

menciptakan perilaku yang baik bagi anak usia toddler. Hal

ini berpengaruh pada saat ibu menerapkan toilet training

untuk anakanya. Ibu dengan pendidikan baik berarti

mempunyai sikap dan pengetahuan baik dalam menerapkan

kemandirian toilet training. Ibu berharap anaknya akan

mempunyai kemandirian dalam melakukan toilet training.

(Mismandonarian et al 2020 stihomah, 2015; amalia 2020).


32

2) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan ibu sanga berpengaruh dalam

pengetahuan dan pengalaman dalam penggunaan diapers

pada anak usia toddler. Pendididkan akan memberi dampak

dalam pola fikir dan pandangan ibu dalam penggunaan

diapers pada anaknya.

3) Pekerjaan

Status pekerjaan ibu mempunyai pengaruh besar dalam

penggunaan diapers pada anak. Pekerejaan ibu bayak

menyita waktu untuk ank dalam memberikan pelatihan toilet

traiig pada anak sehingga menjadi alasan dalam penggunaan

diapers pada anak. (Septiani Andriyani, 2019)

4) Tingkat social Ekonomi

Tingkat ekonomi social akan mempengaruhi penggunan

diapers pada anak. Masyarakat dan keluargaa dengan tingkat

social ekonomi yang cukup baik akan lebih memilih

menggunakan diapers pada anaknya karena kepraktisan,

kenyamanaan. (jenita, 2019; Hendrawati dkk, 2020).

b. Faktor pendukung (Faktor Enabling)

1. Banyaknya tokoh yang menjual diapers

Diapers bukan lagi suatu hal yang suli di dapat karenasudah

banyak dijual misalnya took, pasar swalayan atau

supermarket yang menjual diapers bisa didapat dimana saja

dan kapan saja terutama di kota-kota besar sehingga ini

menjadi alasan ibu mengunakan diapers untuk anaknya.


33

2. Iklan diapers

Banyak iklan yang menawarkan kelebihan dari diapers

dengan harga yang relative murah. Ini menjadi salah satu

alasan ibu menggunkan diapers untuk anaknya (Purwati

2017).

c. Faktor pendorong

1. Sikap dan kebiasaan ibu

Sikap adalah cara seeorang menerima atau menolak sesuatu

yang di dasarkan pada cara dia memberikan penilaian

terhadap objek tertentu yang berguna ataupun tidak bagi

dirinya. Sikap dan kebiasaan ibu hidup dengan serba praktis

dan tidak mau direpotkan itu akan berpengaruh dengan

pengunaan diapers pada anak. Kebiasaan ibu menggunakan

diapers pada anak sejak lahir sampai sekarang.

2. Pengaruh lingkungan masyarakat

Lingkugan masyarakat mempunyai peranan penting dalam

pengunaan diapers pada anak, dimana ibu akan

memperhatikan lingkungan sekitar apakah anak usia toddler

yang lain masih mengunakan diapers atau tidak seperti anak

ibu yang masih mengunakan diapers. Misalnya anak yang

beruisa 2 tahun yang lain masih mengunakan diapers seperti

anak ibu. Hal ini akan merepotkan ibu apabila anak sedang

bersosialisasi atau bermain dengan teman sebaya.


34

3. Dampak penggnaan diapers

a. Aspek fisik

Aspek fisik yang paling berpengaruh adalah dibagian

pinggul bawah, yang tekait langsung dengan pengunaan

diapers tersebut adalah cara berjalan anak yang sedikit

mengangkang atau kakinya tidak bisa merapat. Pada kulit

anak mengalami iritasi karena terbiasa mengunakan

diapers setiap saat.

b. Aspek psikologis

Anak-anak yang terbiasa mengunakan diapers akan

mengalami kesuitan yang levelnya setingkat diatas anak-

anak lainnya yang tidak terbiasa mengunakan diapers

ketika dihadapkan pada tuntunan lingkungan yang

mengharuskan anak megeluarkann sisa-sisa sari

makanan dan minuman anak ditempatnya yang

semestinya. Anak akan mengalami keterlambatan dalam

beradaptasi dengan tuntunan lingkungan, dan

dampaknya akan panjang sampai anak dewasa. Anak

kurang sensitive dengan lingkungan sekitar dan rasa

percaya diri yang berkurang terhadap lingkungan. Jika

pegunaan diapers berlangsung dalam jangka panjang

misalkan sampai umur 2-3 tahun maka akan kehilangan

masa toilet training, dimana anak dapat belajar cara

mengunakan toilet, kapan harus ketoilet, bagaimana cara

membersihkan toilet dan sebagainya. Sehingga


35

dikhawatirkan pada usia selanjutanya akan mengompol

atau malas ke kamar mandi, dan sedikit banyak akan

mempengaruhi kreativitas anak karena sudah terbiasa

dengan hidup yag praktis.

2.4.3 Kriteria pemakaian Diapers

Kriteria pemakaian diapers yang benar menurut (Nining, 2018)

1. Tiga jam sekali diapers harus diganti

2. Apabila diapers sudah penuh diharuskan untuk diganti

3. Diapers digunakan saat bepergian saja atau saat jauh dari toilet

4. Sering-sering di tengok. Kalau bayi anda tidak sekedar air kecil

tetapi buang air besar. Diapers hanya mempunyai kemampuan

untuk menyerap ai r dan bukan benda padat. Terlalu lama kulit

bayi terpapar feces, maka kemungkinan terjadinya iritasi semakin

besar. Selain itu, jangan terus –menerus selama 24 jam bayi

mengunakan diapers, karena sirkulasi udara di area

selangkangan sangat penting

2.4.4 Alat Ukur Pengunaan Diapers

Alat ukur yang digunakan pada pengunaan diapers dengan

mengunakan kusioner yang diberikan dengan beberapa pertanyaan

dkemudian dikategorikan slalu sering jarang dan tidak pernah

sehingga uji validitas sebanyak 12 pertanyaan denfgan mengunakan

skala likert dan semua pertanyaan dinyatakan valid (Purwati,2017)


36

2.5 Usia Toddler

2.5.1 Pengertian Usia Toddler

Anak berusia 1-3 tahun disebut anak toodler di usia ini anak

sudah mampu mengeksplorasikan lingkungannya dan mencoba segala

sesuatu untuk belajar mengetahui tentang dunianya khususnya yang

berhubungan dengan relationship pertumbuhan dan perkembangan.

(Mismadonaria, 2020; Septiaa dkk, 2019).

Golden age (usia 1-3 tahun) atau masa keemasan adalah

masa-masa d \penting anak yang tidak bisa di ulang, Pada masa-masa

ini kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinngi.

Apapun informasi yang diberikan akan berdampak bagi anak di pada

masa-masa inilah peran orang tua di tuntun untuk bisa mendidik dan

mengoptimalkan berdasarkan anak baik secara intelektual, emosional

dan spiritual. usia tersebut merupakan waktu yang tepat bagi anak

untuk mempelajari berbagai macam keterampilan seperti belajar buang

air kecil dan buang air besar membentuk kebiasaan-kebiasaan yang

tepat berpengaruh masa-masa kehidupan selanjutnya (Kriscillia Molly

et al, 2019).

2.5.2 Pertumbuhan dan Pekembangan Anak Usia Toddler

a. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel

serta jaringan insterseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan

struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur

dengan satuan panjang dan berat (Rivanica, 2016)


37

Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran,

besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dan

diukur. Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif atau

dapat diukur, aspek peningkatan ukuran fisik individu sebagai hasil

peningkatan dalam jumlah sel. Indikator ukuran pertumbuhan

meliputi perubahan tinggi dan berat badan, gigi, struktur sel, dan

karakteristik seksual (Rizky 2015)

Peningkatan ukuran tubuh terjadi secara bertahap bukan

secara linier yang menujukkan karakteristik percepatan atau

perlambatan pertubuhan pada masa toddler

a. Tinggi badan

1. Rata-rata toddler bertambah tinggi sekitar 7,5cm pertahun.

2. Rata-rata tinggi toddler usia 2 tahun sekitar 86,6 cm.tinggi

badan pada usia 2 tahun adalah setenga dari tinggi

dewasa yang diharapkan.

b. Berat Badan

1) Rata-rata pertambahan berat badan toddler adalah 1,8-2,7

kg pertahun

2) Rata-rata berat badan toddler usia 2 tahun adalah 12,3 kg.

3) Pada usia 2,5 tahun berat badan toddler mencapai empat

kaliberat lahir (Wulandari, 2016)

c. Lingkar Kepala (LK)

1) Pada usia 1 sampai 2 tahun, ukuran LK sama dengan

lingkar dada.
38

2) Total laju peningkatan LK pada tahun kedua adalah 2,5 cm,

kemudian berkurang menjadi 1,25 cm pertahuan sampai

usia 5 tahun

b. Perkembanagn

Perkembangan adalah bertambahnya fungsi/kemampuan

sensoris dengar, lihat, raba, rasa, cium), motorik (gerak kasar

halus), kognitif (pengetahuan, kecerdasan), komunikasi/

berbahasa, emosi-sosial, dan kemandirian (Depkes RI, 2013).

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar dan gerak

halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian

(Kemenkes RI, 2015).

Terdapat beberapa tahap perkembangan pada anak

menurut umur, yaitu sebagai berikut (Depkes RI, 2015).

1. Umur 0-3 bulan

a. Mengangkat kepala 45˚.

b. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah.

c. Melihat/menatap wajah.

d. Mengoceh spontan/bereaksi dengan mengoceh.

e. Tertawa keras.

f. Terkejut/bereaksi terhadap suara keras.

g. Membalas tersenyum.

h. Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman,

pendengaran, kontak.
39

2. Umur 3-6 bulan

a. Berbalik dari telungkup ke telentang.

b. Mengangkat kepala setinggi 90˚.

c. Menggenggam pensil.

d. Meraih benda yang ada dalam jangkauan.

e. Memegang tangan sendiri.

f. Berusaha memperluas pandangan.

g. Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil.

h. Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi.Tersenyum

ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat bermain

sendiri.

