BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Bahasa
yang diketahui, ditanggapi dan diberi reaksi oleh masyarakat lainnya. Oleh
karena itu pula, dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa yang paling
adalah bahasa Indonesia yang notabene sebagai bahasa negara dan bahasa
pun mengkaji studi bahasa sebagai bentuk sosial yang terjadi dalam situasi
Indonesia, dipakai juga bahasa-bahasa daerah yang konon lebih dari 760-
dipandang dari sudut masyarakat atau adanya lebih dari satu bahasa dalam
sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, serta adanya kontak
"variasi tinggi" dan bahasa daerah sebagai "variasi rendah". Karena secara
formal dan umum oleh penutur antarbahasa daerah, dan bahasa daerah
pemakaian dua atau lebih bahasa atau variasi bahasa secara bergantian
apa yang disebut dengan sentuh bahasa atau kontak bahasa (Suhardi dan
Sembiring, 2005: 58). Kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di
Dengan kata lain, ketiga gejala tersebut merupakan gejala yang lazim
daerah berupa Bahasa Jawa dan bahasa resmi sebagai pengantarnya dalam
bahasa atau variasi kode yang digunakan dalam suatu peristiwa tuturnya.
bahasa yang relative sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama
masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau
bahasa.
pada kenyataan sehari-hari dua bahasa yang sama baik dalam tata bunyi,
sebagai dua bahasa yang berbeda, maka masyarakat bahasa penutur bahasa
oleh seorang penutur, yang oleh Bloomfield (dalam Sutikno, 1995: 54)
bahasa oleh seorang individu yang lebih dari satu inilah yang disebut
tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, ia cukup mengetahui secara
Internasional.
pada lawan bicaranya (Pateda, 1991: 83). Pengkodean itu melalui proses
dihasilkan oleh tuturan tersebut harus dimengerti oleh kedua belah pihak.
apa yang dikodekan oleh lawan bicara, maka ia pasti akan mengambil
keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang disarankan oleh penutur.
kelas sosial, raga, gaya, kegunaan dan sebagianya. Dipandang dari sudut
lain, varian sering disebut sebagai dialek geografis yang dapat dibedakan
menjadi dialek regional dan dialek lokal. Ragam dan gaya dirangkum
didasarkan pada nada situasi bahasa yang mewadahinya. Nada situasi tutur
berbeda. Varian bahasa seperti itu disebut register. Jadi register adalah
Kode tutur merupakan varian bahasa yang secara nyata dipakai oleh
Jadi dalam kode itu terdapat suatu pembatasan umum yang membatasai
itu antara lain terdapat pada bentuk, distribusi dan frekuensi unsur-unsur
bahasa itu. Kode tutur bukan merupakan unsur kebahasaan seperti fonem,
dapat berupa varian-varian dari sebuah bahasa maupun bahasa itu sendiri.
Berpijak pada pengertian ini memberi peluang bahwa campur kode tidak
Kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang
bahasa mungkin akan dilakukan oleh guru. Salah satu jenis pilihan
alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih,
atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur (Chaer,
tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa
lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi bila kalusa-
klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase
peristiwa yang terjadi adalah campur kode (dalam Chaer, 2004: 115).
frase dari satu bahasa, maka melakukan campur kode. Tetapi apabila
unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Ciri
yang menonjol dalam peristiwa campur kode adalah kesantaian atau situasi
sedangkan pada situasi formal hal ini jarang sekali terjadi. Apabila dalam
situasi formal terjadi campur kode, hal ini disebabkan tidak adanya istilah
yang merujuk pada konsep yang dimaksud. Seperti telah disebutkan bahwa
kode dapat berupa idiolek, dialek, register, tindak tutur, ragam, dan
kalimat dari suatu bahasa kedalam bahasa yang lain, berwujud kata, frasa,
beberapa kriteria.
bahasa lain.
