Anda di halaman 1dari 23

Dipresentasikan

Hari : Rabu
Tanggal : 22 September 2021

TINJAUAN PUSTAKA

POLIMORFISME INTRON 22 GEN FAKTOR VIII PADA HEMOFILIA A

Oleh :

Isfalia Muftiani

Pembimbing:

dr. Sri Marwanta, Sp.PD, M.Kes, FINASIM

PPDS-1 ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI JAWA TENGAH
2021
LEMBAR PENGESAHAN

TINJAUAN PUSTAKA

POLIMORFISME INTRON 22 GEN FAKTOR VIII PADA HEMOFILIA A

Oleh:

Isfalia Muftiani

dipresentasikan pada tanggal

22 September 2021

Pembimbing

dr. Sri Marwanta, Sp.PD, M.Kes, FINASIM

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
A. Hemofilia A .........................................................................................2
1. Definisi ...........................................................................................2
2. Diagnosis........................................................................................3
3. Tatalaksana ....................................................................................4
B. Gen Faktor VIII....................................................................................4
C. Polimorfisme Faktor VIII ....................................................................7
D. Intron 22 Gen Faktor VIII ..................................................................10
BAB III RINGKASAN ........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Hemofilia A Beserta Gejala Terkait .....2


Tabel 2. Pengujian Genetik Molekuler dan Hubungan Fenotipe/ Genotipe
Hemofilia A .........................................................................................11

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Organisasi Genomis Gen F8 di Lokus F8 (Xq28) ...............................5


Gambar 2. Representasi yang Disederhanakan dari Mekanisme Inversi Gen pada
Hemofilia A ........................................................................................8

v
DAFTAR SINGKATAN

APTT : Activated Partial Thromboplastin Time

CNV : Copy Number Variations

DNA : Deoxyribonucleic acid

FVIII : Faktor VIII

HLA : Human Leukocyte Antigen

IS-PCR : Inverse Shifting Polymerase Chain Reaction

LD-PCR :Long distance PCR

PCR : Polymerase chain reactions

PFA : Platelet Function Analysis

PT : Prothrombin Time

RFLPs : Restriction fragment length polymorphisms

RNA : Ribonucleic acid

Snp : Single Nucleotide Polymorphisms

Strs : Short Tandem Repeats

TE : Transposable Elements

Vntrs : Variable Number Of Tandem Repeats

WGS : Whole genome sequencing

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Hemofilia A adalah kelainan kongenital x-linked langka, dengan angka


kejadian 1 dari setiap 5.000 laki-laki. Hemofilia terjadi oleh karena adanya
defisiensi atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada
hemofilia A.1
Analisis genetik pada hemofilia A sangat meningkat dalam beberapa
dekade terakhir. Banyak teknik dan modifikasi baru serta perangkat lunak analisis
yang telah tersedia, yang mana memungkinkan analisis genetik dan interpretasi data
menjadi lebih cepat dan akurat. Kemajuan dalam strategi mendeteksi mutasi
mampu memfasilitasi identifikasi mutasi hingga 97% pasien dengan hemofilia A.2
Efek samping pengobatan hemofilia yang paling serius saat ini adalah
perkembangan inhibitor. Kemajuan yang signifikan telah terjadi dalam beberapa
dekade terakhir untuk memahami mengapa komplikasi ini terjadi pada beberapa
pasien, di mana tampak jelas bahwa faktor genetik dan non-genetik terlibat.2
Inversi intron 22 adalah mutasi yang paling sering terjadi pada populasi
pasien dengan hemofilia A berat dan selama bertahun-tahun telah dianggap sebagai
mutasi berisiko tinggi. Namun, pada sebagian besar studi kohort, frekuensi inhibitor
hanya 20% yang telah dilaporkan, yang mana 80% pasien tidak akan
mengembangkan inhibitor apa pun.3
Tujuan dari pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memberikan
pemahaman mengenai polimorfisme intron 22 gen faktor VIII pada hemofilia A.
Pada artikel ini akan dibahas mengenai mekanisme polimorfisme intron 22 dan
pengaruhnya pada pada derajat Hemofilia dan pembentukan inhibitor faktor VIII.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemofilia A
1. Definisi
Hemofilia A adalah kelainan kongenital x-linked langka, dengan
angka kejadian 1 dari setiap 5.000 laki-laki. Hemofilia terjadi oleh karena
adanya defisiensi atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu
faktor VIII (FVIII) pada hemofilia A1. Kurangnya atau berkurangnya
protein FVIII menyebabkan hilangnya hemostasis normal dan
bermanifestasi sebagai perdarahan spontan atau yang diinduksi, tergantung
pada tingkat keparahan penyakit. Pada aktivasi, melalui pembelahan domain
B, dengan adanya ion kalsium dan permukaan fosfolipid, FVIIIa dan FIXa
membentuk kompleks tenase, yang mengaktifkan FX dan pada akhirnya
mengarah pada pembentukan fibrin melalui aktivasi trombin.2