3. Umur 6-9 bulan

a. Duduk sendiri.

b. Belajar berdiri, kedua kaki menyangga sebagiam berat

badan.

c. Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang

d. Memindahkan benda dari satu tangan ketangan lainnya.

e. Memungut dua benda, dengan masing-masing tangan.

f. Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup.

g. Bersuara tanpa arti, seperti memama-bababa-dadada-

tatata.

h. Mencari mainan yang dijatuhkan.

i. Bermain tepuk tangan/ciluk-baa.

j. Bergembira dengan melempar bola.

k. Makan kue sendiri.


40

4. Umur 9-12 bulan

a. Mengangkat badannya ke posisi berdiri.

b. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di

kursi.

c. Berjalan dituntun.

d. Mengulurkan lengan untuk meraih benda yang diinginkan.

e. Menggenggam erat pensil.

f. Memasukkan benda kemulut.

g. Mengulang/menirukan bunyi yang didengar.

h. Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti.

i. Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa

saja.

j. Bereaksi terhadap suara perlahan atau bisikan.

k. Senang diajak bermain ciluk-baa.

l. Mengenal anggota keluarga.

5. Umur 12-18 bulan

a. Berdiri sendiri tanpa pegangan.

b. Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri

kembali.

c. Memamggil ayah dengan kata“papa“ dan ibu dengan

“mama”.

d. Menumpuk dua kubus.

e. Memasukkan kubus ke kotak.


41

f. Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis

/merengek, anak bisa mengeluarkan suara yang

menyenangkan atau menarik tangan ibu.

g. Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing.

6. Umur 18-24 bulan

a. Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik.

b. Berjalan tanpa terhuyung.

c. Bertepuk tangan dan melambai.

d. Menumpuk empat buah kubus.

e. Memungut benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk.

f. Menggelindingkan bola ke arah sasaran.

g. Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti.

h. Menirukan pekerjaan rumah tangga.

i. Memegang cangkir sendiri, belajar makan, dan minum

sendiri.

7. Umur 24-36 bulan

a. Naik tangga sendiri.

b. Dapat bermain dan menendang bola kecil.

c. Mencorat-coret pensil pada kertas.

d. Bicara dengan baik dengan dua kata.

e. Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika

diminta.

f. Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama

dua benda atau lebih.


42

g. Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu

mengangkat piring jika diminta.

h. Makan sendiri tanpa banyak tumpah.

i. Melepas pakaiannya sendir (Rhipiduri, 2016; Wulandari ;

2019).

2.5.3 Nutrisi

1. Kebutuhan Nutrisi

a. Kecepatan pertumbuhan berkurang secara dramatis sehingga

kebutuhan toddler terhadap kalori, protein dan cairan menurun

b. Kebutuhan kalori adalah 102 kkal /kg/hari

c. Kebutuhan protein adalah 1,3 g/kg/hari

d. Susu harus dibatasi tidak lbih dari sekitar 1 liter setiap hari

untuk membantu menjamin asupan makanan yag kaya zat

besi.

e. Toddler dengan diet vegetarian tidak menerima protein

nabatiyang cukup. Mereka harus di rujuk ke ahli gizi

2. Pilihan dan Pola Makan

a. Pada usia 12 bulan kebanyakan toddler makan makanan

keluarga.

b. Pada usia18 bulan seagian toddler mengalami anoreksia

fisiologis dan menjadi pemilih dalam hal makanan,

mengingatkan suatu makanan (menginginkan makanan

tertentu, seperti roti lapis mentega kacang dan jeli untuk priode

beberapa hari.
43

c. Toddler lebih suka memilih makanan sendiri dan lebih

menyukai makan dalam porsi kecil makanan yang enak

(mengundang selera)

d. Toddler lebih menyukai satu jenis makanan dalam piring dari

pada makanan yang di campur.nberbagai jenis makanan harus

di tawarkan, tetapi makanan yang sama harus sering diberikan

sehingga toddler dapat mengenai jenis makanan tersebut.

e. Orang tua harus menganjuran pengunaan peralatan makan,

tetapi menyadari bahwa toddler lebih menyukai menggunakan

tangan.

3. Pendidikan anak dan keluarga

a. Pemberian kudupan bergizi yang sering dapat menggantikan

makanan utama, namun ingatkan orang tua untuk tidak

menawarkan kudupan satu jam sebelum waktu makan untuk

menghindari menurunnya nafsu makan toddler.

b. Toddler beresiko mengalami aspirasi sejumlah makanan yang

kecil seperti kacang. Toddler dapat juga tersedak wortel

mentah,seledri dan hot dog

c. Ingatkan orang tua untuk tidak mengunakan makanan sebagai

suatu penghargaan atau hukuman.

2.5.4 Pola Tidur

1. Total kebutuhan tidur menurun selama tahun kedua sampai rata-

rata 12 jam perhari.

2. Kebanyakan toddler tidur siang satukali sehari sampai akhir tahun

kedua dan ketiga.


44

3. Masalah tidur umum terjadi dan dapat disebabkan rasa takut

berpisah.

4. Ritual waktu tidur dan objek transisi yang melambangkan rasa

aman, seperti selimut atau seperangkat mainan, akan sangat

membantu

2.5.5 Perkembangan Motorik

1. Motorik Kasar

a. Toddler berjalan tanpa bantuan pada usia 15 bulan.

b. Toddler berjalan menaiki tangga dengan satu langkah pada

usia 18 bulan.

c. Toddler berjalan menaiki dan menuruni tangga dengan satu

langkah pada saat usia 24 bulan.

d. Toddler melompat dengan 2 kaki pada usia 30 bulan.

2. Motorik Halus

a. Toddler membangun tiga sampai empat ba lok pada usia 18

bulan.

b. Toddler membangun menara dua blok dan mencoret-coret

secara sepontan pada usia 15 bulan.

c. Toddler meniru coretann vertikal pada usia 24 bulan.

d. Toddler membangun menara delapan blok dan meniru tanda

pada usia 30 bulan (Rizki dkk, 2015).

2.5.6 Perkembangan Psikososial

Perkembngan psikososial anak toddler berada apada tahap ke 2

otonomi dan perasaan malu dan ragu-ragu. Pada masa ini anak

cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan


45

untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirin anak,

namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun

yang dia mau.jadi, pada usia toddler orang tua harus seimbang dalam

mendidik anak antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang

gerak anak karena dengan cara itulah anak bisa mengembangkan

control diri dan harga diri dan sudah bisa membedakan diri sendiri

dengan orang lain, pmisahan dari orang tua pada fungsi tubuh,

berkomunikasi dengan kata-kata, kemarhiran prilaku yang dapat

diterima secara social dan interaksi egosentris dengan orang lain

(Wulandari, 2016)

2.5.7 Perkembngan Psikoseksual

a. Tahap oral

Terjadi pada umur 0 sampai 11 bulan. Sumber kesenangan

terbesar berpusat pada aktivitas oral seperti menghisap, mengigit,

mengunyah, dan mengucap. Ketergantungan ssangat tinggi dan

selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.

b. Tahap anal

Terjadi pada usia 1 sampai 3 tahun. Kepuasaan pada tahap ini

adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukkan

keakuannya dan sikapnya sangat narsistik yaitu cinta terhadap

dirinya sendiri dan sangat egoistik, mulai mempelajari struktur

tubuhnya (Anis Kusnawati, 2019)

c. Tahap falik

Terjadi pada umur 3-5 tahun, dengan perkembangan sebagai

berikut kepuasaan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic


46

yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah

erogennya, suka pada lawan jenis.

d. Tahap laten

Terjad pada usia 5 sampai 12 tahun dengan perkembangan

kepuasaan anaka mulai terintegrasi, anak masuk dalam masa

pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan social sepeti

suka berhubungan dengan kelompoknya atau teman sebaya.

e. Tahap genital

Terjadi pada usia 12 sampai 18 tahun, proses kematangan

organ reproduksi dan produksi hormone seks, belajar tidak

tergantung dengan orag tua.

2.5.8 Perkembangan Moral

Moral berasal dari bahsa lain yang artinya moralitas adalah

istilah manusia menyebutkan ke manusia atau orang lainnya dalam

tindakan yang mempunyai nilai positif sedangkal moral secara ekplesit

adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu,

tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi (Rizki,

2015).

Tahap –tahap perkembangan moral menurut Kohlberg terdiridari

3 tingkat, yang masing-masing tingkat terdiri dari 2 tahap yaitu :

1. Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra Konvensional) Prilaku

anak tunduk pada kendali eksternal

a. Tahap 1 : orientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak

melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah (reward) dan

tidak mendapat hukuman (punishment)


47

b. Tahap 2 : relativistik Hedonism, anak tidak secra mutlak

trgantung aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa

setiap kejadian bersifat relative dan anak lebih berorientasi

pada prinsip kesenangan.

2. Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional )

Fokusnya terletak pada kebutuhan social

a. Tahap 3 : orientasi mengenai anak yang baik dan anak dapat

memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain.

b. Tahap 4 : mempertahankan norma –norma social dan otoritas

3. Tingkat Post Konvensional (Moralitas Post Konvensional)

Individu mendasarkan penilaian moral pada prinsip yang benar

secara inheren.

a. Tahap 5 : orientasi pada perjanjian anatara individu dengan

lingkungan sosialnya, paa tahap ini ada hubungan timbal balik

anatara individu dengan lingkungannya sosialnya.

b. Tahap 6 : prinsip universal pada tahap ini ada norma etik dan

norma pribadi yang bersifat subjektif.

2.5.9 Stimulasi Bermain Pada Toddler

Anak pada usia ini sudah dapat berjalan, memanjat atau berlari

dan dapatmemainkan sesuatu dengan tangannya. Di samping itu anak

senang melempar, mendorong atau mengambil sesuatu. Anak mulai

mengerti arti ‘’memiliki’’ dengan karakteristik bermain paalel play, anak

toddler sering kali bertengkar memperebutkan mainan. Pada usia ini

juga anak mulai menyenagi music atau irama.