2. Topiknya, apabila terjadi masih dalam topik yang sama dinamakan code
mixing, tetapi apabila sudah berbeda topik atau ada perubahan topic
mixing, dan apabila penuturnya kurang lancer maka yang terjadi adalah
code switching.
campur kode muncul apabila penggunaan dua bahasa (varian) atau lebih,
dalam yang lain dalam batas-batas linguistik tertentu, masih dalam satu
menggunakan bahasanya.
antarbahasa ini bersifat vertikal. Bahasa yang terlibat dalam campur kode
(2)“Nanti masnya matur dulu aja ke orang tua, kalo biayanya kurang
Kata matur pada teks tersebut adalah bentuk campur kode, penggunaan
kata matur sebenarnya bisa dihindari sebab kata tersebut sudah ada
dengan budaya yang berlaku di daerah tempat tuturan terjadi. Kata matur
bahasa yang hidup dalam wilayah politik sama dengan bahasa Indonesia,
Kata phone memory dalam teks berasal dari bahasa Inggris, bahasa Inggris
kedua bahasa tersebut juga tidak ada hubungan genetis oleh sebab itu maka
tipe campur kode pada kata tersebut adalah tipe campur kode ke luar atau
eksternal.
unsur yang berupa kata, penyisipan unsur berupa frase, penyisipan unsur
campur kode berasal dari latar belakang terjadinya campur kode, yakni tipe
-tipe yang berlatar belakang pada sikap atau non-kebahasaan dan tipe yang
sebagai berikut :
edukasional;
sosialnya;
penutur (2) situasi formal (3) kebiasaan (4) tidak ada ungkapan yang tepat
kata-kata dari bahasa lain. Hal ini pada dasarnya memiliki dua faktor yaitu
meminjam kata dari bahasa lain karena dorongan yang ada dalam dirinya.
bawah ini.
digunakan biasanya mudah diingat dan lebih stabil maknanya. Hal ini
kata lain menggunakan kata yang biasanya dipakai sehingga lawan tutur
lawan tutur.
teknologi yang berasal dari negara asing. Atau pemakaian bahasa Jawa
karena kebiasaan.
masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Tindak
tutur (speech act) merupakan bagian dari peristiwa tutur (speech event).
Kalau peristiwa tutur itu dalam bentuk praktis adalah wacananya, seperti
sesuatu yang abstrak dalam komunikasi (Leech, 1993: 5). Konteks menjadi
Jadi, makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat
penutur untuk memahami maksud mitra tutur. Penutur dan mitra tutur
pragmatik bukan hanya bentuk kata atau kalimat saja, melainkan juga
tindak ujaran (speech act), interaksi antara penutur dan lawan tutur. Untuk
pragmatiknya.
Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur adalah usia,
2.1.3.1.2. Konteks
fisik atau latar belakang sosial yang sesuai dan tuturan yang
dibanding tata bahasa. Tuturan yang konkret adalah jelas penutur dan
verbal. Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari
tindak verbal.
ujaran yang dilakukan, atau karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan
tutur (speech act) adalah gejala individual yang bersifat psikologis dan
imperatif didasarkan pada bentuk kalimat itu secara terlepas, artinya ada
berisi pernyataan dan pertanyaan, tetapi menjadi berisi perintah. Hal ini
tersebut dapat pula dipakai untuk komunikatif yang lain. Jika kalimat
menjadi lima, yakni: (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat
perintah atau imperatif, (3) kalimat tanya atau interogatif, (4) kalimat
tiga, yakni (1) kalimat berita, (2) kalimat tanya, (3) kalimat suruh.
Hal ini digunakan, karena dianggap sosok ini memiliki cakupan makna
atau menyuruh.
secara pragmatik, ada tiga jenis tindakan yang diwujudkan oleh seorang
1. tindak lokusi, yaitu tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti
“berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan
dapat dipahami (Chaer, 2004: 53). Searle dalam Wijana (1996: 17)
mengatakan bahwa lokusi adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan
kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan
kalimat itu;
linguistik dari orang lain itu (Chaer, 2004: 53). Misalnya, karena
Ucapan dokter itu adalah tindak tutur perlokusi. Wijana (1996: 20)
atau penawaran.
dengan kenyataan.
