GURU PEMBELAJAR
Paket Keahlian
NAUTIKA KAPAL PENANGKAP IKAN
Kelompok Kompetensi A
i
HALAMAN FRANCIS
Penulis:
Penelaah:
Ilustrator :
Copyright ©2016
ii
KATA SAMBUTAN
Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci
keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kopeten membangun
proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang
berkualitas. Hal ini tersebut menjadikan guru sebagai komponen yang menjadi fokus
perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam peningkatan mutu
pendidikan terutama menyangkut kopetensi guru.
Pengembangan profesionalitas guru melalui program Guru Pembelajar (GP)
merupakan upaya peningkatan kompetensi untuk semua guru. Sejalan dengan hal
tersebut, pemetaan kopetensi guru telah dilakukan melalui uji kompetensi guru (UKG)
untuk kompetensi pedagogik dan profesional pada akhir tahun 2015. Hasil UKG
menunjukanpeta kekuatan dan kelemahan kompetensi guru dalam penguasaan
pengetahuan. Peta kompetensi guru tersebut dikelompokan menjadi 10 (sepuluh)
kelopok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk
pelatihan guru paska UKG melalui program Guru Pembelajar. Tujuannya untuk
meningkatkan kompetensi guru sebagai agen perubahaan dan sumber belajar utama
bagi peserta didik. Program Guru Pembelajar dilaksanakan melalui pola tatap muka,
daring (online) dan campuran (blended) tatap muka dengan online.
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenag Kependidikan
(PPPPTK), Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LP3TK KPTK) dan
Lembaga Pengembangan dan Pemberayaan Kepala Sekolah (LP2KS) merupakan Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan yang
bertanggung jawab dalam mengembangkan perangkat dan melaksanakan peningkaan
kompetensi guru sesuai dengan bidangnya. Adapun peragkat pembelajaran yang
dikembangkan tersebut adalah modul untuk program Guru Pembelajar (GP) tatap muka
dan GP online untuk semua mata pelajaran dan kelompok kompetensi. Dengan modul
ini diharapkan program GP memberikan sumbangan yang sangat besar dalam
peningkatan kualitas kompetensi guru.
Mari kita sukseskan program GP ini untuk mewujudkan Guru Mulia Karena Karya.
iii
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .............................................................................. 8
A. Latar Belakang ............................................................................. 8
B. Tujuan .......................................................................................... 9
C. Peta Kompetensi .......................................................................... 10
D. Ruang Lingkup ............................................................................. 10
E. Saran Cara Penggunaan Modul 10
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
A. Tujuan .......................................................................................... 12
B. Indikator Pencapaian ................................................................... 13
C. Uraian Materi ............................................................................... 13
D. Aktifitas Pembelajaran ................................................................. 46
E. Latihan/Kasus/Tugas ................................................................... 47
F. Ringkasan .................................................................................... 48
G. Umpan Balik/Tindak lanjut ........................................................... 49
H. Kunci Jawaban ............................................................................. 52
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
A. Tujuan .......................................................................................... 55
B. Indikator Pencapaian ................................................................... 55
vii
C. Uraian Materi ............................................................................... 55
D. Aktifitas Pembelajaran.................................................................. 83
E. Latihan/Kasus/Tugas ................................................................... 84
F. Ringkasan .................................................................................... 85
G. Umpan Balik/Tindak lanjut ........................................................... 86
H. Kunci Jawaban ............................................................................. 89
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
A. Tujuan .......................................................................................... 90
B. Indikator Pencapaian ................................................................... 91
C. Uraian Materi ............................................................................... 91
D. Aktifitas Pembelajaran ................................................................. 154
E. Latihan/Kasus/Tugas ................................................................... 155
F. Ringkasan .................................................................................... 156
G. Umpan Balik/Tindak lanjut ........................................................... 157
H. Kunci Jawaban ............................................................................. 164
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4
A. Tujuan .......................................................................................... 165
B. Indikator Pencapaian ................................................................... 165
C. Uraian Materi ............................................................................... 166
D. Aktifitas Pembelajaran ................................................................. 201
E. Latihan/Kasus/Tugas ................................................................... 202
F. Ringkasan .................................................................................... 203
G. Umpan Balik/Tindak lanjut ........................................................... 204
H. Kunci Jawaban ............................................................................. 206
GAMBAR
viii
DAFTAR GAMBAR
6 Kemudi kapal 31
7 Pelabuhan perikanan 40
8 Kapal sedang berlabuh di pelabuhan perikanan 41
9 Ikan hasil tangkapan nelayan 57
10 Kapal menuju fishing ground 59
11 Kapal perikanan yang siap-siap menuju daerah penangkapan 62
12 Kegiatan penangkapan 67
13 Kapal sedang berlabuh 76
14 Lay out pelabuhan perikanan 77
Pelabuhan perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhan Ratu 78
15
ix
DAFTAR TABEL
xi
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
satu dengan pulau lainnya, diperlukan suatu sistem pengangkutan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Selain itu, semua perhubungan laut membutuhkan alat pengangkut yang
harus dikelola pemeriksaannya dengan teliti dan teratur agar kapal selalu
terjaga keselamatannya selama di laut. Namun sampai saat ini,
pengelolaan, pemberdayaan dan pemanfaatan alat transportasi perairan
belum optimal dikelola oleh negara untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Kecelakaan kapal yang lima tahun belakangan ini sering terjadi
mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap
transportasi laut. Dalam perhubungan laut tentu saja tidak akan terlepas dari
penggunaan kapal sebagai alat pengangkutnya. Penggunaan kapal sebagai
alat transportasi telah dikenal sejak zaman nenek moyang kita. Hal tersebut
terbukti dengan adanya Kapal Pinisi yang merupakan salah satu kapal yang
terkenal di seluruh dunia. Begitu banyak kapal yang melintas di perairan
Indonesia baik sebagai alternatif transportasi maupun sebagai moda
transportasi untuk menunjang usaha perekonomian para pelaku.
Atas dasar tersebut maka disusunlah peraturan pemerintah yang
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, pelatihan,
perijasahan, kewenangan serta hak dan kewajiban pelaut, pencemaran laut
dan tata laksana perikanan yang bertanggung jawab sebagaimana diuraikan
dalam halaman-halaman berikut ini.
Dalam Modul Diklat PKB pada kompetensi Peraturan Pelayaran memuat :
1. Mengintegrasikan Hukum Maritim
2. Memahami Peraturan Perikanan
3. Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (CCRF)
4. Menerapkan Marine Polution ( Pencemaran Lingkungan Laut)
B. TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini peserta diklat diharapkan dapat
memahami kompetensi :
1. Hukum Laut
2. Peraturan Perikanan
3. Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (CCRF)
4. Pencegahan Pencemaran di laut
2
C. PETA KOMPETENSI
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari modul Peraturan pelayaran menguraikan :
1. Kegiatan pembelajaran 1 membahas tentang mengintegrasikan Hukum
Laut
2. Kegiatan pembelajaran 2 membahas tentang Peraturan Perikanan
3. Kegiatan Pembelajaran 3 membahas tentang Tata Laksanan Perikanan
yang Bertanggung Jawab
4. Kegiatan pembelajaran 4 membahas tentang Pencemaran Lingkungan
Laut
Keempat kegiatan belajar tersebut disajikan dalam modul Peraturan
Pelayaran
3
Modul ini dirancang sebagai ;
1. Sumber belajar kepada peserta diklat PKB dengan pendekatan
peserta diklat aktif.
2. Widyaiswara berfungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran
3. Lembar tugas peserta diklat untuk menyusun pertanyaan yang berkaitan
dengan isi buku yang memuat apa, mengapa dan bagaimana.
4. Tugas membaca buku teks secara mendalam untuk dapat menjawab
pertanyaan. Apabila pertanyaan belum terjawab, maka peserta diklat
dipersilahkan untuk mempelajari sumber balajar lainnya yang relevan
4
5
6
HUKUM MARITIM
DESKRIPSI PEMBELAJARAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah Mempelajari modul ini peserta diklat PKB diharapkan mampu dan
memahami :
1. Pengertian Hukum laut dan Hukum Maritim
2. Tujuan Hukum Maritim dan Sumber Hukum
3. Tugas dan tanggungjawab awak kapal sesuai aturan P2TL
4. Hak dan kewajiban anak buah kapal
5. Perjanjian kerja laut
6. kelengkapan dokumen kapal berdasarkan aturan administrasi
pelabuhan
7
7. Pengurusan administrasi kapal berdasarkan aturan kesyahbandaran
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
Indikator pencapaian kompetensi pada modul ini peserta diklat
diharapkan dapat memahami pengertian hukum Laut, tujuan hukum maritim,
tugas, tanggung jawab dan kewajiban nakhoda kapal, memhamai hak dan
kewajiban anak buah kapal, dan memahami perjanjian kerja laut (PKL),
kelengkapan dokumen kapal.
C. URAIAN MATERI
8
Gambar 1. Kapal Penangkap ikan
Hukum laut ialah hukum yang mengatur laut sebagai objek dengan
mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh Negara
termasuk yang tidak berpantai guna pemanfaatan laut dengan seluruh potensi
yang terkandung didalamnya bagi umat manusia sebagaimana tercantum dalam
UNCLOS 1982 beserta konvensi-konvensi internasional yang terkait dengannya.
9
Hukum Maritim jika ditinjau dari tempat berlakunya maka ada 2
penggolongan yaitu Hukum Maritim Nasional dan Hukum Maritim
Internasional.
Hukum Maritim Nasional adalah Hukum Maritim yang diberlakukan
secara Nasional dalam suatu Negara. Untuk di Indonesia contohnya, adalah :
Buku kedua KUHD tentang Hak dan Kewajiban yang timbul dari Pelayaran
Buku kedua Bab XXIX KUH Pidana tentang Kejahatan Pelayaran
Buku ketiga Bab IX KUH Pidana tentang Pelanggaran Pelayaran
Undang-Undang No.21 Tahun 2001 tentang Pelayaran
Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 2000 tentang Kepelautan
Keputusan Menteri (KM) Menteri Perhubungan RI No.70 Tentang Pengawakan
Kapal Niaga
Hukum Maritim Internasional adalah Hukum maritim yang diberlakukan
secara Internasional sebagai bagian dari hukum antara Bangsa/Negara.
Contoh Hukum Maritim Internasional :
1. Internastional Convention on Regulation for Preventing Collision at Sea.
1972 (KonvensiInternasional tentang Peraturan untuk mencegah terjadinya
tubrukan di laut Thn 1972).
International Convention on Standard if Training Certification and
Watchkeeping for Seafarars 1978, Code 1995. (Konvensi Internasional
tentang standar Pelatihan, Sertifikasi dan Tugas Jaga pelaut Thn 1978
dengan amandemen thn 1995)
International Convention of Safety of Life At Sea 1974 (Konvensi
Internasional tentang Keselamatan Jiwa di Laut thn 1974).
International Convention for the Prevention if Pollution from Ship 1973/1978
(Konvensi Internasional tentang Pencegahan Pencemaran di Laut dari kapal
thn 1973/1978).
Convention on the International Maritime Satellite Organization 1976
(Konvensi tentang Organisasi Satelit Maritim Internasional/INMARSAT
1976).
International Convention on Maritime Search and Rescue 1979 (Konvensi
Internasional tentang S.A.R Maritim thn 1979).
10
Sumber Hukum
Sumber hukum merupakan segala sesuatu dari mana orang dapat
mengenal bermacam-macam peraturan yang berlaku di dalam masyarakat dan
oleh hukum dianggap sebagai peraturan yang pada hakekatnya merupakan
peraturan-peraturan yang mempunyai ketentuan hukum.
Sumber hukum dapat berupa tulisan-tulisan, dokumen-dokumen, naskah-
naskah. Sumber hukum terdiri atas :
1. Undang-undang / sumber hukum yang utama yaitu keputusan pemerintah
yang menentukan peraturan-peraturan yang mengikat, kekuatan perundang-
undangan berdasarkan Undang-Undang Dasar oleh pemerintah bersama
DPR.
2. Kebiasaan ; hal ini dapat menjadi sumber hukum, bila kebiasaan itu diterima
masyarakat maka timbul kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup
dipandang sebagai hukum, contoh hukum adat.
3. Yurisprudensi (Keputusan Hakim).
4. Ilmu Pengetahuan berdasarkan kajian-kajian ilmiah mengenai suatu
persoalan
5. Perjanjian dua pihak atau lebih yang mengadakan kesepakatan tentang
suatu hal yang melahirkan perjanjian.
Pendaftaran Kapal
Pengertian kapal menurut Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal
309 adalah semua perahu dengan bentuk dan jenis apapun. Sedangkan
menurut KUHD pasal 310 yang dimaksud dengan kapal laut adalah semua kapal
yang digunakan untuk pelayaran di laut atau yang diperuntukkan untuk itu.
Dalam pasal 311 yang dimaksud dengan kapal Indonesia adalah kapal yang
dimiliki oleh warga negara Indonsia atau badan hukum dimana dua pertiga %
sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Undang-undang nomor 21 tahun 1992 pasal 1 ayat 5 yang dimaksud dengan
kapal adalah kendaraan air, dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan
oleh tenaga mekanik, tenaga angin, atau di termasuk kendraan yang berdaya
11
dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
Kapal wajib memiliki status hukum atau kebangsaan kapal. Latar belakang
perlunya kapal mempunyai kebangsaan yaitu :
1. Tidak ada suatu negara manapun di dunia mempunyai kekuasaan hukum
di laut bebas.
2. Pelayaran melibatkan berbagai kapal dari berbagai negara dan memasuki
wilayah negara lain.
3. Adanya keterkaitan beberapa hak dan kewajiban atau negara dan
warganya.
4. Point-point di atas dikuatkan pada pasal 92 UNCLOS 82 yang bunyinya:
kapal hanya boleh berlayar dengan suatu negera berbendera dengan
demikian kapal di laut adalah wilayah negara bendera kapal yang diperluas
(Flag State Yuridiction).
12
1. Merupakan persyaratan untuk memperoleh kebangsaan (UU No. 21 Tahun
1992 pasal 50)
2. Kewajiban nahkoda untuk menyimpan akta pendaftaran di kapal (KUHD
pasal 347)
3. Di kapal harus ada ikhtisar daftar kapal (KUHD pasal 374)
4. Sanksi pidana untuk nahkoda jika tidak mempunyai akta pendaftaran (KUHD
Pasal 561)
13
Sistem terbuka adalah sistem pendaftaran kapal yang dianut oleh suatu
negara dimana kapal yang daftarkan dinegaranya tidak wajib dimiliki oleh warga
negaranya atau badan hukum yang didirikan berdasakan hukum negaranya dan
tidak harus berkedudukan di negaranya.
Suatu kebangsaan atau surat laut tidak berlaku bila :
1. Kapal didaftarkan di luar negeri
2. Kapal tidak cocok lagi dengan pemiliknya (ganti pemilik)
3. Kapal hilang atau dibajak
4. Konstruksi kapal berubah
5. Atas putusan pengadilan
6. Kapal ganti nama
14
b. Ditetapkan nilainya dan dikeluarkan surat keterangan untuk
membayar dan membayar ke kantor bendahara negara dengan
bukti pembayaran
3. Pemilik ke kantor Syahbandar dengan pegawai pendaftaran akan
mencatat dalam buku registrasi kapal selanjutnya dikeluarkan
GROSS AKTE (Certificate Of Registration) dan di kapal dipasang
TANDA SELAR
15
dinyatakan sebagai Nakhoda, serta memenuhi syarat sebagai
Nakhoda dalam arti untuk memimpin kapal sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Semua orang yang mempunyai jabatan di atas kapal itu
disebut Awak kapal, termasuk Nakhoda, tetapi Anak kapal atau
Anak Buah Kapal (ABK) adalah semua orang yang mempunyai
jabatan diatas kapal kecuali jabatan Nakhoda.
Nakhoda kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi
pimpinan umum di atas kapal serta mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
Secara ringkas tanggung jawab Nakhoda kapal dapat dirinci antara lain :
1. Memperlengkapi kapalnya dengan sempurna
Mengawaki kapalnya secara layak sesuai prosedur/aturan
Membuat kapalnya layak laut (seaworthy)
Bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran
Bertanggung jawab atas keselamatan para pelayar yang ada diatas
kapalnyaMematuhi perintah Pengusaha kapal selama tidak menyimpang
dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16
Menurut pasal 341 KUHD Tugas Nakhoda adalah memimpin kapal,
kepadanya diberikan kekuasaan umum atas semua orang yang berada di atas
kapal (pelayar), pelayar harus mentaati perintah yang diberikan demi
keselamatan serta tegaknya ketertiban. Sedangkan kekuasaan terhadap awak
kapal lebih besar kekuasaan disipliner. Dengan kekuasaannya nakhoda dapat
menjatuhkan hukuman / sanksi terhadap pelanggar.
1. Muallim I dengan tugas-tugas di kapal sebagai berikut :
a. Kepala dinas deck dan pembantu Nakhoda
b. Membantu nakhoda menjaga ketertiban, disiplin dan mentaati peraturan-
peraturan dinas jaga.
c. Tugas jaga navigasi.
d. Pemuatan dan pembongkaran muatan.
e. Menyelenggarakan tugas administrasi berhubungan dengan muatan
hewan, dan penumpang.
f. Penyerahan dokumen-dokumen kepada keagenan
g. Memelihara alat-alat bongkar muat.
2. Muallim II; dengan tugas-tugas di kapal sebagai berikut :
a. Membantu Nakhoda dalam hal Tugas Jaga Navigasi
b. Bertanggung jawab terhadap peralatan navigasi dan perawatannya dan
peralatan GMDSS
c. Mengoreksi peta dan buku-buku navigasi, menarik garis haluan dan
route dan membuat Voyage Report.
d. Membuat permintaan dan menyimpan barang-barang store Stationeri.
e. Menerima, menyimpan dan penyerahan benda-benda pos dan
administrasinya.
f. Sebagai perwira kesehatan, menyimpan obat-obatan bila dikapal tidak
ada tenaga medis.
g. Membantu muallim I dalam pelaksanaan bongkar muat.
3. Muallim III
a. Tugas Jaga Navigasi
b. Menjaga dan memelihara alat-alat pemadam kebakaran, alat-alat
keselamatan dan bendera.
c. Membuat permintaan mengenai alat-alat keselamatan dan pemadam
kebakaran.
17
d. Merawat lampu navigasi (listrik/minyak tanah).
e. Membuat roll kebakaran dan roll sekoci
f. Membantu muallim I dalam pelaksanaan bongkar muat.
4. Muallim IV,
a. Tugas jaga navigasi
b. Membantu muallim I dalam pelaksanaan bongkar muat
c. Membantu muallim III merawat alat-alat keselamatan
d. Membantu nakhoda di anjungan.
5. Serang / Bosun
a. Sebagai kepala kerja dan mengatur pelaksanaan kerja di bagian deck,
b. menerima perintah kerja dari muallim I
6. Juru Mudi / AB
a. Tugas jaga baik di laut maupun di pelabuhan
b. Mambantu Bosun.
18
a. Bertugas jaga pada jam 08.00 – 12.00 / 20.00 – 24.00, sekoci, ketel uap,
oil water separator dan mesin kemudi.
b. Bertanggung jawab terhadap perawatan pesawat bantu di deck, mesin
c. Mengawasi spare part.
d. Bertanggung jawab terhadap tangki bahan bakar, pemakaiannya dan
bunkering.
5. Masinis V ;
a. Menerima Tugas dari Masinis II,
b. Membantu masinis III merawat pesawat bantu di kamar mesin,
c. Mengawasi buku jaga kamar mesin.
6. Mandor / Foreman / No 1. Oiler
Sebagai kepala kerja dan mengatur pelaksanaan kerja di bagian mesin yang
menerima perintah dari Masinis II.
7. Juru Minyak ; Melaksanakan tugas jaga, membantu mandor.
19
5. Berprilaku sopan, serta tidak mabuk-mabukan di kapal dalam rangka turut
menciptakan keamanan dan ketertiban diatas kapal
Hak-hak Awak Kapal (UU No.17/2008)
Setiap awak kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yg meliputi:
1. Gaji
2. Jam kerja dan jam istirahat.
3. Jaminan pemberangkatan ketempat tujuan dan pengembalian ke tempet
asal.
4. Kompensasi apalbila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami
kecelakaan.
5. Kesempatan mengembangkan karier.
6. Pemberian akomodasi,fasilitas rekreasi,makanan atau minuman dan
7. Pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi
kecelakaan kerja.
Kewajiban Awak Kapal
1. Mentaati perintah Perusahaan
2. Bekerja sesuai dengan jangka waktu perjannjian
Melaksanakan tugas sesuai jam kerja yang ditetapkan
20
a. Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja hilang 100%
besarnya santunan minimal Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah);
b. Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja berkurang besarnya
santunan ditetapkan persentase dari jumlah sebagaimana ditetapkan
dalam huruf a sebagai berikut :
(2) Jika awak kapal kehilangan beberapa anggota badan sekaligus besarnya
santunan ditentukan dengan menjumlahkan persentase dengan ketentuan
tidak melebihi jumlah sebagaimana ditetapkan dalam ayat (1) huruf a.
Berdasarkan Pasal 31 (PP. No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.)
(1) Jika awak kapal meninggal dunia di atas kapal, pengusaha angkutan di
perairan wajib menanggung biaya pemulangan dan penguburan jenazahnya
ke tempat yang dikehendaki oleh keluarga yang bersangkutan sepanjang
keadaan memungkinkan.
(2) Jika awak kapal meninggal dunia, pengusaha angkutan di perairan wajib
membayar santunan :
a. Untuk meninggal karena sakit besarnya santunan minimal Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
b. Untuk meninggal dunia akibat kecelakaan kerja besarnya santunan
minimal Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
21
(3) Santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan kepada ahli
warisnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sertifikat Kepelautan :
22
Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III (ANKAPIN III)
Catatan :
Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III (ATKAPIN III)
Catatan :
Sertifikat Ahli Teknika Tingkat Dasar (ATTDasar) adalah
Sertifikat Keahlian sebagai Rating bagian Mesin.
23
Sertifikat Keterampilan Dasar Pelaut sebagaimana dimaksud dalam uraian di
atasdalah Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic Safety Training).
24
Perjanjian Kerja Laut
25
Gambar 6. Kemudi kapal
26
Mengkhiri Perjanjian Kerja Laut
PKL berakhir dapat terjadi karena berbagai alasan antara lain :
1. Alasan Wajar / biasa (psl 1603 KUH Perdata)
a. Masa pkl telah berakhir, dan PKL bisa di perpanjang
b. Pelaut meninggal dunia
c. Persetujuan kedua belah pihak
d. Perjanjian tidak sah
e. Salah satu pihak tidak setuju selama masa percobaan
f. Perusahaan dilikuidasi
2. Alasan mendesak untuk majikan (psl 1603 KUH Perdata dan 418).
a. ABK menganiaya Nakhoda atau pelayar lainnya.
b. Pelaut datang terlambat atau tidak datang ke kapal tanpa ijin Nakhoda
c. Menyelundupkan barang tanpa sepengetahuan Nakhoda atau
pengusaha kapal
d. Memberi keterangan palsu sehubungan dengan PKL nya.
e. Kurang cakap, suka mabuk minuman, bertingkah laku tidak senonoh
walaupun sudah diperingatkan,
f. Melakukan pencurian, pengelapan, dan kejahatan lainnya
g. Merusak barang milik majikan secara sengaja.
h. Menolak perintah dan melalaikan perintah yang merupakan tanggung
jawabnya.
3. Surat keterangan berhenti
Pada tiap akhir PKL pengusaha / majikan wajib memberikan surat
keterangan berhenti bila dikehendaki oleh pelaut, pada surat keterangan berhenti
dicantumkan keterangan mengenai :
1. Jenis pekerjaan yang telah di lakukan pelaut.
2. Lama bekerja
3. Bukti diri pelaut
4. Konduite
5. Alasan pemutusan hubungan kerja (PHK)
6. Tanggal dan tanda tangan
27
DOKUMEN KAPAL
Dokumen Kapal dapat dibagi atas :
1. Sertifikat-sertifikat dan Surat-surat Kapal.
2. Sertifikat-sertifikat dan Surat-surat pengujian perlatan
3. Surat-surat kapal untuk awak kapal
4. Surat-surat kapal sehubungan dengan pengoperasian kapal
Sertifikat dan Surat Kapal harus dimiliki oleh sebuah kapal pertama sekali
dimana saat kapal baru selesai dibangun atau baru dibeli. Tentu perlu diadakan
surey untuk melengkapi data-data kapal yang diperlukan mengeluarkan sertfikat
atau surat-surat kapal oleh instansi yang berwewenang dan sesuai dengan
peraturan dan undang-undang yang berlaku, setelah segala sesuatunya selesai,
maka kapal yang bersangkutan diberikan Sertifikat dan atau Surat-surat kapal
antara lain :
1. Surat Laut (Sertificate of Nationality/Certificate of Registry)
Menandakan kebangsaan suatu kapal, terdiri atas :
a. Surat Laut (isi kotor 500 m2 atau lebih)
b. Pas tahunan (isi kotor 20 m2 sampai 500 m2) masa berlaku 1 tahun
c. Pas kecil (isi kotor kurang 20 m2) terdiri atas pas biru dan pas putih,
masa berlaku satu tahun
28
e. Ukuran Tonnage, Volume dan lainnya.
Surat Ukur tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai masa berlaku lagi apabila
kapal tidak berganti nama, tidak berubah konstruksi, tidak tenggelam, tidak
terbakar, musnah dan sejenisnya.
29
musim atau daerah atau jenis perairan dimana kapal berlayar. Ditandai
dengan plimsoll mark/merkah kambangan.