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Hemofilia A Beserta Gejala Terkait.3

Derajat Tingkat faktor Gejala Usia diagnosa


keparahan pembekuan %
aktivitas (IU/mL)
Berat <1% (<0.01) Perdarahan spontan, Usia pertama
utamanya pada sendi kehidupan
dan otot
Moderat 1-5% (0.01–0.05) Terkadang terjadi Sebelum usia 5-
perdarahan spontan 6 tahun
Perdarahan berat
dengan trauma/
operasi
Ringan 5 - 40% (0.05- Perdarahan berat Seringkali di
0.40) dengan trauma atau kemudian hari
operasi mayor
Derajat keparahan secara klinis tidak selalu harus berkaitan dengan hasil
pemeriksaan in vitro

2
3

2. Diagnosis
Gejala klinis hemofilia biasanya mulai terlihat setelah anak - anak
tersebut mulai aktif. Hal ini akan meningkatkan kejadian perdarahan
muskuloskeletal. Perdarahan pada sendi merupakan salah satu komplikasi
yang menjadi masalah adalah terjadinya sindroma kompartemen. Hal
tersebut terjadi jika perdarahan terjadi pada daerah yang tertutup dan
berkapsul akibatnya akan terjadi iskemia, nekrosis, hingga neuropati
permanen. Selain itu dapat timbul pseudotumor yaitu suatu struktur kistik
yang dilingkupi oleh membran fibrosa.1
Diagnosis hemofilia ditegakkan berdasar keluhan perdarahan yang
khas, adanya riwayat keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
laboratorium yang menunjukkan Activated partial thromboplastin time
(APTT) yang memanjang dan adanya penurunan faktor VIII. Evaluasi
pasien dengan dugaan gangguan perdarahan meliputi: 4
a. Jumlah trombosit dan platelet function analysis (PFA closure times)
atau waktu perdarahan
b. APTT
c. Prothrombin time (PT)
d. Waktu trombin dan/atau konsentrasi plasma fibrinogen (berguna untuk
kelainan yang jarang terjadi)
Tes genetik molekuler dilakukan pada proband untuk mendeteksi
mutasi spesifik keluarga di FVIII agar mendapatkan informasi untuk
konseling genetik anggota keluarga yang berisiko. Diindikasikan sebagai
faktor prognostik pada individu yang mewakili kasus simpleks (yaitu,
yang merupakan satu-satunya anggota yang terkena dalam keluarga),
mengidentifikasi mutasi FVIII spesifik dapat membantu memprediksi
fenotipe klinis dan menilai risiko pengembangan inhibitor faktor VIII .
Pengujian carrier untuk kerabat yang berisiko memerlukan identifikasi
dari mutasi penyebab penyakit dalam keluarga sebelumnya. Diagnosis
prenatal dan diagnosis praimplantasi untuk kehamilan yang berisiko,
4

memerlukan identifikasi dari mutasi penyebab penyakit dalam keluarga


sebelumnya.4
3. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan hemofilia A adalah mencegah teradi
perdarahan, penatalaksanaan perdarahan akut, penatalaksanaan kerusakan
otot, sendi, akibat lain dari perdarahan, dan penataksanaan komplikasi
terapi seperti pembentukan inhibitor.1
Tatalaksana pada Hemofilia A yaitu menggunakan konsentrat factor
VIII. Pasien yang mengalami hemofilia A akan mendapatkan FVIII
regular 3 hari dalam seminggu. Konsentrat Faktor VIII diberikan dalam
dosis unit, 1 unit akan mengandung FVIII (100 ng/mL) atau FUX
(5mcg/mL) pada 1 mL plasma normal. Oleh karena itu dapat dilakukan
perhitungan dosis yang diberikan dengan perhitungan berikut ini : 1