Indonesia, yang terfokus pada tuturan guru, maka akan diuraikan mengenai:
Nasional adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
timbal balik antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa dalam
pembelajaran.
maka mengenai guru akan dibahas lebih rinci dalam bagian lain.
siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi
pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk
pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal.
guru, guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.
dengan dunia luar, misalnya antara sekolah dengan orang tua siswa, dengan
Faktor sekolah
--------------------
guru, metode, sarana
Faktor Lingkungan
--------------------------
Sosial Budaya
Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa
dan mendengarkan.
yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai,
SMP dan MTs, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra
efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, 2)
disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila:
bahasa sasaran, 5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan
2.2.3. Guru
Guru sebagai sosok panutan, yang memiliki moral dan agama yang
patut ditiru dan diteladani oleh siswa di dalam maupun di luar kelas. Alat
masa dewasa. Dalam hal ini guru dipandang sebagai role model yang akan
dengan peserta didik, tidak saja karena jauh dari kondisi komunikasi yang
ideal di kebanyak kelas, tetapi juga karena hakikat mengajar itu sendiri.
1993: 211).
Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak dapat
teaching yang harus dikuasai terlebih dahulu oleh calon guru sebelum
memiliki pengaruh yang sangat berarti tidak hanya pada hasil belajar
siswa tetapi juga pada suasana kelas baik sosial maupun emosional
Pemberian acuan
Pemindahan giliran
Penyebaran
Pemberian tuntutan
pertanyaan
sebagai berikut :
yang produktif.
1. Penguatan verbal
2. Penguatan gestural
3. Penguatan kegiatan
4. Penguatan mendekati
5. Penguatan sentuhan
6. Penguatan tanda
sekolah;
movement)
movement)
digerakan (motorik)
variasi alat atau bahan yang dapat didengar, dilihat, dan diraba
adalah:
pertanyaan;
closure)
1. Membuka pelajaran
menimbulkan motivasi
memberi acuan
2. Menutup pelajaran
adalah :
Mengavaluasi.
6. menutup diskusi.
Memberi perhatian.
Menegur
Memberi penguatan
masalah.
menemukan pemecahannya.
hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa maupun antara
perseorangan :
2. keterampilan mengorganisasi;
mengajar.
yang tepat, agar proses interaksi guru dengan peserta didik dapat
tuturan-tuturanya.
fungsi komunikatif ini berkaitan dengan teknik atau strategi guru untuk
proses pembelajaran;
dicapai;
silabus.
2.2.3.2.2.1. Eksplorasi
aneka sumber;
belajar lainnya;
pembelajaran; dan
2.2.3.2.2.2. Elaborasi
kolaboratif;
kelompok;
2.2.3.2.2.3. Konfirmasi
peserta didik,
rangkuman/simpulan pelajaran;
pembelajaran;
Indonesia, bahasa Jawa Ngoko, dan bahasa Jawa Kromo yang masing-
masing dapat berupa kata, frase, dan klausa, dan 7) terdapat beberapa
seperti terjadi campur kode dan muncul bentuk-bentuk yang tidak baku.
Campur kode dan alih kode ke dalam bahasa daerah muncul sebagai
penjelas kata atau kalimat bahasa Indonesia yang timbul secara sengaja.
dan alih kode. Temuan yang didapat dari penelitian tersebut adalah berupa
alih kode dan campur kode, serta faktor-faktor sosial penentu alih kode
dan campur kode. Kode yang ditemukan pada masyarakat tutur Jawa di
kota Bontang adalah kode berupa Bahasa Indonesia (BI), Bahasa Jawa
(BJ), Bahasa daerah lain (BL), dan Bahasa asing (BA), dengan faktor-
faktor penentu berupa: 1) ranah, 2) peserta tutur, dan 3) norma. Pada alih
kode dengan kode dasar BI, muncul variasi alih kode BJ dan BA. Pada alih
kode dengan kode dasar BJ, muncul variasi alih kode BI. Campur kode
pada masyarakat tutur Jawa memunculkan campur kode dengan kode BI,
populer.
tanpa disadari atau dengan disadari tentunya akan terjadi terjadi kontak
bahwa sebagian besar anggota guru dan siswa-siswanya memiliki bahasa ibu
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka terjadi pilihan bahasa yang salah
satunya adalah campur kode. Kemunculan campur kode ini selanjutnya dikaji
Masyarakat
Tutur
Kegiatan
Guru Pembelajaran: Siswa
Dwibahasawan muncul “Campur
Kode” tuturan guru
Kontak
Bahasa
Bentuk Campur Kode,
Latar Belakang dan Peneliti
Fungsi kemunculan