Prodi : Manajemen
( Pertemuan ke 9 – 10 )
“Nama, istilah, tanda, lambang, desain, atau kombinasi yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan
mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.”(American Marketing Association)
Ekuitas merek atau Brand Equity adalah kekuatan dari sebuah merek. Melalui merek
yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus kas,
memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi,
meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif.
Berdasarkan perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon atau tanggapan
dari konsumen terhadap sebuah merek.
Ekuitas merek memiliki beberapa fungsi dan manfaat sebagai berikut (Simamora, 2003:49):
Ekuitas merek dibentuk dari empat dimensi, yaitu: kesadaran merek (brand awareness),
persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan loyalitas merek
(brand loyalty). Penjelasan masing-masing dimensi merek adalah sebagai berikut:
Ekuitas merek dapat dibangun dengan menciptakan struktur pengetahuan merek yang
tepat untuk konsumen yang tepat. Proses ini bergantung pada semua kontak yang berhubungan
dengan merek (baik dilakukan oleh pemasar maupun bukan). Berdasarkan perspektif manajemen
pemasaran, terdapat tiga kompenen penggerak ekuitas merek, yaitu (Philip Kotler, 2002:268):
Pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek (nama merek,
URL, logo, lambang, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan, dan papan iklan.
Produk dan jasa serta semua kegiatan pemasaran dan program pemasaran pendukung yang
menyertainya.
Asosiasi lain yang diberikan secara tidak langsung ke merek dengan menghubungkan
merek tersebut dengan beberapa entitas lain (orang, tempat, atau barang).
II. MENGATUR PENETAPAN POSISI MEREK
( Pertemuan ke 11 – 12 )
“Tindakan yang dilakukan marketer untuk membuat citra produk dan hal-hal yang ingin
ditawarkan kepada pasar berhasil memperoleh posisi yang jelas dan mengandung arti dalam
benak konsumen sasarannya.” (Philip Kotler)
B. Tujuannya
Hasil akhir dari penetapan posisi adalah keberhasilan penciptaan nilai yang berfokus pada
pelanggan, yaitu alasan yang meyakinkan mengapa pasar sasaran harus membeli produk itu.
C. Bentuk-bentuk Positioning
Menurut Kotler (2006), terdapat beberapa bentuk atau cara yang dapat dilakukan oleh
perusahaan dalam menjalankan strategi positioning dalam memasarkan produk kepada
konsumen yang dituju, yaitu:
Menurut Hasan (2008), prosedur atau langkah-langkah yang dijalankan dalam melakukan
penempatan posisi (positioning) adalah sebagai berikut:
E. Kesalahan-kesalahan Positioning
Menurut Kotler dan Keller (2009), terdapat beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam
menjalankan strategi positioning, yaitu:
1. Penentuan posisi yang kurang (underpositioning). Produk tersebut tidak memiliki posisi
yang jelas sehingga di anggap sama saja dengan kerumunan produk lainnya di pasar.
Masalahnya konsumen tidak bisa membedakan dengan merek lainnya.
2. Penentuan posisi yang berlebihan (overpositioning). Pemasar terlalu sempit
memposisikan produknya sehingga mengurangi minat konsumen yang masuk dalam
segmen pasarnya.
3. Penentuan posisi yang membingungkan (confused positioning). Pemasar terlalu banyak
menekankan atribut yang terlalu banyak pada produknya sehingga konsumen mengalami
keraguan.
4. Penentuan posisi yang meragukan (doubtful positioning). Positioning diragukan
kebenarannya karena tidak didukung bukti yang memadai. Konsumen tidak percaya
karena selain tidak didukung bukti yang kuat atau marketing mix yang ditetapkan tidak
konsisten dengan keberadaan produk.