48

Menurut susilaningrum (2013) tujuan anak pada usia toddler

adalah :

a. Mengembnagkan keterampilan bahasa

b. Melatih motoric halus dan kasar

c. Mengembangkan kecerdasan (mengenal warna, berhitung)

d. Melatih daya imajinasi

e. Menyalurkan persaan anak

Alat permainan yang dianjurkan, misalnya lilin yang dapat

dibentuk, alat untuk menggambar puzzle sederhana manik-manik, alat

alat rumah tangga. Pada masa ini keakuan anak sangat menionjol

(egosentris) dan belum mengerti makna memiliki sehinga sering anak

merebut mainan karena masing masing menggap mainan itu miliknya..


49

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptul

Kerangka konseptual merupakan gambaran dan arahan asumsi

mengenai variable-variable yang akan diteliti, atau memiliki arti hasil sebuah

sintesis dari sebuah proses berfikir deduktif ( Aziz Alimul Hidayat, 2018).

Faktor yang mempengaruhi Toilet


training
1.Pendidikan ibu
Pengetahun
2. Pekerjaan ibu
a. Baik (61-
3. Kualitas perhatian ibu 100)
4. pengetahuan b. Cukup
(40-60)
5. Sikap Ibu
c. Kurang
6. Lingkungan (20<40)

Toilet Training
Faktor yang mempengaruhi anak usia
pengunaan diapers toddler (1-3
tahun)
1. Faktor pendukung
2. Faktor pendorong
3. Faktor predisposisi Sikap
a. Kebiasaan ibu a. Baik (12-
b. Pengaruh lingkungan 18)
masyarakat b. Cukup
c. Dampak pengunaan (6-11)
diapers c. Kurang
Keterangan : (0-5)
Hendrawati,
: Tidak diteliti
2020.
: Diteliti
: Hubungan / Kejadian

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual tentang hubungan sikap dan


pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan
pengunaaan diapers pada anak toddler (1-3 Tahun)
50

Berdasarkan bagab 3.1 Dapat di jelaskan bahwa faktor yang

mempengaruhi keberhasilan toilet training adalah pendidikan ibu, pekerjaan

ibu, kualitas perhatian ibu, pengetahuan, sikap ibu dan lingkungan. Adapaun

faktor yang mempengaruhi kebiasan penggunaan diapers pada anak toddler

berhubungan dengan beberapa faktor yaitu faktor pendukung, faktor

pendorong, faktor predisposisi terdiri dari kebiasan ibu pengaruh lingkungan

masyarakat dan dampak pengunaan diapers serta indikator dari toilet

training pada anak toddler yaitu sikap ibu baik (61-100) sikap ibu cukup (40-

60) dan sikap ibu kurang (20-40) kemudian indicator pengetahuan ibu baik

(12-18), pengetahuan ibu kurang (6-11) dan kurang (0-5).

3.2 Hipotesis

Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata Hipo (lemah),

yaitu pernyataan yang masih lemah dan membuktikan pembuktian untuk

menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus

ditolak.tesis artinya pendapat ( A. Alimul Aziz Hidayati, 2017). Hipotesis

adalah kesimpulan teoritis yang harus dibuktikan kebenarannya melalui

analisis terhadap bukti-bukti empiris . setelah melalui pembuktian dari hasil

penelitian, maka hipothesis ini dapat benar atau salah, data diterima atau

ditolak ( Setiadi, 2013).

Adapun hypothesis pada penelitian ini adalah :

H1: Ada Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training

dengan Kebiasaan Pengunaan Diapers pada Anak Toddler (1-3 Tahun)

di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatus strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau

penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2016).

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode analitik korelasional

yang bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel

(Nursalam, 2016).Dalam hal ini adalah “Hubungan sikap dan pengetahuan

ibu tentang toliet training dengan kebiasaan pengunaan diapers pada anak

toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo. digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi analitik

korelasional dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan

waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen

hanya satu kali. Pada jenis variable dependent dan independent dinilai

secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya tidak

semua subyek penelitian harus diobservasi pada hari atau pada waktu

yang sama, akan tetapi baik variabel independen ataupun dependen dinilai

hanya satu kali saja. Dengan studi ini, akan diperoleh prevalensi atau efek

suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan dengan penyebab (Aziz

2018, Nursalam, 2016).

51
52

4.2 Kerangka kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian adalah tahapan dalam suatu penelitian

yang menyalurkan alur penelitian terutama variable yang digunakan dalam

penelitian (Nursalam, 2016).

Hubungan sikap dan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan
pengunaan diapers pada anak usia toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

Populasi
Ibu-ibu yang mempunyai anak usia toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo sebanyak 40 orang

Tehnik Sampling
Tehnik Sampling yang digunakan adalah Total Sampling

Sample
Ibu ibu yang mempunyai anak usia toddler (1-3 tahun) di Desa Tambak Ukir
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo sebanyak 40 orang

Desain Penelitian
Rancangan Penelitian : desain studi analitik korelasional dengan pendekatan cross
sectional.

Pengumpulan Data
Kuisioner

Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating

Analisa Data
Analisis regresi logistik

Kesimpulan
H1 di terima jika p value ≤ α dengan α = 0,05
Hο di terima jika p value > α dengan α = 0,05

Bagan 4.1 : Kerangka Kerja Penelitian hubungan sikap dan engetahuan


ibu tentang toilet training dengan kebiasaan pengunaan
diapers pada anak toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.
53

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik

kesimpulannya (sintesis), populasi bukan hanya orang, tetapi juga

obyek dan benda-benda alam yang lain, misalnya: orang, benda,

lembaga, organisasi, dan lain-lain. Populasi juga bukan sekedar

jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi

seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau objek yang

diteliti itu. Yang menjadi sasaran penelitian merupakan anggota

populasi. Anggota populasi yang terdiri dari orang-orang biasa

disebut dengan subjek penelitian, sedangkan anggota penelitian

yang terdiri dari benda-benda atau bukan orang sering disebut

dengan objek penelitian. ( Aziz 2019, Masturoh,2018).

Populasi dalam penelitian ini seluruh jumlah ibu- ibu yang

mempunyai anak usia toddler (1-3 Tahun) Di Desa Tambak Ukir

Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo sebanyak 40 oarang.

4.3.2 Sample

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik

kesimpulan. Penelitian dengan menggunakan sampel lebih

menguntungkan dibandingkan dengan penelitian menggunakan

populasi karena penelitian dengan menggunakan sampel lebih

menghemat biaya, waktu, dan tenaga. Dalam menentukan sampel,


54

langkah awal yang harus ditempuh adalah membatasi jenis

populasi atau menentukan populasi target. ( Masturoh,2018). Dalam

penelitian dibidang kesehatan terdapat istilah kriteria sampel

meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, yakni kriteria tersebut

digunakan untuk menentukan dapat tidaknya dijadikan sampel

sekaligus untuk membatasi hal yang akan diteliti ( Hidayat& Aziz,

2018).

Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik Total sampling Sampel dalam penelitian ini

adalah sebagian ibu-ibu yang mempunyai anak usia toddler (1-3

Tahun) di desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo sejumalh 40 responden.

Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu

inklusi dan eksklusi :

1. Inklusi adalah karakteristik umum subyek-subyek penelitian dan

suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Aziz

2019,Nursalam, 2016).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Ibu-ibu yang mempunyai anak usia toddler (1-3 Tahun) yang

menggunakan diapers

b. Bersedia menjadi responden

c. Penduduk menetap di Desa Tambak Ukir Kcamatan Kendit

Kabupaten Situbondo
55

2. Kriteria Eksklusi

Eksklusi adalah kriteria subjek penelitian yang tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian, seperti adanya hambatan etis, menolak menjadi

responden atau suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk

dilakukan penelitian. (Aziz, 2019).

Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:

a. Ibu yang mempunyai anak usia toddler (1-3 tahun) dalam

keadaan sakit.

b. Ibu tidak bisa membaca dan susah mengerti.

4.3.3 Teknik Sampling Penelitian

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel

(Sugiyono, 2001). Teknik sampling dilakukan agar sampel yang

diambil dari populasinya representatif (mewakili), sehingga dapat

diperoleh informasi yang cukup untuk mengestimasi populasinya.

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Aziz 2018,

Nursalam, 2016).

Penelitian ini dilakukan dengan teknik Total sampling Adapun

jumlah sampel yang akan diambil oleh peneliti dengan teknik totai

sampling adalah ibu-ibu yang mempunyai Anak usia toddler (1-3

Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo.
56

4.4 Variabel Penelitian

Variabel merupakan karakteristik subjek penelitian yang berubah

dari satu subjek ke subjek lainnya, sebuah konsep yang dapat dibedakan

menjadi dua yakni yang bersifat kuantitatif dan kualitatif ( Alimul Hidayat,

Aziz, 2018). Dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu variabel

independen dan variabel dependen.

4.4.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).

Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel bebas yang artinya

stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien

untuk mempengaruhi tingkah laku klien ( Aziz 2018, Nursalam

2016). Dalam penelitian ini variabel independen digunakan pada

penelitian ini adalah sikap dan pengetahuan ibu tentang toilet

training.

4.4.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dippengaruhi

atau menjadi akibat karena variabel bebas ( Hidayat & Aziz, 2018).

Variabel dalam penelitian ini adalah kebiasaan pengunaan diapers.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Desa Tambak Ukir Kecamatan

Kendit Kabupaten Situbondo.