30
9. Surat-surat Kapal Yang Lain
31
b. Ikhtisar tentang peristiwa-peristiwa kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
c. Sumber data Hakim (Setelah di Exhibitum)
DOKUMEN PERALATAN
Setiap Peralatan mempunyai sertifikat antara lain :
1. Sertifikat pembuatan
2. Sertifikat pengujian / kir
3. Sertifikat kalibrasi
Dokumen dan surat awak kapal, antara lain :
1. Paspor
2. Buku pelaut
3. Sertifikat ( certivicate of competance )
4. Sertifikat keterampilan
5. Buku kesehatan / kuning
6. Surat kesehatan
7. Perjanjian kerja laut
Dokumen dan surat sehubungan dengan pengoperasian kapal antara lain :
1. Crew list
2. Passengger manifest
3. Daftar inventaris kapal
4. Personal effeck list
5. Cargo manifest
6. Narcitic list
7. Surat perintah berlayar / sailing order
8. Konosemen
9. Buku kesehatan
10. Sijil ABK ( ship‟s article )
11. Vaksinasi list
12. Pemberitahuan pemuatan barang ke bea cukai
13. Surat pemakaian pandu / tug boat
14. Port clearance
32
Sertifikat – sertifikat yang lain ;
1. Sertifikat kebersihan – ruang muatan
2. Sertifikat pemanas – pipa pemanas dalam tangki
3. Sertifikat muatan bahaya – amunisi , gas
4. Sertikat kematian – untuk hewan atau ternak
5. Sertifikat bebas gas – ruangan tertutup
6. Sertifikat bebas hama – untuk muatan tertentu ex; tembakau, beras
7. Sertifikat muatan kayu log – muatan kayu gelondongan
Berita acara
Jenisnya :
1. Berita acara Biasa : dibuat oleh syahbandar atas permintaan nahkoda
tentang data-data pelayaran dimana tidak terjadi hal-hal istimewa selama
pelayaran.
2. Berita acara Wajib ( note of protest / sea protest )
Bila terjadi kejadian – kejadian istimewa selama berlayar :
a. Terjadi kerusakan muatan
b. Kecelakaan
c. Memberi pertolongan kepada kapal lain
d. Peristiwa luar biasa / atau diluar dugaan
Di buat oleh syahbandar atau konsulat dan harus dibuat dalam waktu 3 x 24
jam terhitung mulai tiba dipelabuhan ( hari kerja )
3. Statement of fact
Dibuat bila terjadi hal-hal istimewa di pelabuhan seperti : kawat muat
putus,buruh luka, muatan rusak, ada bagian kapal yang rusak karena
kecerobohan stevador dan lain-lain ditanda tangani oleh saksi yang bisa
digunakan untuk menuntut ganti rugi.
Dokumen dan sertifikat yang harus ada di atas kapal dan ketika kapal berlayar
yaitu :
1. Dokumen dan setifikat yang erkaitan dengan kapal
2. Dokumen dan sertifikat yang berkaitan dengan awak kapal seperti certificate
of competence, certificate of proficiency, medicacal recond book.
3. Dokumen penunjang operasi kapal ; seperti log book, peta navigasi, port
clearance.
4. Dokumen muatan antara ;
33
a. Konosemen dimana unsur-unsurnya sesuai KUHD pasal 506 yaitu : surat
bertanggal, persyaratan penerimaan barang di atas kapal untuk dikirim ke
pelabuhan tertentu untuk di serahkan.
b. Cargo manifest
c. Mate‟s receipt (resu muallim)
d. Hatch list
e. Stowage plan
f. Tally sheet
g. Cargo damage report
h. Letter of indennity.
Kepelabuhanan
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan tentang penyelenggaraan laut
No. KM.26 Tahun 1988, yang dimaksud dengan pelabuhan adalah Tempat yang
terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang
dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antar Roda transportasi.
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10/MEN/2004
yang dimaksud dengan pelabuhan perikanan itu adalah sama dengan tempat
yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan
yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh
dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan perikanan.
34
Gambar 7. Pelabuhan Perikanan
35
Pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang penggunaannya khusus untuk
kegiatan sektor industri, pertambangan atau pertanian. Contoh pelabuhan
khusus Angkatan Laut, Pelabuhan Khusus Minyak sawit, perikanan, dan lain-lain.
Wilayah Laut
a. Perairan Pedalaman ( Internal Water )
Perairan pedalaman adalah bagian dari laut yang berkaitan
langsung dengan daratan yang dipandang sebagai bagian dari daratan
tersebut. Perairan pedalaman ini secara geometrik merupakan perairan
yang ada di dalam teluk, sengai dan pelabuhan
36
kepulauan, berlaku hak lintas damai (Innocent Passage), lintas transit dan
lintas alur laut kepulauan bagi kapal-kapal asing. Untuk itu negara yang
memiliki perairan kepulauan, wajib menentukan alur-alur laut.Apabila
kewajiban ini tidak dipenuhi maka pihak asing akan menggunakan alur-
alur yang biasanya mereka layari.
37
melakukan perhubungan dengan bebas. Selanjutnya negara pantai juga
mempunyai hak untuk pelbagai tindakan seperti mengadakan inspeksi,
penegakan hukum dan bongkar muat.
Di wilayah laut yang merupakan Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia,
pemerintah Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk memperoleh manfaat
ekonomi melalui kegiatan-kegiatan pengelolaan, pengawasan dan pelestarian
segenap sumberdaya baik hayati maupun non hayati, sedangkan negara-negara
asing yang ingin memanfaatkan sumberdaya ekonomi dieilayah tersebut
haruslah mendapat ijin dari pemerintah Indonesia. Dengan Kewenangan ini,
maka pemerintah Indonesia dimungkinkan untuk melaksanakan segenap upaya
peningkatan sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat.
38
c. Berkewajiban memberikan kesempatan/perlindungan kepada negara yang
tidak
berpantai/secara geografis kurang menguntungkan untuk memanfaatkan
surplus tangkapan ikan,
d. Tetap menjaga kondisi wilayah laut agar dapat dimanfaatkan bagi berbagai
bangsa dengan pembatas-pembatasan kegiatan yang dapat mengarah
kepada rusaknya sumberdaya laut,
e. Mengurangi dan menghindari segala bentuk kegiatan pencemaran laut
39
Ketentuan-ketentuan untuk PSC dalam konvensi IMO yaitu tanggung jawab
negara bendera untuk keselamatan dan perlindungan laut, begitu pula negara
pelabuhan dapat memberikan kontribusinya untuk tujuan tesebut. (SOLAS
74/78, MARPOL 73/78, LOAD LINE 66/78, STCW DAN ILO 147), memuat
ketentuan-ketentuan yang memberikan kewenangan kepada negara-negara
pelabuhan untuk melakukan pengawasan terhadap diterapkannya persyaratan
konvensi.
D. AKTIFITAS PEMBELAJARAN
Aktifitas pembelajaran pada modul hukum laut adalah:
1. Buatlah kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang
2. Setiap kelompok mencari informasi tentang:
Perbedaan Hukum laut dengan hukum maritim, perjanjian kerja
laut, hak dan kewajiban Anak Buah Kapal, tugas dan tanggung
jawab nakhoda, sertifikat dan surat kapal, kepelabuhan, wilayah-
wilayah laut berdasarkan zona.
3. Diskusikan hasil informasi yang diperoleh.
4. Lakukan analisis tentang Pentingnya Hukum Laut dan hukum
maritim.
5. Buatlah konsep rekomendasi/laporan hasil diskusi dengan
kelompokmu tentang keselamatan dan kesehatan kerja di kapal
40
F. RANGKUMAN
41
G. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, dan d pada jawaban yang
Anda anggap paling benar.
42
5. Bagian laut selebar 200 mil dari garis dasar laut merupakan pengertian
dari...
a. Pelabuhan
b. Perairan pedalaman
c. ZEE
d. Laut teritorial
6. isi dari PKL (perjanjian Kerja Laut) adalah…
a. nama, tanggal lahir dan tempat kelahiran ABK
b. jawaban A dan C benar
c. tanggal dan tempat dilakukannya perjanjian
d. jawaban A dan C salah
7. Tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-
batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dan/atau bongkar muat barang, adalah pengertian dari...
a. Pelabuhan
b. Perairan pedalaman
c. ZEE
d. Laut teritorial
8. Terdapat 4 Struktur dari SOLAS Convention berikut ini diantaranya, kecuali
a. Alat Komunikasi
b. Keselamatan Navigasi
c. Inter Govermental Maritime ConsuLtative Organization ( IMCO ).
d. International Maritime Organization ( IMO )
9. Suatu buku yang berisi Daftar nama dan jabatan Anak Kapal, yaitu mereka
yang melakukan tugas diatas kapal yang harus diketahui serta disyahkan
oleh Syahbandar (Pasal 375 KUHD), adalah pengertian...
a. Daftar / Sijil Awak
b. Cargo Manifest
c. Buku bulanan kapal
d. Buku tahunan kapal
10. Tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-
batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
43
penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antar Roda transportasi, pengertian dari...
a. Teluk
b. Sungai
c. Pelabuhan
d. Perairan pedalaman
Rumus :
44
H. KUNCI JAWABAN
1. B
2. A
3. C
4. D
5. C
6. B
7. A
8. C
9. A
10. C
45
46
47
48
PERATURAN PERIKANAN
DESKRIPSI PEMBELAJARAN
49
berbagai realitas yang kita lihat sehari-hari, sudah sepatutnya kita bersikap
lebih konservatif, dalam pengertian lebih bersifat hati-hati dan bijaksana.
Usaha perikanan ternyata sangat beragam, yang dimulai dari usaha menangkap
ikan, membudidayakan ikan, termasuk didalamnya bermacam-macam kegiatan,
seperti menyimpan, mendinginkan atau mengawetkannya; untuk tujuan
komersial yang akan mendatangkan penghasilan dari keuntungan bagi manusia.
Usaha penangkapan ikan dilakukan diperairan bebas, dalam artian tidak sedang
dalam pembudidayaan; yaitu di laut dan perairan umum (sungai, danau, waduk,
rawa dan sejenisnya), dengan mempergunakan alat tangkap ikan.
Pembudidayaan ikan merupakan kegiatan memelihara/membesarkan ikan
termasuk melakukan pembenihan atau membiakkan ikan untuk menghasilkan
benih serta memanen hasilnya.
Dari usaha perikanan salah satu yang diharapkan adalah memperoleh
keuntungan usaha yang tinggi, hal ini bisa memberikan dampak kurang
menguntungkan bagi kelestarian sumber daya ikan maupun kesinambungan
usaha. Sumber daya ikan dengan sifat-sifat biologis yang dimiliki serta
lingkungan yang menguntungkan, memang mempunyai “kekuatan pulih sendiri”
(renewable resources), walaupun hal itu tidak pula berarti tidak terbatas. Jika
manusia mengeksploitasi sumber daya ikan semena-mena dan bertentangan
dengan kaidah-kaidah pengelolaan sumber yang rasional, mustahil usaha
perikanan berjalan langgeng (lestari), bahkan bisa saja berhenti setengah jalan
karena sumbernya rusak atau habis. Dalam hubungan ini maka perlu dipikirkan
bagaimana mengantisipasi agar usaha perikanan dapat berjalan
berkesinambungan dan merupakan usaha yang menguntungkan, yakni dengan
melakukan pengaturan sehingga menjadi semakin bermanfaat bagi umat
manusia.
Usaha perikanan laut di Indonesia mengacu kepada kekayaan sumber
daya laut Indonesia yang demikian luas. Laut Nusantara, Laut Teritorial dan
Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia menjadi surga tumbuhnya ikan-ikan
ekonomis penting yang tidak terhingga terduga stoknya. Walaupun para ahli
pendugaan stok selalu memberikan “Warning” tentang semakin berkurangnya
jumlah ikan hasil tangkapan dikarenakan “over fishing” terutama akibat
penangkapan illegal yang hasilnya tidak dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia
sendiri
50
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini peserta diklat PKB diharapkan mampu
memahami peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Kapal Perikanan,
perizinan usaha kapal perikanan, peraturan tentang pengawakan kapal
perikanan, pelabuhan perikanan.
C. URAIAN MATERI
51
Usaha perikanan ternyata sangat beragam, yang dimulai dari usaha
menangkap ikan, membudidayakan ikan, termasuk didalamnya bermacam-
macam kegiatan, seperti menyimpan, mendinginkan atau mengawetkannya;
untuk tujuan komersial yang akan mendatangkan penghasilan dari keuntungan
bagi manusia. Usaha penangkapan ikan dilakukan diperairan bebas, dalam
artian tidak sedang dalam pembudidayaan; yaitu di laut dan perairan umum
(sungai, danau, waduk, rawa dan sejenisnya), dengan mempergunakan alat
tangkap ikan. Pembudidayaan ikan merupakan kegiatan
memelihara/membesarkan ikan termasuk melakukan pembenihan atau
membiakkan ikan untuk menghasilkan benih.; serta memanen hasilnya.
Sampai saat ini banyak peraturan perundangan perikanan yang diterbitkan
oleh pemerintah; diantaranya adalah UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1990 tentang Usaha Perikanan
serta tentang perubahan PP No 15 tahun 1990 ini menjadi PP No. 46 tahun
1993. Usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
hanya boleh dilakukan oleh warga negara Republik Indonesia atau badan hukum
Indonesia. Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud di atas
diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan usaha
penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban
Negara Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional atau
ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri
menetapkan:
1. rencana pengelolaan perikanan;
2. potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Republik Indonesia;
3. jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan
perikanan Republik Indonesia;
4. potensi dan alokasi lahan pembudidayaan ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia;
5. potensi dan alokasi induk serta benih ikan tertentu di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia;
6. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;
7. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan;
52
8. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan;
9. persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan;
10. sistem pemantauan kapal perikanan;
11. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
12. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan
berbasis budi daya;
13. pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
14. pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta
lingkungannya;
15. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya;
16. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;
17. suaka perikanan;
18. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
19. jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan
dikeluarkan ke dan dari wilayah Republik Indonesia; dan
20. jenis ikan yang dilindungi.
53
dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi,
produksi, pengolahan, dan pemasaran.
54
Gambar 10. Kapal Penangkap sedang mencari fishing ground
55
tertera dalam pasal 31 ayat 1 di atas berlaku selama 2 tahun. Kedua SIPI di
atas dapat diperpanjang dengan waktu yang sama (pasal 32 ayat 2)
3. Surat Izin kapal pengangkut Ikan (SIKPI)
Surat izin kapal pengangkut ikan adalah surat izin tertulis yang harus dimiliki
setiap kapal perikanan yang melakukan pengumpulan dan pengangkutan
ikan.berdasarkan pasal 32 ayat 1, bagi kapal berbendera Indonesia SIKPI
berlaku selam 3 tahun, sedangkan untuk kapal berbendera asing yang
dioperasikan oleh perusahaan perikanan indonesia berlaku selama 1 tahun
(pasal 312 ayat 3). Dalam pasal yang sama, kedua jenis SIKPI dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
56
b. Sertifikat ahli nautika kapal penangkap ikan tingkat II;
c. Sertifikat ahli nautika kapal penangkap ikan tingkat III.
- Sertifikat keahlian pelaut teknik permesinan kapal penangkap ikan:
a. Sertifikat ahli teknika kapal penangkap ikan tingkat I;
b. Sertifikat ahli teknika kapal penangkap ikan tingkat II
c. Sertifikat ahli teknika kapal penangkap ikan tingkat III
- Jenis Sertifikat Keterampilan Pelaut sebagaimana dimaksud di atas terdiri
dari:
a. Sertifikat Keterampilan Dasar Pelaut;
b. Sertifikat Keterampilan Khusus.
57
pengawakan kapal penangkap ikan harus disesuaikan dengan :
a. daerah pelayaran;
b. ukuran kapal;
c. daya penggerak kapal (kilowatt/KW).
58
3. Kapal motor dengan ukuran kurang dari 35 GT
4. Kapal pesiar pribadi yang tidak digunakan untuk berniaga serta
5. Kapal-kapal khusus
59
B. Peraturan Pelaksanaan = - KEPMENHUB No. km 41 Tahun 1990
- Sk. DJPL No. PY. 67 / 1 / 13 – 90
- SE KADITKAPPEL = -PY.671/1/14/D. II – 91
- UM.482/4/2/D. II - 91
C. Tujuan = - Untuk menentukan ukuran termasuk tonase
kapal berdasarkan cara pengukuran yang
berlaku untuk penerbitan surat ukur.
- Tonase kapal berupa tonase kotor dan tonase
bersih.
- Cara pengukuran yang diberlakukan terhadap
kapal kapal Indonesia.
D. Ruang Lingkup = Ukuran dan tonase kapal yang merupakan
identitas kapal berkaitan dengan beberapa
aspek antara lain :
- Konstruksi kapal
- Pendaftaran dan surat tanda kebangsaan
kapal
- Daftar statistic serta perhitungan biaya
pelabuhan
E. Daftar Ukur dan Tanda Selar
- Daftar Ukur = Formulir yang dipergunakan untuk menghitung dan
menetapkan tonase kapal, disusun dan ditanda tangani
oleh ahli ukur kapal.
- Surat Ukur = Salah satu surat kapal yang harus ada di kapal apabila
kapal akan berlayar dalam surat ukur (SU)
dicantumkan data umum kapal, ukuran dan tonase
kapal yang bersangkutan.
- Tanda Selar = Rangkaian angka dan huruf yang menunjukkan tonase
kotor (GT) kapal, nomor surat ukur serta kode
pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan surat
ukur. Contoh = GT. 27 No. 1 / LLF
Pendaftaran Kapal
A. Dasar Hukum = - UU No. 21 Tahun 1992 Pasal 46 ayat (2) kapal yang
didaftar di Indonesia adalah :
60
a. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang –
kurangnya GT. 7.
b. Dimiliki oleh WNI atau BHI dan berkedudukan di
Indonesia.
- KUHD Pasal 314 ayat (1) = Kapal laut yang
berukuran paling sedikit GT. 7 dapat dibedakan di
dalam suatu register kapal menurut ketentuan –
ketentuan yang akan ditetapkan dalam suatu UU
tersendiri.
B. Tujuan = - Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal
(STKK).
- Status hokum pemilikan kapal menjadi jelas.
- Dapat dipasang / dibebani hipotik.
Dengan adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan
bendera kebangsaannya, dengan demikian kedaulatan Negara bendera
berlaku secara sepenuhnya di atas kapal tersebut dan orang yang berada di
atas kapal harus tunduk pada peraturan – peraturan dari Negara bendera.
C. Penerbitan Akte Pendaftaran = Dokumen yang disyaratkan :
- Permohonan - Surat Ukur
- Bukti Pemilik - Bukti Pelunasan BBN
- Identitas Pemilik - Deletion Certificate
61
B. Tujuan = Memberikan hak kepada kapal untuk berlayar
mengibarkan bendera Indonesia.
C. Kebangsaan Adalah = Hubungan hukum antara subyek dengan negaranya.
D. Kebangsaan suatu kapal dibuktikan dengan adanya :
- Bendera kebangsaan
- Surat tanda kebangsaan
- Tanda,s panggilan (Call Sign) bagi kapal
yang mempunyai perangkat Radio
komunikasi.
62
Kapal adalah suatu alat pengangkutan di air dari suatu tempat ketempat yang
lain. Kapal ikan adalah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan atau
kegiatan lainnya yang berhubungan dengan perikanan misalnya untuk
menangkap atau mengangkut ikan – ikan hasil tangkapan.
63
- Alat tangkap tradisional semi
modern dan modern
Karakteristik kapal ikan yaitu :
1. Memiliki ruang palkah
2. Memiliki perlengkapan refrigerasi
3. Memiliki gladak dan tempat bekerja mengoperasikan alat tangkap
4. Memiliki kecepatan => - Kapal Trawl berukuran 100 GT, kecepatan sekitar
11 mil/jam (11 knot)
- Kapal Long Line berukuran 300 GT, kecepatannya
sekitar 12 mil/jam (12 knot)
5. Memiliki kelincahan berolah gerak
6. Memiliki ketahanan => Angin, gelombang besar & daya apung tunggi
7. Memiliki jarak tempuh
8. Memliki fasilitas pengawetan hasil tangkapan => es & garam
9. Memiliki alat bantu dalam penangkapan => line hauler, winch, bick
Klasifikasi kapal ikan berdasarkan ukuran dan mesin yaitu = kapal ikan
1. Yang dapat dilakukan berdasarkan pada bentuknya = bentuk U dan V.
2. Yang dapat dilakukan berdasarkan pada bahannya = kayu, fibre glass, besi.
3. Yang dapat dilakukan berdasarkan pada cara menggerakkannya = duyung,
layar, motor temple dan diesel.
4. Yang dapat dilakukan berdasarkan pada tipe perikanan yang digunakan :
a. Kapal Ikan Ukuran Kecil = - Bahanna dari kayu
- Beroperasi di perairan pantai
- Lama operasinya 1 hari
- Ukurannya 5 GT
- Keuntungannya = Tidak memerlukan
pelabuhan yang besar, mudah dalam
mengoperasikannya, murah dalam
pembuatannya.
b. Kapal Ikan Ukuran Sedang = - Ukurannya 3 – 50 GT
- Bahannya kayu dan besi serta fibre
glass
64
- Beroperasi dilepas pantai dan laut
bebas
- Lama operasinya 2 minggu – 6 bulan
c. Kapal Motor dan Perahu = - Kapal Perahu dipergerakkan dengan
layar dan dayung.
- Kapal Motor, ada 2 macam yaitu :
Motor Tempel 5 – 50 HP
Kapal yang bermesin dalam 30 –
200 HP.
65
b. Lebar dalam atau breadth moulder adalah lebar kapal yang diukur dari
bagian luar gading lambung yang satu ke gading lambung yang lain
sejajar dengan garis air (tebal kulit kapal tidak dihitung).
c. Lebar terdaftar adalah lebar kapal seperti tertera dalam sertifikat kapal.
d. Lebar pada garis air muat yaitu lebar terbesar yang diukur pada garis air
muat.
3. Ukuran Tegak Kapal (Vertikal)
Tegak adalah jarak tegak yang dinyatakan dalam meter pada
pertengahan panjang kapal diukur dari bagian atas lunas sampai bagian atas
blok gladak.
Ukuran tegak kapal terdiri dari :
a. Serak kapal adalah jarak tegak yang dari titik terendah badan kapal
sampai garis ukuran air.
b. Lambang bebas (Free Board) adalah jarak tegak yang diukur dari garis
air sampai gladak lambung bebas menurut UU ditetapkan sampai dengan
gladak lambung bebas.
c. Dalam (Depth) adalah jarak tegak yang diukur dari titik terendah badan
kapal samping titik di gladak lambung bebas tersebut (garis depth).
4. Ukuran Volume atau Tonase (TONNAGE)
- Gross Tonnage (Isi Kotor) adalah volume seluruh kapal dikurangi ruang
untuk tempat NAKHODA dan tempat ABK, tempat – tempat bekerja di
kapal.
(Misal = Ruang mengemudi, kamar peta, kamar radio, kamar alat – alat
elektronik, ruang kerja mesin), gudang peralatan kapal.
(Misal = CERUK RANTAI, ruang penyimpanan aki, ruang pompa, ruang
layar dan kamar mesin sebagian) sesuai dengan ketentuan.
- NET TONAGE (Isi Bersih) adalah volume (isi) kotor dikurangi dengan
ruangan yang dikurangkan.
(Misal = Ruang NAKHODA, ABK, Ruang NAVIGASI, Ruang mesin
kemudi, ruang peninjau dan lain – lain).
66
1. Menurut Sifat Perairan
Secara Horizontal
a. Daerah Penangkapan Pantai / Laut Dangkal
b. Daerah Penangkapan Lepas Pantai / Laut Dalam
c. Daerah Penangkapan Laut Bebas
Secara Vertikaly
a. Daerah Perairan Permukaan
b. Daerah Perairan Pertengahan
c. Daerah Perairan Dasar
2. Menurut Jenis Ikan Yang Ditangkap
a. Daerah Penangkapan Ikan Layang
b. Daerah Penangkapan Ikan Kembung
c. Daerah Penangkapan Ikan Lemuru
3. Daerah Penangkapan Ikan Cakalang
a. Daerah Penangkapan Ikan dengan alat Trawl
b. Daerah Penangkapan Ikan dengan alat Longline
c. Daerah Penangkapan Ikan dengan alat Purse Seine
4. Menurut Jenis Alat Tangkap IkanDaerah Penangkapan Ikan dengan alat Pole
and Line
a. Daerah Penangkapan Ikan dengan alat Gill Net
b. Daerah Penangkapan Ikan Tuna
c. Daerah Penangkapan Ikan Udang
Perairan wilayah perikanan Indonesia (UU No. 9 Tahun 1985 Wilayah Perikanan)
1. Perairan Pedalaman adalah sungai, waduk, danau dan lain – lain.
2. Perairan Teritorial adalah wilayah perairan 12 mil pada saat surut
terendah dari pantai.
3. Perairan ZEE adalah wilayah perairan 200 mil laut dari garis terpantai
terluar pada saat pasang surut.
67
Suatu daerah perairan dinamakan daerah penangkapan yang kurang baik (tidak
subur dan gersang) disebabkan karena berbagai hal antara lain :
1. Adanya usaha penangkapan yang berlebihan.
2. Di daerah itu diadakan penangkapan yang menggunakan alat dengan
mata jaring ukuran yang lebih kecil.
3. Mengadakan penangkapan pada sembarang waktu tanpa
mengindahkan waktu ikan sedang menghadapi masa pemijahan.
4. Usaha penangkapan yang menggunakan racun / bahan peledak.
68
2. Kondisi perairan
b. Suhu air
c. SalinitasTekanan udara
3. Pengamatan yang dilakukan oleh pengusaha besar, dimana pilot kapal udara
yang mengamati dari atas selalu berhubungan dengan nakhoda kapal.
69
7. UU No. 4 Tahun 1960 tentang perairan Indonesia.
8. UU No. 9 Tahun 1985 tentang wilayah perikanan :
a. Pasal 3 = Perairan pantai 3 – 6 mil laut diukur dari permukaan air laut
pada sudut terendah.
b. Pasal 4 = Perairan lepas pantai 6 – 12 mil laut pada saat surut terendah
dari pantai.
c. Pasal 5 = Perairan laut bebas 12 – 200 mil laut pada saat surut terendah
dari lepas pantai dan pulau terluar.
70
5. Surat keputusan Menteri Pertanian No. 815 / kpts / IK. 120 / 11 / 1990
tentang perizinan Usaha perikanan sebagai tindak lanjut peraturan
pemerintah No. 15 Tahun 1990.
Cara pengurusan izin penangkapan :
1. Pemilik kapal baru melapor ke Syah bandar.
2. Syahbandar turun mengukur dengan biaya pemilik kapal.
3. Syahbandar membuatkan surat izin berlayar (SIB) surat kapal / pas biru
yang tercantum didalamnya = panjang, lebar, dalam, mesin yang
digunakan dan lain – lain ( 1 Tahun).
