05.2 Bab 2
05.2 Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Empati
1. Pengertian Empati
Empati menurut Hoffman (2000) adalah kemampuan yang terjadi karena seseorang
memiliki perasaan yang berhubungan dengan situasi dirinya sendiri. Adapun menurut
Davis (1980) empati merupakan reaksi yang cepat, tidak disengaja, dan munculnya
perasaan emosional terhadap pengalaman orang lain, dan kemampuan untuk mengenali
memposisikan diri sendiri pada posisi orang lain dan memaknai pengalaman tersebut
serta untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain. Masih dikutip dari Fauziah
sendiri pada satu kejadian suatu objek alamiah atau suatu karya estesis, serta realisasi
dan pengertian terhadap kebutuhan dan penderitaan orang lain. Adapun menurut
Menurut Staub (Puspita & Gumelar, 2014) empati diartikan sebagai perasaan simpati
dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara
Pendapat yang hampir sama pun disampaikan oleh Rogers (Andayani, 2012) yang
dengan cara seolah-olah masuk ke dalam diri orang lain sehingga dapat merasakan dan
14
mengalami perasaan dan pengalaman orang lain tersebut tanpa harus kehilangan
identitas sendiri.
Berdasarkan dari beberapa konstrak yang dituliskan di atas, maka dapat disimpulkan
menjadi sebuah tindakan tanpa adanya perantara. Pada penelitian ini, teori empati yang
digunakan adalah penjelasan yang dikemukakan oleh Davis (1980). Hal ini didasarkan
pada cangkupan pengertian dari empati menurut Davis (1980) sudah dapat mencakupi
2. Aspek-Aspek Empati
Davis (1980) mengungkapkan bahwa ada empat aspek yang terdapat dalam
empati, yaitu:
mengambil sudut pandang orang lain secara spontan atau cepat. Contohnya
kondisi orang lain dengan melihat suatu hal dari sudut pandang orang tersebut.
b. Fantasi (Fantasy)
mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter
khayal dalam buku, film, dan sandiwara yang dibaca atau ditonton. Contohnya
15
ketika seseorang terbawa perasaan sedih, senang, dan takut ketika melihat
potongan adegan dalam kisah fiktif yang mereka baca ataupun tonton.
Kecemasan empatik yaitu perasaan simpati yang berorientasi kepada orang lain
dan perhatian terhadap kemalangan yang dialami orang lain. Contohnya ketika
seseorang merasa kasihan atau sedih ketika melihat orang lain yang kesulitan
Tekanan pribadi adalah kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri
a. Kehangatan
adanya rasa cinta atau kasih sayang yang diberikan antara satu orang ke
b. Kelembutan
bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain. Contoh
16
dari kelembutan adalah tidak memperlakukan seseorang dengan etika yang
c. Peduli
d. Kasihan
bersikap iba atau belas kasih terhadap orang lain. Kasihan dapat dicontohkan
dengan seseorang yang merasakan iba dan sedih ketika melihat orang lain
Davis mengemukakan bagaimana rasa empati bisa terbentuk dari dalam diri
seseorang disertai dengan pola pikir dan motivasi yang berbeda. Hal ini sedikit
berbeda dengan aspek yang dikemukakan oleh Batson dan Coke, yang
menjelaskan bahwa empati bisa terbentuk dengan adanya perasaan atau sikap
yang sudah terdapat pada diri individu. Namun, pada dasarnya, aspek-aspek
dari kedua teori memiliki banyak kesamaan. Seperti aspek kasihan dan peduli
oleh Batson dan Coke yang dapat dirangkum dalam aspek empathic concern
dari Davis. Aspek-aspek yang dirumuskan oleh Davis kemudian dipilih oleh
17
peneliti karena sudah dianggap mampu mendiskripsikan empati secara lebih
detail.
a. Sosialisasi
untuk lebih berfikir dan memberikan perhatian kepada orang lain, serta lebih
berinteraksi dan menghadapi orang lain akan lebih baik serta menerima keadaan
orang lain.
situasi yang khas, yang disesuaikan dengan peraturan yang dibuat oleh orang
tua atau penguasa lainnya. Apa yang telah dipelajari anak di rumah pada situasi
tertentu, diharapkan anak dapat menerapkannya pada waktu yang lebih luas.