57

4.5.2 Waktu

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 28 bulan Mei

sampai 3 Juni 2021.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena. ( Hidayat& Aziz, 2018). Dalam penelitian ini definisi

operasionalnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hubungan Sikap Dan Pengetahuan Ibu Tentang Toilet training
dengan kebiasaan pengunaan diapers pada anak toddler (1-3
Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten
Situbonndo.
Definisi
Variabel Indikator Alat ukur Skala Skor
Operasional
Variable Sikap 1. Memahami Kuisioner Ordinal Skor
independet: merupakan konsep toilet sikap Pertanyaan
reaksi atau trainig tentang toilet
Sikap ibu Positif
respondyang 2. Identifikasi training
tentang toilet 1. Sangat Tidak
masih tertutup saat yang
training setuju : 1
dari sesesorang tepat
2. Tidak setuju :
terhadap suatu 3. Memberi
2
stimulus atau pujian pada
3. Ragu-ragu :3
objek. anak, tidak
4. Setuju : 4
memarahi
5. Sangat
anak
Setuju :5
4. Memberikan
perlakuan
Pertanyaan
yang tidak
Negatif
ketat dan
1. Sangat Tidak
tidak
setuju : 5
longgar
2. Tidak setuju :
kepada
4
anak
3. Ragu-ragu : 3
(setyo, 2017)
4. Setuju : 2
58

5. Sangat
Setuju :1

Dikategorikan:
1. Baik :61 -100
2. Cukup : 40-60
3. Kurang : 20-
<40

(Wawan,2019
setyo 2017)

Variable Kemapuan ibu 1. Pengertian Kusioner Ordinal Skor


independet: untuk toilet training pengetahuan Pertanyaan
Pengetahuan mengetahui dan 2. Manfaat ibu tentang positif
ibu tentang memahamii toilet training toilet training Benar :1
toilet training tentang proses 3. Faktor yang . Salah : 0
buang air kecil mempengar Pertanyaan
dan buang air uhi toilet negatif
besar pada anak training Benar : 0
4. kesiapan Salah : 1
toilet training Dikategorikan
5. langkah- 1. Baik :12-18
langkah 2. Cukup 6-11
toilet 3. Kurang:0-5
training. I (Iwan, 2018),
(Septian, 2019) Hendrawati,2020

Variable Suatu 1. 3 jam sekali Kusioner Ordinal Skor

dependent : pemakaian disposable pengunaan 1. Slalu :3


diapers secara diapers diapers 2. Sering:2
Kebiasaan
terus menurus diganti 3. Jarang:1
pengunaan
pada anak 2. Apabilla 4. Tidak Pernah:0
diapers
diapers Dikategorikan
sudah terisi 1.Sering : 20-30
penuh untuk 2. Jarang :0-10
di ganti (Purwati, 2019)
59

3. diapers
hendaknya
digunkan
saat
bepergian
atau jauh
dari toilet.
( Zuraidah,
2019;Purwat
i, 2019)

4.7 Prosedure Penelitian

4.7.1 Prosedur Administratif

Mendapatkan surat izin penelitian dari Ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Hafshawaty Jurusan S1 Keperawatan, Kemudian

peneliti mengajukan permohonan izin, peneliti juga mengajukan ijin

kepada Bankes Bangpol, kepala Dinas kesehatan, Puskesmas

Kendit untuk memperoleh izin penelitian di Desa Tambak Ukir.

4.7.2 Prosedur Tekhnis atau Alur Penelitian

1. Peneliti melakukan pengajuan judul berdasarkan beberapa jurnal

yang mendukung terhadap judul.

2. Peneliti membuat suarat perijinan dari kampus Stikes

Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.

3. Peneliti meminta izin dan mendapatkan izin dari Bankes Bangpol

Situbondo.

4. Peneliti meminta izin Kepala Dinas kesehatan dan Kepala

Puskesmas Kendit untuk mengadakan penelitian di wilayah

tersebut
60

5. Peneliti memeinta izin dan mendapatkan izin dari Puskemas

Kendit melalui surat dari dinas kesehatan terlebih dahulu.

6. Peneliti datang ke Puskesmas Kendit untuk mendapatkan data

anak usia Toddler (1-3 Tahun).

7. Peneliti datang Door to Door kerumah masing-masing Anak Usia

Toodler (1-3 Tahun)

8. Peneliti tetap melakukan protokol kesehatan

9. Peneliti memberikan Informed Consent pada ibu yang

mempunyai anak usia Toddler (1-3 tahun) yang setuju menjadi

responden untuk menanda-tangani.

10. Peneliti memberikan kuesioner kepada respondent untuk

mengisi sesuai pertanyaan, teknik pengumpulan data yang

dilakuakn dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya. Selain itu, kuesioner dapat

berupa pertnyaan terbuka.

11. Peneliti mendampingi responden pada saat mengisi kuesioner

dan memberikan penjelasan pada responden jika ada poin dari

kuesioner yang tidak dimengerti

12. Peneliti mengumpulkan data untuk di uji menggunakan SPSS

4.8 Pengumpulan Data

4.8.1 Instrument pengumpulan data

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

penelitiannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.


61

Kuesioner merupakan cara pengumpulan data melalui pemberian

kusioner dengan beberapa pertanyaan kepada responden

( Hidayat& Aziz, 2018).

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner

dalam penelitian ini memuat daftar pertanyaan uang mana

responden memberikan tandak check (√) pada pilihan jawaban

yang dikenhendaki.

4.8.2 Uji validitas dan Uji reabilitas

1. Uji validitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan

yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan

data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya

diukur (Nursalam, 2016).

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk

mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuesioner)

dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-

masing variabel dengan skor totalnya. Teknik korelasi yang

digunakan korelasi Pealson product moment. Suatu variabel

(pernyataan) dinyatakan valid bila skor variabel tersebut

berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya dengan cara

membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung bila r hasil

(hitung) > r tabel maka pertanyaan tersebut valid (Nursalam,

2016).
62

Uji validitas pada Kuesioner sikap ibu tentang toile

trainind terdapat 20 pertanyaan dan seluruh pertanyaan di

nayatakan valid. Dimana diperoleh r hitung minimal 0,404 dan

nilai maksimal 0,799 dengan r tabel (n:25)=0,381. Pada uji

kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training terdapat 18

perrtanyaan tersebut dinyatakan valid. Dimana diperoleh dengan

r hitung minimal 0,556 dan nilai maksimal 0,880 dengan nilai r

tabel (n;25) =0,381. Pada uji kuesioner pengunaan diapers

terdapat 10 pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Dimana di

peroleh r hitung minimal 0,512 dan nilai maksimal 0,880 dengan

r tabel (n:25)=0,381

2. Uji Reliabilitas

Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau

pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau

diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara

mengukur atau mengamati sama-sama memegang peranan

yang penting dalam waktu yang bersamaan. Perlu diperhatikan

bahwa reabil belum tentu akurat (Nursalam, 2016).

Uji reabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

hasil pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama

dengan aIat ukur yang sama. Dinyatakan realiabel bila skor

variabel tersebut berkorelasi secara signiflkan dengan skor

totalnya dengan cara membandingkan nilai r tabel dengan nilai r

hitung. Bila r (Alpha) > r Tabel, maka pernyataan tersebut

reliabel.
63

Hasil uji realibilitas kuesioner sikap ibu tenang toilet

training di dapatkan Cronbach’s Alpha sebesar 0,929 lebih besar

dari 0,381. Hasil uji realibilitas kuesioner pengetahuan ibu

tentang toilet training Cronbach’s Alpha sebesar 0,936 lebih

besar dari 0,381. Hasil uji realibilitas kusioner pengunaan

diapers Cronbach’s Alpha sebesar 0,922 lebih besar dari

0,381.ketiga instrument dinyatakan reliable, sehingga ketiga

instrument dapat digunakan untuk mengukur sikap dan

pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan

pengunaan diapers.

4.8.3 Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adala proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteritik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitian (Nursalam 2016). Pada peneliti ini peneliti

mengajukan permohonan izin kepada puskesmas kendit kabupaten

situbondo untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah itu

peneliti memberikan inform concent kepada responden untuk

menyetujui menjadi responden. Kemeudian peneliti menyebar

kuesioner terhadap responden, lalu melakukan observasi terhadap

responden. Untuk pengolaan data-datanya anatara lain.

1. Editing

Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing data dilakukan

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.


64

Dalam hal ini, dilakukan pemeriksaan data, hasil data

harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu

a. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan

cukup jelas atau terbaca.

c. Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya.

d. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan

jawaban pertanyaan yang lainnya (Notoatmodjo, 2012)

Kuesioner yang telah diisi pada saat pengumpulan data,

perlu dilihat kembali apakah semua jawaban terbaca, semua

pertanyaan terjawab, hasil isian sesuai tujuan yang diinginkan

penelit.

2. Coding

Yang dimaksud dengan coding adalah mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan

(Notoatmodjo, 2012 ; Aziz 2018).

a. Data Umum

Identitas ibu

1) Usia

20-25 tahun :kode 1

26-30 tahun :kode 2

30-35 tahun :kode 3

35- > 45 tahun :kode 4

2) Pendidikan terakhir

Tidak sekolah :kode 1


65

SD/Sederajat :kode 2

SMP/Sederajat :kode 3

SMA :kode 4

Sarjana :kode5

3) Pekerjaan

Ibu rumah tangga :kode 1

Petani :kode 2

Wiraswasta :kode 3

PNS :kode 4

4) Penghasilan perbulan

>1000000 : kode1

<1000000 : kode2

5) Informasi tentang toilet training

Belum pernah : kode1

Televise : kode2

Buku : kode 3

Koran : kode 4

Majalah : kode 5

Internet : kode 6

Identitas anak

1) Umur

1 tahun >1 tahun : kode 1

2 tahun >2 tahun : kode 2

3 tahun : kode 3
66

2) Jenis kelamin

Laki-laki : kode 1

Perempuan : kode 2

b. Data khusus

1) Sikap ibu

Sangat tidak setuju : Kode 1

Tidak setuju : kode 2

Ragu-ragu : kode 3

Setuju : kode 4

Sangat setuju : kode 5

2) Pengetahuan ibu

Salah : kode 0

Benar : kode 1

3) Kebiasaan pengunaan diapers

Tidak pernah : kode 0

Jarang : kode 1

Sering : kode 2

Slalu : kode 3

3. Scoring

Scoring merupakan memberikan penilaian terhadap

item-item yang perlu diberikan penilaian atau skor.

a. Sikap ibu tntang toilet training

Pertanyan positif

Sangat tidak setuju :1

Tidak setuju :2
67

Ragu-ragu :3

Setuju :4

Sangat setuju :5

Pertanyaan Negatif

Sangat tidak setuju :5

Tidak setuju :4

Ragu-ragu :3

Setuju :2

Sangat setuju :1

Skor

1) Baik : 61-100

2) Cukup : 40-60

3) Kurang : 0 -<40

b. Pengetahuan ibu tentang toilet training

Pernyataan Positif

Benar :1

Salah :0

Pernyataan Negatif

Benar :0

Salah :1

Skor

1) Baik : 12 -18

2) Cukup : 6-11

3) Kurang : 0-5

c. Kebiasaan pengunaan diapers


68

1) Sering :21-30

2) Jarang :0-20

4. Tabulating

Tabulating adalah menampilkan data yang diperoleh

dalam bentuk tabulasi. Proses ini merupakan tahapan akhir

pengolahan data yang sangat berguna untuk kegiatan

selanjutnya yaitu tehnik penyajian data. Penelitian ini datanya

berbentuk numerik, maka setelah data dikumpulkan dan

diperiksa, kemudian akan dilakukan analisa data dengan

komputerisasi untuk menguji hipotesis yang akan dilakukan.

