Sunnah
Pada penghujung tahun 1902 M, para ulama di India (termasuk Pakistan dan Bangladesh) berkumpul
untuk menandatangani sebuah pernyataan bersama yang berisi fatwa pengafiran Cakralawi. Ini adalah
ijma’ ulama setempat ketika itu yang menyatakan bahwa Cakralawi bukan bagian dari agama Islam dan
kaum muslimin.
Ketika Cakralawi mati pada tahun 1914 M, tidak ada satu pun dari anggota keluarganya bahkan
keluarga besarnya yang bersedia mengurus jenazahnya. Sampai akhirnya, ada seorang muridnya yang
mau menguburkan mayatnya.[1]
Buku yang menghebohkan ini mendorong Syaikh Muhammad Ali Ahmadain, salah seorang ulama Al-
Azhar, untuk menulis buku bantahannya. Beliau menulis buku berjudul “As-Sunnah Al-
Muhammadiyyah wa Kaifa Washalat Ilayna” (Sunnah Nabi Muhammad dan Bagaimana Ia Sampai
Kepada Kita) yang ditanggapi positif oleh kalangan Al-Azhar hingga sudah dikeluarkan terlebih dahulu
sebelum dicetak oleh penerbit. Tidak berapa lama setelah buku ini terbit, Ismail menderita penyakit
paru-paru akut. Akhirnya, karena tidak tahan dengan penyakitnya yang sangat menyiksa, dia pun bunuh
diri sebelum usianya genap tiga puluh tahun.[2]
Rasyad mengatakan bahwa Sunnah Nabi berasal dari setan, ayat-ayat Al-Qur`an yang tidak bisa tunduk
pada teori ilmiah adalah ayat setan, para ulama kaum muslimin adalah paganis, Imam Al-Bukhari kafir,
mempercayai hadits sama saja dengan mempercayai iblis, dia menerima wahyu dari Allah sejak umur
1
empat puluh tahun, Sunnah adalah penyebab runtuhnya Daulah Islamiyah, dan sebagainya. Pada bulan
Desember 1989, Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz Rahimahullah mengeluarkan fatwa yang
menyatakan kekafiran dan kemurtadannya. Tidak berapa lama setelah keluar fatwa Syaikh Bin Baz ini,
Rasyad Khalifah ditemukan tewas mengenaskan dibunuh oleh seseorang.[3]
Pada tanggal 13 September 1926 M, Thaha Husain terpaksa duduk di atas kursi pesakitan dalam sebuah
sidang ilmiah di Parlemen Mesir untuk mendengarkan tuntutan hukum atas dirinya selama kurang lebih
dua setengah jam. Dalam sidang tersebut diputuskan;
Sementara itu di Siria, sejumlah lembaga kebudayaan dari berbagai universitas sepakat untuk
mengumpulkan buku-buku Thaha Husain di tempat terbuka untuk kemudian membakarnya di hadapan
masyarakat umum. Mereka menyatakan menolak isi buku-buku tersebut dan menghimbau kepada
seluruh negara-negara Arab lainnya agar melakukan terhadap buku-buku Thaha Husain sebagaimana
yang telah mereka lakukan.[4]
Akhirnya, Pemerintah Mesir memerintahkan agar buku tersebut ditarik kembali dari peredaran dan
dibakar. Ali Abdurraziq yang ketika itu menduduki jabatan sebagai hakim di Pengadilan Agama pun
dipecat dengan tidak hormat. Dan, ijazah ilmiah internasionalnya yang dia peroleh dari Al-Azhar juga
dicabut. Setelah itu, barulah rakyat Mesir tenang kembali.[5]
2
g. Nasib Syaikh Muhammad Abu Zaid Ad-Damanhuri
Tadinya, Syaikh Muhammad Abu Zaid Ad-Damanhuri ini adalah salah seorang dai dan pengurus
Lembaga dakwah Dar Ad-Da’wah wa Al-Irsyad pimpinan Syaikh Al-Allamah Rasyid Ridha. Ad-
Damanhuri menulis beberapa buku yang isinya menghujat dan melecehkan Sunnah Nabi. Di antara
buku karyanya, yaitu “Ath-Thalaq Al-Madani fi Al-Qur`an” dan “Tafsir Al-Qur`an bi Al-Qur`an.”