18
d. Situasi atau tempat
f. Pengasuhan
hangat dan dengan orangtua yang memiliki empati yang baik akan cenderung
yang ditemukan, beberapa faktor lain yang mempengaruhi timbulnya sikap empati
yaitu adalah kematangan emosi (Asih & Pratiwi, 2010), kecerdasan emosi
(Loannidou, 2008; Badea & Pana, 2010; Skinner dan Spurgeon, 2005), pola asuh
keluarga (Strayer, Faser, & Roberts, 2004), komunikasi yang baik (Janovie,
faktor yang mempengaruhi adanya sikap empati, yaitu adanya pengaruh dari b
19
pengasuhan atau pola asuh. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa terdapat
Pola asuh otoriter menurut Niaraki dan Rahimi (2012) adalah pola asuh
menjunjung tinggi kedisiplinan yang ketat. Adapun menurut Jadon dan Tripathi
(2017), pola asuh otoriter merupakan tipe pola asuh yang mana orangtua
menurut, dan jika anak tidak menuruti keinginan orangtuanya, maka anak
tersebut akan diberikan hukuman yang memiliki efek negatif pada self-esteem
orangtua dengan pola asuh otoriter akan cenderung mendominasi anak dalam
20
Berdasarkan penjelasan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang mana orangtua cenderung
tuntutan-tuntutan yang tinggi, selain itu jika anak tidak menurut maka orangtua
akan memberikan hukuman yang bersifat negatif. Pada penelitian ini, teori pola
Baumrind (1991). Hal ini didasarkan pada cangkupan pengertian dari pola asuh
otoriter menurut Baumrind (1991) sudah dapat mencakupi pengertian pola asuh
21
b. Hukuman Fisik (Corporal Punishment)
Strategies)
orangtua pasif untuk mencari tahu alasan perilaku tidak sesuai anak.
Contoh dari perilaku ini adalah ketika anak mendapatkan nilai yang
yang tinggi.
d. Pengarahan (Directiveness)
22
pengambilan keputusan tentang anak, seperti waktu belajar, lingkar
C. Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter dan Empati pada Siswa SMA
sukses di masa depan, atau sukses dalam standar masing-masing orangtua tersebut.
Agar mencapai kesuksesan tersebut, ada banyak cara yang dilakukan oleh orangtua
asuh tertentu.
Salah satu jenis pola asuh, yaitu pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang
membuat anak cenderung merasa sangat terkekang dan tidak bisa mengembangkan
Pola asuh otoriter juga memiliki empat unsur di dalamnya yaitu Verbal Hostility,
Setiap jenis pola asuh yang diberikan oleh orangtua tentu saja akan menentukan
bagaimana perilaku anaknya kelak di masa depan. Pada pola asuh otoriter, anak
negatif lainnya, seperti yang dijelaskan Hidayati (2014) bahwa pola asuh otoriter
23
dapat mengakibatkan anak menjadi pemurung dan mempunyai sikap yang kurang
ber-sahabat, agresif, tidak patuh dan otoriter. Begitu pula dengan perkembangan
sikap empati pada anak, pola asuh otoriter dianggap menghambat sikap empati.
Pada pola asuh otoriter, orangtua cenderung memberikan hukuman jika anak
tidak mencapai targetan yang diberikan orang tua. Hal ini akan membuat anak
orang lain. Contohnya jika anak di sekolah dituntut untuk mendapatkan ranking
satu di kelas, anak hanya akan terfokus pada mencapai nilai bagus dan menjadi
yang terbaik di kelas. Anak akan menganggap siswa lain sebagai saingan dan
kemungkinan tidak akan membantu siswa lain yang kesulitan belajar karena
dianggap sebagai ancaman. Hal ini akan membuat inisiatif tolong menolong anak
pun berkurang, yang kemudian berdampak pada rasa empati yang tidak
berkembang pada anak. Padahal jika dilihat dari penelitian yang dilakukan Puspita
dan Gumelar (2014) yang menyatakan bahwa perilaku memberikan bantuan atau
yang biasa disebut perilaku prososial dapat terjadi karena adanya rasa empati.
Begitu pula dengan orangtua yang menggunakan pola asuh otoriter, cenderung
berkepribadian keras dan tidak suka dibantah oleh anaknya. Orangtua juga
keadaannya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada komunikasi yang dibangun
dengan baik antara orangtua dan anak. Padahal sebuah komunikasi yang baik
memiliki pengaruh dengan rasa empati, ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan
Janovi, Ivkovic, Nazor, Grammer, dan Jovanovi (2003) yang menyatakan bahwa
24
komunikasi antar personal dapat menentukan tinggi rendahnya rasa empati
seseorang.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara empati
25