Untuk menguji hipotesisi yang menyatakan hubungan sikap dan

pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan

pengunaan diapersdi Desa Tambak Ukir Kendit Kecamatan

Kendit Kabupaten Situbondo. Tabulasi menggunakan microsoft

office excel 2007.

4.9 Analisa Data

Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan

secara sistematis terhadap data yang dikumpulkan dengan tujuan supaya

trend dan relationship bisa dideteksi (Nursalam, 2016). Penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan sikap dan pengetahuan ibu

tentang toilet training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada anak

usia toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kendit Kabupaten Situbondo.

Perhitungan analisis statistic tersebut mengunakan komputerisasi, teknik

yang digunakan adalah spearman rank. Skala yang digunakan adalah

ordinal pengambilan keputusan hipotesa berdasarkan pada


69

H1 diterima jika p≤α dengan=0,05

H0 diterima jikap p>α dengan=0,05

4.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu

variable dan atau per variable. Dengan demikian tehnik analisa data

dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data,

dengan tujuan mengelolah data tersebut menjadi informasi

sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan mudah

dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang

berkaitan dengan deskripsi data maupun untuk membuat induksi,

atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi ( parameter)

berdasarkan data yang diperoleh dari sample ( statistic) ( Harsono,

2010).

Dalam penelitian ini analisis univariat pada variable

dependent yaitu kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia

toddler (1-3 tahun) dan variable independent memakai tabel

distribusi frekuensi kumulatif,, distribusi frekuensi kumulatif adalah

suatu daftar atau tabel yang membagi data dalam beberapa kelas.

4.9.2 Analisis Bivariat

Analisis data ini digunakan untuk mengetahui hubungan

dua variable yaitu variable bebas dan variable terkait. Dalam

penelitian ini mengeidentifikasi sikap ibu tentang toilet training

dengan kebiasaan pengunaan diapers pada anak usia toddler (1-3

Tahun) , mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang toilet training

dengan kebiasaan pengunaan diapers pada anak usia toddler (1-3


70

Tahun) di desa tambak ukir kecamatan kendit kabupaten situbondo.

menggunakan perangkat lunak SPSS statistics 21 dengan uji

statistic “Spearman rank”. Hal ini diarenakan data pada variable

independen dan dependent mengunakan kategorik Ordinal

pengolaan data mengunakan media computer program “windows

SPSS 21” .

Korelasi spearman merupakan alat uji statistic yang

digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif dua variabel bila

datanya berskala ordinal (ranking). Nilai korelasi ini disimbolkan

dengan (dibaca: rho). Karena digunakan pada data berskala

ordinal, untuk itu sebelum dilakukan pengelolaan data, data

kuantitatif yang akan dianalisis perlu disusun dalam bentuk ranking.

Nilai korelasi spearman berada diantara -1≤≤1. Bila nilai 0= berarti

tidak ada korelasi atau tidak ada hubungannya antara variabel

independen dan dependen, nilai +1= berarti terdapat hubungan

yang positif antara variabel independen dan dependen, nilai -1=

berarti terdapat hubungan yang negatif antara variabel independen

dan dependen. Dengan kata lain, tanda “+” dan “-“ menunjukkan

arah hubungan di antara variabel yang sedang dioperasikan.

Adapun sarat-sarat korelasi Spearman’s Rank adalah :

1. Uji Spearman’ Rank digunakan untuk menguji hipotesis korelasi

dengan skala pengukuran variabel minimal ordinal.

2. Dalam uji Spearman’s Rank skala data untuk kedua variabel

yang akan dikorelasikan dapat berasal dari skala yang berbeda

(skala data ordinal dikorelasikan dengan skala data interval) atau


71

sama (skala data ordina dikorelasikan dengan skala data

ordinal)

3. Jika data berskala interval dan tidak berdistribusi normal dapat

digunakan korelasi spearman’s Rank.

Rumus Rank Spearman’s :

Keterangan :

r = Koefisien korelasi Spearman’s Rank (dibaca rho)

d = selisih ranking X dan Y

n = Jumlah sampel

Dalam penelitian ini skala data yang digunakan pada dua

variabel independent adalah ordinal, dan skala data variabel

dependent adalah ordinal. Pengolaan data menggunakan media

komputer program “windows SPSS 21” kemudian peneliti

menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Sikap ibu tentang toilet training dengan kebiasaan pengunaan

diapers dengan uji statistik “Spearman Rank”, hal ini

dikarenakan skala data pada 2 variabel independen adalah

ordinal dan skala data pada variabel dependen adalah ordinal.

Pengelolaan data menggunakan media computer program

“windows SPSS 21” kemudian peneliti menyimpulkan hasil

penelitian sebagai berikut: Dalam penelitian ini apabila angka

probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka H0 ditolak yang berarti


72

ada hubungan variabel independen dan variabel dependent.

Sebaliknya jika lebih besar dari atau sama dengan 0.05 maka

H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan antara variabel

independen dan varibel dependent.

2. Pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan

pengggunaan diapers dengan uji statistik “Spearman Rank”,

hal ini dikarenakan skala data pada 2 variabel independen

adalah ordinal dan skala data pada variabel dependen adalah

ordinal. Pengelolaan data menggunakan media computer

program “windows SPSS 21” kemudian peneliti menyimpulkan

hasil penelitian sebagai berikut: Dalam penelitian ini apabila

angka probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka H0 ditolak yang

berarti ada hubungan variabel independen dan variabel

dependent. Sebaliknya jika lebih besar dari atau sama dengan

0.05 maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan antara

variabel independen dan varibel dependent.

4.9.3 Multivariate

Analisis multivariate adalah merupakan analisis perluasan

atau perkembangan dari analisis melihat hubungan atau keterkaitan

dua variable, maka analisis multivariate bertujuan melihat atau

mempelajari hubungan variable ( lebih dari 1 variable ) independent

dengan 1 atau beberapa variable dependent ( umumnya 1 variable

dependent) (Setiadi, 2013;Aziz 2018).

Proses analisis multi variat dengan menghubungkan

beberapa variable independent dengan satu variable dependent pada


73

waktu yang bersamaan. Jumlah sample dalam analisis multivariate

sangat penting diperhatikan, sebaiknya jangan terlalu sedikit (Setiadi,

2013).

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi sikap dan pengetahuan ibu tentang toilet training yaitu

Uji Analisis Regresi Logistik menggunakan media komputer program

windows SPSS 20 kemudian peneliti menyimpulkan hasil penelitian

sebagai berikut “ apabila nilai p<0,05 maka H1 diterima, H0 ditolak

apabila p>0,05

Adapun asumsi dari Regresi logistic berganda adalah :

1. Regresi logistik tidak membutuhkan hubungan linier antara

variabel independen dengan variabel dependen

2. Variabel independen tidak memerlukan asumsi multivariate

normality (tidak perlu data normal)

3. Asumsi homokedastisitas tidak diperlukan

4. Variabel bebas tidak perlu diubah kedalam metrik (Interval atau

rasio) bisa ordinal/nominal

5. Variabel dependent harus bersifat dikotomi (2 kategori, misalnya :

tinggi dan rendah, atau baik dan buruk)

6. Variabel independen tidak harus memiliki keragaman yang sama

antar kelompok variable

7. Kategori dalam variabel independen harus terpisah satu sama lain

atau bersifat ekslusif


74

8. Sampel yang diperlukan dalam jumlah relatif besar, minimum

dibutuhkan lebih dari 50 sampel data untuk sebuah variabel

prediktor (independen).

9. Regresi logistik dapat menyeleksi hubungan karena menggunakan

pendekatan non linier log transformasi untuk memprediksi odds

ratio. Odd dalam regresi logistic sering dinyatakan sebaga

probabilitas.

4.10 Etika Penelitian

Dalam penelitian kesehatan yang menjadikan manusia sebagai

objek yang diteliti harus memperhatikan hubungan antara peneliti dan

yang diteliti dan yang diteliti masing-masing memiliki hak dan kewajiban

yang sama harus di akui dan dihargai oleh masing-masing pihak

(Notoatmodjo, 2012).

Untuk menentukan standart atau kriteria pengambilan keputusan

persetujuan kelayakan etik atas usulan protokol penelitian yang

melibatkan manusia sebagai subjek penelitian maka Komisi Etik

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN)

menetapkan 7 standart universal yang harus terpenuhi dalam sebuah

protokol penelitian, berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam

melakukan penelitian (KEPPKN, 2017):

1. Nilai Sosial atau nilai Klinis

Parameter nilai sosial adalah adanya kebaruan fenomena

(novelty) dan upaya mendiseminasikan hasil (KEPPKN, 2017).

Penelitian memiliki nilai keterbaruan karena informasi yang didapatkan

valid dari jurnal dan buku terbaru, relevasi kesehatan serta dapat
75

memberikan informasi mupun pengetahuan mengenai sikap dan

pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan pengunaan

diapers pada anak usia toddler (1-3 tahun), sealin itu dapat menambah

kemampuan pada responden.