4. Pemilik kapal selanjutnya mengurus surat izin penangkapan dan surat
izin usaha perikanan kepada Dinas Perikanan yang berlaku selama 1
tahun.
5. Bagi pemilik kapal yang beroperasi di luar provinsi sebaiknya mengurus
surat Andon (surat izin penangkapan ikan di luar povinsi) di Dinas
Perikanan setempat yang berlaku selama 1 tahun.
6. Biaya dari masing – masing surat izin penangkapan kurang lebih 35.000,
sedangkan pas biru kurang lebih 100.000 ke atas.
PELABUHAN PERIKANAN
Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan
perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
71
Gambar 13. Kapal Sedang Berlabuh di Pelabuhan
72
perikanan samudera yang ada di indonesia terdapat di : Jakarta, Kendari,
Cilacap, Belawan dan Bungus.
Kriteria teknis suatu pelabuhan dikatakan sebagai pelabuhan perikanan
samudera (PPS) yaitu :
a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut
teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, dan laut lepas
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 60 GT
c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m
d. Mampu menanampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau
jumlah keseluruhan sekirang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan
sekaligus
e. Ikan yang didaratkan sebagian besar untuk tujuan ekspor
f. Terdapat industri perikanan
73
menangani dan atau mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah
ikan yang didaratkan. Pelabuhan Perikanan Nusantara yang ada di Indonesia
terdapat di : Pekalongan, pelabuhan ratu, Sibolga, Brondong, Kejawanan,
Prigi, ternate, Ambon, Tual, tanjung pandan, Pengambenan, Sungailiat,
Pemangkat.
Suatu pelabuhan ditetapkan menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN), jika memenuhi kriteria teknis sebagai berikut :
a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan di laut teritorial dan
ZEEI
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 30 GT
c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m
d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekirang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus
e. Terdapat industri perikanan
74
3. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) /Pelabuhan Perikanan kelas C
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalaha pelabuhan perikanan yang
diperuntutkan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang beroperasi di
perairan pantai serta mepunyai perlengkapan untuk menangani dan/atau
mengolah ikan sesuai dengan kapasitasnya.
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) tersebar hampir diseluruh wilayah
indonesia, secara administrasi pelabuhan yang masuk klasifikasi pelabuhan
jenis ini menurut peraturan Menteri kelautan Nomor 19 tahun 2008, hanya
ada 2 yaitu pelabuhan karangantu, banten dan pelabuhan Teluk batang,
Kalimantan Barat.
Suatu pelabuhan diklasifikasikan sebagai Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) bila memenuhi kriteria teknis sebagai berikut :
a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan
diperairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 10 GT
c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 2 m
d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau
jumlah keseluruhan sekirang-kurangnya 300 GT kapal perikanan
sekaligus
75
4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalahpangkalan untuk
pendaratan ikan hasil tangkapan yang berskala lebih kecil dari pelabuhan
perikanan pantai ditinjau dari segi kapasitasnya penanganan jumlah
produksi Ikan, maupun fasilitas dasar dan perlengkapannya.
Suatu pangkalan dapat diklasifikasikan sebagai pangkalan pendaratan
ikan (PPI), bila memenuhi kriteri sebagai berikut :
a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan
diperairan pedalaman dan perairan kepulauan
b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 3 GT
c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50m, dengan kedalaman
kolam sekurang-kurangnya minus 2 m
d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau
jumlah keseluruhan sekirang-kurangnya 60 GT kapal perikanan
sekaligus
76
Fungsi Dan Peranan Pelabuhan Perikanan
1. Fungsi umum, merupakan tugas pokok melindungi kapal dan pelayanan
lainnya yang dapat dilakukan di setiap pelabuhan perikanan seperti juga di
pelabuhan yang bukan untuk kegiatan perikanan
Fasilitas pendukung :
- Jalan Masuk yang aman
- Pintu atau gerbang pelabuhan dan saluran navigasi yang cukup aman
dan dalam
- Kedalaman air yang cukup dan terlindung dari gelombang
- Bantuan peralatan navigasi secara visual maupun elektronis pemandu
kapal
- Dermaga yang cukup panjang dan luas
- Tersedia fasilitas penyedia kebutuhan pelayaran seperti : beban bahan
bakar minyak, pelumas, air minum,listrik, sanitasi, dan kebersihan serta
saluran pembuangan sisa kotoran dari kapal, penanggulangan sampah
dan sistem pemadam kebakaran
- Adanya bangunan Breakwater sebagai penahan gelombang
- Bangunan rumah dan perkantoran yang perlu untuk kelancaran
operasional pelabuhan
- Area di bagian laut dan darat untuk perluasan atau pengembangan
pelabuhan
- Jalan raya untuk sistem transportasi
- Halaman tempat parkir yang luas
- Fasilitas perbaikan, reparasi dan pemeliharaan kapal
2. Fungsi Khusus :Fungsi- fungsi yang berkaitan dengan masalah perikanan
yang memerlukan pelayanan khusus yang belum terlayani oleh adanya
berbagai fasilitas fungsi umum
Fasilitas pendukung :
- Fasilitas pelelangan ikan yang cukup luas dan dekat dengan tempat
pendaratan
- Fasilitas pengolahan ikan seperti tempat pengepakan, pengemasan dan
cold storage
- Pabrik es
- Fasilitas penyediaan sarana produksi penangkapan ikan
77
Peranan Pelabuhan Perikanan
1. Merupakan basis utama kegiatan industri yang menjamin suksesnya
aktivitas usaha perikanan tangkap di laut
2. Sebagai terminal penghubung kegiatan usaha di laut dan di darat
3. Penyedia data perikanan secara akurat
4. Sebagai pusat kegiatan nelayan
78
4. Lakukan analisis tentang Pentingnya peraturan perikanan.
5. Buatlah konsep rekomendasi/laporan hasil diskusi dengan
kelompokmu tentang Peraturan Perikanan.
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS
F. RANGKUMAN
79
a. Sertifikat Keahlian Pelaut (Certificate of Proficiency)
Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, dan d pada jawaban yang Anda
anggap paling benar.
80
c. Besar dan/ pembudi daya ikan-besar
d. Kapal yang berbendera indonesia
5. Masa berlaku SIPI untuk penangkapan ikan Rawai Tuna, Jaring Insang
hanyutdan Huhate, adalah...
a. 1 tahun
a. 2 tahun
b. 3 tahun
c. 4 tahun
6. Untuk dapat bekerja sebagai awak kapal, wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut, kecuali...
a. memiliki Sertifikat Keahlian Pelaut dan/atau Sertifikat Keterampilan Pelaut
b. berumur sekurang-kurangnya 16 tahun;
c. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang
khusus dilakukan untuk itu;
d. disijil.
7. Bagi kapal berbendera Indonesia SIKPI berlaku selama...
a. 3 tahun
b. 4 tahun
c. 2 tahun
d. 1 tahun
8. Berikut ini Jenis Sertifikat Keterampilan Khusus, kecuali...
81
10. Daerah penangkapan ikan menurut sifat perairan yang benar adalah...
a. Secara horizontal dan vertikal
b. Secara vertikal dan diagonal
c. Secara horizontal dan diagonal
d. Secara horizontal dan diagonal
Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada bagian
akhir Modul ini. Hitunglah jumlah jawaban anda yang benar, kemudian
gunakanlah rumus di bawah ini untuk megetahui tingkat penguasaan anda
terhadap materi pada modul ini.
Rumus :
82
H. KUNCI JAWABAN
1. B
2. C
3. D
4. A
5. D
6. B
7. A
8. C
9. A
10. A
83
84
85
86
TATALAKSANA PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB
(CODE CONDUCT FOR RESPONSIBLE FISHERIES)
Deskripsi Pembelajaran
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
87
4. Memahami Resolusi
B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
C. URAIAN MATERI
88
Kusumastanto (2003) menyatakan, dengan meningkatkan upaya penangkapan
maka akan terjadi; (1) Penurunan hasil tangkapan perunit kapalnya, (2)
menurunnya angka kesempatan bekerja di kapal ikan, dan (3) menurunnya
suplai ikan kepada konsumen.
Pemerintah sendiri sebagai upaya menjaga keberlanjutan aktivitas
penangkapan ikan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 29
tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan
Bidang Penangkapan Ikan, pasal 8, disebutkan apabila tingkat pemanfaatan
statusnya sudah mencapai O (Over fishing) atau F (Fully Fishing) untuk
sementara pemerintah, dalam permen yang sama pasal 9 telah mengeluarkan
kebijakan antara lain:
89
fishing ground yang di dikhawatirkan mengakibatkan sumber daya ikan (fish
resources) sampai pada titik deplesi yang tidak dapat dipulihkan lagi (irreversible
depletion).
Menurut Fauzi dan Suzi (2005), salah satu alternative analisis sederhana
yaitu secara kuantitatif yang dapat dilakukan untuk hal tersebut di atas adalah
dengan menggunakan Rapid Appraissal For Fisheries (Rapfish). Pendekatan
Rapfish mampu menganalisis seluruh aspek keberlanjutan dari perikanan di
sebuah area penangkapan yang sedang diamati.
Rapfish yang merupakan hasil pemikiran dari Tonny J. Pitcher (1999)
seorang ahli perikanan dari University Of British Colombia, Vancouver Canada,
menurut Tri dkk (2005) Pitcher dalam kajian pendugaannya mendasarkan pada
lima dimensi yang didukung atribut-atributnya di dalam menjaga keberlanjutan
perikanan. Dimensi ini merupakan cerminan dari baik buruknya kualitas
lingkungan dan sumber daya perikanan tangkap berikut proses-proses alami
didalamnya, baik yang dapat atau tidak dapat mendukung secara berkelanjutan
setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam perikanan tangkap.
Menurut Fauzi dan Anna (2005), tahapan prosedur penelitian menggunakan
Rapfish melalui beberapa tahapan yaitu:
a. Analisis terhadap data perikanan wilayah yang akan di teliti melalui data
statistik, studi litelatur, dan pengamatan dilapangan
b. Melakukan skoring dengan mengacu pada litelatur Rapfish yang
berdasarkan pada publikasi FAO dengan excell
c. Melakukan analisis Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan sofware SPSS
untuk menentukan ordinasi dan nilai stres melalui ALSCAL Algoritma
d. Melakukan “rotasi” untuk menentukan posisi perikanan pada ordinasi bad
dan good dengan Excell dan Visual Basic
e. Melakukan sensitivity analysis (leverage analysis) dan Monte Carlo Analysis
untuk memperhitungkan aspek ketidakpastiannya
f. Menganalisis tingkat keberlanjutan (Asses Sustainability)
g. Untuk mengetahui tingkat pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan menggunakan pendekatan analisis Rapfish.
90
Berikut panduan CCRF yang dikeluarkan oleh FAO untuk diterapkan diseluruh
dunia
PASAL 1
SIFAT DAN RUANG LINGKUP TATALAKSANA
Tatalaksana ini bersifat sukarela akan tetapi bagian tertentu dari tatalaksana
ini didasarkan pada aturan hukum internasional yang relevan, termasuk yang
tercermin dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut pada tanggal 10 Desember
1982. Tatalaksana juga memuat ketentuan yang mungkin berupa atau telah
diberi efek mengikat dengan perangkat hukum lain yang bersifat obligatori
diantara pihak-pihak. Seperti misalnya persetujuan memajukan pemenuhan
dengan Langkah Konservasi dan Pengelolaan Internasional oleh Kapal
Penangkap Ikan di laut lepas tahun 1993 yang menurut Konferensi FAO resolusi
15/93 paragraf 3, membentuk suatu bagian integral dari tatalaksana ini.
Tatalaksana ini bersifat global dalam ruang lingkupnya, dan diarahkan
kepada para anggota dan bukan anggota FAO, Badan Usaha Penangkapan
Ikan, organisasi subregional, regional dan global, baik pemerintah maupun non
pemerintah dan semua yang peduli dengan konservasi sumber daya perikanan
dan pengelolaan serta pembangunan perikanan, seperti para nelayan, mereka
yang ikut terlibat dalam pengolahan dan pemasaran ikan serta produk perikanan,
dan para pengguna lain dari lingkungan akuatik yang bertalian dengan
perikanan.
Tatalaksana ini menyediakan asas dan standar yang bisa diterapkan pada
konservasi. Pengelolaan dan pembangunan perikanan. Tatalaksana juga
mencakup penangkapan, pengolahan dan perdagangan ikan serta produk
perikanan, operasi penangkapan, akuakultur/budidaya, penelitian perikanan dan
keterpaduan perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir.
Dalam tatalaksana ini, rujukan pada negara–negara termasuk masyarakat eropa
yang menyangkut sehubungan dengan kompetensinya. Sedangkan istilah
perikanan berlaku sama untuk perikanan tangkap dan akuakultur.
91
PASAL 2
TUJUAN TATALAKSANA
92
PASAL 3
KETERKAITAN DENGAN PERANGKAT HUKUM
INTERNASIONAL LAIN
3.1. Tatalaksana ini ditafsirkan dan diberlakukan sesuai dengan aturan hukum
internasional yang relevan, seperti tercermin dalam Konvensi PBB tentang
hukum laut. 1982. Dalam tatalaksana ini tidak ada perasangka terhadap hak,
yuridiksi dan kewajiban dari negara–negara di bawah hukum internasional
seperti yang tercermin di dalam konvensi.
93
PASAL 4
PELAKSANAAN, PEMANTAUAN DAN PEMUTAKHIRAN
4.1. Semua anggota dan bukan anggota FAO, intensitas penangkapan ikan dan
organisasi subregional, regional dan global yang relevan, baik pemerintah
maupun non pemerintah, dan semua yang peduli dengan konservasi,
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan serta perdagangan
ikan dan produk perikanan harus bekerjasama dalam pemenuhan dan
pelaksanaan dari tujuan dan asas tatalaksana ini.
4.2. FAO, sesuai dengan perannya dalam lingkup sistem PBB, akan memantau
aplikasi dan pelaksanaan dari tatalaksana dan pengaruhnya terhadap
perikanan dan Sekretariat akan melapor kepada Komite Perikanan FAO
(COFI). Semua Negara–negara baik anggota maupun bukan anggota FAO,
demikian pula organisasi internasional yang relevan, baik pemerintah
maupun non pemerintah harus secara aktif bekerjasama dengan FAO dalam
tugas ini.
4.3. FAO melalui badannya yang berwenang, boleh merevisi tatalaksana ini
dengan memperhatikan perkembangan perikanan dan laporan kepada COFI
mengenai implementasi tatalaksana ini.
4.4. Negara–negara dan organisasi internasional, baik pemerintah maupun non
pemerintah harus meningkatkan pemahaman akan tatalaksana oleh mereka
yang ikut terlibat dalam perikanan, termasuk bilamana bisa dipraktekan
dengan cara pengenalan pola yang akan meningkatkan penerimaan
tatalaksana dan penerapannya yang efektif secara sukarela.
PASAL 5
KEBUTUHAN KHUSUS NEGARA BERKEMBANG
94
kurang berkembang, dan negara pulau kecil yang sedang berkembang.
Negara–negara, organisasi antar pemerintah dan non pemerintah dan
lembaga-lembaga pembiayaan yang relevan harus berupaya bagi
pengambilan langkah untuk memerhatikan keperluan negara berkembang
terutama dalam bidang bantuan pembiayaan dan teknis, alih teknologi
pelatihan dan kerjasama ilmiah serta dalam meningkatkan kemampuan
mereka guna mengembangkan perikanan mereka sendiri dan berpartisipasi
dalam perikanan laut lepas, termasuk aksesnya ke perikanan tersebut.
PASAL 6
ASAS UMUM
6.1. Negara–negara dan para pengguna sumber daya hayati akuatik harus
melakukan konservasi ekosistem akuatik. Dalam hak menangkap ikan
terkandung pula kewajiban untuk melakukan konservasi dengan cara yang
bertanggung jawab sedemikian rupa sehingga dapat menjamin konservasi
dan pengelolaan sumber daya hayati akuatik yang efektif.
6.2. Pengelolaan perikanan harus memajukan pemeliharaan mutu,
keanekaragaman dan ketersediaan dari sumber daya perikanan dalam
jumlah yang cukup untuk generasi kini dan mendatang dalam konteks
ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan pengembangan berke-
lanjutan. Langkah–langkah pengelolaan seharusnya tidak hanya menjamin
konservasi spesies target tetapi juga spesies yang mendiami ekosistem
yang sama atau yang terkait atau yang tergantung pada spesies target.
6.3. Negara–negara harus mencegah lebih tangkap dan penangkapan ikan yang
melebihi kapasitas serta harus melaksanakan langkah pengelolaan untuk
menjamin bahwa upaya penangkapan seimbang dengan kapasitas produktif
sumber daya perikanan tersebut dan pemanfaatannya yang lestari.
Bilamana perlu, sejauh mungkin negara–negara harus mengambil langkah
untuk merehabilitasi populasi ikan.
6.4. Keputusan untuk konservasi dan pengelolaan perikanan harus didasarkan
pada bukti ilmiah terbaik yang tersedia, juga memperhatikan pengetahuan
tradisional menyangkut sumber daya dan habitatnya, serta faktor
lingkungan, ekonomi dan sosial yang relevan. Negara harus memberikan
95
prioritas kepada penelitian dan pengumpulan data guna meningkatkan
pengetahuan ilmiah dan teknis perikanan termasuk interaksinya dengan
ekosistem. Dengan mempertimbangkan sifat lintas batas dari banyak
ekosistem akuatik. Negara–negara selayaknya harus mendorong kerjasama
bilateral dan multilateral dalam penelitian.
6.5. Negara–negara dan organisasi pengelolaan perikanan subregional dan
regional harus memberilakukan pendekatan bersifat kehati-hatian secara
luas terhadap konservasi, pengelolaan dan pengusahaan sumber daya
hayati akuatik guna melindungi dan melakukan konservasi lingkungan
akuatik, dengan memperhatikan bukti ilmiah terbaik yang tersedia, ketiadaan
informasi ilmiah yang mencukupi tidak boleh digunakan sebagai alasan
untuk menunda atau melalikan pengambilan langkah untuk melakukan
konservasi spesies target, spesies yang terkait atau yang tergantung dengan
spesies lainnya dan spesies bukan target dan lingkungan mereka.
6.6. Alat dan cara penangkapan ikan yang selektif dan aman lingkungan harus
dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut, sejauh bisa dilakukan untuk
memelihara keaneka ragaman hayati melakukan konservasi struktur
populasi dan ekosistem akuatik serta melindungi mutu ikan. Bila terdapat
alat penangkap ikan dan praktek penangkap ikan yang selektif yang aman
bagi lingkungan dan layak, maka harus diakui dan diberi prioritas dalam
menetapkan langkah konservasi dan pengelolaan untuk perikanan. Negara
dan para pemanfaat ekosistem akuatik harus meminimumkan limbah,
penangkapan spesies bukan target, baik spesies ikan maupun bukan ikan
serta dampaknya terhadap spesies terkait atau yang tergantung dengan
spesies lainnya
6.7. Pemanenan, penanganan, pengolahan dan distribusi ikan dan produk
perikanan harus dilakukan dengan cara yang mempertahankan nilai gizi,
mutu dan keamanan produk perikanan, mengurangi limbah dan
meminimumkan dampak negatifnya terhadap lingkungan.
6.8. Seluruh habitat perikanan yang dalam keadaan kritis di dalam ekosistem laut
dan air tawar, seperti halnya lahan basah, hutan bakau, terumbu, goba,
daerah asuhan dan pemijahan, jika perlu dan sejauh mungkin haruslah
dilindungi dan direhabilitasi. Upaya khusus harus dibuat untuk melindungi
habitat semacam itu dari perusakan, penurunan mutu, pencemaran dan
96
dampak nyata lainnya yang diakibatkan oleh kegiatan manusia yang
mengancam kesehatan dan kelangsungan dari sumber daya perikanan
tersebut.
6.9. Negara–negara harus menjamin bahwa kepentingan perikanan mereka,
termasuk kepentingan konservasi sumber daya, diperhatikan dalam
pemanfaatan serbaguna zona pesisir dan dipadukan ke dalam pengelolaan,
perencanaan dan pembangunan kawasan pesisir.
6.10.Dalam lingkup wewenang masing-masing dan sesuai dengan hukum
internasional, termasuk di dalam lingkup kerangka organisasi atau
tatanan konservasi dan pengelolaan perikanan subregional atau regional,
negara–negara harus menjamin kepatuhan terhadap penegakan langkah
konservasi dan pengelolaan serta menetapkan mekanisme yang efektif.
Untuk memantau dan mengendalikan kegiatan kapal penangkap ikan dan
kapal pendukung penangkap ikan jika diperlukan.
6.11. Negara–negara yang memberikan hak kepada kapal penangkap dan
pendukung penangkap ikan untuk mengibarkan bendera mereka harus
harus menjalankan pengendalian yang efektif atas kapal tersebut
sedemikian rupa sehingga menjamin pemberlakuan Tatalaksana ini
secara benar. Negara itu harus menjamin bahwa kegiatan kapal tersebut
tidak mengurangi keefektifan langkah konservasi dan pengelolaan yang
sesuai dengan hukum internasional dan telah diadopsi pada tingkat
nasional, subregional, regional atau global. Negara tersebut harus pula
memastikan bahwa kapal yang mengibarkan bendera mereka memenuhi
kewajibannya dalam hal pengumpulan dan penyediaan data yang
berhubungan dengan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukannya.
6.12. Negara–negara sesuai dengan wewenang masing-masing dan sesuai
dengan hukum internasional harus bekerjasama pada tingkat subregional,
regional dan global melalui organisasi pengelolaan perikanan, perjanjian
internasional lainnya atau tatanan lainnya untuk memajukan konservasi
dan pengelolaan, menjamin penangkapan ikan yang bertanggung jawab
dan menjamin konservasi dan perlindungan sumber daya hayati akuatik
secara efektif pada seluruh jangkauan persebarannya dengan
memperhatikan keperluan akan langkah yang sesuai dikawasan di dalam
dan di luar yuridiksi nasional.
97
6.13. Negara–negara sejauh diijinkan oleh hukum dan peraturan nasional,
harus menjamin bahwa proses pengambilan keputusan berlangsung
secara transparan dan mencapai penyelesaian tepat waktu terhadap
persoalan yang mendesak. Negara sejalan dengan prosedur yang sesuai
harus memberi kemudahan konsultasi dan keikutsertaan yang efektif dari
industri, para pekerja perikanan, organisasi lingkungan dan organisasi
lain yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan dengan
memperhatikan perkembangan hukum dan kebijakan yang berhubungan
dengan pengelolaan, pembangunan, pinjaman dan bantuan internasional
dan bidang perikanan.
6.14. Perdagangan internasional untuk ikan dan produk perikanan harus
dilakukan sesuai dengan asas, hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
Perjanjian organisasi perdagangan di dunia (WTO) dan persetujuan
internasional lain yang relevan. Negara harus menjamin kebijakan,
program dan praktek yang bertalian dengan perdagangan ikan dan
produk perikanan tidak mengakibatkan hambatan terhadap perdagangan
tersebut, dampak penurunan mutu lingkungan atau dampak sosial
termasuk gizi secara negatif.
6.15. Negara–negara harus bekerjasama dalam rangka mencegah
perselisihan. Semua perselisihan yang bertalian dengan kegiatan dan
praktek penangkapan harus diselesaikan tepat waktu secara damai dan
dengan cara musyawarah, sesuai dengan persetujuan internasional yang
bisa diterapkan atau cara lain yang disepakati oleh pihak yang berselisih.
Pada saat penyelesaian perselisihan tertunda, negara bersangkutan
harus melakukan segala upaya untuk memberilakukan tatanan sementara
yang bersifat praktis dengan tidak mempengaruhi hasil akhir dari setiap
prosedur penyelesaian perselisihan.
6.16. Negara–negara, dengan memperhatikan pentingnya pemahaman para
nelayan dan pembudidaya petani ikan akan konservasi dan pengelolaan
sumber daya perikanan sebagai sumber mata pencaharian, harus
memajukan kesadaran akan perikanan yang bertanggung jawab melalui
pendidikan dan pelatihan. Mereka harus menjamin agar para nelayan dan
pembudidaya ikan dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan dan
98
pelaksanaan, juga dengan maksud untuk memberii kemudahan bagi
pelaksanaan tatalaksana.
6.17. Negara–negara harus menjamin bahwa fasilitas dan peralatan
penangkapan ikan serta semua kegiatan perikanan memungkinkan
persyaratan kehidupan dan pekerjaan yang adil, sehat dan aman serta
memenuhi standar yang disepakati secara internasional yang sudah
diadopsi oleh organisasi internasional yang relevan.
6.18. Menyadari pentingnya kontribusi perikanan artisanal dan perikanan skala
kecil terhadap kesempatan kerja, pendapatan dan ketahanan pangan,
negara–negara harus secara tepat melindungi hak para nelayan dan
pekerja perikanan, terutama bagi mereka yang terlibat dalam perikanan
“subsistem”, skala kecil dan “artisanal”, atas suatu mata pencarian yang
aman dan pantas dan jika perlu, hak atas akses istimewa ke daerah
penangkapan dan sumber daya tradisional di dalam perairan di bawah
yuridiksi mereka.
6.19. Negara–negara harus mempertimbangkan akuakultur termasuk perikanan
berbasis kultur, sebagai suatu cara untuk mendorong penganekaragaman
pendapatan & makanan, dalam melaksanakan hal itu, negara harus
menjamin bahwa sumber daya digunakan secara bertanggung jawab dan
meminimumkan dampak yang merugikan terhadap lingkungan dan
komunitas lokal.
PASAL 7
PENGELOLAAN PERIKANAN
7.1. Umum
7.1.1. Negara–negara dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan
perikanan, melalui suatu kerangka kebijakan hukum dan kelembagaan
yang tepat, harus mengadopsi langkah konservasi jangka panjang dan
pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Langkah–
langkah konservasi dan pengelolaan, baik pada tingkat lokal, nasional,
subregional, harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang tersedia dan
dirancang untuk menjamin kelestarian jangka panjang sumber daya
perikanan pada tingkat yang dapat mendukung pencapaian tujuan dari
99
pemanfaatan yang optimum dan mempertahankan ketersediaannya untuk
generasi kini dan mendatang, pertimbangan-pertimbangan jangka pendek
tidak boleh mengabaikan tujuan ini.