Dalam kedua bukunya tersebut, Ad-Damanhuri mengingatkan kaum muslimin bahwa sudah saatnya
untuk membakar Sunnah Nabi dan melenyapkannya dari peredaran, dimulai dari kitab haditsnya Al-
Bukhari dan Muslim. Dia juga mengatakan bahwa Adam Alaihissalam bukan seorang Nabi, para nabi
tidak mempunyai mukjizat, dan tidak ada naskh dalam Al-Qur`an. Syaikh Rasyid Ridha pun marah dan
mengingkari semua pendapat menyimpang anak buahnya ini.
Para ulama dan kaum muslimin di bumi Mesir pun menentang keras apa yang dikatakan Ad-
Damanhuri. Hingga akhirnya dia pun diajukan ke meja hijau, dimana kemudian pengadilan menyatakan
kekafirannya dan memutuskan ikatan perkawinannya dengan istrinya karena pengingkarannya terhadap
dasar-dasar agama yang hukumnya sudah diketahui secara umum.[7]
***
Tujuh kasus di atas hanyalah sebagian contoh tentang kisah tragis orang-orang yang mengingkari
Sunnah Nabi –sebagian ataupun keseluruhan–, sebagai balasan dari Allah atas dosa-dosa yang
diperbuatnya. Di sana masih ada DR. Faraj Faudah yang mati ditembak; DR. Ahmad Subhi Manshur
yang dipecat dari pekerjaannya sebagai pengajar di Al-Azhar, difatwakan zindiq oleh Syaikh Sayyid
Sabiq, dan dijebloskan ke dalam penjara; DR. Nashr Hamid Abu Zaid yang ikatan pernikahannya
dengan si istri diputuskan cerai oleh pengadilan, tetapi dia membangkang dan melarikan diri ke luar
negeri; Marinus Taka (Indonesia) yang ditangkap beramai-ramai ketika sedang mengadakan pengajian,
yang kemudian menangis-nangis seperti anak kecil ketika diinterogasi oleh aparat di KODIM Jakarta
Utara; dan masih banyak lagi yang lain …
Sebagai seorang yang berakal sehat dan selalu berusaha menjadi muslim yang dicintai Allah (dan
Rasul-Nya), tentunya kita dapat mengambil pelajaran dari nasib tragis orang-orang yang mendustakan
Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas. Kita berdoa kepada Allah agar senantiasa diberikan
kekuatan dan kesabaran dalam meniti jalan kebenaran yang diridhai-Nya. Mudah-mudahan Allah selalu
memberikan kepada kita hujjah yang kuat dan argumentasi yang kokoh dalam menghadapi kaum yang
sesat lagi menyesatkan. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
3
Sunnah dari Masa ke Masa,” makalah mata kuliah metodologi Hadits/Agung M. Ackman.
[4] Munkiri As-Sunnah Fahdzaruhum/Ustadz Ahmad Sa’duddin. Lihat di
http://mojahed.net/ib/index.php?showtopic=4332&st.
[5] Ibid, menukil dari Al-Qur`aniyyun wa Syubuhatuhum/hlm 153. Diberitakan, bahwa Syaikh Ali
Abdurraziq kemudian bertaubat dan mencabut pendapatnya.
[6] Ibid, mengutip dari Tafashil Al-Fatwa; Al-Fath/jilid 17/hlm 889.
[7] Ibid, mengutip dari Majalah Al-Manar edisi 12 dan 21, Majalah Ar-Rabithah Asy-Syarqiyah edisi 1
dan 2, Majalah Al-Fath edisi 2 dan 3, dan Al-Qur`aniyyun hlm 181-186.