2. Nilai Ilmiah

Suatu penelitian dapat diterima secara etis apabila berdasar

pada metode ilmiah yang valid (KEPPKN, 2017). Penelitian ini

dilengkapi dengan desain penelitian yang jelas, memberikan informasi

yang valid karena di dasarkan pada penelitian-penelitian terbaru

sebelumnya. Dengan cara door to door atau kunjungan rumah ke

mempermudah peneliti dalam waktu bersamaan. Responden di minta

untuk mengisi kuesioner dalam waktu 10 -20 menit.

3. Pemerataan Beban dan Manfaat

Penelitian dapat diterima secara etik apabila telah

meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi dan manfaat dari

penelitian lenih besar dibandingkan risiko yang ditimbulkan (KEPPKN,

2017). Dalam penentuan subjek penenlitian harus di dasarkan oleh

pertimbangan ilmiah, kekhususan subjek dengan menggunakan

kriteria inklusi dan eksklusi.

Prinsip keadilan menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa

membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya (Notoatmodjo,

2012). Peneliti ini tidak menyita waktu responden karena penelitian

hanya membutuhkan waktu singkat untuk mengisi isntrumen

penelitian, sehingga tidak menganggu aktivitas responden.


76

4. Potensi Risiko dan Manfaat

Hampir semua penelitian mengikutsertakan subjek manusia

yang a kan memberikan beberapa konsekuensi misalnya risiko

ketidaknyamanan, pengorbanan waktu atau biaya maka diperlukan

beberapa manfaat untuk keseimbangan penelitian (KEPPKN, 2017).

Sebuah penelitian harus memberikan manfaat yang maksimal

bagi masyarakat terutama bagi responden penelitian, maka peneliti

hendaknya mengurangi risiko atau dampak negatif yang merugikan

responden seperti cedera, stres dan lain sebagainya (Notoatmodjo,

2012). Pada peneliti ini tidak melakukan intervensi, sehingga tidak ada

beban yang akan dialami pada responden.

5. Kerahasiaan(Confidentiality) atau Privasi

Kerahasiaan adalah hak responden untuk tetap terjaga privasi

terkait informasi dirinya yang didapat selama penelitian berlangsung

(Notoatmodjo, 2012). Hanya kelompok data tertentu saja yang

disajikan dalam laporan penelitian. Peneliti tidak dibenarkan untuk

menyampaikan informasi kepada pihak lain diluar kepentingan

pencapaian tujuan penelitian. Peneliti juga menggunakan anonym

(tanpa nama) untuk merahasiakan identitas responden dan diganti

dengan memberikan tanda atau kode pada lembar pengumpulan data.

Data – data mengenai respondent di dapatkan peneliti dengan

berbagai tahap perizinan BANKESBANGPOL, DINKES, PUSKESMAS.

6. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) atau Informed Consent (IC)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan anatara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar


77

persetujuan informed consent tersebut diberiakn sebelum penelitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden (Notoatmodjo, 2012).

Pada penelitian ini terdapat lembar informed consent beserta

daftar penjelasan yang disampaikan kepada responden, terdapat

penjelasan proses mendapatkan persetujuan dan pengunaan kalimat

yang mudah dimengerti oleh pemahaman responden. Peneliti tidak

memaksa responden untuk bersedia menjadi responden dalam

penelitian.

7. Bujukan (Inducements)

Penelitian harus dihindari dari kecurigaan atas klaim adanya

“eksploitatif” terhadap subjek yang berkaitan dengan aspek manfaat

dan bahaya (benefit and harm) kerentanan (vulnerability) dan

persetujuan (consent). Secara etis penelitian dapat diterima apabila

peneliti mengganti biaya apapun untuk individu yang berhubungan

dengan keikutsertaan dalam penelitian, termasuk biaya transport,

pengasuhan anak (child care), kehilangan penghasilan saat mengikuti

penelitian dan mengganti waktu yang dipakai saat mengikuti penelitian

(KEPPKN, 2017).

Pada penelitian ini, peneliti memberikan hadiah uang sebesar

20000 serta makanan yang sedua dibungkus rapi dan semenarik

mungkin. Uang tersebut diberikan di akhir penelitian. Tujuan diberikan

hadiah tersebut adalah untuk menimbulkan rasa antusiasi serta

sabagai bentuk penghargaan kepada respondent dalam mengikuti

proses penelitian dengan memberikan waktu dan tenaga kepada


78

peneliti. Diharapkan hadiah tersebut bermanfaat bagi responden.

Selain itu peneliti menggunkan bahasa yang jelas dan menciptakan

lingkungan yang nyaman untuk membuat respondent tidak merasa

bosan selama penelitian.


BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini akan menyajikan hasil penelitian dengan judul “Hubungan Sikap Dan

Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Dengan Kebiasaan Penggunaan

Diapers Pada Anak Toddler (1-3 Tahun) Di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 Mei 2021 sampai

29 Mei 2021. Untuk mendapatkan data, peneliti menggunakan lembar

persetujuan responden. Peneliti melakukan pendekatan dengan BHSP (Bina

Hubungan Saling Percaya) supaya bersedia menjadi responden dalam

penelitian. Setelah itu, responden diberikan kuesioner untuk mengetahui apakah

ada Hubungan Sikap dan Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training dengan

kebiasaan pengunaan Diapers pada anak Toddle (1-3 Tahun) Di Desa Tambak

Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten.

Peneliti memberikan kuesioner kepada responden dengan cara door to door.

Tujuan melakukan kunjungan rumah kerumah ini adalah untuk mempermudah

peneliti dalam pengambilan data. Peneliti mendampingi responden selama

mengisi kuesioner sampai semua kuesioner selesai diisi oleh responden.

Pengisian kuesioner ini juga dapat dilakukan dengan cara mewawancarai dan

melakukan observasi pada responden. Dalam melakukan penelitian, peneliti di

dampingi bidan dan kader desa.

Setelah data terkumpul, data di kelompokkan menjadi 2 bagian yaitu data

umum dan data khusus. Data umum menampilkan arakteristik responden yang

meliputi usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan perbulan, informasi

tentang toilet training kemudian usia anak dan jenin kelamin anak. Data khusus

79
80

menampilkan karakteristik responden yaitu sikap dan pengetahuan ibu tentang

toilet training dengan kebiasann pengunaan diapers pada anak usia 1-3 tahun.

Hasil penelitian tersebut di tampilkan berbentuk tabel.

5.1 Data Umum

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Tempat Penelitian di Desa Tamabak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo

5.1.2 Karakteristik Responden Secara Umum

Data umum dari penelitin ini meliputi karakteristik responden data

umum yang terdiri dari usia ibu pendi dikan, pekerjaan, penghasilan

perbulan, informasi toilet training, identitas anak, dan jenis kelamin

anak sebagai berikut :

1. Karakteristik berdasarkan usia ibu

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia


ibu di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit
Kabupaten Situbondo pada bulan Mei 2021
N
O Usia Frekuensi (F) Presentase (%)
1 20-25 tahun 17 42,5
2 26-30 tahun 8 20
3 31-35 tahun 6 15
4 36->45 tahun 9 22,5
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan kelompok usia pada

responden terbanyak adalah usia 20-25 tahunyaitu sejumlah 17

responden (43%) dan kelompok usia paling sedikit adalah usia 31-

35 tahun yaitu sejumlah 6 responden (15%)


81

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pendidikan Pada Responden Di Desa Tambak
Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo
pada bulan Mei 2021
NO Pendidikan Terakhir Frekuensi (f) Presentase (%)
1 Tidak Sekolah 2 5
2 SD/Sederajat 18 45
3 SMP/Sederajat 6 15
4 SMA 12 30
5 Sarjana 2 5
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.2 didapatakan pendididkan pada

responden pada responden sikap dan pengetahuan ibu tentang

toilet training terbanyak adalah SD yaitu sejumlah 18 responden

(45%) dan pendidikan paling sedikit adalah sarjan 2 responden dan

tidak sekolah 2 responden (5%)

3. Karakteristik Responden Berdasarakan Pekerjaan

Tabel5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Pekerjaan Pada Responden Di Desa Tambak Ukir
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo pada
bulan Mei 2021
N
O Pekerjaan Frekuensi (f) Presentase (%)
Ibu Rumah
1 Tangga 27 67,5
2 Petani 4 10
3 Wiraswasta 8 20
4 PNS 1 2,5
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan pekerjaan pada

responden sikap dan pengetahuan ibu terbanyak adalah ibu rumah

tangga yaitu sejumlah 27 responden (67,5%), dan didapatkan


82

pekerjaan pada responden sikap dan pengetahuan ibu paling sedikit

adalah PNS dengan jumlah 1 responden (2,5%)

4. Karakteristik Berdasarkan Penghasilan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Penghasilan Pada Responden Di Desa Tambak
Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo
pada bulan Mei 2021
N
O Penghasilan Perbulan Frekuensi (f) Presentase (%)
1 <1.000.000 17 42,5
2 >1.000.000 23 57,5
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan Pengahasilan perbulan

pada responden ibu yang mempunyai anak toddler terbanyak

adalah > 1.000.000 sejumlah 23 responden (57,5%), dan

didapatkan penghasilan perbulan pada responden palinng sedikit

adalah <1.000.000 dengan jumlah 17 responden (43%)

5. Karakteristik Berdasarkan Informasi

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Informasi Pada Responden Di Desa Tambak Ukir
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo pada
bulan Mei 2021
N Informasi Tentang Toilet
O Training Frekuensi (f) Presentase (%)
1 Belum Pernah 17 42,5
2 Televisi 6 15
3 Buku 3 7,5
s4 Koran 1 2,5
5 Majalah 1 2,5
6 Internet 12 30
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan Informasi pada

responden ibu yang mempunyai anak toddler terbanyak adalah


83

belum pernah yaitu sejumlah responden (42,5%), dan didapatkan

informasi pada responden palinng sedikit yaitu mendapatkan

informasi dari majalah dan koran dengan jumlah yang sama 1

responden (2,5%)

6. Karakteristik Berdasarkan Umur Anak

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi berdasarakan karakteristik


umur anak Di Desa Tambak Ukir Kecamatan
Kendit Kabupaten Situbondo pada bulan Mei 2021
N
O Umur Anak Frekuensi (f) Presentase(%)
1 1->1 Tahun 13 32,5
2 2->2tahun 27 67,5
3 Total 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan bahwa karakteristik

responden berdasarakan usia anak usia yang terbanyak adalah

kelompok usia 2 ->2 tahun sejumlah 27 responden (67,5%),

kelompok usia 1->1 tahun yaitu sejumlah 13 responden (32,5%).