7.1.2. Di dalam kawasan di bawah lingkup yuridiksi nasional, negara–negara
harus berupaya mengidentifikasikan pihak domestik yang mempunyai
relevansi dan kepentingan yang sah dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya perikanan dan memantapkan tatanan untuk berkonsultasi
dengan pihak domestik tersebut guna mendapatkan kolaborasi mereka
dalam pencapaian perikanan yang bertanggung jawab.
7.1.3. Bagi stok ikan pelintas batas, stok ikan straddling, stok ikan peruaya jauh
dan stok ikan laut lepas, yang diusahakan oleh dua negara atau lebih,
maka negara bersangkutan, termasuk negara pantai yang relevan dalam
hal stok yang straddling dan ikan peruaya jauh tersebut, harus
berkerjasama untuk menjamin konservasi dan pengelolaan sumber daya
yang efektif. Upaya ini harus dicapai, jika perlu melalui pembentukan
sebuah organisasi atau tatanan perikanan bilateral, subregional atau
regional.
7.1.4. Suatu organisasi atau tatanan pengelolaan perikanan subregional atau
regional harus mengikutkan perwakilan dari negara yang sumber daya
perikanan itu berada di dalam lingkup yuridiksi mereka, dan perwakilan
dari negara yang mempunyai kepentingan riil dalam perikanan atau
sumber daya di luar yuridiksi nasional. Bila terdapat suatu organisasi atau
tatanan pengelolaan perikanan subregional atau regional yang
mempunyai wewenang untuk menetapkan langkah konservasi dan
pengelolaan, maka negara harus bekerjasama dengan cara menjadi
anggota organisasi perikanan atau peserta dalam tatanan perikanan
tersebut, dan berperan aktif.
7.1.5. Suatu negara yang tidak merupakan anggota suatu organisasi
pengelolaan perikanan subregional atau regional atau bukan peserta
dalam suatu tatanan pengelolaan perikanan, subregional atau regional
bagaimanapun harus bekerjasama. Suatu perjanjian internasional dan
hukum internasional dalam konservasi dan pengelolaan sumber daya
perikanan yang relevan dengan mulai memberilakukan setiap langkah
100
konservasi dan pengelolaan yang diadopsi oleh organisasi atau tatanan
semacam itu.
7.1.6. Perwakilan dari organisasi yang relevan, baik pemerintah maupun non
pemerintah yang peduli dengan perikanan, harus diupayakan
kesempatan berpartisipasi dalam pertemuan organisasi pengelolaan
perikanan subregional dan regional sebagai pengamat atau dengan cara
lain, jika perlu, sesuai dengan prosedur dari organisasi atau tatanan
bersangkutan wakil-wakil itu harus diberi akses terhadap catatan dan
laporan dari pertemuan tersebut secara tepat waktu dengan mengikuti
aturan prosedur mengenai akses terhadap catatan dan laporan tersebut.
7.1.7. Negara–negara, dalam lingkup wewenang dan kapasitas masing–masing
harus menetapkan mekanisme yang efektif bagi pemantauan,
pengawasan, pengendalian perikanan dan penegakannya untuk
menjamin kepatuhan terhadap langkah konservasi dan pengelolaannya,
maupun langkah yang diadopsi oleh organisasi atau tatanan subregional
atau regional.
7.1.8. Negara–negara harus mengambil langkah untuk mencegah atau
menghapus penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dan harus
menjamin bahwa tingkat upaya penangkapan adalah sepadan dengan
pemanfaatan sumber daya ikan yang lestari sebagai suatu cara menjamin
keefektifan langkah konservasi dan pengelolaan.
7.1.9. Negara–negara dan organisasi serta tatanan pengelolaan perikanan
subregional atau regional harus menjamin transparansi dalam mekanisme
pengelolaan perikanan dan dalam proses pengambilan keputusan terkait.
7.1.10. Negara–negara dan organisasi serta tatanan pengelolaan perikanan
subregional atau regional harus memberii hak publisitas sepatutnya
kepada langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin bahwa
hukum dan perundang–undangan disebarluaskan secara efektif serta
aturan lainnya yang sah. Dasar dan maksud dari langkah tersebut harus
diterangkan kepada para pemanfaat sumber daya dalam rangka
memberikan kemudahan penerapannya dan dengan demikian
memperoleh tambahan dukungan dalam penerapan langkah tersebut.
101
7.2 Tujuan Pengelolaan
7.2.1. Menyadari bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan lestari jangka
panjang adalah tujuan yang lebih mementingkan konservasi dan
pengelolaan, negara dan organisasi serta tatanan pengelolaan perikanan
subregional atau regional, antara lain harus mengadopsi langkah yang
sesuai berdasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang tersedia, yang
dirancang untuk mempertahankan atau memulihkan stok pada berbagai
tingkat yang mampu memberikan hasil maksimum yang lestari seperti
yang dikualifikasikan oleh faktor lingkungan dan ekonomi yang relevan,
termasuk kebutuhan khusus negara berkembang.
7.2.2. Langkah–langkah tersebut harus menetapkan antara lain agar:
a. Penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dihindari dan
pengeksploitasian stok tetap layak secara ekonomi
b. Kondisi ekonomi yang mendasari beroperasinya industri penangkapan
mendorong perikanan yang bertanggung jawab.
c. Kepentingan para nelayan, termasuk mereka yang terlibat dalam
perikanan subsistem perikanan skala kecil dan perikanan artisanal,
diperhatikan
d. Keanekaragaman hayati dari habitat akuatik dan ekosistem dikonservasi
dan spesies terancam punah dilindungi
e. Stok ikan yang menipis dibiarkan pulih atau jika perlu dipulihkan secara
aktif
f. Dampak lingkungan yang merugikan terhadap sumber daya akibat
kegiatan manusia, dikaji dan jika perlu diperbaik, dan
g. Pencemaran, limbah, ikan buangan, hasil tangkapan oleh alat tangkap
yang hilang atau ditelantarkan, hasil tangkapan spesies bukan target,
baik spesies ikan maupun bukan ikan, dan dampak terhadap spesies
berasosiasi atau dependent species. Diminimumkan, melalui langkah
termasuk, pengembangan dan penggunaan alat dan teknik
penangkapan yang selektif, aman lingkungan dan hemat biaya yang
dapat dipraktekan.
7.2.3. Negara–negara harus mengkaji dampak faktor lingkungan terhadap stok
dan spesies target yang menjadi bagian dalam ekosistem yang sama atau
102
yang berasosiasi dengan atau yang tergantung pada stok target dan
mengkaji hubungan antara populasi di dalam ekosistem.
103
berkonsultasi lebih dahulu, sejauh bisa dipraktekan dengan organisasi
atau tatanan tersebut dan memperhatikan pendapat mereka.
104
subregional atau regional dalam sebuah format yang disepakati secara
internasional dan menyediakan data itu secara tepat waktu untuk
organisasi atau tatanan tersebut. Dalam hal stok yang berada dalam
lingkup yurisdiksi lebih dari satu negara dan tidak ada organisasi atau
tatanan untuk itu, maka negara bersangkutan harus bersepakat mengenai
suatu mekanisme bagi kerjasama untuk mengumpulkan dan
mempertukarkan data tersebut.
7.4.7. Organisasi atau tatanan pengelolaan perikanan subregional atau regional
harus mengumpulkan data dan mengupayakan ketersediaannya dengan
cara yang konsisten dengan syarat–syarat kerahasiaan yang dapat
diterapkan dengan tepat waktu dan dalam sebuah format yang disepakati
untuk seluruh anggota dari organisasi tersebut dan pihak berkepentingan
lainnya sesuai dengan prosedur yang disepakati.
105
mereka terlampaui: jika suatu titik rujukan batas didekati, harus diambil
langkah untuk menjamin bahwa titik tersebut tidak akan terlampaui.
a. Titik–titik rujukan target yang khas stok, pada waktu bersamaan,
tindakan yang akan diambil bila mereka dilampaui, dan
b. Titik–titik rujukan batas yang khas stok dan pada waktu yang
berasamaan, tindakan yang diambil bila mereka dilampaui: jika suatu
titik rujukan batas didekati, harus diambil langkah–langkah untuk
memastikan bahwa ia tidak akan dilampaui.
7.5.4. Dalam hal perikanan baru diusahakan atau bersifat eksploratori, negara
harus bersepakat sesegera mungkin mengambil langkah konservasi dan
pengelolaan yang berhati-hati, termasuk antara lain batas tangkap dan
batas upaya. Langkah–langkah tersebut harus tetap berlaku sampai
tersedia data yang mencukupi untuk memungkinkan pengkajian dari
dampak perikanan tersebut terhadap kelestarian jangka panjang dari
stok. Kemudian langkah konservasi dan pengelolaan yang didasarkan
atas pengkajian itu harus dilaksanakan. Langkah–langkah yang disebut
belakangan, jika perlu harus memungkinkan bagi perkembangan
perikanan tersebut secara bertahap.
7.5.5. Jika suatu gejala alam mempunyai dampak merugikan yang nyata
terhadap status sumber daya hayati akuatik, negara harus mengambil
langkah konservasi dan pengelolaan atas dasar keadaan darurat untuk
menjamin bahwa kegiatan penangkapan tidak memperburuk dampak
yang merugikan tersebut. Negara harus pula mengambil langkah serupa
atas dasar keadaan darurat ketika kegiatan penangkapan
memperlihatkan ancaman serius terhadap kelestarian sumber daya
tersebut. Langkah–langkah yang diambil atas dasar keadaan darurat
haruslah bersifat sementara dan harus didasarkan pada bukti ilmiah
terbaik yang tersedia.
106
menggunakan cara yang konsisten dengan hukum internasional untuk
laut lepas atau sesuai dengan peraturan perundang–undangan nasional
dalam lingkup kawasan yuridiksi nasional.
7.6.3. Bila terjadi penangkapan ikan yang melebihi kapasitas harus ditetapkan
mekanisme untuk mengurangi kapasitas ke tingkat yang sepadan dengan
pemanfaatan lestari sumber daya perikanan sedemikian rupa sehingga
menjamin para nelayan beroperasi dalam kondisi ekonomi yang
mendorong perikanan yang bertanggung jawab. Mekanisme seperti itu
harus termasuk pemantauan kapasitas armada penangkapan.
7.6.4. Kinerja dari semua alat tangkap, metode dan praktek penangkapan yang
akan harus diperiksa dan diambil langkah untuk memastikan bahwa alat
penangkapan ikan metode dan praktek yang tidak konsisten dengan
penangkapan ikan yang bertanggung jawab dihapuskan dan diganti
dengan alternatif yang lebih bisa diterima dalam proses ini, perhatian
khusus harus diberikan pada dampak dari langkah tersebut terhadap
komunitas nelayan, termasuk kemampuan mereka me-ngusahakan
sumber daya itu.
7.6.5. Negara–negara dan organisasi serta tatanan pengelolaan perikanan
harus mengatur penangkapan ikan sedemikian rupa untuk menghindari
resiko sengketa diantara para nelayan yang menggunakan kapal, alat
tangkap dan metode penangkapan yang berbeda.
7.6.6. Pada saat memutuskan mengenai pemanfaatan, konservasi dan
pengelolaan sumber daya perikanan, pengakuan yang sepatutunya harus
diberikan, jika perlu sesuai dengan hukum dan peraturan perundangan
nasional, kepada praktek tradisional, kebutuhan dan kepentingan
penduduk asli serta komunitas nelayan setempat yang sangat tergantung
pada sumber daya perikanan untuk mata pencaharian mereka.
7.6.7. Dalam mengevaluasi alternatif langkah konservasi dan pengelolaan,
hemat biaya dan dampak sosialnya harus dipertimbangkan.
7.6.8. Keampuhan langkah konservasi dan pengelolaan serta interaksinya yang
mungkin harus dikaji secara terus menerus. Langkah–langkah tersebut
jika perlu harus direvisi atau dihapus bila ada informasi baru.
7.6.9. Negara–negara harus mengambil langkah yang tepat untuk
meminimumkan limbah, ikan buangan, hasil tangkapan oleh alat tangkap
107
yang hilang atau ditelantarkan. Hasil tangkapan bukan spesies target,
baik spesies ikan maupun bukan spesies ikan dan dampak negatif
terhadap spesies terkait atau dependent species khususnya spescies
yang terancam punah, jika perlu langkah tersebut bisa mencakup langkah
teknis yang bertalian dengan ukuran ikan, ukuran mata jaring atau alat
tangkap, ikan buangan, musim dan kawasan tertutup serta zona yang
dicadangkan untuk perikanan terpilih, khususnya perikanan artisanal.
Langkah tersebut harus diberlakukan, jika perlu untuk melindungi yuwana
dan induk pemijah. Negara dan organisasi dan tatanan pengelolaan
perikanan, sejauh bisa diperaktekan, harus menggalakan pengembangan
dan penggunan alat tangkap dan teknik–teknik yang selektif, aman
lingkungan dan hemat biaya.
7.6.10. Negara–negara dan organisasi serta tatanan pengelolaan perikanan
subregional serta regional, dalam kerangka kerja wewenang mereka
masing–masing harus mengintroduksikan langkah bagi sumber daya
yang menipis dan sumber daya yang terancam penipisan yang
memberikan kemudahan pemanfaatan yang berkelanjutan stok tersebut.
Negara dan organisasi serta tatanan itu harus melakukan upaya untuk
menjamin bahwa sumber daya dan habitat yang sangat penting bagi
kesejahteraannya yang sudah secara merugikan dipengaruhi oleh
penangkapan atau aktivitas manusia lainnya, harus dipulihkan.
7.7. Pelaksanaan
7.7.1. Negara–negara harus menjamin bahwa sebuah kerangka kerja hukum
administratif yang efektif pada tingkat lokal dan tingkat nasional
selayaknya ditetapkan untuk pengelolaan konservasi sumber daya dan
pengelolaan perikanan.
7.7.2. Negara–negara harus menjamin bahwa hukum dan perundang–
undangan memuat sanksi, yang dapat diterapkan sepadan dengan
beratnya pelanggaran agar efektif. Termasuk sanksi yang memungkinkan
bagi penolakan, pembatalan atau pembekuan autorisasi untuk
menangkap ikan akibat ketidaktaatan terhadap langkah konservasi dan
pengelolaan yang berlaku
108
7.7.3. Negara–negara, sesuai dengan hukum nasional mereka, harus
melaksanakan pemantauan, pengendalian, dan pengawasan perikanan
yang efektif serta langkah penegakan hukum, jika perlu, termasuk
program pengamat, pola inspeksi dan sistem pemantauan kapal.
Langkah–langkah tersebut harus digiatkan dan jika perlu dilaksanakan
oleh organisasi dan tatanan pengelolaan perikanan subregional atau
regional sesuai dengan prosedur yang disepakati oleh organisasi atau
tatanan itu.
7.7.4. Negara–negara organisasi dan tatanan pengelolaan perikanan
subregional atau regional selayaknya harus menyetujui cara pembiayaan
kegiatan organisasi dan tatanan itu dengan mengingat, antara lain,
manfaat-manfaat relatif yang diperoleh dari perikanan itu dan berbedanya
kapasitasnya negara dalam menyediakan pembiayaan dan kontribusi lain,
jika perlu dan apabila mungkin organisasi dan tatanan itu harus berusaha
memperoleh kembali biaya-biaya konservasi. Pengelolaan dan penelitian
perikanan.
7.7.5. Negara–negara anggota atau peserta dalam organisasi atau tatanan
pengelolaan perikanan subregional atau regional harus melaksanakan
langkah yang disepakati secara internasional dan diadopsi dalam
kerangka kerja organisasi atau tatanan tersebut dan konsisten dengan
hukum internasional untuk menangkal kegiatan kapal yang mengibarkan
bendera bukan anggota atau bukan peserta yang terlibat dalam kegiatan
yang mengurangi keefektifan langkah konservasi dan pengelolaan yang
ditetapkan oleh organisasi atau tatanan tersebut.
109
PASAL 8
OPERASI PENANGKAPAN IKAN
110
8.1.8. Negara–negara, selayaknya harus memelihara dokumen menyangkut
para nelayan, bilamana mungkin, memuat informasi tentang tugas dan
kualifikasi mereka, termasuk sertifikat kecakapan sesuai dengan hukum
nasional.
8.1.9. Negara–negara harus menjamin bahwa langkah yang bisa dipraktekan
berkenaan dengan para nahkoda dan para perwira lain yang didakwa
dengan suatu pelanggaran pengoperasian kapal penangkap ikan harus
mencakup ketentuan yang mungkin membolehkan, antar lain, penolakan,
pembatalan atau pembekuan otorisasi untuk bertugas sebagai nahkoda
atau perwira kapal penangkap ikan.
8.1.10. Negara–negara dengan bantuan organisasi internasional yang relevan,
harus berupaya menjamin melalui pendidikan dan pelatihan bahwa
semua yang terlibat dalam operasi penangkapan diberi informasi tentang
ketentuan yang paling penting dari tatalaksana ini, demikian pula
ketentuan menyangkut konvensi internasional yang relevan dan standar
lingkungan yang bisa diterapkan dan standar lain yang penting untuk
menjamin operasi penangkapan ikan yang bertanggung jawab.
8.2. Kewajiban Negara Bendera Kapal
8.2.1. Negara bendera harus memelihara catatan kapal penangkap ikan yang
diberi otoritas mengibarkan bendera mereka dan diberi otoritas
menangkap ikan serta harus menunjukan dalam catatan itu rincian dari
kapal, kepemilikan dan hak untuk menangkap ikan.
8.2.2. Negara bendera harus menjamin bahwa kapal penangkap ikan yang
diberi hak untuk mengibarkan bendera mereka tidak menangkap ikan di
laut lepas atau di perairan dalam lingkup yuridiksi negara lain kecuali
kalau kapal itu telah memiliki sebuah sertifikat pendaftaran dan telah
diotorisasikan menangkap ikan oleh otoritas berwenang. Kapal tersebut
harus membawa sertifikat pendaftaran dan otorisasi menangkap ikan
yang mereka miliki.
8.2.3. Kapal penangkap ikan yang diotorisasikan menangkap ikan di laut lepas
atau di perairan lingkup yuridiksi suatu negara selain dari negara
bendera, harus diberi tanda sesuai dengan sistem penandaan kapal yang
seragam dan diakui secara internasional seperti misalnya, standar
111
spesifikasi dan pedoman bagi penandaan dan identifikasi kapal
penangkapan ikan dari FAO.
8.2.4. Alat penangkap ikan harus diberi tanda sesuai dengan peraturan
perundang-undang nasional supaya pemilik dari alat tangkap itu dapat
diidentifikasi. Persyaratan penandaan alat tangkap harus memperhatikan
sistem penandaan alat tangkap yang seragam dan diakui secara
internasional.
8.2.5. Negara bendera harus memastikan kepatuhan nelayan dan kapal
penangkap ikan terhadap persyaratan keselamatan yang tepat sesuai
dengan konvensi internasional, kode-kode praktek yang sudah disepakati
secara internasional dan pedoman yang bersifat sukarela. Negara harus
menggunakan persyaratan keselamatan yang tepat untuk seluruh kapal
kecil yang tidak dicakup oleh konvensi internasional, kode praktek atau
pedoman suka rela tersebut.
8.2.6. Negara–negara yang tidak menandatangani persetujuan untuk
memajukan kepatuhan Langkah–langkah konservasi dan pengelolaan
internasional oleh kapal ikan yang menangkap di laut lepas harus
didorong untuk menerima persetujuan tersebut dan menggunakan hukum
dan perundang–undangan dan peraturan yang konsisten dengan
ketentuan-ketentuan persetujuan tersebut.
8.2.7. Negara bendera harus mengambil langkah penegakan terhadap kapal
penangkap ikan yang diberi hak untuk mengibarkan bendera mereka
yang tidak mematuhi langkah konservasi dan pengelolaan yang bisa
diberlakukan, jika perlu termasuk menganggap ketidakpatuhan tersebut
sebagai suatu pelanggaran menurut peraturan perundang–undangan
nasional. Sangsi yang bisa diberlakukan berkenaan dengan pelanggaran
harus cukup berat agar efektif dalam pemastian ketaatan dan untuk
menangkal pelanggaran yang terjadi dimanapun dan harus mencegah
para pelanggar untuk memperoleh manfaat yang diperoleh dari kegiatan
mereka yang tidak sah. Sanksi bagi pelanggaran yang serius dapat
mencakup ketentuan bagi pembatalan atau pembekuan otorisasi
penangkap ikan.
8.2.8. Negara bendera harus mempermudah akses akses penanggungan
asuransi untuk para pemilik dan penyewa kapal penangkap ikan. Para
112
pemiliki dan penyewa kapal penangkap ikan harus mempunyai asuransi
yang cukup untuk melindungi anak buah kapal dan kepentingan mereka,
untuk mengganti kerugian kepada pihak ketiga terhadap kehilangan atau
kerusakan dan untuk melindungi kepentingan mereka sendiri.
8.2.9. Negara bendera harus menjamin bahwa para anak buah kapal berhak
untuk pemulangan dengan memperhatikan asas dalam konvensi
pemulangan pelaut.
8.2.10. Jika terjadi suatu kecelakaan pada suatu kapal penangkap ikan atau
seseorang di atas kapal penangkap ikan, negara bendera dari kapal
penangkap ikan yang bersangkutan harus memberikan rincian tentang
kecelakaan tersebut kepada negara dari setiap warga negara asing di
kapal yang mengalami kecelakaan. Informasi tersebut harus pula, sejauh
bisa dilakukan, dikomunikasikan ke Organisasi Maritim Internasional/
IMO.
113
keselamatan, kesehatan serta persyaratan kerja di atas kapal penangkap
ikan.
114
8.4.7. Negara–negara harus memastikan bahwa pengkajian implikasi gangguan
terhadap habitat dilaksanakan sebelum introduksi alat penangkap ikan,
metode dan operasi yang baru pada skala komersial ke suatu kawasan
8.4.8. Penelitian dampak lingkungan dan sosial alat penangkap ikan dan
khususnya, dampak alat tangkap itu terhadap keanekaragaman hayati
dan komunitas nelayan pesisir harus digiatkan.
115
8.6.2. Negara–negara harus menggiatkan pengembangan dan alih teknologi
bertalian dengan optimisasi energy di dalam sektor perikanan dan,
khususnya mendorong para pemilik, penyewa dan pengelola kapal
penangkap ikan melengkapi peranti optimisasi energi pada kapal mereka.
116
penangkap ikan yang bertanggung jawab harus mahir dalam menjalankan
dan merawat permesinan di kapal secara benar.
8.8.3. Otoritas yang berwenang harus membuat ketentuan bagi penghapusan
penggunaan khlorofluorokarbon (CFC) dan senyawa seperti
hidrokhlorofluorokarbon (HCFC) dalam sistem refrigerasi kapal
penangkap ikan dan harus menjamin bahwa industri galangan dan
mereka yang terlibat dalam industri penangkapan ikan diinformasikan
mengenai dan memenuhi ketentuan tersebut.
8.8.4. Para pemilik atau pengelola kapal penangkap ikan harus mengambil
tindakan yang tepat untuk mengisi kembali instalasi pemadam kebakaran
yang ada di kapal mereka dengan refrigeran pengganti CFC dan HCFC
dan pengganti Halon. Alternatif tersebut harus digunakan dalam
spesifikasi untuk semua kapal penangkap ikan yang baru
8.8.5. Negara–negara dan para pemilik, penyewa dan pengelola kapal
penangkap ikan demikian pula para nelayan harus mematuhi pedoman
internasional bagi pembuangan CFC, HCFC dan Halon.
117
8.10. Penelantaran Kerangka Bangunan dan Material Lain
8.10.1. Negara–negara harus memastikan bahwa standar dan pedoman bagi
pemindahan kerangka bangunan lepas pantai yang tidak digunakan lagi
yang diterbitkan oleh IMO dipatuhi. Negara harus pula memastikan
bahwa otoritas perikanan yang kompeten dimintakan pendapatnya
sebelum pengambilan keputusan tentang penelantaran kerangka
bangunan dan material lain oleh otoritas yang relevan.
118
PASAL 9
PEMBANGUNAN AKUAKULTUR
119
yuridiksi nasional mereka dan dengan bekerjasama menggiatkan praktek
akuakultur berkelanjutan.
9.2.2. Negara–negara dengan menghormati Negara tetangga mereka sesuai
hukum internasional, harus menjamin pemilihan yang bertanggung jawab
atas spesies, penempatan dan pengelolaan kegiatan akuakultur yang
dapat mempengaruhi ekosistem akuatik lintas batas.
9.2.3. Jika perlu, negara harus berkonsultasi dengan Negara tetangga mereka,
jika perlu sebelum mengintroduksikan spesies bukan asli ke dalam
ekosistem akuatik lintas batas.
9.2.4. Negara–negara harus menetapkan mekanisme yang tepat, seperti
misalnya basis data dan jaringan informasi untuk mengumpulkan,
membagi dan menyalurkan data yang berkaitan dengan kegiatan
akuakultur mereka untuk memberikan kemudahan kerjasama mengenai
perencanaan pembangunan akuakultur pada tingkat nasional,
subregional, regional, dan global.
9.2.5. Negara–negara harus bekerjasama dalam pengembangan mekanisme
yang sesuai, bila diperlukan, untuk memantau dampak dari masukan
yang digunakan dalam akuakultur.
120
9.3.2. Negara–negara harus bekerjasama dalam elaborasi, adopsi dan
implementasi kode praktek dan prosedur internasional bagi introduksi dan
pemindahan organisme akuatik.
9.3.3. Negara–negara dalam rangka meminimumkan resiko penularan penyakit
dan pengaruh lainnya yang merugikan terhadap stok alam dan yang
dibudidayakan harus mendorong adopsi praktek yang tepat dalam
perbaikan genetik induk. Introduksi spesies bukan asli, dan dalam
produksi, penjualan dan pengangkutan telur, larva atau benih, induk dan
material hidup lainnya. Negara harus memberikan kemudahan penyiapan
dan pelaksanaan kode praktek dan prosedur nasional yang tepat ke arah
maksud ini.
9.3.4. Negara–negara harus menggiatkan penggunaan prosedur yang tepat
bagi seleksi induk dan produksi telur, larva dan benih.
9.3.5. Negara–negara, bilamana perlu, harus menggiatkan penelitian dan
bilamana layak, pengembangan teknik akuakultur untuk melindungi
spesies yang terancam punah, merehabilitasi dan meningkatkan stok,
dengan memper-hatikan keperluan kritikal untuk melakukan konservasi
keanekaragaman genetik dari spesies terancam punah.