Dosis FVIII (IU) = FVIII target - FVIII baseline X Berat badan X


0.5 iu/ Kg

Konsentrat FVIII memiliki waktu paruh 8-12 jam dan


membutuhkan suntikan 2 kali dalam sehari untuk mempertahankan kadar
terapetik. Cryopresipitat kaya akan protein FVIII ( Setiap kantong
mengandung sekitar 80 iu FVIII) umumnya dulu digunakan sebagai
terapi hemofilia A. Sampai saat ini cryopresipitat digunakan di berbagai
negara berkembang yang tidak memiliki kesediaan FVIII.1

B. Gen Faktor VIII


FVIII adalah suatu protein koagulasi rantai tunggal yang mengatur
pengaktifan FX melalui protease yang dihasilkan oleh jalur pembekuan
intrinsik. Protein ini disintesa di sel parenkim hati dan beredar dalam bentuk
komplek dengan protein faktor von Willebrand. Hemostasis normal
memerlukan aktivitas FVIII minimal 25 persen, gejala hemofilia akan timbul
bila kadar FVIII fungsional dalam sirkulasi kurang dari 5 persen dan kadar
FVIII memiliki korelasi erat dengan keparahan klinis penderita.5
5

FVIII terdiri dari 2.332 asam amino yang terbagi menjadi rantai berat
(heavy chains) (A1-A2-B), rantai ringan (light chain) (A3-C1-C2) dan
memiliki beberapa haplotype natural (H1-6). Haplotype ini merupakan bentuk
dari polimorfisme nukleotida tunggal dari domain A2 (R484H), B (R776G dan
D1241E) dan C2 (M2238V).5
Untuk dapat menjadi kofaktor yang efektif untuk pembentukan FIXa
maka FVIII harus diaktivasi terlebih dahulu oleh trombin sehingga membentuk
heterotrimer yang terbentuk dari domain A1, A2 dan A3, -C1, -C2. Faktor
VIIIa dan FIXa yang menempel pada permukaan platelet akan teraktifasi untuk
membentuk komplek fungsional yang akan mengaktifkan faktor X. Dengan
adanya FVIII aktif maka kecepatan aktifasi dari FX oleh FIX aktif akan
meningkat secara cepat. Atas dasar itu kita dapat melihat gambaran klinis yang
hampir sama pada hemofili A dan B, dimana FVIII dan FIX sama-sama
dibutuhkan untuk membentuk Xase kompleks.6

Gambar 1. Organisasi Genomis Gen FVIII di lokus f8 (xq28).4


6

Keterangan :
a. A: Gen F8 dipetakan ke ujung distal lengan panjang kromosom X di
lokus Xq28 (ditunjukkan oleh panah merah).
b. B: Lokus F8 terdiri dari gen FVIII dan sekuens homolog yang
diposisikan di intron 1 (int1h-1) dan intron 22 (int22h-1), bersama
dengan sekuens ekstragenik tambahan yang diposisikan pada 125kb
(int1h-2) dan 488 dan 566kb (int22h -2 atau 3) hulu F8 ekson 1.
c. C: Intron 22 besar berisi urutan 9.5kb, bernama int22h-1, disusun
oleh dua gen (FVIIIA), ekson pertama FVIIIB, dan promotor umum
mereka.
d. D dan E: 26 ekson gen F8 mengkode koagulasi protein Faktor VIII
dengan struktur domain A1-A2-B-A3-C1-C2.
Gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan faktor VIII
terletak pada gen 28q, terletak pada lengan distal kromosom X, dengan panjang
sekitar 186 kilobase dan menyusun 0,1% Deoxyribonucleic acid (DNA) pada
kromosom X, dengan 26 exon dan 25 intron. Ditranskripsi menjadi mRNA
9029bp, dengan urutan pengkodean 7053 nukleotida, mengkode protein
matang dari 2332 residu asam amino yang diatur dalam enam domain, diatur
sebagai berikut: A1-a1-A2-a2 -B-a3-A3-C1-C2. 4
Defek gen factor VIII yang berhubungan dengan hemofilia A dibagi
dalam beberapa kategori yaitu gross gene rearrangements, insersi atau delesi
rangkaian genetik, substisusi DNA tunggal berupa missense, nonsense, stop
mutation, dan defek mRNA splicing.7 Defek gen yang penting untuk klinis
adalah gene rearangements berupa inversi yang melibatkan F8 intron 22 yang
terjadi pada 50 % kasus hemofilia A berat. Pada hemofilia A intron yang
mernisahkan exon 22 dan 23 mengandung 2 translcips tambahan yang dinamai
FVIIIA dan FVIIIB. FVIIIB adalah translaips 2,5 kb yang ditranskripsi pada
arah yang sama dengan gen VIII.7
Terjadinya beberapa tipe mutasi yang berbeda pada faktor VIII
mempengaruhi berat ringannya manifestasi perdarahan yang timbul. Pada
mutasi titik bisa terjadi perdarahan ringan hingga berat, tergantung pada efek
7

