Anda di halaman 1dari 3

2.

Pengertian Ushul Fiqh


Untuk mengetahui makna dari kata Ushul Fiqh, Anda dapat menelaah dari
dua aspek. Pertama, Ushul Fiqh sebagai kata majemuk (murakkab), dan
kedua Ushul Fiqh sebagai istilah ilmiah. Dari aspek pertama, Ushul Fiqh
berasal dari dua kata, yaitu kata ushul yang merupakan bentuk jamak
dari kata ashal dan kata iqh. Kata Ashal, secara etimologi diartikan
sebagai “fondasi sesuatu, baik yang bersifat materi ataupun non-materi”.
Sementara menurut istilah atau secara terminologi, kata ashal
mempunyai beberapa arti, yaitu:
1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama Ushul
Fiqh bahwa ashal
dari wajibnya shalat lima waktu adalah Allah SWT. dan Sunnah
Rasul.
2. Qai’dah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu, seperti sabda Nabi
Muhammad saw. berikut:

Artinya, “Islam itu didirikan atas lima ushul (dasar atau fondasi).
3. Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para
ahli ushul qh:

Artinya, “Yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum adalah arti


hakikatnya”.
Maksudnya, yang menjadi patokan dari setiap perkataan adalah
makna hakikat dari perkataan itu.
4. Mustashhab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak
semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya,
seseorang yang hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti
warisan atau ikatan perkawinan? Orang tersebut harus dinyatakan
masih hidup sebelum ada berita tentang kematiannya. Ia tetap
terpelihara haknya seperi tetap mendapatkan waris, begitu juga ikatan
perkawinannya dianggap tetap.
5. Far’u, (cabang), seperti perkataan
ulama ushul:

Artinya, “Anak adalah cabang dari ayah”.


Dari ke lima pengertian kata ashal di atas, yang biasa digunakan adalah
dalil, yakni dalil- dalil qh.
3. Objek Kajian Ushul Fiqh
Dari Ushul Fiqh di atas, Anda dapat memperoleh penjelasan
bahwa yang menjadi objek kajian Ushul Fiqh secara garis besar ada tiga,
yaitu:
a. Sumber hukum dengan semua seluk
beluknya;
b. Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian
hukum dari sumbernya;
c. Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan
semua permasalahannya.
Lebih rinci, Muhammad al-Juhaili menyebutkan bahwa objek kajian Ushul
Fiqh adalah sebagai berikut:
a. Sumber-sumber hukum syara’, baik yang disepakati, seperti al-Qur’an
dan Sunnah maupun yang diperselisihkan, seperti istihsan dan
mashlahah mursalah;
b. Pembahasan tentang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat orang
yang melakukan ijtihad;
c. Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yang bertentangan secara
dzahir, ayat dengan ayat atau sunnah dengan sunnah, dan lain-lain
baik dengan jalan pengompromian (al-Jam’u wa menguatkan
salah satu (tarjih), pengguguran salah satu atau kedua dalil yang
bertentangan (nasakh/tatsaqut al-dalilain);
d. Pembahasan hukum syara’ yang meliputi syarat-syarat dan macam-
macamnya, baik yang bersifat tuntutan, larangan, pilihan atau
keringanan (rukhshah). Juga dibahas tentang hukum, hakim, mahkum
‘alaih, dan lain-lain;
e. Pembahasan kaidah-kaidah yang akan digunakan dalam
mengistinbath hukum dan cara menggunakannya (Rachmat Syafe’i,
1999: hlm. 23).

4. Tujuan dan Fungsi Ushul Fiqh


Tujuan yang hendak dicapai oleh ilmu Ushul Fiqh ialah untuk dapat
menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terperinci agar
sampai kepada hukum- hukum syara’ yang bersifat amali, yang ditunjuk
oleh dalil-dalil itu. Dengan kaidah ushul serta bahasannya itu dapat
dipahami nash-nash syara’ dan hukum yang terkadnung di dalamnya.
Demikian pula dapat dipahami secara baik dan tepat apa-apa yang
dirumuskan ulama mujtahid dan bagaimana mereka sampai kepada
rumusan itu (Amir Syarifuddin, 2008: 45).

Anda mungkin juga menyukai