121
9.4.5. Negara–negara harus mengatur penggunaan masukan bahan kimia
dalam akuakultur, yang membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan.
9.4.6. Negara–negara harus mensyaratkan bahwa pembuangan limbah seperti
jeroan ikan, endapan kotoran, ikan mati atau ikan berpenyakit, obat
vateriner yang berlebih dan masukan bahan kimia berbahaya lain tidak
akan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
9.4.7. Negara–negara harus menjamin keamanan pangan produk akuakultur
dan menggiatkan upaya yang mempertahankan mutu produk,
meningkatkan nilainya melalui perhatian khusus sebelum dan selama
pemanenan, pengolahan di tempat, dalam penyimpanan dan
pengangkutan produk.
PASAL 10
INTEGRASI PERIKANAN
KE DALAM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR
122
10.1.4. Negara–negara harus memberikan kemudahan pengadopsian praktek
perikanan yang menghindari sengketa diantara para pengguna sumber
daya perikanan dan diantara mereka serta para pengguna lainnya dari
kawasan pesisir.
10.1.5. Negara–negara harus menggiatkan penetapan prosedur dan mekanisme
pada tingkat administratif yang tepat untuk menyelesaikan sengketa yang
timbul di dalam lingkup sektor perikanan dan diantara para pengguna
sumber daya perikanan dengan para pengguna kawasan pesisir lainnya.
123
10.3.3. Menyediakan informasi yang tepat waktu dan bila mungkin,
pemberitahuan sebelumnya kepada negara yang secara potensial
terkena pengaruh.
10.3.4. Berkonsultasi dengan negara tersebut sedini mungkin.
10.3.5. Negara–negara harus bekerjasama pada tingkat subregional dan regional
dalam rangka meningkatkan pengelolaan kawasan pesisir.
10.4 Pelaksanaan
10.4.1. Negara–negara harus menetapkan mekanisme kerjasama dan koordinasi
diantara otoritas nasional yang terlibat dalam perencanaan,
pembangunan, konservasi, dan pengelolaan kawasan pesisir.
10.4.2. Negara–negara harus menjamin bahwa otoritas atau otoritas-otoritas
yang mewakili sektor perikanan dalam proses pengelolaan pesisir
mempunyai kapasitas teknis dan sumber pembiayaan yang memadai.
PASAL 11
PRAKTEK PASCA PANEN DAN PERDAGANGAN
124
kemungkinan pembentukan badan pengendalian dan sertifikasi yang
saling diakui.
11.1.5. Negara–negara harus memberi pertimbangan sepatutnya terhadap peran
ekonomi dan sosial pasca panen sektor perikanan saat merumuskan
kebijakan nasional bagi pembangunan dan pemanfaatan sumber daya
perikanan yang berkelanjutan.
11.1.6. Negara–negara dan organisasi yang relevan harus mensponsori
penelitian teknologi ikan dan jaminan mutu, serta mendukung proyek
untuk meningkatkan penanganan pasca-panen ikan, dengan
memperhatikan dampak ekonomi, sosial, lingkungan dan gizi dari proyek
tersebut.
11.1.7. Negara–negara dengan memperhatikan adanya metode produksi yang
berbeda, melalui kerjasama dan dengan memberikan kemudahan bagi
pengembangan dan alih teknologi tepat guna, harus menjamin bahwa
metode pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan yang digunakan
bersifat ramah lingkungan.
11.1.8. Negara–negara harus mendorong mereka yang terlibat dalam
pengolahan, distribusi dan pemasaran ikan segar:
a. mengurangi susut dan limbah pasca panen ikan
b. meningkatkan pemanfaatan hasil tangkapan sampingan dan sejauh
mungkin konsisten dengan praktek penge-lolaan perikanan yang
bertanggung jawab, dan
c. memanfaatkan sumber daya, teristimewa air dan energi, khususnya
kayu bakar, dengan cara yang ramah lingkungan.
11.1.9. Negara–negara harus mendorong pemanfaatan ikan untuk konsumsi
manusia dan menggalakan konsumsi ikan bila perlu.
11.1.10.Negara–negara harus bekerjasama dalam rangka memberikan
kemudahan bagi produksi produk–produk bernilai tambah oleh negara
berkembang.
11.1.11. Negara–negara harus menjamin bahwa perdagangan ikan dan produk
ikan secara domestik dan internasional sesuai dengan praktek konservasi
dan pengelolaan yang layak melalui peningkatan identifikasi asal ikan dan
produk perikanan yang diperdagangkan.
125
11.1.12. Negara–negara harus menjamin bahwa efek lingkungan dari kegiatan
pasca panen dipertimbangkan dalam pengem-bangan hukum dan
peraturan perundang–undangan dan kebijakan terkait tanpa menimbulkan
distorsi pasar.
126
ketentuan yang mengacu pada akses ke sumber daya, perdagangan dan
akses ke pasar, alih teknologi, penelitian ilmiah, pelatihan dan unsur yang
relevan lainnya.
11.2.8. Negara–negara tidak boleh mengaitkan akses ke pasar dengan
pembelian teknologi yang khas atau penjualan produk lainnya.
11.2.9. Negara–negara harus bekerjasama dalam memenuhi persetujuan
internasional yang relevan yang mengatur perdagangan spesies yang
terancam punah.
11.2.10. Negara–negara harus mengembangkan persetujuan internasional bagi
perdagangan spesimen hidup bila tejadi resiko kerusakan lingkungan
dalam negara pengimpor atau pengekspor.
11.2.11. Negara–negara harus bekerjasama dalam mendorong ketaatan kepada
standar internasional serta pelaksanaannya yang efektif bagi
perdagangan ikan dan produk perikanan serta konservasi sumber daya
hayati akuatik.
11.2.12. Negara–negara tidak boleh mengabaikan langkah konservasi bagi
sumber daya hayati akuatik dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat
perdagangan atau penananman modal
11.2.13. Negara–negara harus bekerjasama mengembangkan aturan atau
standar yang bisa diterima secara internasional bagi perdagangan ikan
dan produk perikanan sesuai dengan asas, hak dan kewajiban yang
ditetapkan dalam persetujuan WTO.
11.2.14. Negara–negara harus bekerjasama satu dengan lainnya dan
berpartisipasi aktif dalam berbagai forum regional dan multilateral yang
relevan, seperti WTO, untuk menjamin perdagangan ikan dan produk
perikanan yang adil dan tidak membeda-bedakan serta ketaatan yang
meluas terhadap langkah konservasi perikanan yang secara multilateral
disepakati.
11.2.15 Negara–negara, badan bantuan, bank pembangunan multilateral dan
organisasi internasional yang relevan lainnya harus menjamin bahwa
kebijakan dan prakteknya yang terkait dengan promosi perdagangan ikan
internasional dan produksi untuk tujuan ekspor tidak mengakibatkan
penurunan mutu lingkungan atau dampak yang merugikan terhadap hak
dan kebutuhan gizi penduduk yang bagi mereka ikan adalah penting bagi
127
kesehatan dan kesejahteraannya serta untuk sumber pangan lainnya
yang setara tidak tersedia atau tidak terjangkau.
128
perikanan sesuai dengan ketentuan yang relevan yang secara
internasional diakui.
11.3.7. Negara–negara harus mengumpulkan, menyebarluaskan dan
mempertukarkan informasi statistik yang akurat, relevan dan tepat waktu
tentang perdagangan internasional ikan dan produk perikanan melalui
lembaga nasional dan organisasi internasional yang relevan.
11.3.8. Negara–negara harus segera memberitahukan negara lainnya yang
berkepentingan. WTO dan organisasi internasonal yang tepat lainnya
menyangkut perkembangan dan perubahan pada hukum dan peraturan
perundang–undangan dan prosedur administratif yang bisa diberlakukan
pada perdagangan internasional ikan dan produk perikanan internasional.
PASAL 12
PENELITIAN PERIKANAN
129
perikanan. Bila informasi ilmiah yang memadai tidak tersedia, penelitian
tepat guna harus diprakarsai sesegera mungkin.
12.4. Negara–negara harus mengumpulkan data yang dapat dipercaya dan
akurat untuk mengkaji status perikanan dan ekosistem, termasuk data
tentang hasil tangkapan sampingan, ikan buangan dan limbah. Jika perlu,
data ini harus diberikan pada waktu dan tingkat keterkumpulan yang
tepat, ke negara dan organisasi perikanan subregional, regional, dan
global yang relevan.
12.5. Negara–negara harus mampu memantau dan mengkaji keadaan stok
ikan di bawah yurisdiksinya, termasuk dampak perubahan ekosistem
yang diakibatkan oleh tekanan penangkapan, pencemaran, atau
pengubahan habitat. Negara tersebut harus menetapkan kapasitas
penelitian yang diperlukan untuk mengkaji pengaruh dari perubahan iklim
atau lingkungan terhadap stok ikan dan ekosistem akuatik.
12.6. Negara–negara harus mendukung dan agar memperkuat kemampuan
penelitian nasional agar memenuhi standar ilmiah yang diakui.
12.7. Negara–negara bekerjasama secara memadai dengan organisasi
internasional yang relevan, harus mendorong penelitian untuk menjamin
pemanfaatan optimum sumber daya perikanan dan menggairahkan
penelitian yang dibutuhkan untuk menopang kebijakan nasional yang
berkaitan dengan ikan sebagai pangan.
12.8. Negara–negara harus melakukan penelitian dan memantau suplai
pangan yang berasal dari sumber akuatik dan lingkungan dari tempat
mereka diambil dan menjamin bahwa tidak terjadi dampak yang
merugikan kesehatan konsumen. Hasil penelitian tersebut harus
dipublikasikan secara luas.
12.9. Negara–negara harus menjamin bahwa aspek ekonomi, sosial,
pemasaran dan kelembagaan perikanan diteliti secara memadai, dan
bahwa data yang bisa diperbandingakan dihasilkan bagi pemantauan
yang terus menerus, analisis dan perumusan kebijakan.
12.10. Negara–negara harus melakukan kajian terhadap selektivitas alat
penangkapan ikan, dampak lingkungan alat tangkap terhadap spesies
target dan terhadap prilaku spesies target dan spesies bukan target
berkaitan dengan alat penangkapan tersebut sebagai suatu dukungan
130
bagi pengambilan keputusan pengelolaan dan dengan maksud untuk
meminimumkan hasil tangkapan yang tidak dimanfaatkan serta
melindungi keanekaragaman hayati ekosistem dan habitat akuatik.
12.11. Negara–negara harus menjamin bahwa sebelum introduksi komersial
jenis alat tangkap baru, dilakukan sebuah evaluasi ilmiah mengenai
dampaknya terhadap perikanan dan pada ekosistem di tempat alat
tangkap itu akan digunakan. Efek dari introduksi alat tangkap semacam
itu harus dipantau.
12.12. Negara–negara harus menyelidiki dan mendokumentasikan pengetahuan
dan teknologi perikanan tradisional, teristimewa yang diterapkan pada
perikanan skala kecil, dalam rangka mengkaji penerapannya pada
konservasi, pengelolaan dan pengembangan perikanan yang
berkelanjutan.
12.13. Negara–negara harus menggiatkan pemanfaatan hasil penelitian sebagai
dasar bagi penetapan tujuan pengelolaan, titik rujukan dan kriteria
keberhasilan pencapaian serta untuk menjamin hubungan yang memadai
antara penelitian terapan dan pengelolaan perikanan.
12.14. Negara–negara yang melakukan kegiatan penelitian ilmiah di perairan di
dalam yurisdiksi negara lain harus menjamin agar kapal mereka
memenuhi hukum dan perundang–undangan Negara tersebut dan
undang-undang internasional.
12.15. Negara–negara harus menggiatkan adopsi pedoman yang seragam yang
mengatur penelitian perikanan di laut lepas.
12.16. Negara–negara bilamana diperlukan harus mendukung penetapan
mekanisme, termasuk, antara lain, adopsi, pedoman yang seragam untuk
memberikan kemudahan penelitian pada tingkat subregional atau regional
dan harus mendorong untuk berbagi hasil penelitian tersebut dengan
wilayah lain.
12.17. Negara–negara baik secara langsung maupun dengan dukungan
organisasi internasional yang relevan, harus mengembangkan program
penelitian dan program teknis kolaboratif untuk meningkatkan
pemahaman biologi, lingkungan dan status stok akuatik lintas batas.
12.18. Negara–negara dan organisasi internasional yang relevan harus
mendorong dan meningkatkan kapasitas penelitian negara berkembang,
131
antara lain, dalam bidang pengumpulan dan analisis data, informasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi pengembangan sumber daya manusia dan
pengadaan fasilitas penelitian. Supaya mereka ikut serta secara efektif
dalam konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati
akuatik yang berkelanjutan.
12.19. Organisasi internasional yang kompeten, jika diperlukan harus
memberikan dukungan teknis dan pembiayaan pada negara berdasarkan
permintaan dan bilamana terlibat dalam penyelidikan penelitian yang
bertujuan mengevaluasi stok ikan yang sebelumnya tidak ditangkap atau
sangat sedikit ditangkap.
12.20. Organisasi internasional teknis dan pembiayaan yang relevan atas
permintaan, harus mendukung negara dalam upaya penelitian mereka.
Dengan perhatian khusus kepada negara berkembang, teristimewa
negara paling sedikit perkembangannya di antara mereka dan negara
kepulauan kecil yang berkembang.
132
merekomendasikan agar FAO mengembangkan konsep perikanan yang
bertanggung jawab dan merinci sebuah Tatalaksana untuk maksud itu.
3. Kemudian. Pemerintah Meksiko, bekerjasama dengan FAO,
mengorganisasikan sebuah Konferensi Internasional tentang Perikanan
yang bertanggug jawab di Cancun, Mei 1992. Deklarasi Cancun yang telah
disahkan pada Konferensi tersebut lebih lanjut telah mengembangkan
konsep perikanan yang bertanggung jawab dan menyatakan bahwa “konsep
ini mencakup pemanfaatan lestari sumber daya perikanan yang serasi
dengan lingkungan, penerapan praktek perikanan tangkap dan akuakultur
yang tidak membahayakan ekosistem, sumber daya atau mutunya,
pemberian nilai tambah pada produk–produk tersebut melalui proses
informasi yang memenuhi standar sanitasi yang dipersyaratkan pelaksanaan
praktek komersial sedemikian rupa sehingga memberi akses bagi para
konsumen pada produk yang bermutu baik”.
4. Deklarasi Cancun telah disampaikan untuk mendapat perhatian pada
Pertemuan Tingkat Tinggi UNCED Rio pada bulan Juni 1992, yang
mendukung penyiapan sebuah Tatalaksana untuk Perikanan yang
bertanggung jawab, (CCRF). Konsultasi Teknis FAO tentang Penangkapan
di laut lepas yang diadakan pada bulan September 1992. Lebih lanjut
merekomendasikan penjabaran sebuah tatalaksana untuk mengamanatkan
isu berkenaan dengan perikanan di laut lepas.
5. Sidang ke 102 Dewan FAO, yang diadakan pada November 1992, telah
membahas penjabaran tatalaksana itu, merekomendasikan agar prioritas
diberikan pada isu-isu laut lepas dan meminta agar usul bagi tatalaksana itu
disajikan pada sidang 1993 Komite tentang Perikanan.
6. Sidang ke 20 COFI, yang diadakan pada bulan Maret 1993, menelaah asas
umum bagi sebuah tatalaksana semacam itu, termasuk penjabaran
pedoman dan menyetujui sebuah kerangka waktu bagi perluasan lebih lanjut
tatalaksana tersebut. Juga dimintakan pada FAO untuk mempersiapkan atas
dasar “pelacakan cepat“, sebagai bagian dari Tatalaksana, usul–usul untuk
penukaran bendera kapal penangkap ikan yang mempengaruhi langkah
konservasi dan pengelolaan di laut lepas.
7. Pengembangan lebih lanjut tatalaksana perikanan yang bertanggung jawab
(CCRF) dilangsungkan dengan konsultasi dan kerjasama dengan Badan-
133
badan PBB relevan dan organisasi internasional lain termasuk organisasi
non pemerintah.
8. Menurut instruksi Badan Pengarah FAO, draf Tatalaksana telah dirumuskan
sedemikian rupa agar konsisten dengan Konvensi PBB 1982 tentang Hukum
Laut (UNCLOS 1992) dengan memperhatikan Deklarasi Cancun 1992.
Deklarasi Rio 1992 dan ketentuan–ketentuan Agenda 21 UNCED,
kesimpulan dan rekomendasi Konsultasi Teknis FAO 1992 tentang
penangkapan di laut lepas. Strategi yang disahkan oleh Konferensi Dunia
FAO 1984 tentang pengelolaan dan Pembangunan Perikanan serta
instrument–instrument lain yang relevan termasuk hasil Konferensi PBB
yang sedang berlangsung tentang stok ikan straddling dan Stok Ikan Peruya,
jauh yang dalam Agustus 1995 menyetujui sebuah Persetujuan bagi
Pelaksanaan dari Ketentuan–ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut
10 Desember 1982 berkenaan dengan Stok Ikan straddling dan stok ikan
peruaya Jauh.
9. Konferensi FAO, pada sidang ke 27, bulan Nopember 1993, telah
mengadopsi persetujuan untuk memajukan pemenuhan dengan langkah–
langkah konservasi dan pengelolaan internasional oleh kapal penangkapan
ikan di laut lepas dan merekomendasikan agar Asas Umum CCRF disiapkan
berdasarkan atas “ pelacakan cepat “ dalam rangka perumusan Pasal–pasal
tematik. Sesuai dengan itu, sebuah draf teks asas umum ditinaju kembali
oleh sebuah kelompok kerja informal pakar-pakar yang dicalonkan
pemerintah, yang bertemu di Roma pebruari 1994. Sebuah draf yang direvisi
telah diedarkan luas keseluruh anggota dan anggota tidak tetap FAO
demikian pula organisasi antar pemerintah dan non-pemerintah. Komentar
yang telah diterima mengenai versi kedua asas Umum digabungkan dengan
draf tatalaksana bersama dengan usul-usul menjadi sebuah teks pilihan.
Dokumen ini juga merupakan subyek konsultasi informal dengan organisasi
non-pemerintah pada kesempatan sidang keempat konferensi PBB tentang
stok ikan straddling dan stok Ikan Peruaya jauh, yang diadakan Agustus
1994 di New York.
10. Untuk memberikan kemudahan pemandangan mengenai teks langkah dari
draf Tatalaksana. Direktur Jenderal telah mengusulkan kepada Dewan pada
sidang ke 106 Juni 1994, agar sebuah konsultasi teknis mengenai TPB
134
diorganisasikan terbuka bagi seluruh Anggota FAO, bukan anggota yang
berkepentingan organisasi antar pemerintah dan non-pemerintah, agar
membuka peluang bagi keterlibatan seluas mungkin semua pihak yang
bersangkutan pada tahap dini dari perluasan Tatalaksana.
11. Konsultasi teknis tersebut berlangsung di Roma sejak 26 september hingga
5 Oktober 1994 disampaikan sebuah draf tatalaksana lengkap dan
disampaikan sebuah draf pertama mengenai pedoman teknis untuk
mendukung bagian terbesar dari pasal tematik. Menyusul sebuah tinjauan
menyeluruh dari seluruh pasal dari draf lengkap tatalaksana sebuah draf
alternatif sekretariat kemudian disiapkan ata dasar komentar yang diberikan
selama pembahasan pleno dan perubahan khusus yang diserahkan secara
tertulis selama konsultasi.
12. Konsultasi telah mampu pula meninjau secara rinci sebuah draf alternatif
untuk tiga dari enam pasal tematik dari tatalaksana, yaitu pasal 9 “ Integrasi
Perikanan ke dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir”, Pasal 6 “ pengelolaan
perikanan”, Pasal 7 “ Operasi Penangkapan Ikan “, kecuali untuk asas yang
mungkin akan dipengaruhi oleh hasil Konferensi PBB yang sedang
berlangsung tentang stok ikan peruaya jauh. Sebuah laporan Administratif
singkat telah disiapkan dan disampaikan ke Dewan FAO dan ke COFI.
13. Konsultasi teknis mengusulkan kepada Dewan pada sidang ke 107, 15-24
Nopember 1994, agar susunan kata akhir dari asas yang terutama
berkenaan dengan isu laut lepas dibiarkan tertunda seraya menantikan hasil
dari Konferensi PBB. Dewan umumnya meluluskan prosedur yang
diusulkan, dan dengan memperhatikan bahwa mengikuti bahasan pada
sidang COFI berikutnya, sebuah draf akhir dari tatalaksana akan diserahkan
ke Dewan FAO Juni 1995 yang kemudian akan memutuskan mengenai
perlunya komite teknis bersidang pararel dengan sidang dari Dewan guna
merinci lebih lanjut ketentuan Tatalaksana jika diperlukan.
14. Didasarkan pada sejumlah komentar penting dan saran terinci yang diterima
pada konsultasi teknis. Sekretariat telah mengembangkan sebuah draf dari
CCRF yang direvisi yang diserahkan ke Sidang 21 dari komite tentang
Perikanan (COFI) yang diadakan 10-15 Maret 1995.
15. Komite tentang Perikanan juga diberitahukan bahwa Konferensi PBB
diharapkan menyelesaikan tugas kerjanya Agustus 1995. Diusulkan bahwa
135
asas yang tertunda dalam teks draf dari tatalaksana kemudian dapat
dirundingkan dengan bahasa yang telah disepakati pada Konferensi PBB
sesuai dengan mekanisme yang akan diputuskan oleh komite dan Dewan
sebelum penyerahan tatalaksana lengkap untuk diadopsi pada sidang ke 28
dari Konferensi FAO pada bulan Oktober 1995.
16. Komite telah diberitahukan berbagai tahap yang telah diambil sekretariat
dalam menyiapkan draf tatalaksana. Komite menetapkan sebuah kelompok
kerja terbuka guna meninjau kembali teks draf dari tatalaksana. Kelompok
kerja yang bersidang 10-14 Maret 1995, telah melakukan sebuah revisi
terinci dari draf tatalaksana dalam meneruskan kerja Konsultasi Teknis.
Kelompok kerja itu telah menyelesaikan dan menyepakati teks pasal 8
sampai 11. Mengingat kendala waktu, kelompok kerja memberikan arahan
kepada sekretariat untuk mendraf ulang pasal 1 sampai 5. Telah pula
naskah direkomendasikan bahwa unsure penelitian dan kerjasama serta
akuakultur telah pula direkomendasikan dimasukan dalam pasal 5 asas
umum, untuk mencerminkan isu yang berkembang dalam pasal tematik dari
tatalaksana.
17. Komite mendukung usul yang disahkan oleh sidang ke 107 Dewan
mengenai mekanisme untuk penyelesaian akhir tatalaksana. Susunan kata
akhir dari asas yang berkenaan terutama dengan isu-isu yang menyangkut
stok ikan peruaya jauh, yang hanya merupakan bagian kecil dari
Tatalaksana, harus ditelaah dengan memperhatikan hasil Konferensi PBB.
Kelompok juga merekomendasikan bahwa bila persetujuan telah tercapai
mengenai substansi tersebut, maka akan diperlukan untuk menyerasikan
aspek-aspek hukum, teknis dan idiomatik dari tatalaksana, guna
memberikan kemudahan bagi persetujuan akhir.
18. Laporan dari kelompok kerja terbuka telah disajikan ke Sidang Menteri
tentang Perikanan, diadakan pada tanggal 14-15 Maret 1995, sehubungan
dengan sidang COFI. Consensus Roma mengenai Perikanan Dunia yang
bermula dari pertemuan ini telah mendesak agar “ Pemerintah-pemerintah
dan organisasi internasional mengambil tindakan segera untuk
menyelesaikan tatalaksana internasional bagi perikanan yang bertanggung
jawab dengan maksud menyerahkan naskah akhir kepada Konferensi FAO
Oktober 1995.”
136
19. Sebuah versi tatalaksana yang direvisi telah disajikan pada sidang ke 128
dari Dewan. Dewan menetapkan sebuah komite teknis yang mengadakan
sidang pertama sejak 5 sampai 9 Juni 1995, dengan kehadiran para anggota
regional secara luas. Sejumlah organisasi antar pemerintah dan non-
pemerintah juga turut serta.
20. Dewan dibertitahukan oleh Komite Teknis bahwa Komite telah melakukan
tinjauan menyeluruh pasal 1 sampai 5 termasuk pendahuluan. Memeriksa
mengubah dan menyepakati pasal 8 sampai 11. Dewan juga telah
diberitahukan bahwa komite telah memulai revisi pasal 6.
21. Dewan telah menyetujui kerja yang dilakukan oleh Komite Teknis dan
meluluskan rekomendasinya bagi sidang ke 2 yang akan diadakan pada
tanggal 25-29 september 1995 untuk menyelesaikan revisi dari Tatalaksana
saat sekretariat sudah menyerasikan naskah secara linguistik dan secara
yuridis, dengan memperhatikan hasil dari Konferensi PBB mengenai stok
ikan straddling dan stok ikan peruaya jauh.
22. Sebuah versi Tatalaksana direvisi seperti yang disetujui oleh Komite Teknis
pada sidang pertamanya (5-9 Juni 1995) dan telah disyahkan oleh sidang ke
108 dari Dewan telah diterbitkan, baik sebagai dokumen Konferensi (C
95/20) maupun sebagai sebuah makalah kerja bagi sidang kedua dari
Komite Teknis. Unsur-unsur yang persetujuannya tertunda diidentifikasi
dengan jelas.
23. Dalam rangka memudahkan penyelesaian akhir keseluruhan Tatalaksana.
Sekretariat telah mempersiapkan dokumen “Usulan Sekretariat untuk pasal
6. Pengelolaan perikanan dan pasal 7, Operasi Penangkapan, dan CCRF”,
dengan memperhatikan persetujuan yang berkaitan dengan konservasi dan
pengelolaan stok. Ikan Straddling dan stok ikan Peruaya jauh, yang disetujui
oleh Koperensi PBB Agustus 1995, sekretariat juga telah menyelesaikan
usulan bagi penyerasian dari naskah mengenai aspek-aspek hukum dan
linguistic dan menyediakannya untuk komite dalam tiga bahasa bagi sidang
(Inggris, Prancis dan Spanyol).