mutasi yang timbul terhadap fungsi gen. Namun pada mutasi dengan delesi gen
hampir selalu terjadi perdarahan yang berat.7

C. Polimorfisme Faktor VIII


Polimorfisme adalah perubahan atau mutasi pada gen yang tidak
menimbulkan perubahan struktur protein melainkan hanya mengakibatkan
variasi pada fungsi protein.8 Polimorfisme tidak bermanifestasi klinis, tetapi
bisa menentukan kerentanan terhadap penyakit.12
Polimorfisme pada tingkat DNA mengandung domain variasi yang luas
terhadap perubahan pasangan basa tunggal, banyaknya pasangan bersatu, dan
intensitas sekuens yang sering. Salah satu jenis variasi genetik yang paling
terkenal adalah mutasi genetik. Mutasi genetik dapat dipastikan sebagai varian
sekuens yang terjadi pada kurang dari 1% populasi, sedangkan varian yang
lebih lazim kemudian diidentifikasi sebagai polimorfisme. Varian herediter
publik terbesar dari 1% adalah single nucleotide polymorphisms (SNP).12
Secara umum, polimorfisme genetik dapat tersedia dalam berbagai
desain, yang terdiri dari:
1. Single nucleotide polymorphisms (SNP)
2. Tandem repeat polymorphisms (termasuk variable number of tandem
repeats (VNTRs) dan short tandem repeats (STRs))
3. Insertion/ deletion polymorphisms
4. Transposable elements (TE) atau Alu repeats, juga dikenal sebagai
“jumping genes”
5. Structural alterations
6. Copy number variations (CNV)
Untuk mempelajari beragam jenis polimorfisme DNA, teknik yang
berbeda dapat digunakan, seperti:12
1. Restriction fragment length polymorphisms (RFLPs) yang disertai
dengan southern blots
2. Polymerase chain reactions (PCRs)
8

3. Hybridization methods (southern and northern blotting) yang


menggunakan DNA microarray chips
4. Whole genome sequencing (WGS)

Intron didefinisikan sebagai urutan nukleotida yang ditemukan dalam


gen dan hilang pada saat penyambungan ribonucleic acid (RNA) ketika sebuah
molekul RNA matang dihasilkan; di sisi lain, ekson adalah urutan asam nukleat
yang hadir dalam molekul RNA matang. Intron adalah basa DNA yang
ditemukan di antara ekson sementara ekson dapat digambarkan sebagai basa
DNA yang diterjemahkan ke mRNA.12