7. Karakteristik responden berdasrkan jenis kelamin anak

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi berdasarakan karakteristik


jenis kelamin anak di Desa Tambak Ukir
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo pada
bulan Mei 2021
NO Jenis kelamin Anak Frekuensi (f) Presentase (%)
1 Laki-Laki 17 42,5
2 Perempuan 23 57,5
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa karakteristik

berdasarakan jenis kelamin anak yang terbanyak adalah kelompok

perempuan yaitu sejumlah 23 responden (57,5%), dan kelompok

laki laki sejumlah 13 responden (32,5%).


84

5.2 Data Khusus

5.2.1 Karakteristik Responden Secara Khusus

1. Karakteristik responden berdasarkan hasil sikap ibu

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karaktristik Berdasarakan Sikap


Ibu tentang Toilet Training Pada Anak Toddler Di
Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten
Situbondo Pada Bulan Mei 2021
NO Sikap Ibu Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Baik 12 30
2 Cukup 10 25
3 Kurang 18 45
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan bahwa data sikap ibu di

Desa Tambak Ukir, kategori terbanyak yaitu kurang sejumlah 18

responden (45%), baik sejumlah 12 responden (30%), dan

didapatkan data paling sedikit yaitu kategori cukup dengan jumlah

responden 10 (25%)

2. Karakteristik responden berdasarkan hasil Pengetahuan Ibu

Tabel5.9 Distribusi Frekuensi Karaktristik Berdasarakan


Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training Pada
Anak Toddler Di Desa Tambak Ukir Kecamatan
Kendit Kabupaten Situbondo Pada Bulan Mei
2021
N
O Pengetahuan Ibu Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Baik 11 27,5
2 Cukup 13 32,5
3 Kurang 16 40
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021
85

Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan bahwa data

pengetahuan ibu di Desa Tambak Ukir, kategori terbanyak yaitu

kurang sejumlah 16 responden (40%), cukup sejumlah 13

responden (32,5%), dan didapatkan data paling sedikit yaitu

kategori baik dengan jumlah 11 responden (27,5%).

3. Karakteristik responden berdasarkan hasil kebiasaan

pengunaan diapers

Tabel5.10 Distribusi Frekuensi Karaktristik Berdasarakan


Kebiasaan Pengunaan Diapers Pada Anak
Toddler Di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit
Kabupaten Situbondo Pada Bulan Mei 2021
N Kebiasaan
O Penggunaan Diapers Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Sering 21 52,5
2 Jarang 19 47,5
  Jumlah 40 100
Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2021

Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan bahwa data kebiasaan

penggunaan diapers pada anak usia toddler di Desa Tambak Ukir,

kategori terbanyak yaitu sering sejumlah 21 responden (52,5%),

dan didapatkan data paling sedikit yaitu kategori jarang dengan

jumlah 19 responden (47,5%).

5.3 Analisa Data

5.3.1 Analisa Bivariat

Dari hasil penelitian analisa data berdasarkan Hubungan Sikap

Dan Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training dengan Kebiasaan

Penggunaan Diapers Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)

1. Hubungan antara sikap ibu tentang toilet training dengan

kebiasaan penggunaan diapers pada nak usia toddler (1-3 tahun)


86

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Hubungan sikap ibu tentang toilet training
dengan kebiasaan penggunaan diapers pada
anak usia toddler (1-3 tahun) di desa tambak ukir
kecamatan kendit kabupaten situbondo pada
bulan Mei 2021

Variabel Kategori Kebiasaan Total


pengunaan diapers
Sering Jarang
Sikap ibu Baik 9 3 12
Cukup 7 3 10
Kurang 5 13 18
Total 21 19 40
P value = 0,006; α = 0,05

Berdasarkan 5.8 didapatkan hasil bahwa hubungan sikap ibu

tentang toilet training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada

anak usia toddler (1-3 Tahun) adalah p = 0,006 dengan tingkat

signifikan nilai p< 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa H1 diterima

yang artinya ada hubungan antara sikap ibu tentang toilet training

dengan kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia toddler (1-3

Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

Sehingga variable tersebut di atas memenuhi syarat untuk dilakukan

analisis multivariat.

2. Hubungan antara pengetahuan ibu tentang tentang toilet training

dengan kebiasaan penggunaan diapers pada nak usia toddler (1-3

tahun)
87

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan


pengetahuan ibu tentang toilet training dengan
kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia toddler
(1-3 tahun) di desa tambak ukir kecamatan kendit
kabupaten situbondo pada bulan Mei 2021

Variabel Kategori Kebiasaan Total


pengunaan diapers
Sering Jarang
Pengetahuan Baik 11 0 11
ibu Cukup 3 10 13
Kurang 7 9 16
Total 21 19 40
P value = 0,015 ; α = 0,05

Berdasarkan 5.9 didapatkan hasil hubungan pengetahuan ibu

tentang toilet training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada

anak usia toddler (1-3 Tahun) adalah p = 0,015 dengan tingkat

signifikan nilai p< 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa H1 diterima

yang artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet

training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia toddler

(1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten

Situbondo. Sehingga variable tersebut diatas memenuhi syarat untuk

dilakukan analisis multivariat.

5.3.2 Analisis Multivariat

Tabel 5.113 Faktor yang mempengaruhi kebiasaan pengunaan diapers


pada anak usia toddler di desa tambak ukir kecamatan
kendit kabupaten situbondo

Variabel Df Sig Exp (B)


88

Sikap ibu 1 0,038 165


Sumber: Data Primer Kuesioner Penelitian Juni 2021

Berdasarkan tabel 5.10 dari hasil uji statistik dengan menggunakan

Windows SPSS 21 dengan menggunakan uji regresi logistik didapatkan

faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kebiasaan pengunaan

diapers pada anak usia toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir

Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo adalah faktor sikap ibu tentang

toilet training dengan nilai p value 0.038.


89
90
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Penggunaan Diapers pada Anak Usia

Toddler di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

6.1.1 Identifikasi Hubungan Sikap Ibu Tentang Toilet Training Dengan Kebiasaan

Penggunaan Diapers pada Anak Usia Toddler di Desa Tambak Ukir Kecamatan

Kendit Kabupaten Situbondo.

Berdasarkan 5.8 didapatkan hasil bahwa hubungan sikap ibu tentang toilet

training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia toddler (1-3 Tahun)

adalah p = 0,006 dengan tingkat signifikan nilai p< 0,05 sehingga dapat dinyatakan

bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara sikap ibu tentang toilet training

dengan kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia toddler (1-3 Tahun) di Desa

Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. Sehingga variable tersebut di

atas memenuhi syarat untuk dilakukan analisis multivariat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hendrawati

2020) yang berjudul hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap ibu tentang toilet

training pada anak usia toddler (1-3 tahun) di Desa Padamukti Wilayah Kerja

Puskesmas Gadong Kecamatan Pasirwangi Kabuapten Garut yang mennjukan ada

hubungan yang signifikan anatra tingkat pengetahuan dengan sikap tentang toilet

training pada anak usia toddler di Desa Padamukti Wilayah Kerja Puskesmas Gadong

Kecamatan Pasirwangi Kabuapten Garut. Menunjukan nilai signifikan (p) 0.00 nilai (p)

yang lebih kecil dari 0,05 nilai koefisian korelasi (r) pada kedua hubungan tersebut

adalah 3,841.

Penelitian ini juga dilakukan oleh T. Muhardi (2019) yang berjudul faktor-fator

yang mempengaruhi ibu melakukan toilet training pada anak usia 18-24 bulan di Paud

Putroe Lambilek Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Yang menunujukan ada

hubungan yang signifikan antara sikap terhadap toilet training pada anak usia 18-24

bulan di Paud Putroe Lambilek Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dengan nilai p

= 0,016 < p=0,05.


91
Penelitian ini juga sejalan yang dilakukan oleh Rani Fitriani (2019) yang berjudul

Hubungan Perilaku ibu dalam penggunaan diapers dengan kesiapan toilet training pada

anak usia 1-3 tahun di Desa Kampung Baru Kecamatan Simpang Empat Kabupaten

Tanah Bumbu . yang menunujukan ada hubungan yang signifikan antara perilaku ibu

dalam penggunaan diapers dengan kesiapan toilet training pada pada anak usia 1-3

tahun di Desa Kampung Baru Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu di

peroleh nilai p Valvue = 0,000 (<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data tentang sikap ibu tentang toilet

training dengan kebiasaan penggunaan diapers sebagai berikut responden kategori

sebagian besar baik 12 responden ( %) dengan kebiasaan penggunaan diapers sering

9 responden, penggunaan diapers jarang 3 responden kategori cukup 10 responden

( %) dengan kebiasaan penggunaan diapers sering 7 jarang 3 kategori kurang 18

responden dengan kebiasaan penggunaan diapers sering 5 jarang 13 responden.

Hasil penelitian ini sesuai yang di kemukakan oleh (Wawan 2019 dan

Nataatmodjo 2018) yang menyartakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respond

seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap adaah predisposisi

untuk melakukan atau tidak tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap

bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu, sikap merupakan

kesadaran yang sifatnya individual.artinya proses ini terjadi secara subjektif dan unik

pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual

yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola.

Dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa persentase responden yang

bersikap kurang baik terhadap toilet training dengan kebiasaan penggunaan diapers

pada anak usia toddler tidak termotivasi untuk melakukan toilet training karena ibu

beranggapan menggunakan diapers lebih efektif dan instan sehingga ibu tidak mersa

repot, sedangakan ibu yang bersikap baik dan cukup terhadap toilet training mau

melakukan toilet traiing pada anaknya karena ibu merasa bahwa mengajarkantoilet

training pada anaknyabermanfaat bagi kesehatab anaknya dan kemandirian anak.

Sikap kurang baik pada ibu disebabakan karena kurangnya informasi tentang toilet

training.
92
6.1.2 Identifikasi Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Dengan

Kebiasaan Penggunaan Diapers pada Anak Usia Toddler di Desa Tambak Ukir

Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

Berdasarkan 5.9 didapatkan hasil hubungan pengetahuan ibu tentang toilet

training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia toddler (1-3 Tahun)

adalah p = 0,015 dengan tingkat signifikan nilai p< 0,05 sehingga dapat dinyatakan

bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet

training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia toddler (1-3 Tahun) di

Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo. Sehingga variable tersebut

diatas memenuhi syarat untuk dilakukan analisis multivariat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heri Bahtiar

(2020) yang berjudul Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Dengan

Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Toddler di Kelurahan Karang Pule Kota

Mataram. Menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan

ibu tentang toilet training dengan Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Toddler di

Kelurahan Karang Pule Kota Mataram. Menunjukan nilai signifikan p Valvue = 0,004

(<0,05).

Penelitian ini juga dilakukan oleh Desi (2020) yang berjudul Hubungan

Pengetahuan Ibu Dengan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun).

Menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu

dengan pelaksanaan toilet training Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun). Menunjukkan

nilai signifikan p Valvue = 0,005 sehinga lebih kecil dari 0,05 nilai korelasi (r) pada

kedua hubungan tersebut 3, 656.

Penelitian ini juga sejalan yang dilakukan oleh Zuraidah (2019) yang berjudul

Hubungan Penggunaan Diapers Dengan Kemampuan Toilet Training Pada Toddler Di

Paud Ar-Risalah Kota Lubuklinggau. Menunjukkan bahwa adanya hubunganyang

signifikan anatra penggunaan diapers dengan kemampuan toilet training pada anak

toddler. Menununjukkan nilai signifikan p Valvue = 0,034 lebih kecil dari 0,05.

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan datatentang pengetahuan ibu tentang

toilet training dengan kebiasaan pengunaan diapers di Desa Tambak Ukur Kecamatan

Kendit Kabupaten Situbondo sebagai berikut sebagian besar kategori baik 11


93
responden (%) dengan kebiasaan penggunaan diapers sering 11 responden, jarang

tidak ada. Kategori cukup 13 responden (%) dengan kebiasaan penggunaan diapers

sering 3 responden, kebiasaan penggunaan diapers jarang 10 responden kemudian

dengan kategori kurang 16 responden (%) dengan kebiasaan penggunaan diapers

sering 7 responden, kebiasaan penggunaan diapers sering 9 responden.

Hal ini sesuai dengan (Puji Lestari 2018 dan T Muhardi 2019) bahwa

pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi melalui panca indra

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Penhgetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan. Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan pada diri anak dan

kelurga oleh karena itu sangat berkaitan sekali dalam melakukan toilet training dengan

pengetahuan orang tua yang kurang sehigga orang tua membiasakan anak

menggunakan diapers yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kegagaglan

dalam toilet training.

6.1.3 Analisis Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Kebiasaan Penggunaan Diapers

pada Anak Usia Toddlr (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo

Hasil analisis statistic di dapatkan faktor yang paling dominan mempengaruhi

kebiasaan penggunaan diapers pada Anak Usia Toddlr (1-3 Tahun) di Desa Tambak

Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo adalah sikap ibu tentang toilet trainng

dengan p value = 0,038

Faktot faktor yang mempengapengaruhi sikap adalah pengalamn pribadi

,kebudayaan, orang lain yang di anggap penting, media massa, lembaga pendidikan

dan lembaga agama faktor emosi dalam diri individu dan pengetahuan. Faktor

tesebutlah yang di anggap kenapa ibu dengan pengetahuan dan sikap kurang baik. Dari

hasil tersebut sesuai dengan teori yang ada bahwa pengetahuan dan sikap mempunyai

keterkaitan hubungan terutama dalam komponen sikap (Tri Arini, 2019, Feri2020)

Sikap negatif juga dipengaruhi faktor pengetahuan yang kurang disebabakan

karena pendidikan ibu yang kebanyakan hanya SD sehingga menyebabakan kurangnya

pemahaman dan informasi akan pentingnya pelaksanaan toilet training sebagai aspek
94
penting dalam perkembangan anak untuk membentuk kepribadian dan kemandirian

anak, bahwa pendididkan yang tinggi untuk mendapatakan informasi baik dari orang

lain maupun dari media massa , sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai nilai yang baru

diperkenalkan. Karena semakin tinggi pendidikan seseorang kemungkinan besar

pengetahuan yang dimiliki orang tersebut baik, karena semakin dewasa informasi dan

pola fikir biasanya semakin bertamabah sdan semakin matang, pengetahuan yang baik

akan menghasilkan sikap dan perilaku yang baik pula dalam melakukan toilet training

Sukma Senjaya (2020.

Kesimpulan penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Erna Susilowati 2020

bahwa responden yang bersikap negatif lebih banyak yang tidak melakukan toilet

training. Hal ini disebabkan karena ibu yang bersikap negatif terhadap toilet training

tidak termotivasi untuk melakukan toilet training karena ibu beranggapan menggunakan

diapers lebih efektif dan instan sehingga ibu tidak merasa repot, sedangkan ibu yang

bersikap positif terhadap toilet training mau melakukan toilet training pada anaknya

karena ibu merasa bahwa mengajarakan toile training pada anak sangat bermanfaat

bagi kesehatan anaknya dan kemandirian anak. Sikap negatif pada ibu disebabkan

kurangnya informasi tentang toilet training dan kurangnya pengetahuan orang tua

tentang toilet training menyebabkan orang tua memberikan sikap negatif dalam melatih

toilet training.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian merupakan bagian riset keperawatan yang

menjelaskan keterbatasan dalam penulisan riset, dalam setiap penulisan

pasti mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan tersebut

ditulis dalam keterbatasan (Hidayat, 2018).


Keterbatasan penelitian yang di dapat pada saat penelitian yaitu

peneliti memiliki keterbatasan dalam membujuk responden untuk

dilakukan penelitian saat pandemi ini di karnakan responden

mengira bahwa peneliti akan melakukan vaksinisasi kerumah-

rumah responden dan bahasa responden ada yang tidak

memahami bahasa Indonesia dikarenakan responden

menggunakan bahasa Madura .


BAB 7

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian Hubungan anata Sikap

dan Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training dengan Kebiasaan

Penggunaan Diapers pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) di Desa

Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo.

7.1.1 Gambaran Sikap Ibu Tentang Toilet Training pada Anak Usia

Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo sebagian besar adalah kurang baik (45%).

7.1.2 Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training pada Anak

Usia Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo adalah berpengetahuan kurang baik (40%).

7.1.3 Gambaran Kebiasaan Penggunaan Diapers pada Anak Usia

Toddler (1-3 Tahun) di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit

Kabupaten Situbondo menunjukkan sebagian besar adalah

kategori sering menggunakan diapers (52,5%)

7.1.4 Gambaran Sikap Ibu tentang Toilet Training dengan kebiasaan

penggunaan diapers dapat disimpulkan ada hubungan antara

sikap ibu tentang toilet training dengan kebiasaan pengunaan

diapers.

7.1.5 Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan

kebiasaan penggunaan diapers dapat disimpulkan ada hubungan

antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan

pengunaan diapers.
7.1.6 Ada hubungan Sikap dan Pengetahuan ibu tentang Toilet Training

dengan kebiasaan penggunaan diapers.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan untuk mengembangkan ilmu keperawatan

bahwasanya kebiasaan penggunaan diapers pada anak usia

toddler di pengaruhi oleh faktor sikap dan pengetahuan ibu

tentang toilet training.

7.2.2 Bagi Profesi Kesehatan

Dari hasil penelitian diharapkan demi pengembangan

profesi keperawatan bahwasanya faktor sikap ibu tentag toilet

training merupakan faktor yang paling mempengaruhi kebiasaan

penggunaan diapers. Dengan begitu edukasi pemberian

pendidikan keshatan tentang toilet training terhadap motivasi ibu

pada toilettraining anak.

7.2.3 Bagi Lahan Penelitian

Diharapkan kepada pihak puskesmas dapat

mengembangkan dan memberikan promosi kesehatan kepada

ibu-ibu tentang pelaksaan toilet training dan memberikan

pemahaman tentanng pelasanaan toilet training sejak dini dan

manfaat dari toilet training berkaitan dengan kemandirian anak.

7.2.4 Bagi Responden

Diharapkan ibu mengupayakan peningkatan pengetahuan

tentang toilet training pada anak usia toddler dengan mencari


informasi yang baik dan akurat sehingga pengetahuan dan siakpa

yang masih kurang baik dapat dirubah menjadi baik sehingga

pertumbuhan dan perkembangan anak akan berjalan secara

maksimal serta perlu meningkatkan pengetahuan terkait akibat

telalu lama menggunakan diapers.

7.2.5 Bagi Peneliti

Diharapkan demi mengurangi terjadina kebiasaan

penggunaan diapers peneliti dapat memberikan pengetahuan

dalam melakukan pengajaran toilet training sejak dini.

7.2.6 Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Dari penelitian ini didapatkan faktor yang paling dominan yang

mempengaruhi kebiasaan penggunaan diapers adalah sikap

ibu tentang toilet training. Sehingga diharapkan peneliti

selanjutnya agar dapat dapat meneliti dengan variable yang

lebih banyak (analisis faktor).

2. Untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait dengan

bagaimana pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang

toilet training dengan kebiasaan penggunaan diapers pada

anak toddler.

Anda mungkin juga menyukai