24. Sidang kedua dari Komite Teknis Terbuka dari Dewan telah bersidang sejak
25 sampai 29 september 1995, dengan diwakili secara luas dari wilayah dan
organisasi berkepentingan. Komite bekerja dengan semangat penuh
kerjasama. Dengan sukses menyelesaikan tugasnya, mengakhiri dan
137
mengesahkan semua pasal dan Tatalaksana secara utuh. Komite Teknis
menyepakati bahwa negosiasi naskah dari Tatalakasana telah diakhiri.
Sebuah kelompok Informal Terbuka mengenai Penyerasian Bahasa
mengadakan sidang tambahan dan bersama dengan sekretariat.
Menyelesaikan penyerasian berdasarkan naskah yang disetujui dan
disahkan pada sidang penutupan. Komite teknis menginstruksikan
sekreteriat untuk segera menyerahkan versi yang selesai sebagai suatu
dokumen Konferensi yang direvisi kepada sidang ke 109 dari Dewan dan
kepada sidang ke 28 dari Konferensi untuk disetujui. Dewan telah
mengesahkan Tatalaksana seperti yang diselesaikan oleh komite teknis.
Sekretariat telah diminta untuk mempersiapkan naskah resolusi yang
dibutuhkan bagi Konferensi, termasuk pula undangan pada negara untuk
meratifikasi, sebagai hal yang mendesak, persetujuan pemenuhan yang
telah disetujui pada sidang terakhir dari Konferensi. Sidang ke 28 dari
Konferensi telah setuju mengesahkan pada 31 oktober 1995, secara
konsensus. CCRF dan masing-masing Resolusi yang dicantumkan pada
lampiran 2.
RESOLUSI
KONFERENSI
138
Memikirkan, memperhatikan dan merenungkan bahwa dengan berlakunya
Konvensi PBB mengenai Hukum Laut, 1982, dan pengesahan persetujuan itu
bagi pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan Konvensi PBB mengenai hukum laut
10 Desember 1982 bertalian dengan konservasi dan pengelolaan menyangkut
stok ikan Straddling dan stok ikan Peruaya jauh, seperti yang telah diantisipasi
dalam Deklarasi Rio 1992 dan ketentuan Agenda 21 dari UNCED, terdapat
keperluan yang mendesak bagi kerjasama subregional dan bahwa tanggung
jawab yang nyata diletakan pada FAO sesuai dengan tugas fungsinya.
Mengingat lebih lanjut bahwa Konferensi dalam 1993 telah mengesahkan
persetujuan FAO untuk memajukan pemenuhan dengan Langkah–langkah
konservasi dan pengelolaan oleh kapal penangkapan ikan di laut lepas, dan
bahwa persetujuan ini akan merupakan sebuah bagian integral dari Tatalaksana.
Memperhatikan dengan rasa puas bahwa FAO, sesuai dengan keputusan badan
pengarah telah menyelenggarakan serangkaian pertemuan teknis untuk
merumuskan Tatalaksana dan bahwa pertemuan-pertemuan ini telah
menghasilkan tercapainya persetujuan mengenai naskah dari Tatalaksana untuk
perikanan yang bertanggung jawab.
Mengakui bahwa konsensus Roma mengenai perikanan Dunia, yang
bermula dari Pertemuan Menteri mengenai perikanan pada 14-15 Maret 1995,
telah mendesak pemerintah dan organisasi internasional menanggapi secara
efektif situasi perikanan belakangan ini, antara lain, yang menyelesaikan CCRF
dan mempertimbangkan bagi mengesahkan persetujuan untuk memajukan
pemenuhan dengan Langkah–langkah konservasi dan pengelolaan internasional
oleh kapal penangkapan ikan di laut lepas:
a. Memutuskan, mengesahkan Tatalaksana untuk perikanan yang bertanggung
jawab.
b. Mengundang Negara. Organisasi Internasional, baik pemerintahan maupun
non pemerintahan, dan semua yang ikut terlibat dalam perikanan untuk
bekerjasama dalam memenuhi dan melaksanakan tujuan dan asas yang
dimuat dalam tatalaksana ini.
c. Mendesak bahwa ketentuan khusus Negara berkembang diperhatikan dalam
melaksanakan ketentuan-ketentuan dari tatalaksana.
d. Meminta FAO untuk membuat ketentuan dalam program kerja dan anggaran
untuk memberikan advis kepada Negara berkembang dalam melaksanakan
139
tatalaksana ini dan bagi perluasan sebuah program perbantuan antar
regional bagi bantuan eksternal yang dimaksudkan untuk mendukung
pelaksanaan dari Tatalaksana ini.
e. Lebih lanjut meminta FAO, bekerja sama dengan para anggota dan
organisasi relevan berkepentingan, untuk merinci setepatnya pedoman
teknis dalam menopang pelaksanaan dari Tatalaksana.
f. Meminta FAO memantau dan melaporkan menyangkut pelaksanaan dari
Tatalaksana dan efeknya terhadap perikanan, termasuk tindakan yang
diambil dibawah instrumen lain dan resolusi-resolusi oleh sidang umum
untuk memberii pemberlakuan pengaruh pada Konferensi mengenai stok
ikan straddling dan stok ikan peruaya jauh yang menjurus pada persetujuan
bagi pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan dari Konvensi PBB mengenai
Hukum Laut 10 Desember 1982. Bertalian dengan konservasi dan
pengelolaan stok ikan Straddling dan stok ikan peruaya jauh.
g. Mendesak FAO untuk memperketat badan Perikanan Regional supaya
menangani lebih efektif isu konservasi dan pengelolaan perikanan dalam
menopang kerjasama dan koordinasi subregional, regional serta global
dalam perikanan.
140
maka perlu diupayakan agar setiap orang yang bekerja dalam perikanan dan
akuakultur komit terhadap prinsip-prinsipnya dan menentukan langkah–langkah
partikal untuk melaksanakannya.
Diperlukan waktu lebih dari dua tahun untuk memperluas tatalaksana,
yang terdiri dari sejumlah prinsip-prinsip, tujuan-tujuan dan unsur-unsur untuk
pelaksanaannya. Wakil dari anggota FAO, organisasi antar pemerintahan,
industri penangkapan ikan dan organisasi non pemerintah telah bekerja keras
untuk mencapai kesepakatan terhadap tatalaksana tersebut. Karena itu, ia
merupakan suatu hasil dari usaha berbagai kelompok yang berbeda yang terlibat
dalam perikanan dan akuakultur. Terkait dengan itu, Tatalaksana ini
mencerminkan kesepakatan atau perjanjian global dalam berbagai isu yang luas
dalam perikanan dan akuakultur.
Pemerintah, bersama–sama dengan industri dan komunitas perikanan,
mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan tatalaksana ini. Peran FAO
adalah memberikan dukungan teknis, namun ia tidak mempunyai tanggung
jawab langsung dalam pelaksanaannya karena FAO tidak mempunyai tanggung
jawab dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan nasional perikanan,
peran ini ada pada pemerintah.
Pelaksanaan tatalaksana ini paling efektif dicapai bila pemerintah mampu
memuat prinsip-prinsip dan tujuan tatalaksana ke dalam kebijakan dan peraturan
perikanan nasional. Agar ada dukungan bagi kebijakan dan peraturan perikanan
tersebut, maka pemerintah harus mengambil langkah–langkah konsultasi dengan
industri dan kelompok-kelompok terkait untuk memperoleh dukungan dan
penataan mereka. Selain itu, pemerintah perlu mendorong komunitas dan
industri perikanan untuk membuat petunjuk praktis yang sejalan dengan dan
mendukung tujuan-tujuan tatalaksana. Petunjuk praktis ini merupakan salah satu
cara penting dalam memajukan pelaksanaan tatalaksana. Tujuan risalah ini
adalah untuk menggambarkan, secara nonteknis, beberapa aspek penting
tatalaksana. Diharapkan risalah ini dapat menimbulkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya tujuan dan pentingnya tujuan dan sasaran tatalaksana dan
mendorong mereka untuk melaksanakannya dalam semua jenis perikanan, baik
skala kecil, menengah atau besar, dan akuakultur. Risalah ini tidak
menggantikan tatalaksana, tapi hanyalah mencoba menyediakan informasi
tentangnya.
141
Tatalaksana ini telah diterjemahkan oleh FAO ke dalam lima bahasa resmi PBB,
yaitu Arab, Cina, Inggris, Prancis dan Spanyol, disamping itu, pemerintah,
industri, dan organisasi lainnya telah membuat terjemahan tidak resmi ke dalam
berbagai bahasa antara lain: bahasa Albania, Kroasia, Estonia, Parsi, Jerman,
Islandia, Indonesia, Italia, Jepang, Polandia, Rusia, Sinhala, Slovenia, Thamil,
Thailand dan Tigrina.
LATAR BELAKANG
142
dilaksanakan. Ia juga mengamanatkan pembangunan akuakultur, hubungan
antar perikanan dan aktivitas pesisir lainnya, dan pengolahan serta penjualan
hasil tangkapan. Pentingnya kerjasama antar negara dalam berbagai aspek juga
disoroti dalam tatalaksana.
Tatalaksana tidak menerangkan secara tepat bagaimana nelayan,
industri dan pemerintah harus mengambil langkah–langkah parsial yang
diperlukan untuk melaksanakan tatalaksana. Karena itu, FAO mengembangkan
sejumlah petunjuk teknis yang lebih rinci terhadap berbagai topik yang berbeda
untuk mendukung pelaksanaan tatalaksana. Petunjuk teknis tersebut
dimaksudkan untuk menyediakan petunjuk praktis dan teknis bagi nelayan,
industri dan pengelola perikanan sebagai langkah–langkah yang mungkin
diperlukan untuk memastikan bahwa tatalaksana dilaksanakan sebagaimana
dimaksudkan.
PENGOLAHAN PERIKANAN
143
Perikanan harus dikelola untuk memastikan bahwa penangkapan ikan dan
pengolahan ikan diselenggarakan dengan cara–cara yang meminimalkan
dampak negatif terhadapa lingkungan, mengurangi limbah, dan mengawetkan
mutu ikan yang ditangkap. Nelayan harus menyimpan catatan–catatan mengenai
operasi pe-nangkapannya. Pemerintah harus mempunyai hukum yang
ditegakkan dengan prosedur untuk menentukan dan menghukum pelanggarnya.
Hukuman bagi pelanggar dapat meliputi denda atau bahkan pencabutan izin
penangkapan bila pelanggarannya berat.
Dalam mengembangkan kebijakan perikanan, adalah penting untuk
mempertimbangkan sejumlah isu. Termasuk diantaranya adalah biaya dan
keuntungan dari penangkapan ikan, dan dampak penangkapan ikan terhadap
sosial dan lingkungan. Di dalam menyusun kebijakan tersebut, negara–negara
harus menggunakan informasi ilmiah yang paling baik yang ada, sambil
mempertimbangkan praktik–praktik dan pengetahuan penangkapan ikan
tradisional bila mungkin. Apabila informasi ilmiah tersebut tidak ada, negara–
negara harus lebih hati–hati dalam membuat batas–batas penangkapan ikan.
Semua orang dan organisasi yang peduli dengan penangkapan ikan
harus di dorong untuk berbagi pandangan dan pendapat terhadap isu–isu
penangkapan ikan. Perhatian khusus harus diberikan terhadap kebutuhan
penduduk setempat yang mata pencahariannya bergantung kepada perikanan.
Negara–negara harus berusaha mendidik dan melatih nelayan dan pembudidaya
ikan sehingga mereka dapat terlibat dalam membangun dan melaksanakan
kebijakan untuk menjamin keberlanjutan perikanan kini dan masa datang. Untuk
melindungi sumberdaya ikan, pengeboman (dengan dinamit), peracunan dan
praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak harus dilarang di semua negara.
Negara–negara harus memastikan bahwa hanya kapal penangkap ikan
berizinlah yang menangkap ikan diperairannya. Penangkapan ikan tersebut
haruslah dilaksanakan dengan cara yang bertanggung jawab dan sesuai dengan
setiap aturan, regulasi atau hukum yang dapat diterapkan oleh suatu Negara.
Untuk mencegah lebih tangkap (menangkap ikan begitu banyak sehingga
sediaan ikan menurun di masa datang), armada penangkap ikan harus tidak
boleh terlalu besar bagi pasokan alami ikan, selain itu dampak alat tangkap ikan
terhadap lingkungan (dampak terhadap terumbu karang, misalnya) harus
dipahami sebelum menggunakan alat tangkap baru. Cara dan alat penangkapan
144
ikan harus selektif dan dirancang untuk meminimalkan limbah dan
mengupayakan tingginya lintasan ikan yang lepas. Alat tangkap harus juga
meminimalkan penangkapan ikan yang tidak dikehendaki (non target atau
tangkapan samping), atau yang terancam punah. Alat dan cara penangkapan
ikan yang tidak selektif atau menyebabkan tingginya jumlah limbah harus
disingkirkan.
Pasokan untuk kapal harus diadakan dengan meminimalkan limbah dan
sampah. Pemilik dan anak buah kapal penangkap ikan harus memastikan bahwa
pembuangan limbah tidak menyebabkan polusi. Untuk melindungi kualitas udara,
negara–negara harus mengadopsi petunjuk-petunjuk yang bertujuan untuk
mengurangi pelepasan gas-gas buang yang berbahaya dan pelepasan substansi
yang menipiskan lapisan ozon yang terdapat di dalam sistem pendinginan dalam
beberapa jenis kapal. Substansi-substansi seperti ini harus disingkirkan.
Habitat-habitat ikan penting seperti rawa, mangrove, karang dan laguna
harus dilindungi dari kerusakan dan polusi. Apabila bencana alam
membahayakan sumber daya perikanan, negara–negara harus bersiap untuk
mengambil Langkah–langkah pengelolaan dan pelestarian darurat bila perlu.
NEGARA–NEGARA BENDERA
Negara–negara yang mempunyai kapal-kapal penangkap ikan yang
menangkap ikan di luar perairannya mempunyai tanggung jawab untuk
memastikan bahwa kapal-kapal tersebut mempunyai sertififkat-sertifikat yang
diperlukan, dan diizinkan untuk menangkap ikan. Negara–negara harus
menyimpan catatan-catatan rinci tentang kapal-kapal tersebut yang menangkap
ikan di luar perairan negaranya.
Negara–negara bendera (yaitu negara–negara yang mengeluarkan
sebuah bendera bagi sebuah kapal penangkap ikan), juga harus memastikan
bahwa kapal-kapal mereka aman dan diasuransikan terlebih lagi, kapal-kapal
dan alat penangkap ikan harus ditandai dengan tepat, sesuai dengan aturan
nasional dan atau internasional. Keterangan mengenai kecelakaan yang
melibatkan bangsa asing harus dilaporkan kepada pemerintahnya.
145
NEGARA–NEGARA PELABUHAN
PEMBANGUNAN AKUAKULTUR
146
diambil dalam memantau jenis pakan dan pupuk yang digunakan dalam
pembudidayaan ikan.
Pengunaan obat–obatan dan bahan kimia pengendali penyakit harus
sesedikit mungkin karena mereka dapat menyebabkan dampak negatif yang
signifikan terhadap lingkungan. Ini juga sangat penting bagi penjaminan
keamanan dan kualitas produk akuakultur.
Apabila akibat pembudidayaan ikan melampaui batas perairan suatu
negara, negara–negara harus berkonsultasi dengan negara–negara tetangganya
sebelum mengintroduksikan spesies ikan yang tidak asli untuk di budidayakan.
Untuk meminimalkan penyakit dari spesies baru, negara–negara harus membuat
suatu kode praktik atau prilaku untuk mengintroduksikan atau mentransfer hewan
dan tanaman air dari satu tempat ke tempat lain. Di dalam merencanakan suatu
proyek akuakultur, teknik–teknik harus dibuat oleh negara–negara dan industri
untuk mengembalikan atau meninkatkan pasokan spesies yang terancam
kepunahan (yaitu spesies yang akan punah bila tindakan koreksi tidak segera
diambil).
147
Negara–negara harus mendorong rakyatnya untuk makan ikan dan harus
memastikan bahwa ikan dan produk perikanan adalah aman dan sehat. Standar-
standar untuk kualitas ikan yang dapat disupervisikan dan ditegakkan oleh
pemerintah harus dibuat untuk melindungi kesehatan konsumen dan mencegah
kecurangan komersial (misalnya dengan memberi informasi yang salah kepada
konsumen tentang ikan yang ditawarkan). Terlebih lagi, negara–negara harus
bekerja sama dalam membuat langkah saniter bersama dan program sertifikasi.
Cara–cara pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan ikan harus ramah
lingkungan (cara–cara ini harus tidak mempunyai pengaruh buruk terhadap
lingkungan). Susut lepas panen dan limbah sesudah ikan ditangkap harus
minimal, hasil tangkapan samping (tangkapan yang sebenarnya tidak
dikehendaki nelayan), harus dimanfaatkan sebanyak mungkin, dan air serta
energi, dan kayu, pada khususnya, dalam pengolahan ikan harus dikelola secara
hati–hati. Bila mungkin, produksi produk–produk bernilai lebih tinggi atau yang
telah diolah harus didorong karena produk–produk semacam ini biasanya
membawa harga yang lebih tinggi bagi nelayan.
Hukum–hukum perdagangan yang mengatur ikan dan produk ikan harus
dibuat sederhana, jelas dan konsisten dengan aturan internasional. Nelayan,
organisasi lingkungan kelompok-kelompok konsumen harus dikonsultasi
manakalan–negara secara periodik merumuskan dan meninjau ulang regulasi
dan hukum perdagangan mereka. Apabila regulasi dan hukum suatu negara
dibuat atau diubah, negara–negara lain harus diberitahu dan diberi waktu untuk
mengintroduksikan perubahan– perubahan yang diperlukan dalam prosedur
impor maupun ekspor mereka.
Adalah penting bahwa perdagangan internasional tidak meliputi ikan yang
diambil dari sediaan yang hampir habis (sediaan ikan yang sudah ditangkap
terlalu banyak), dan negara–negara bekerjasama di dalam mematuhi perjanjian–
perjanjian inter-nasional yang mengatur perdagangan spesies yang terancam
punah. Terlebih lagi, perdagangan ikan dan produk ikan tidak boleh
mengabaikan pelestarian dan pemanfaatan perikanan secara berkelanjutan,
aspek–aspek sosial dan pemasaran perikanan.
PENELITIAN PERIKANAN
148
Negara–negara harus menyadari bahwa kebijakan perikanan yang
bertanggung jawab memerlukan dasar ilmiah yang mapan. Karena itu, negara–
negara harus menyediakan fasilitas penelitian dan mendorong pelatihan bagi
bagi teknisi muda. Organisasi internasional dan teknis harus menyokong
negara–negara dalam upaya-upaya penelitian, mencurahkan perhatian khusus
bagi keperluan negara–negara yang kurang berkembang dan negara–negara
pulau kecil yang sedang berkembang.
Untuk melaksanakan penelitian, negara–negara harus memantau
kondisi–kondisi ikan dan habitatnya dan mengamati setiap perubahan yang
terjadi terhadap kondisi tersebut. Data mengenai pengaruh berbagai jenis alat
tangkap yang berbeda terhadap populasi ikan target dan lingkungan secara
umum harus dikumpulkan. Penelitian ini sangat penting khususnya apabila suatu
negara berencana untuk mengintroduksikan secara komersial teknik–teknik atau
alat penangkapan ikan yang baru.
Negara–negara harus bergabung bersama-sama dalam upaya-upaya
penelitian internasional. Manakala penelitian dilaksanakan di perairan negara
lain, maka adalah penting bagi para peneliti untuk mentaati regulasi
penangkapan ikan di negara tersebut. Penangkapan ikan dan informasi ilmiah
yang mendukungnya harus disediakan bagi organisasi perikanan regional dan
disebarkan kepada negara–negara yang berminat sesegera mungkin.
149
wakil–wakil dari organisasi organisasi nelayan lokal harus diperbolehkan
berpartisipasi di dalam karya organisasi–organisasi perikanan regional.
3. Refleksi
Sebagai suatu sumber daya yang terbarukan, ikan dapat di panen dari
tahun ke tahun bila negara–negara mempunyai kebijakan benar yang berjalan
dan bila penangkapan ikan dan praktek-praktek pemanfaatan secara
bertanggung jawab diikuti. Demikian juga halnya dengan akuakultur,
pembudidayaan ikan yang tidak membahayakan lingkungan harus dimajukan
karena jenis pembudidayaan seperti ini akan membuat sumbangan-sumbangan
ekonomi dan sosial yang penting terhadap komunitas pembudidayaan dan
ekonomi Negara mereka. Bila tatalaksana untuk perikanan yang bertanggung
jawab ini berhasil dilaksanakan oleh semua yang terlibat dalam perikanan dan
akuakultur, maka diharapkan ikan dan produk perikanan akan tersedia untuk
dikonsumsi oleh generasi kini dan mendatang. Pada kenyataannya, generasi kini
sebenarnya mempunyai kewajiban moral untuk memastikan bahwa mereka tidak
mengurangi pasokan ikan yang tersedia bagi generasi mendatang dengan
pemanfaatan yang ceroboh dan berlebihan pada hari ini.
Tatalaksana untuk perikanan yang bertanggung jawab mendesak
Negara–negara dan warganegaranya untuk melaksanakan kebijakan–kebijakan
yang menyeluruh dan terpadu di sektor perikanan sehingga akan menjadi suatu
sektor yang lebih sehat dan kuat. Dalam jangka panjang, tabiat yang
bertanggung jawab itu akan memberikan hasil yang baik dalam hal status
sediaan ikan yang semakin baik, kontribusi yang lebih handal kepada ketahanan
pangan dan peluang penghasilan yang berlanjut.
Bila semua bangsa di dunia bersatu menuju praktik-praktik penangkapan
ikan yang bertanggung jawab, tentu akan tersedia cukup pasokan ikan bagi
banyak generasi mendatang. Depatemen Perikanan, FAO berharap kiranya
risalah ini informatif bagi anda dan berharap anda dapat ikut dalam memastikan
bahwa perikanan dan akuakultur dunia dibangun dan dikelola secara
bertanggung jawab.
150
D. AKTIFITAS PEMBELAJARAN
Aktifitas pembelajaran pada modul Tata laksana perikanan yang bertanggung
jawab adalah:
1. Buatlah beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS
1. Apakah tatalaksana perikanan yang bertanggung jawab itu ?
2. Mengapa tata laksana dikatakan bersifat sukarela
3. Diskusikan tujuan dan sasaran dari tatalaksana
4. Jelaskan asa umum dari tatalaksana
5. Apa tujuan pengelolaan perikanan dalam tatalaksana dan jelaskan langkah-
langkah pengelolaan perikanan
6. Apa kewajiban negara berbendera kapal, kewajiban negara pelabuhan dan
operasi penangkapan.
7. Jelaskan selektivitas alat penangkap ikan
8. Diskusikan latar belakang asal mula dan perluasan tatalaksana
151
F. RANGKUMAN
152
2. Tatalaksana ini diberlakukan sesuai dengan aturan hukum internasional
yang relevan dalam konvensi PBB tentang hukum laut pada
tanggal...............
a. 10 Desember 1982
b. 10 Oktober 1982
c. 20 Desember 1982
d. 20 Oktober 1982
3. Yang berhak untuk memantau aplikasi dan pelaksanaan dari tatalaksana
adalah:
a. ILO b. UN c. ITO d. FAO
4. Pengelolaan perikanan harus memajukan pemeliharaan mengenai:
a. produksi perikanan
b. pemasaran perikanan
c. mutu ikan
d. penangkapan ikan
5. Salah satu azas umum dalam tatalaksana untuk perikanan yang bertanggung
jawab adalah:
a. negara harus mencegah penangkapan yang melebihi kapasitas.
b. negara diizinkan mensubsidi aktivitas penangkapan ikan nelayannya
c. negara melarang penangkapan ikan nelayan asing di ZEE
d. negara mengizin alat tangkap yang “efektif” digunakan diseluruh area
perairannya.
6. Negara harus menjamin bahwa tingkat upaya penangkapan ikan sepadan
dengan:
a. pemanfaatan sumber daya ikan yang lestari
b. pemanfaatan sumber daya ikan yang maksimum
c. pemanfaatan sumber daya ikan yang over fishing
d. pemanfaatan sumber daya yang terdeplesi
7. Kepentingan para nelayan termasuk mereka yang terlibat dalam perikanan
subsistem, perikanan skala kecil dan perikanan artisanal harus diperhatikan
merupakan salah satu tujuan dari..........................
a. pengelolaan perikanan
b. langkah – langkah tujuan pengelolaan
c. pengelolaan perikanan umum
153
d. azas umum perikanan
8. Salah satu cara untuk para nelayan agar beroperasi dalam kondisi ekonomi
yang mendorong perikanan yang bertanggung jawab adalah.......................
a. memberikan kebebasan untuk menangkap ikan sebebas – bebasnya.
b. memberikan kebebasan untuk menggunakan alat tangkap yang diinginkan
nelayan.
c. memberikan larangan untuk penangkapan dan penggunaan alat
penangkap
ikan jenis apapun.
d. bila terjadi penangkapan ikan yang melebihi kapasitas harus ditetapkan
mekanisme untuk mengurangi kapasitas tingkat yang sepadan dengan
pemanfaatan lestari sumber daya perikanan
9. Negara harus memelihara catatan tentang otorisasi penangkapan ikan yang
diterbitkan dan dimutakhirkan pada selang waktu tertentu, merupakan salah
satu dari..............
a. operasi penangkapan ikan.
b. kewajiban semua Negara
c. kewajiban negara bendera kapal
d. kewajiban Negara pelabuhan
10. Alat penangkap ikan harus diberi tanda sesuai dengan peraturan
perundang – undangan nasional supaya pemilik dari alat tangkap itu dapat
diidentifikasi, merupakan kewajiban............
a. kewajiban semua negara
b. kewajiban negara bendera kapal
c. kewajiban negara pelabuhan
d. kewajiban kapal lokal
11. Salah satu kewajiban negara pelabuhan adalah.........
a. menjamin para ABK berhak untuk pemulangan.
b. memelihara dokumen menyangkut para nelayan.
c. memberi bantuan untuk mencegah pencemaran dan untuk keselamatan
d. Mempermudah akses penanggungan asuransi untuk para pemilik dan
penyewa kapal penangkap ikan
12. Negara harus memastikan bahwa panangkapan ikan dilakukan dengan
memperhatikan..........