Gambar 2. Representasi yang Disederhanakan dari Mekanisme Inversi


Gen pada Hemofila A7
9

Gambar 2 merupakan representasi dari defek gen faktor VIII yang


mengakibatkan hemofilia A berat, yang melibatkan sekuens pada intron 1 dan
22 dari FVIII gen. Rekombinasi antara sekuens homolog dalam telomer intron
22 dan ~400kb ke gen menyebabkan pemisahan ekson 1-22 dari ekson 23-26,
dengan sekuens sebelumnya dibalik dan dipindahkan ke lokasi sekuens
homolog telomer (a dan b); sebagai alternatif, rekombinasi antara urutan intron
1 dan homolog telomernya menghasilkan relokasi dan inversi ekson 1 (a dan
c).7
Terdapat dua pendekatan berbeda untuk mengevaluasi hemofilia A secara
genetik:3
1. Analisis polimorfisme nukleotida tunggal atau pmicrosatellite
variable number tandem repeat markers pada gen FVIII, untuk
melacak kromosom X yang rusak dalam famili (analisis keterkaitan).
2. Identifikasi mutasi pada gen FVIII atau FIX (deteksi mutasi
langsung).
Salah satu tantangan genetik utama adalah untuk membedakan
perubahan kausal dari polimorfisme. Karena tingginya tingkat mutasi kecil
baru yang terjadi pada gen FVIII, substitusi yang tidak dilaporkan seringkali
teridentifikasi selama skrining analisis molekuler.13
Oleh karena lokasinya di ujung kromosom X, yang mengandung sekuens
berulang yang tinggi, lokus FVIII telah banyak dilaporkan menampung Copy
number variations (CNV), dengan sebagian besar bersifat merusak. Namun,
duplikasi bagian 0,5/06kb yang melibatkan ekson gen FVIII 1-22 mungkin
tidak terkait dengan hemofilia A maupun disabilitas intelektual.10
Metode Inverse Shifting polymerase chain reaction (IS-PCR) dapat
mengidentifikasi semua penataan ulang struktur DNA yang terkait dengan
intron 22 dan intron 1 meliputi delesi besar, inversi, translokasi, dan duplikasi.
Dalam penelitian oleh Sarkargar et al (2016), uji IS-PCR digunakan untuk
mengevaluasi keberadaan intron 22 dan intron 1 pada famili pasien dengan
hemofilia A berat. Inversi intron 22 diperkirakan menjadi penyebab 40% kasus
hemofilia A derajat berat.14
10

Dapat disimpulkan bahwa, oleh karena tingginya tingkat mutasi kecil


baru pada gen FVIII, serta lokasinya di ujung kromosom X, perubahan pada
FVIII sering terjadi dan disebabkan oleh mekanisme molekuler yang terkait
dengan keragaman genetik.10

D. Intron 22 Gen Faktor VIII


Ada lebih dari 500 jenis mutasi yang diidentifikasi terjadi pada gen
Faktor VIII dan Faktor IX. Mutasi paling berulang yang terkait dengan
hemofilia A berat adalah inversi intron 1 dan 22 pada gen FVIII. Selama
gametogenesis pria, kedua inversi dimediasi oleh rekombinasi homolog
intrakromosomal antara salinan yang sangat homolog, yang terletak di intron 1
atau 22 dan salinan ekstragenik lainnya yang diposisikan lebih secara telomer
di luar gen.15
Gen FVIII mengandung intron 22 yang sangat besar, berukuran 32.8kb,
yang menunjukkan beberapa kekhususan. Ini termasuk adanya promotor dua
arah yang memulai transkripsi gen yang diekspresikan (FVIIIA dan FVIIIB)
dan yang fungsinya belum dipahami dengan baik.4
Poin mutasi, delesi, dan insersi semuanya terdeteksi pada semua 26
ekson gen FVIII pada pasien hemofilia A, menyebabkan fenotipe dengan
tingkat keparahan yang bervariasi, ditandai dengan defisiensi komplit atau
parsial dari FVIII yang bersirkulasi.15
Secara umum, telah ditunjukkan bahwa mutasi yang paling sering
terjadi pada FVIII adalah inversi 22 (50%) dan 1 (5%), dengan fenotipe yang
parah. Delesi gen besar diamati pada sekitar 5% alel dari pasien dengan
hemofilia A berat.2
Inversi intron 22 terjadi pada tingkat 10 kali lipat lebih tinggi pada sel
germinal pria. Intron 22 berisi 32 kilobase (kb) dan terdiri dari dua gen
bersarang; yaitu, FVIIIA dan FVIIIB. Selanjutnya, intron 22 berisi regio 9,5kb
yang juga berada di luar gen FVIII, yang berada dekat dengan dua salinan
ekstragenik yang terletak 400kb 5' terhadap gen FVIII.16
11

Dalam sebuah penelitian kohort besar terhadap 148 keluarga dengan


hemofilia A di Belgia yang dianalisis untuk meneliti mutasi gen FVIII, mereka
mengidentifikasi duplikasi ekson gen FVIII 1 hingga 22 pada dua pasien pria
dengan hemofilia moderat dan berat. Duplikasi ketiga dari gen F8 ekson 1
hingga 22 pada pasien non-hemofilik yang menderita defek intelektual dan
sindrom Pierre Robin juga ditambahkan ke penelitian ini sebagai kasus ke-3.
Kasus 1 pasien dengan hemofilia A moderat menunjukkan duplikasi kedua dari
ekson gen FVIII 2-14, sedangkan kasus 2 dengan hemofilia A berat
menyimpan inversi klasik intron 22 tipe 1.2 Individu dengan defisiensi FVIII
berat (kadar < 0,01 U/rnl) mempunyai risiko tinggi untuk perkembangan
inhibitor.17
Sebuah meta-analisis terbaru dari mutasi genetik FVIII dan
pengembangan inhibitor termasuk data dari 30 penelitian yang berbeda dengan
total 5383 pasien dengan hemofilia A berat. Sampai saat ini, ini adalah studi
terbesar tentang mutasi genetik FVIII dan pembentukan inhibitor yang
memberikan perkiraan risiko inhibitor yang lebih tepat. 16

Tabel 2. Pengujian Genetik Molekuler & Hubungan Fenotipe/Genotipe Hemofilia


A3

Metode tes Mutasi yang Frekuensi deteksi mutase oleh metode


terdeteksi tes
Proband dengan Proband dengan
hemofilia A berat hemofilia ringan
hingga moderat-
berat
Analisis mutasi FVIII intron 22-A 48% 0%
target gene inversion

FVIII intron 1 3% 0%
gene inversion

Pemindaian Varian sekuens 43% 98%


mutase atau FVIII
analisis sekuens

Analisis delesi Delesi gen FVIII 6% <1%


exonic dan besar
12

Hubungan yang lemah antara genotipe kelas II MHC manusia Human


Leukocyte Antigen (HLA) dan pengembangan antibodi inhibitor terhadap
faktor VIII telah dilaporkan; yang mana tampak sedikit lebih jelas pada pasien
dengan inversi 22 intron. Interaksi antara genotipe FVIII dan haplotipe HLA
telah diduga sebagai faktor penentu yang memungkinkan dari perkembangan
inhibitor pada hemofilia.3 Mutasi yang dilaporkan pada gen FVIII sangat
heterogen dan seringkali merupakan penataan ulang dari gen, mutasi titik, atau
delesi maupun insersi besar. Inversi DNA besar yang akan mengganggu intron
22 dari gen FVIII (Inv22) dan membelah gen FVIII menjadi 2 bagian yang
berlawanan adalah defek paling sering yang mengarah pada terjadinya
hemofilia A.14
Penelitian oleh Paschke et al. menemukan bahwa pasien dengan
inversi intron 22 dapat ditoleransi meskipun tidak memiliki antigen yang
bersirkulasi (bahan reaksi silang negatif) oleh karena adanya mRNA dan
peptida FVIII intraseluler.15
Pada tahun 2012, Gouw et al. melakukan tinjauan sistematis untuk
memberikan perkiraan yang lebih tepat terkait perkembangan inhibitor untuk
berbagai jenis mutasi pada pasien dengan hemofilia A berat. Mereka
menemukan bahwa dibandingkan dengan risiko pengembangan inhibitor pada
pasien dengan inversi intron 22, risiko pasien dengan delesi dan mutasi
nonsense adalah lebih tinggi, risiko pasien dengan inversi intron 1 dan mutasi
splice-site adalah setara, dan risiko pasien dengan delesi dan insersi kecil serta
mutasi missense adalah lebih rendah.15,17
Inv22 dapat dideteksi dengan:18
1. Southern blot analysis
2. Inverse Shifting polymerase chain reaction (IS-PCR)
3. Long-distance PCR (LD-PCR)
LD-PCR dan IS-PCR saat ini yang paling banyak digunakan. LD-PCR
sulit untuk distandarisasi dan variasi inter serta intra-laboratorium dapat
terjadi.18
13