154
a. keselamatan hidup manusia
b. pemenuhan pasar internasional
c. pemasukan devisa
d. kebutuhan pasar dengan nilai tertinggi
13. Negara mensyaratkan selektifitas alat penangkap ikan yang bertujuan
untuk....
a. meminimumkan limbah dan ikan buangan
b. memaksimalkan ikan buangan
c. untuk memaksimalkan ikan hasil tangkapan
d. untuk mengurangi hasil tangkapan
14. Perlindungan lingkungan akuatik bagi pencegahan pencemaran dari kapal
ditetapkan dalam MARPOL..................
a. 73/76 b. 76/83 c. 73/78 d. 83/87
15. Yang harus diperhatikan dalam rancangan dan kontruksi pelabuhan dan
pendaratan ikan adalah....................
a. tempat berlindung bagi kapal penangkap ikan
b. berada dalam kepulauan
c. sistem pembuangan limbah terhubung ke laut
d. bercampurnya kapal moderen dan tradisional
16. Negara harus mengembangkan kebijakan untuk meningkatkan populasi stok
dengan cara......................
a. menelantarkan kerangka bangunan kapal
b. terumbu buatan dan kerangka buatan
c. invasi ke area perikanan lain
d. meningkatkan hasil tangkapan ikan non komersial
17. Langkah – langkah kebijakan dalam pengelolaan kawasan pesisir meliputi
antara lain kecuali..................
a. kesadaran publik untuk perlunya perlindungan dan pengelolaan
sumberdaya perikanan.
b. membantu mengambil keputusan mengenai alokasi dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan
c. menyediakan informasi yang tepat waktu.
d. memperhatikan resiko dan ketidak pastian dalam penetapan
kebijaksanaan bagi pengelolaan kawasan pesisir.
155
18. Pemanfaatan ikan yang bertanggung jawab bermanfaat untuk.............
a. menjamin hak para konsumen ikan
b. keuntungan nelayan semata
c. keuntungan pemilik kapal semata
d. keuntungan negara
19. Negara harus mendorong mereka yang terlibat dalam pengelola, distribusi
dan pemasaran ikan agar:
a. mengurangi susut dan limbah pasca panen ikan
b. memberikan informasi sedini mungkin
c. partisipasi aktif pembudidayaan ikan
d. seleksi dan pemanfaatan pakan
20. Langkah – langkah perdagangan internasional yang bertanggung jawab
dalam dunia perikanan adalah..........
a. tidak boleh mengancam pembangunan perikanan
b. manajemen yang tertutup
c. harga terserah pasar
d. berlaku politik dumping
21. Penelitian perikanan tepat guna yang mencakup semua aspek perikanan
termasuk:
a. biologi, Ekologi, Teknologi, Ekonomi
b. ilmu pengetahuan lingkungan, Ilmu pengetahuan social
c. akuakultur, ilmu pengetahuan gizi
d. A, B dan C benar
22. Perubahan ekosistem stok ikan yang diakibatkan oleh..........
a. penelitian
b. tekanan penangkapan
c. perdagangan
d. pengolahan.
23. Negara pelabuhan tidak boleh ……. dari negara lain.
a. memberi izin kapal
b. membeda – bedakan kapal
c. membantu
d. memfasilitasi
24. Negara harus melarang melakukan ……
156
a. penangkapan ikan
b. menjaring ikan
c. menggunakan bahan peledak
d. menggunakan perangkap
25. Negara lain mendapat izin operasi penangkapan ikan diperairan.......
a. yurisdiksi
b. ekonomi
c. eksklusif
d. intrusial
26. Negara harus memastikan bahwa tingkat penangkapan yang diizinkan
sepadan dengan status sumber daya perikanan memerlukan langkah –
langkah........
a. pengelolaan
b. pengaturan
c. pemanfaatan
d. penerimaan
27. Pengelolaan perikanan harus peduli terhadap seluruh unit stok supaya…...
a. efektif
b. baik
c. efesien
d. rata
157
30. Menggiatkan pengembangan dan alih teknologi merupakan....................
a. optimisasi energi
b. disersifikasi energi
c. modifikasi energi
d. pesimisi energi
Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada bagian
akhir dari Buku Materi Pokok ini. Hitunglah jumlah jawaban anda yang benar,
kemudian gunakanlah rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan
anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1 ini.
Rumus :
158
H. KUNCI JAWABAN
1. B 11. C 21. D
2. A 12. A 22. B
3. D 13. A 23. B
4. C 14. C 24. C
5. A 15. D 25. A
6. A 16. B 26. A
7. B 17. C 27. A
8. D 18. A 28. C
9. B 19. A 29. A
10. B 20. C 30. A
159
160
161
162
PENCEGAHAN POLUSI LINGKUNGAN LAUT
DESKRIPSI PEMBELAJARAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi pencemaran polusi lingkungan laut, peserta
diklat diharapkan dapat memahami :
a. Sumber-sumber pencemaran di laut
b. Tujuan dari marpol 73/78
c. cara penanggulangan Pencemaran Lingkungan Laut.
d. mengoperasikan peralatan pencegah pencemaran sesuai prosedur.
e. mampu melaksanakan perawatan peralatan Pencegah pencemaran.
163
C. URAIAN MATERI
Sebenarnya masalah ini sudah mulai disadari sejak awal abad XX,
sehingga IMO (Internationaal Maritime Organization), setelah melalui berbagai
konvensi, pada tahun 1973 mengeluarkan peraturan yang harus diikuti oleh
semua kapal yang menyimpan dan menggunakan bahan bakar minyak dan
sejenisnya, dan kapal yang mengangkut barang-barang berbahaya dan beracun.
Peraturan yang kemudian disebut MARPOL ini diharapkan mampu
menghilangkan dampak polusi dari kapal, paling tidak menguranginya. Peraturan
ini kemudian diamandemen pada tahun 1978, sehingga peraturan ini selanjutnya
disebut MARPOL 73/78.
Peraturan inilah yang harus diketahui dan diterapkan oleh semua kapal,
dalam hal ini oleh nakhoda dan seluruh awak kapalnya. Dan sebagai calon
perwira dikapal-kapal niaga, merekapun wajib mengetahuinya, dan diharapkan
akan mampu menerapkannya di kemudian hari.
Adapun tujuan MARPOL 73/78 secara garis besar adalah untuk :
a. Mencegah terjadinya kontaminasi lingkungan laut dari bahan yang merugikan
yang berasal dari kapal
b. Melokalisir buangan bahan-bahan yang merugikan, sengaja atau tidak,
sehingga tidak meluas ke wilayah yang lebih besar
c. Menyusun aturan dan prosedur dalam pelaksanaan pencegahan pencemaran
agar dapat diterapkan oleh semua pihak yang berkepentingan.
164
Adalah tanggung jawab kita semua untuk tetap melestarikan laut dan segenap
isinya, demi kelangsungan hidup generasi mendatang. Dengan semakin
terkurasnya sumber daya alam didaratan, pada akhirnya kita harus
mengandalkan sumber kehidupan kita dilaut.
165
tanda-tanda minyak tumpah dipermukaan air
atau pada garis pantai. Air balas ini tidak
menimbulkan limbah atau emulsi yang
terjadi dibawah permukaan air atau garis
pantai. Dalam pembuangan ke laut, harus
melalui sistem pengontrolan dan monitoring,
dengan kandungan minyak didalam air balas
ini tidak melebihi 15 ppm.
3 Balas Dedikasi Balas bersih yang diangkut dalam tangki
(Dedicated Ballast) muatan yang “dikorbankan”, dimana tangki
tersebut dapat digunakan lagi untuk
mengangkut muatan dengan menggunakan
pompa dan saluran yang sama dengan yang
digunakan untuk muatan biasa.
4 Balas Kotor (Dirty Air balas yang bukan balas bersih
Ballast)
5 Balas Tambahan Air balas yang diangkut kapal minyak
(Additional Ballast) (tanker) didalam tangki-tangki muatan yang
dibangun dengan ABT (Segregated Ballast
Tank) didalam suatu pelayaran dimana
kondisi cuaca sangat buruk, dan menurut
pertimbangan nakhoda, perlu diisi dengan
air balas tambahan didalam tangki muatan,
demi keselamatan kapal. Air balas ini
biasanya air balas kotor.
6 Balas Terpisah Air balas yang diisikan kedalam tangki yang
(Segregated Ballast) benar-benar terpisah dengan muatan
minyak dan sistem bahan bakar kapal, yang
secara permanen dibangun dan
dimaksudkan khusus untuk mengangkut
balas, atau muatan-muatan lain yang
berbahaya atau beracun.
7 COW Crude Oil Washing, sistem pembersihan
166
tangki minyak mentah yang harus diikuti
oleh semua kapal pengangkut minyak
mentah
8 Campuran Berminyak Zat cair campuran yang mengandung atau
(Oily Mixture) tercampur dengan minyak
9 Daerah Khusus Wilayah laut yang secara geografis sudah
(Special Area) diakui dan disyahkan oleh IMO sebagai
wilayah atau daerah khusus dimana
pembuangan air berminyak atau sampah-
sampah laut dari kapal tidak diijinkan.
10 Daratan/Pantai Adalah terdekat kapal ke wilayah teritori laut
Terdekat yang sudah diakui menurut hukum laut,
kecuali di wilayah timur laut Australia, yang
berarti jarak terdekat kapal dengan garis-
garis tertentu yang sudah ditetapkan.
IMO International Maritime Organization, yaitu
organisasi maritim internasional dibawah
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang
khusus menangani masalah maritim / laut.
11 Kapal Barang Muatan Kapal yang dibangun untuk mengangkut
Kering (Dry Cargo muatan umum yang bukan zat cair.
Ship)
12 Kapal Baru (New Ship) Kapal yang kontrak pembangunannya sudah
ditanda-tangani pada tanggal 31 Desember
1975 atau sesudahnya, atau jika tidak ada
kontrak dalam pembangunannya, perletakan
lunas atau tahapan pembangunannya sudah
dilakukan pada tanggal 30 Juni 1976 atau
sesudahnya.
13 Kapal Lama (Existing Kapal yang bukan kapal baru
Ship)
14 Kapal Minyak Lama Kapal pengangkut minyak yang bukan kapal
(Existing Tanker) minyak (tanker) baru.
167
15 Kapal Pengangkut Kapal yang dibangun khusus untuk
Bahan Kimia (Chemical mengangkut muatan bahan kimia dalam
Tanker) bentuk cair.
16 Kapal Pengangkut Kapal yang dibangun khusus untuk
Curah Cair (Liquied mengangkut muatan curah berbentuk cair.
Bulk Carrier) Kapal pengangkut minyak (tanker) termasuk
jenis kapal ini.
17 Kapal Pengangkut Kapal yang dibangun khusus untuk
Curah Kering (Dry Bulk mengangkut muatan curah berbentuk padat.
Carrier) Kapal pengangkut biji-bijian, batu
bara,gandum dll., termasuk jenis kapal ini.
18 Kapal Pengangkut Kapal yang dibangun khusus untuk
Minyak Mentah (Crude mengangkut minyak mentah (crude oil)
Oil Carrier)
19 Kapal Tangki (Tanker) Kapal yang dibangun khusus untuk
mengangkut minyak
20 Kapal Tangki Minyak New Tanker Ship, yaitu kapal yang kontrak
Baru pembangunannya dilakukan pada dans
esudah 1 Juni 1979, atau jika tidak ada
kontrak, peletakan lunasnya sudah
dilakukan pada atau sesudah 1 Januari
1982, atau sudah diserahkan ke pemiliknya
sesudah tanggal 1 Juni 1982, atau kapal
lama yang sudah dimodifikasi atau dilakukan
perubahan sesudah tanggal tersebut.
21 Konvensi IMO Hasil sidang IMO
22 MARPOL 73/78 Maritime Pollution, yang merupakan
konvensi IMO tahun 1973 dan yang sudah
ditambah sesuai hasil sidan IMO tahun
1978.
23 Meneruskan pelayaran Pelayaran yang sedang dilakukan oleh
(Proceeding voyage) sebuah kapal melalui perairan sesuai haluan
yang biasanya dilakukan oleh kapal
168
tersebut.
24 Mil (mile) Ukuran jarak dilaut, dimana 1 kil = 1852
meter
25 Minyak (Oil) Minyak yang diambil dari dalam tanah dalam
semua bentuk termasuk minyak mentah
bahan bakar minyak,endapan dan produk
sulingan selain petro kimia tertentu.
26 Minyak Mentah (Crude Jenis minyak cair yang diambil dari dalam
Oil) tanah dalam komposisi apa saja yang
terdapat didalamnya, baik yang sudah diolah
maupun yang belum, yang sudah dapat
diangkut.
27 Minyak Produk(Product Setiap minyak yang bukan minyak mentah
Oil)
28 OWS Oily Water Separator, yaitu air yang
bercampur dengan atau mengandung
minyak
29 Pelayaran Balas Suatu pelayaran (kapal tanker) yang sedang
(Ballast Voyage) tidak membawa muatan, hanya berisi air
balas.
30 Pelayaran dengan Suatu pelayaran kapal yang sedang
Muatan (Loaded membawa muatan.
Voyage)
31 Pembuangan seketika Instantenous rate of discharge of oil content,
bahan yang atau kecepatan pembuangan seketika air
mengandung Minyak yang mengandung minyak dari kapal
33 Ppm Part per million atau seper sejuta
34 SOLAS Safety Of Life At Sea, hasil konvensi IMO
yang merupakan peraturan internasioal yang
harus diikuti oleh kapal-kapal diseluruh
dunia dalam keselamatan, termasuk
konstruksi, alat-alat keselamatan, alat-alat
komunikasi dan navigasi, permesinan, listrik
169
dan lain-lain
35 STCW Standard Training and Certification of
Watchkeeping, yaitu peraturan IMO
mengenai persyaratan awak kapal yang
berdinas jaga dikapal
36 Sertifikat IOPP (the Sertifikat yang harus dierikan kepada kapal
International Oil yang sesudah disurvey memenuhi
Pollution Prevention persyaratan dan memiliki sistem
Certificate) pencegahan pencemaran laut sesuai
peraturan yang berlaku.
37 Garbage Recaord Book Buku catatan sampah, yaitu buku yang
harus diselenggarakan dikapal untuk
mencatat setiap pembuangan sampah dari
kapal.
38 Oil Recod Book Buku catatan tentang pengoperasian minyak
yang harus dimiliki setiap kapal untuk
mencatat semua kegiatan operasi kapal
yang menyangkut minyak dan air berminyak,
terutama dalam pembuangan minyak ke
laut.
170
aktivitas manusia, yang dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan
manusia, pencermaran lingkungan pasti terjadi. Pencemaran lingkungan
tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah berusaha mengurangi,
mengendalikan, meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat
terhadap pelestarian lingkungan agar tidak terjadi pencemaran.
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut
polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat
menyebabkan kerugian terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon
dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi
bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan efek merusak.
Suatu zat disebut polutan apabila:
1. Jumlahnya melebihi jumlah normal.
2. Berada pada waktu yang tidak tepat.
3. Berada di tempat yang tidak tepat.
1. Pencemaran udara
Polusi udara disebabkan oleh gas-gas buang hasil pembakaran bahan
bakar, seperti gas CO2 , CO, SO, SO2, CFC, asap rokok dan lain-lain.
CO2 dan CO
171
Pencemaran udara yang paling menonjol adalah semakin
meningkatnya kadar CO2 di udara. Karbon dioksida itu berasal dari
pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil (batubara,
minyak bumi), juga dari mobil, kapal, pesawat terbang, dan
pembakaran kayu.
Sebenarnya CO2 dapat dirubah menjadi oksigen oleh tumbuh-
tumbuhan, namun karena banyak hutan gundul akibat penebangan,
kadar CO2 dipermukaan bumi menjadi meningkat. Adapun CO adalah
hasil pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna sehingga
menghasilkan gas CO (karbon monoksida) yang keluar menuju udara
bebas. Hal ini dapat membahayakan orang yang ada di sekitarnya,
terutama diruang tertutup. CO2 dan CO adalah salah satu penyebab
timbulnya efek rumah kaca.
CFC (Freon)
Pencemaran udara yang berbahaya lainnya adalah gas freon
atau Chloro Fluoro Carbon (disingkat CFC). Sebenarnya gas ini tidak
tidak berbahaya, tidak bau, tidak berasa, dan banyak digunakan
sebagai media sistem pendingin (Aircon, mesin es) dan dapat
mengembangkan busa (busa kursi), dan penyemprot rambut (hair
spray). Namun berat jenis gas CFC kecil sekali sehingga dapat
membumbung tinggi hingga mencapai stratosfer, dimana terdapat
lapisan ozon (O3). Lapisan ozon adalah pelindung bumi dari
pengaruh cahaya ultraviolet. Seperti diketahui, tanpa lapisan ozon,
cahaya ultraviolet akan mencapai permukaan bumi, yang akan
menyebabkan organisme mati, tumbuhan menjadi kerdil,
menimbulkan mutasi genetik, dan terhadap manusia, menyebabkan
kanker kulit atau kanker retina mata. Jika gas CFC mencapai ozon,
akan terjadi reaksi antara CFC dan ozon, sehingga lapisan ozon
tersebut berkurang sehingga “berlubang” yang disebut “lubang ozon”.
Pengamatan melalui pesawat luar angkasa, terbukti ubang ozon di
kutub Selatan semakin lebar dan luasnya telah melebihi tiga kali luas
benua Eropa.
SO dan SO2
172
Gas belerang oksida (SO,SO2) di udara adalah salah satu
hasil pembakaran bahan bakar. Gas ini dapat beraksi dengan
nitrogen oksida dan air hujan, hingga terjadi hujan asam. Hujan asam
mengakibatkan tumbuhan dan hewan-hewan tanah mati. Produksi
pertanian merosot. Besi dan logam mudah berkarat. Bangunan kuno
seperti candi, menjadi cepat aus dan rusak, demikian pula bangunan
gedungdan jembatan.
Asap Rokok
Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan adalah asap
rokok. Asap rokok mengandung berbagai bahan pencemar yang
dapat menyebabkan batuk kronis, kanker patu-paru, mempengaruhi
janin dalam kandungan dan berbagai gangguan kesehatan lainnya.
Perokok dapat di bedakan menjadi dua yaitu perokok aktif dan
perokok pasif. Perokok aktif adalah mereka yang merokok. Perokok
pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi menghirup asap rokok
di suatu ruangan. Menurut penelitian, perokok pasif memiliki risiko
lebih besar di bandingkan perokok aktif.
173
2. Pencemaran Air
Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau
komponen lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air menurun,
yang dapat ditandai dari perubahan bau, rasa, dan warna. Ditinjau dari asal /
sumber pencemaran air, dibedakan antara lain dari:
a. Limbah Pertanian
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk
organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati
kemudian dimakan hewan atau manusia, akan terjadi keracunan. Untuk itu
harus upayakan agar insektisida yang digunakan mempunyai spektrum sempit
(khusus membunuh hewan sasaran) dan bersifat biodegradabel (dapat
terurai oleh mikroba) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan.
Sedangkan pupuk organik yang larut dalam air, akan menyebabkan
lingkungan air menjadi subur (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang
dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal demikian justru akan
mengancam kelestarian bendungan sehingga cepat dangkal dan biota air
akan mati karenanya.
b. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga yang cairjuga menjadi sumber pencemaran air.
Dari limbah rumah tangga cair dapat dijumpai berbagai bahan organik (misal
sisa sayur, ikan, nasi, minyak, lemak, air seni yang terbawa ke got/parit,
kemudian ikut aliran sungai. Adapula bahan-bahan anorganik seperti plastik,
alumunium, dan botol hanyut terbawa arus air. Sampah bertimbun,
menyumbat saluran air, dan mengakibatkan banjir. Polutan lain limbah rumah
tangga adalah pencemar biologis berupa bibit penyakit, bakteri, dan jamur.
Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan
pembusukan. Akibatnya kadar oksigen dalam air turun drastis sehingga biota
air akan mati. Jika pencemaran bahan organik meningkat, kita dapat menemui
cacing Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan
petunjuk biologis (bio-indikator) parahnya pencemaran oleh bahan organik
dari limbah pemukiman. Dikota, air got berwarna kehitaman dan baunya
menyengat. Didalam air got yang demikian tidak ada organisme hidup kecuali
bakteri dan jamur. Dibandingkan dengan limbah industri, limbah rumah tangga
174
di daerah perkotaan di Indonesia mencapai 60% dari seluruh limbah yang
ada.
c. Limbah Industri
Hampir semua industri membuang limbahnya ke air. Jenis polutan yang
dihasilkan tergantung jenis industrinya, dapat berupa polutan organik (berbau
busuk) maupun polutan an-organik (berbuih, berwarna), serta polutan yang
mengandung asam belerang (berbau busuk), atau air menjadi panas.
Pemerintah telah menetapkan aturan untuk mengendalikan polusi air limbah
industri. Dalam hal ini, limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke sungai agar tidak terjadi pencemaran. Minyak yang tumpah dari
kapal (akibat tubrukan, kandas dan lain-lain) menggenangi laut dalam jarak
hingga mencapai ratusan kilometer. Ikan, terumbu karang, burung laut, dan
biota laut banyak yang mati karenanya.
d. Penangkapan Ikan dengan Tuba (racun)
Sebagian penduduk dan nelayan menggunakan tuba (racun dari
tumbuhan atau racun potas) untuk menangkap ikan, dimana biota lainnya
akan ikut terkena racunnya. Tuba bukan saja mematikan hewan-hewan
dewasa, tetapi juga hewan-hewan yang masih kecil. Penangkapan ikan
dengan cara ini akan mengakibatkan pencemaran air dan menurunkan
kualitas sumber daya air.
3 . Pencemaran tanah
Pencemaran tanah banyak diakibatkan oleh sampah-sampah
rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan.
Sampah dapat dihancurkan oleh jasad-jasad renik menjadi mineral, gas,
dan air, sehingga terbentuklah humus. Sampah organik itu misalnya
175
dedaunan, jaringan hewan, kertas, dan kulit. Sampah-sampah tersebut
tergolong sampah yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik
seperti besi, alumunium, kaca, dan bahan sintetik seperti plastik, sulit
atau tidak dapat diuraikan. Bahan pencemar itu akan tetap utuh hingga
300 tahun yang akan datang.
Salah satu cara untuk menanggulangi adalah sampah dipisah menjadi dua:
Wadah pertama adalah sampah yang terurai, dan dapat dibuang ke tempat
pembuangan sampah atau dapat dijadikan kompos. Kompos yang dibuat
dengan memadukan dengan cacing tanah, dapat diperoleh keuntungan
ganda. Cacingnya untuk pakan ternak, sedangkan kompos dijual sebagai
pupuk. Prosesnya merupakan proses daur-ulang (recycle).
Wadah kedua untuk sampah yang tak terurai, dapat dimanfaatkan secara
guna-ulang (re-use). Kaleng bekas kue digunakan lagi untuk wadah makanan,
botol selai bekas digunakan untuk tempat bumbu dan botol bekas sirup
digunakan untuk menyimpan air minum.
176
mikroorganisme seperti Escherichia coli, Entamoeba, coli, Salmonella
thyposa.
c. Pencemaran fisik (sampah):
logam, kaleng, botol, kaca, plastik, karet.
d. Pencemaran Suara : kebisingan.
Dikota daerah dekat industri / pabrik sering terjadi kebisingan.
Pencemaran suara disebabkan oleh bunyi keras/gaduh diatas 50 dB (Desibel,
ukuran tingkat kebisingan). Bunyi ini mengganggu kesehatan dan ketenangan
manusia. Kebisingan menyebabkan penduduk menjadi sulit tidur, bahkan
dapat mengakibatkan tuli, gangguan kejiwaan, dan dapat pula menimbulkan
penyakit jantung, gangguan janin dalam kandungan, dan stress.
Penanggulangannya diusahakan dengan membuat mesin-mesin tidak terlalu
bising, seperti memasang isolator. Menaman pohon berdaun rimbun di
halaman rumah meredam kebisingan.
3 Tingkat Pencemaran
Menurut tingkat pencemarannya, pencemaran dibedakan antara:
a. Pencemaran ringan
pencemaran yang dimulai dari timbulnya gangguan ekosistem lain seperti
pencemaran gas kendaraan bermotor.
b. Pencemaran kronis
pencemaran yang berakibatkan penyakit kronis. Contohnya pencemaran
Minamata, Jepang.
c. Pencemaran akuut
yaitu pencemaran yang dapat mematikan seketika, seperti pencemaran gas
CO dari knalpot yang mematikan orang di dalam mobil tertutup, dan
pencemaran radioaktif.
177
yang peka terhadap bahan pencemar. Ada hewan yang dapat
beradaptasi sehingga kebal terhadap bahan pencemar, ada yang tidak.
Meskipun hewan beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi
hewan ada batasnya. Bila batas tersebut terlampui, hewan tersebut akan
mati.
Peledakan Hama, seperti akibat penggunaan insektisida dapat
pula mematikan predator. Karena predator punah, maka serangga hama
akan berkembang tanpa kendali.
Gangguan Keseimbangan Lingkungan, dimana punahnya spasies
tertentu dapat mengibah pola interaksi di dalam suatu ekosistem. Rantai
makanan, jaring-jaring makanan dan lairan energi menjadi berubah.
Akibatnya, keseimbangan lingkngan terganggu. Daur materi dan daur
biogeokimia menjadi terganggu.
Kesuburan Tanah Berkurang, akibat insektisida yang mematikan fauna
tanah seperti cacing. Kesuburan tanah menurun akibat terjadinya hujan
asam dan penggunaan pupuk yang berlebihan dan terus menerus yang
akan membuat tanah menjadi asam.
a. Keracunan dan Penyakit, akibat mengkonsumsi sayur, ikan, dan
bahan makanan yang tercemar sehingga mengalami keracunan.
Ada yang meninggal dunia, kerusakan hati, ginjal, kanker,
susunan saraf, dan berakibat cacat pada keturunannya.
b. Biomagnification atau pemekatan hayati, yaitu proses
peningkatan kadar bahan pencemar yang melewati daya tahan
tubuh makhluk hidup.
c. Terbukanya Ozon dan efek rumah kaca, yang menjadi
permasalahan global dan mengancam kehidupan manusia.
178
d. Memperluas gerakan tanaman hijau (penghijauan).
e. Tindakan tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan.
f. Memberikan kesadaran terhadap masyarakat arti lingkungan hidup
sehingga manusia lebih mencintai lingkungan hidupnya
Didalam MARPOL 73, hasil konvensi IMO tahun 1973, terdapat aturan-
aturan yang tercantum didalam Annex-Annexnya, ditambah 20 artikel.