Inhibitor yang terbentuk pada hemofilia A umumnya terjadi ketika


sistem imun tubuh mendapatkan stimulasi yang intens terhadap FVIII eksogen
(misalnya pada keadaan post operasi). Mutasi yang menyebabkan
pembentukan abnormal dari FVIII dihubungkan dengan risiko tinggi dalam
pembentukan inhibitor pada hemofilia ringan. Secara khusus keadaan tersebut
akibat pengelompokan pada domain A2 dan C2.19
Mortalitas pada pasien dengan terbentuk inhibitor akan meningkatkan
angka mortalitasnya dan meningkatkan terbentukanya disabilitas pada pasien.
Pasien dengan mutasi null dan tidak terbentuknya faktor VIII akan memiliki
kemampuan pembentukan inhibitor lebih tinggi dibandingkan pasien dengan
pasien dengan mutasi missense ataupun splice site mutation. Peningkatan
risiko pembentukan inhibitor pada pasien dengan delesi gen atau mutasi
nonsense dibandingkan dengan mutasi inversi intron 22 yang sering pada
pasien hemofilia A.19,20
Studi mengenai korelasi defek genetik dengan perjalanan klinis
menunjukkan bahwa jenis mutasi FVIII mewakili faktor predisposisi genetik
paling penting dalam pembentukan inhibitor, komplikasi paling berat dari
pengobatan dengan konsentrat faktor VIII. Delesi skala besar, mutasi nonsense
serta inversi dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari berkembangnya
inhibitor dalam sebuah penelitian di Italia, yang menjelaskan peningkatan
risiko pada pasien dengan riwayat famili inhibitor.3
Imunologi dari pembentukan kompleks inhibitor belum sepenuhnya
diketahui pasti. Pembentukan inhibitor ini terjadi kompleks dan memiliki
berbagai mekanisme respons imun yang meliputi factor terapetik (eksogen)
ataupun faktor pasien (endogen). Sebuah studi genetik menunjukkan bahwa
terbentuknya inhibitor merupakan perkembangan dari marker genetik
berdasarkan jenis mutasi dari faktor VIII. Polimorfisme nukleotida tunggal
pada lokus HLA dan gen regulator imun lain serta adanya pengaruh etnik turut
memberikan kontribusi pada pembentukan inhibitor.20
Mutasi spesifik genetik FVIII pasien adalah faktor risiko paling
signifikan untuk pembentukan inhibitor. Sementara insiden keseluruhan
14

pembentukan inhibitor pada pasien dengan hemofilia A berat adalah sekitar


30%, proporsi ini bervariasi secara signifikan di antara jenis mutasi faktor
VIII.16 Pasien dengan defek molekuler berat seperti delesi besar, nonsense
mutations dan inversi intron 22 lebih berisiko 7-10 kali untuk timbulnya
inhibitor dibandingkan dengan delesi kecil, missense mutations, dan splice site
mutation. 16
BAB III
RINGKASAN

Metode yang tersedia saat ini untuk menganalisis molekuler gen FVIII
telah menggunakan alat yang efisien dalam mengidentifikasi defek gen yang
mendasarinya. Mengidentifikasi mutasi penyebab pada hemofilia A sangat penting
untuk memberikan informasi terbaik untuk mendiagnosis pembawa (carrier)
maupun prenatal. Saat ini, genotipe terhadap bayi baru lahir dengan hemofilia telah
menjadi standar di banyak negara. Beberapa teknologi terbaru juga lebih
meningkatkan analisis genetik terhadap Hemofilia A.
Kemajuan pesat dalam teknologi diagnosis genetik hemofilia dalam
beberapa dekade terakhir memberikan pasien dan dokter pilihan yang lebih baik
untuk mengantisipasi keparahan penyakit dan kemungkinan komplikasinya.
Kemajuan ini juga menawarkan pilihan yang lebih baik untuk konseling genetik,
pencegahan penyakit, perencanaan terapi pasien, serta tingkat deteksi yang lebih
baik dan perawatan bagi carrier maupun keturunannya.
Mutasi paling berulang yang terkait dengan hemofilia A berat adalah
inversi intron 1 dan 22 pada gen FVIII (ARRUDA, 2018). Mutasi spesifik genetik
FVIII pasien adalah faktor risiko paling signifikan untuk pembentukan inhibitor.
Sementara insiden keseluruhan pembentukan inhibitor pada pasien dengan
hemofilia A berat adalah sekitar 30%, proporsi ini bervariasi secara signifikan di
antara jenis mutasi faktor VIII.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Arruda V, High K. Coagulation Disorders. In: James L, Kasper D, editors.


Harrison’s Principle of Internal Medicine. 6th Editio. New York: Mc Graw Hill
Medical. 2018. 830–8.
2. Oldenburg J, Pezeshkpoor B, Pavlova A. Historical Review on Genetic Analysis
in Hemophilia A. Semin Thromb Hemost. 2014;40(8):895–902.
3. Tantawy AAG. Molecular genetics of hemophilia A: Clinical perspectives.
Egypt J Med Hum Genet. 2010;11(2):105–14.
4. Lannoy N. Molecular analysis of simple and complex genetic variants in a cohort
of patients with hemophilia A: Mechanisms and diagnostic implications.
2015;(December):5–8.
5. Fay PJ. Activation of factor VIII and mechanisms of cofactor action. Blood Rev.
2004;18(1):1–15.
6. Horald RR, Hoffman M. Hemophilia A and Hemophilia B. In : Ernest B,
Marshall A, Lichtman, Barry SC (eds). Williams Hematology 6 th ed,
Philadelphia : Lippincot Wiliams and Wilkins. 2001.1639-55
7. Kemball-Cook G, Tundenham E. Molecular Basis of Hemophilia A. ln: Lee
CA, Berntorp EE, Hoots wK, editors. Textbook of hemophilia. Massachusetts:
Blackwefi Publishin. 2005.19-26.
8. Pei-Yu, L., Kelvin, HL.From SNPs to Functional Polymorphism-The Insight
Into Biotechnology Application. Elsevier. Biochemical Engineering Journal.
2010.49:149–158.
9. Fatemeh Sarkargar MSc, Mahta Mazaheri MD PhD, Hossein Khodai BSc,
Razieh Sadat T. Genotyping of Intron 22 and Intron 1 Inversions of Factor VIII
Gene Using an Inverse-Shifting PCR Method in an Iranian Family with Severe
Haemophilia A. Iran J Pediatr. 2016;6(3):182–9.
10. Lannoy N, Grisart B, Eeckhoudt S, Verellen-Dumoulin C, Lambert C, Vikkula
M, et al. Intron 22 homologous regions are implicated in exons 1-22 duplications
of the F8 gene. Eur J Hum Genet. 2013;21(9):970–6.
11. DiMichele D. lnhibitors to factor Vlll-epidemiology and treatment. ln: A.Lee
C, Berntorp EE, Hoots WK, editors. Textbook of hemophilia. Massachusett:
Blackwell Publishing. 2005. 64-70.
12. Somberg JC. Genetic polymorphisms. Am J Ther. 2002;9(4):271.
13. Alberts, Bruce. Molecular biology of the cell. New York: Garland Science.
2008. 32-54.
14. Abdulqader AMR, Mohammed AI, Rachid S, Ghoraishizadeh P, Mahmood
SN. Identification of the Intron 22 and Intron 1 Inversions of the Factor VIII
Gene in Iraqi Kurdish Patients With Hemophilia A. Clin Appl Thromb. 2020.
26.
15. Bardi E, Astermark J. Genetic risk factors for inhibitors in haemophilia A. Eur
J Haematol. 2015;94(s77):7–10.
16. Witmer C, Young G. Factor VIII inhibitors in hemophilia A: Rationale and latest
evidence. Ther Adv Hematol. 2013; 4 (1):59-72.

16
17

17. Gouw SC, Van Den Berg HM, Oldenburg J, Astermark J, De Groot PG,
Margaglione M, et al. F8 gene mutation type and inhibitor development in
patients with severe hemophilia A: Systematic review and meta-analysis. Blood.
2012;119(12):2922–34.
18. Kumar P, Husain N, Soni P, Faridi NJ, Goel SK. New protocol for detection of
intron 22 inversion mutation from cases with hemophilia a. Clin Appl
Thromb.2015;21(3):255–9.
19. Cormier M, Batty P, Tarrant J, Lillicrap D. Advances in knowledge of inhibitor
formation in severe haemophilia A. Br J Haematol.2020;189(1):39–53.
20. Girelli F, Biasoli C, Bassi B, Bagioni F, Bondi G, Camporesi C, et al. Efficacy
of Corticosteroids Alone in the Eradication of Factor VIII Inhibitor in an Old
Female with Idiopathic Acquired Haemophilia A: Description of a Case. Case
Rep Rheumatol.2012:1–3.

Anda mungkin juga menyukai