MARPOL 73 selanjutnya ditambah dengan Protokol 1978 (9 artikel),
Protokol I yang berkaitan dengan zat-zat berbahaya (5 artikel) dan Protokol
II mengenai Arbritase, yang berisi 10 artikel. MARPOL 73/78 masih terus
diamandemen dan ditambah dengan berbagai peraturan yang disesuaikan
dengan kondisi dan perkembangan yang terjadi sesudahnya.
Penerapan Konvensi Marpol 73/78 di Indonesia berlaku sejak tanggal 2
Oktober 1983, yaitu setelah Indonesia meratifikasi konvensi Marpol 73/78
dengan Keppres nomor 46/86 tanggal 9 September 1986. Sejak tanggal 27
Oktober 1986 kapal-kapal yang berbendera Indonesia harus dilengkapi
dengan Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak
(IOPP Certificate).
Adapun peraturan-peraturan yang disetujui dalam konvensi-konvensi
tersebut, tertuang dalam 6 Annex, yaitu:
1. Annex I, berisi peraturan yang menyangkut pencegahan polusi oleh minyak,
terdiri dari 4 bab, yang berisi 28 peraturan. Peraturan ini diberlakukan sejak 2
Oktober 1983, menggantikan konvensi internasional mengenai pencegahan
179
polusi laut oleh minyak tahun 1954, yang diamandemen tahun 1962 dan 1969
yang kemudian diberlakukan. Annex ini selanjutnya diamandemen terus:
a. Tahun 1984, tentang pengontrolan pembuangan minyak, penahanan
minyak di kapal, pemompaan, susunan pipa dan pembuangan, pembagian
ruangan dan stabilitas kapal tanker yang berlaku mulai 7 Januari 1986.
b. Tahun 1987 (berlaku sejak 1 April 1989)
c. Tahun 1990 (berlaku 17-3-1992)
d. Tahun 1991
e. Tahun 1992 tentang kriteria pembuangan dan peraturan baru (13 F dan G)
yang diberlakukan sejak 6 Juli 1993
f. Tahun 1994, mengenari Port State Control, berlaku sejak 3-3-1996.
2. Annex II, berisi 15 peraturan tentang pengontrolan dan pengawasan terhadap
polusi akibat zat cair berbahaya dalam keadaan curah. Annex ini juga telah
diamandemen pada tahun 1985, 1987, 1989 (berlaku sejak 13 Oktober 1990),
1992 (berlaku sejak 1 Juli 194) dan 1994 yang berlaku sejak 3-3-1996.
3. Annex III, berisi 8 peraturan mengenai zat-zat berbahaya yang diangkut dalam
bentuk kemasan, berlaku sejak 1 Juli 1992. Annex ini juga mengalami
perubahan pada tahun 1992 yang merupakan revisi total Annex III, dan
berlaku sejak 28 Februari 1994. Revisi ini berkenaan dengan persyaratan dan
jenis-jenis zat yang termasuk dalam kategori zat berbahaya dan yang
tercantum didalam IMDG Code (Aturan International Maritime Dangerous
Goods)
4. Annex IV, terdiri dari 11 peraturan tentang polusi dari kotoran manusia, yang
sudah diratifikasi oleh 64 negara pada 31 Desember 1996.
5. Annex V terdiri dari 9 peraturan mengenai polusi akibat sampah dari kapal
dan berlaku sejak 31 Desember 1988, diamandemen tahun 1989, 1990, 1991,
1994 dan 1995 yang terakhir diberlakukan sejak 1 Juli 1997.
6. Annex VI, mengenai pencegahan pencemaran udara dari kapal
Pada dasarnya peraturan MARPOL „73/78 dapat dibagi dalam 3 (tiga)
kategori:
1. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
2. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
3. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut
180
Pencegahan pencemaran lingkungan laut telah diatur didalam konvensi
MARPOL 73/78, terdapat ketentuan-ketentuan pencegahan antara lain:
1. Pengadaan tanki ballast terpisah (separated ballast tank) pada ukuran kapal
tertentu ditambah dengan peralatan-peralatan ODM (Oil Discharge
Monitoring), Oil separator dan lain sebagainya.
2. Batasan-batasan jumlah minyak yang dapat dibuang di laut
3. Daerah-daerah pembuangan minyak
4. Keharusan pelabuhan-pelabuhan, khususnya pelabuhan minyak untuk
menyediakan tanki penampungan slop (ballast kotor)
181
o Kapal ada diluar daerah khusus
o Kapal pada posisi lebih 50 mil dari daratan terdekat
o Volume dan/atau kecepatan pembuangan seketika dari air berminyak
tidak lebih dari 60 liter per menit
o Untuk kapal tanker baru (new oil tanker), total jumlah minyak yang
dibuang kelaut tidak melebihi satu per tiga puluh ribu dari jumlah
muatannya dan total jumlah tertentu dimana dari minyak muatan terjadi
residu;
o Untuk kapal tanker lama (existing oil tanker), total jumlah minyak yang
dibuang kelaut tidak melebihi satu per lima belas ribu dari jumlah
muatannya dan total jumlah tertentu dimana dari minya muatan terjadi
residu;
o Ketentuan-ketentuan ini tidak berlaku untuk pembuangan balas bersih
atau balas terpisah (clean and segregated ballast).
Pembuangan dari kamar mesin dan ruang muatan
Pembuangan dari kamar mesin dan ruang muatan tidak boleh mengandung
zat-zat kimia (chemicals) atau zat-zat lain dalam jumlah dan konsentrasi
yang membahayakan lingkungan.
Jika pembuangan-pembuangan tersebut tidak mungkin dilakukan sesuai dengan
aturan-aturan diatas, maka zat campuran berminyak harus tetap berada dikapal
dan hanya boleh dipindahkan ke fasilitas penampungan didarat atau di
pelabuhan.
Maksud dari persyaratan tersebut di atas selain untuk membatasi pembuangan
minyak adalah agar minyak bisa dengan cepat dicerai-beraikan dan
dimusnahkan dalam waktu 2-3 jam saja.
1. Membuat contingency plant baik regional maupun local, yaitu tata cara
penanggulangan pencemaran dengan skala prioritas pelaksanaan disertai
jenis peralatan yang digunakan untuk:
182
b. melokalisir dan pengumpulan pencemaran
c. menetralisir pencemaran
2. Menyediakan peralatan penanggulangan seperti oil boom, oil skimmer,
termasuk bahan-bahan dispersant atau penetralisir minyak dan lain-lain.
3. Untuk itu perlu diketahui bahwa jika minyak berada dipermukaan laut bersifat:
a. Akan menguap dalam waktu 20-24 jam, tergantung dari angin, kondisi laut
dan jenis minyak.
b. Ber-oksidasi dan biodegradasi tergantung dari suhu dan kadar garam di
laut
c. Menyebar (spreading) kecepatannya tergantungkadar lilin dan aspalnya
1. Secara mekanik
Memakai oil boom atau barrier akan efektif jika laut tidak berombak dan
arus tidak kuat (maksimum 1 knot). Oil boom dipakai jika ketebalan minyak tidak
melampaui tinggi boom. Posisi boom dibuat menyudut, minyak akan terkumpul di
sudut dan kemudian dihisap dengan pompa. Pada umumnya pompa hanya
mampu menghisap sampai ketebalan ¼ inci. Air yang terbawa dalam minyak
akan terpisah kembali.
2. Absorbents (Penyerap)
3. Menenggelamkan Minyak
183
4. Dispersant
5. Pembakaran
184
4.1Jenis-jenis Polusi Laut dari Kapal
Terdapat dua jenis polutan dari kapal kelaut, yaitu minyak dan sampah
kapal. Pencemaran dilaut yang terbesar berasal dari tumpahan minyak dari
kapal dan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu :
Pada umumnya sampah (garbage) dari kapal dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Sampah makanan sisa
185
2. Sampah kertas, kayu, kaleng dll.
3. Sampah plastic
Cara kerja
186
coloum). Disini minyak akan tertinggal di pelat dalam bentuk gumpalan
kecil. Gumpalan yang besar akan mengapung dan mengalir ke buffle
plate yang berada di bawah aliran air berminyak dan akhirnya ke ruang
pengumpul minyak (oil collecting chamber).
Jumlah minyak di dalam collecting chamber diamati dengan
detector yang terdapat pada automatic oil level controller. Apabila jumlah
minyak melampaui batas, katup solenoid sisi keluar pemisah akan
membuka secara otomatis. Katupnya akan menutup kembali jika switch
dikembalikan ke posisi awal pengontrol. Udara yang terdapat didalamnya
akan terbuang secara otomatis melalui katup cerat. Cara pemisahan di
atas disebut pemisahan secara gravitasi.
Butiran minyak didalam kolom sekunder (secondary coloum)
dihilangkan dengan saringan sisi keluar kolom primer. Kemungkinan
lolosnya minyak dicegah dengan elemen saringan. Minyak masuk ke
kolom sekunder pertama kali melalui elemen tingkat pertama, dimana
sebagian besar gumpalan minyak tersaring.
Butiran minyak yang yang tersisa dihilangkan di dalam elelemn
tingka kedua dan air yang sudah dibersihkan ditekan keluar melalui
tempat pembuangan air yang sudah dibersihkan (purified water outlet).
Sedangkan butiran minyak yang ditangkap dalam tingkat pertama
terkumpul dan membentuk gumpalan yang akan mengalir ke ruang
pengumpul di bagian atas ruang pemisah.
187
e. Putar handle dibagian atas katup solenoid kearah berlawanan jarum jam ke
posisi stop dan atur katup ke posisi tutup (shut).
f. Switch diubah ke posisi masuk (on).
g. Tutup katup buang di kolom sekunder sesudah air laut dipastikan mengalir
keluar dari katup.
h. Biarkan air laut mengalir lebih dari 10 menit, setelah itu stop pompa.
1. Memulai pekerjaan (Start up) :
a. Buka katup air laut dibagian isap
b. Buka semua katup di saluran isap got dari tangki ke pompa.
c. Putar switch automatic oil level controller ke posisi “on” (pastikan lampu
indikator menyala).
d. Jalankan pompa got
e. Atur katup pengatur ke tekanan kolom primer antara 0.5 – 2.0 bar
2. Pemisahan minyak dari air got dan pembuangan dapat dimulai.
3. Pembuangan minyak yang sudah dipisahkan (discharge of separated oil) di
dalam primary separation column, minyak ini dibuang secara otomatis
dengan pengontrol otomatis jika jumlah minyak lebih tinggi dari ketentuan.
4. Menghentikan Pengoperasian
a. Apabila pekerjaan pembuangan air got sudah selesai, alirkan air laut lebih
dari 10 menit untuk mencegah perubahan kualitas dari campuran minyak
yang tersisa di dalam separating tank.
b. Tutup semua katup pada saluran pipa buang.
c. Putar switch ke “off” pada automatic oil level controller.
188
KM/WC
KM/WC
KM/WC
Kamar Mandi
/ WC
Sewage Tank
Ke laut
Pompa
4.2.3 Incinerator
189
g. Katup pengaman (Safety device)
h. Panel kontrol
a. Persiapan.
Tangki minyak kotor ditangki incinerator dipanasi hingga lk. 600 C
Air yang mungkin masih ada di tangki minyak kotor dicerat / dibuang
Udara di pipa-pipa minyak dibuang melalui katup cerat di saringan
Switch di-ON-kan, periksa lampu-lampu indikator, pastikan tidak ada yang
menunjuk pada “abnormal” dan sirene alarm tidak berbunyi
Agitating switch di-ON-kan untuk mengaduk minak
Buka damper pemasukan udara dan keluarkan gas bekas
Masukkan majun bekas dll melalui pintu pemasukan ke dapur
Buka dan atur katup-katup suplai&balik tangki diesel oil dan waste oil
b. Menjalankan.
Tekan tombol “on” dari fan dan burner untuk mengeluarkan gas didalam
ruang pembakar
Tekan tombol / switch pompa “on”
190
Tekan tombol/switch dari pemantik / ignitor. Percikan bunga api dapat dilihat
melalui lobang/kaca intip. Pompa minyak akan hidup
Tunggu/biarkan menyala + 10 menit untuk pemanasan dapur
Tekan tombol “on” Solenoid valve. Main burner (waste oil) akan menyala,
ditandai dengan menyalanya lampu hijau. Kalau tidak menyala tekan
tombol Reset dan ulangi langkah 3 – 4
Untuk mendapatkan pembakaran yang stabil, gunakan pembakaran secara
simultan (diesel oil & waste, dua-duanya menyala)
Matikan “ignitor”, pemantik akan mati dan pembakaran berjalan normal
c. Menghentikan
Tutup katup pemanas, matikan agitator dari waste oil tank
Bilas pipa minyak kotor dengan mengalirkan diesel oil ke pipa tersebut
(dengan membuka/menutup kerangka yang perlu)
Tekan tombol “off” Solenoid valve, api di brander padam
Tekan tombol “off” dari “waste oil pump”
Tekan tombol “off” dari “source”
Selagi incinerator masih hangat dibersihkan automizing cup dan kaca
lobang-lobang intip
191
4.2.4 ODM (Oil Discharge Monitor)
Alat ini merupakan kelengkapan yang harus ada di kapal-kapal tanker, dan
digunakan sewaktu membuang atau mengeluarkan sisa-sisa air berminyak yang
digunakan untuk pencucian tangki muatan.
Dalam pembuang air berminyak tersebut, sebelum dibuang ke laut harus
melalui alat ini untuk memastikan bahwa air tersebut tidak mengandung minyak
lebih dari 15 ppm. Alat ini bekerja secara otomatis, artinya, jika air mengandung
minyak lebih dari 15 ppm, alarm akan berbunyi dan air akan mengalir kembali ke
tangki.
192
Dalam pengoperasian sarana apung (boom), harus dilengkapi dengan lengan
pengikat (arm/JIB) untuk menempatkan boom disekeliling tumpahan minyak dan
menariknya kembali, dan pompa pengisap minyak untuk mengambil minyak dari
laut yang selanjutnya dikirim ke tangki penampung.
Konfigurasi J (single dan double J sweep
Metode ini memerlukan 2 kapal. Pada konfigurasi double J
diperlukan 3 set oil boom yang dibentangkan, sedangkan pada sistem single
hanya diperlukan 1 set boom.
193
Setiap kapal pengangkut minyak harus memenuhi persyaratan yang
sangat ketat, disamping harus memiliki sertifikat-sertifikat, juga harus memenuhi
persyaratan konstruksi serta dilengkapi dengan peralatan-peralatan tertentu.
Menurut kategorinya, kapal pengangkut minak dibagi menjadi:
a. Pengangkut Minyak Mentah (Crude Oil Tankers)
Kapal ini termasuk kapal yang lama yang tidak boleh mengangkut minyak
product, dan jika ukurannya 40.000 DWT atau lebih, harus dilengkapi sistem
COW (Crude Oil Washing) yang diakui.
b. Pengangkut Minyak Product (Product Oil Tankers)
Kapal kategori ini tidak boleh mengangkut minyak mentah, yang terbagi
menajdi kapal tanker lama (existing oil tankers) dan kapal tanker baru (new
oil ship). Kapal lama berukuran 40.000 DWT atau lebih, harus mempunyai
sistem tangki balas terpisah (segregated ballast tank) atau sistem
dedicated ballast sesuai persyaratan dan diakui.
Untuk kapal tanker baru, berukuran 30.000 DWT atau lebih harus
mempunyai sistem tangki balas terpisah (segregated ballast tanks) yang
lokasinya terlindung (protective location).
c. Pengangkut Minyak Mentah dan/atau Product
Kategori kapal ini dapat mengangkut kedua jenis minyak tersebut, baik
sendiri-sendiri atau bersamaan. Dibagi dalam:
Kapal tanker baru berukuran kurang dai 20.000 DWT
Kapal tanker baru berukuran 20.000 atau lebih dengan konstruksi tangki
balas terpisah dan dilengkapi dengan COW yang diakui
Kapal tanker lama berukuran kurang dari 40.000 DWT
Kapal tanker lama berukuran 40.000 DWT atau lebih, dengan konstruksi
tangki balas terpisah. Kapal ini harus dilengkapi dengan COW yang diakui
dan mempunyai sistem dedicated clean ballast tank.
Kapal tanker berukuran 70.000 atau lebih harus dikonstruksikan dengan
sistem tangki balas bersih
Kapal tanker lama berukuran lebih dari 40.000 tetapi kurang dari 70.000
DWT harus mempunyai tangki balas bersih yang ditetapkan.
Kapal-kapal VLCC (Very Large Crude Carrier) termasuk dalam kategori
tanker diatas 70.000 DWT.
194
6 Pembuangan Minyak dan Kotoran dari Kapal
Dalam pembuangan minyak dan kotorran lain seperti sampah dan limbah
beracun, telah ditetapkan daerah khusus (special area) yang disetujui IMO,
yaitu:
Laut Tengah (Mediteranian Sea)
Laut Baltic
Laut Hitam (Black Sea)
Laut Merah (Red Sea)
Wilayah Teluk (Gulf Area)
Wilayah Atlantik tertentu
Laut Utara (North Sea)
Laut Karibia (Carribian Sea) yang diperluas
Di semua wilayah daerah khusus tidak boleh ada pembuangan minyak
dan sampah apapun kecuali kapal dalam pelayaran dan menggunakan alat
penyaringan serta pemutus aliran otomatis (automatic trip) yang bekerja jika
kandungan minyak lebih dari 15 ppm.
Untuk kapal tanker, air got buka yang berasal dari ruang pompa muatan
atau bukan dari kamar mesin yang telah tercampur dengan residu-residu
minyak.
Disemua daerah diluar daerah khusus tidak boleh membuang minyak kecuali:
Kandungan minyak tidak lebih dari 15 ppm
Dalam pelayaran
Pada posisi lebih dari 12 mil dari daratan terdekat dan kandungan
minyak kurang dari 100 ppm.
Sistem monitor di ODM dan OWS bekerja baik
Pembuangan balas bersih atau balas dari ruang balas terpisah
Pembuangan diarea lebih 50 mil dari daratan terdekat
Kecepatan pembuangan tidak melampui 60 liter per mil laut
Jumlah yang dibuang tidak lebih dari 1:15.000 untuk kapal tanker
lama, dan untuk kapal baru tidak lebih dari 1:30.000, dari jumlah
muatan yang diangkut.
195
Untuk semua jenis sampah tidak diwajibkan memiliki perlengkapan
khusus, namun untuk pembuangan plastik, tali sintetis, jaring penangkap ikan
dan sampah jenis plastik lainnya sama sekali dilarang dibuang ke laut.
Sampah lain diatur seperti berikut:
Diluar batas 25 mil dari daratan terdekat dapat dibuang dunnage (bekas
penyekat/penguat muatan), tali rami, dan paking yang mengambang
Diluar batas 12 mil dari daratan terdekat, boleh dibuang kertas, kain lap /
majun, metal, botol dan sisa makanan
Diluar batas 3 mil dari daratan terdekat, boleh dibuang kertas, kain la[,
metal, barang pecah belah dan sisa makanan jika terserak.
Walaupun tidak ada perlengkapan khusus untuk sampah, tetapi harus
ada bak penampungan sampah ini, yang dibedakan antara jenis-jenis
sampah tersebut. Biasanya dikapal disediakan drum-drum bekas oli yang
dicat dengan warna berbeda untuk jenis sampah berbeda.
Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh semua kapal adalah dokumen-
dokumen atau sertifikat yang harus selalu tersimpan dikapal, termasuk buku-
buku yang harus selalu diisi dan diperbarukan.
Berikut dokumen / sertifikat / buku-buku tersebut:
196
5 tahun, terhitung sejak survey pertama. Setelah itu harus dilakukan survey
kembali untuk pembaharuan sertifikat. Selama masa berlakunya sertifikat,
harus ada survey-survey tambahan yang meliputi:
Survey Tahunan (Annual Survey) yang harus dilakukan dalam periode tiga
bulan sebelum dan sesudah ulang tahun sertifikat tersebut. Survey ini untuk
memastikan bahwa perlengkapan dan peralatannya tetap ada, sesuai rincian
yang tertulis dalam sertifikat dan masih bekerja secara efisien.
Survey antara (Intermediate Survey), yang dilaksanakan dalam kurun waktu
enam bulan sebelum dan sesudah pertengahan tanggal periode berlakunya
sertifikat. Survey ini dapat menggantikan satu dari survey-survey tahunan, dan
dilakukan secara lebih rinci dibandingkan dengan survey tahunan.
Sertifikat IOPP dapat dibatalkan, dan sesuai dengan definisinya, kapal dicegah
untuk melakukan pelayaran / perdagangan jika:
Ditemukan ada perbedaan yang nyata antara temuan selama survey dengan
rincian yang tercatat didalam sertifikat
Jika terhadap sertifikat IOPP tidak dilakukan survey antara (intermediae
survey) dalam periode yang telah ditentukan, atau
Kapal dialihkan ke bendera negara lain.
Sertifikat IOPP harus selalu berada dikapal setiap saat dan dapat
diperiksa jika diperlukan. Pemeriksaan tiba-tiba atau yang tidak terjadwal
(unscheduled survey) dapat dilakukan oleh surveyor di pelabuhan dari negara
yang telah meratifikasi konvensi.
Bentuk sertifikat IOPP sebagaimana pelaksanaan sistem harmonisasi
survey, dapat dilihat pada lampiran dibagian akhir bab ini.
197
a. Buku Rekord I, biasanya diisi oleh KKM (Kepala Kamar Mesin) sewaktu:
Mengisi atau memasukkan bahan bakar (bunker) ke kapal
Pembersihan tangki bahan bakar
Membuang balas atau mengisi tangki bahan bakar dengan air untuk
membersihkan tangki
Menampung residu atau endapan-endapan bahan bakar ke tangki endap.
Membuang air got yang terakumulasi dikamar mesin keluar kapal
b. Buku Rekord II untuk Operasi muatan/balas (kapal tanker) sewaktu:
Memuat minyak kekapal
Memindahkan muatan minyak dalam pelayaran
Membongkat muatan minyak
Operasi balas terhadap tangki-tangki muatan dan dedicated ballast tank
(tangki muatan yang digunakan untuk balas)
Membersihkan tangki-tangki muatan dengan COW
Membuang balas kecuali dari SBT (segregated ballast tank)
Membuang air laut dari tangki-tangki endap (slop tanks)
Menutup semua kran atau katup-katup yang digunakan setelah dipakai
untuk operasi-operasi pembuangan dari tangki endap.
Menutup semua katup yang perlu untuk mengisolasi dedicated ballast tank
Pembuangan residu (minyak kotor)
Membuang minyak atau air yang tercampur minyak dari kapal yang
dimaksudkan untuk melindungi keselamatan kapal atau menyelamatkan
jiwa dilaut.
Terjadi kebocoran atau pengeluaran minyak dari kapal akibat kerusakan
kapal atau perlengkapan kapal.
Adalah penting untuk selalu mengisi buku rekord minyak ini dalam
pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan seperti disebutkan diatas secara
berkesinambungan dan tepat waktu. Buku harus disimpan ditempat yang
aman namun selalu siap untuk sewaktu-waktu diperiksa oleh pejabat
pemeriksa yang berwewenang. Jika diminta oleh surveyor/pejabat
bersangkutan, maka nakhoda dapat memberikan copy buku catatan tersebut,
setelah copy tersebut dibubuhi tandatangan nakhoda sebagai bukti bahwa
copy tersebut sah.
198
7.3 Buku Catatan Sampah (Garbage Record Book)
199
D. AKTIFITAS PEMBELAJARAN
E. LATIHAN/KASUS/TUGAS
1. Sebutkan apa yang dimaksud dengan polusi.
2. Uraikan sifat-sifat polusi dan kapan suatu zat disebut polutan.
3. Diskusikan jenis-jenis pencemaran lingkungan dan pencemaran air.
4. Jelaskan akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran baik di darat, udara
maupun laut.
5. Uraikan hasil konvensi marpol 73/78 dalam bentuk peraturan-peraturan yang
tertuang dalam annex.
6. Diskusikan bagaimana cara membersihkan tumpahan minyak di laut.
7. Sebutkan peralatan apa saja yang digunakan untuk menanggulangi
pencemaran di laut.
F. RANGKUMAN
1. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam suatu lingkungan,
atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
200
sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
No. 4 Tahun 1982).
2. Suatu zat disebut polutan apabila:
a. Jumlahnya melebihi jumlah normal.
b. Berada pada waktu yang tidak tepat.
c. Berada di tempat yang tidak tepat.
3. Pencegahan pencemaran lingkungan laut telah diatur didalam konvensi
MARPOL 73/78, terdapat ketentuan-ketentuan pencegahan antara lain:
201
2. Pencegahan tumpahan minyak di laut dan perairan adalah
a. Menjaga lingkungan di darat
b. Menjaga pelestarian lingkungan laut
c. Menyelamatkan tumpahan minyak
d. Membiarkan tumpahan minyak di Luat dan perairan
3. Mengapa lingkungan laut harus dilindungi dari pencemaran minyak
a. Laut tempat organisme laut, hewan dan tumbuhan laut
b. Laut tempat kapal berlayar
c. Laut tempat mancing
d. Laut tempat yang sangat indah
4. Kapal sedang berlayar dibolehkan membuang :
a. Air laut dari ruang mesin
b. Air pendingin
c. Air ketel
d. Air got dari ruang mesin dalam batas wajar
5. Sumber pencemaran lingkungan laut dan perairan berasal dari :
a. Darat
b. Pembuangan air bilge
c. Tumpahan minyak
d. Jawaban a, b, c benar
6. Sebab-sebab terjadinya tumpahan minyak dari kapal karena kerusakan
mekanis dan :
a. Kesalahan operasi
b. Keselamatan tidak terjamin
c. Kebocoran kapal
d. Kesalahan manusia
7. Kerusakan mekanis pada sistem peralatan kapal dapat diatasi dengan
perawatan yang baik dan secara berkala oleh :
a. Pemerintah/BKI
b. Surveyor
c. Dok kapal
d. Pemilik kapal
8. Alat yang digunakan untuk memisahkan minyak dan air
a. Pompa bilge
202
b. Gravitasi
c. Oil boom
d. Oily water separator (OWS)
9. Cara pengoperasian OWS
a. Harus sesuai prosedur yang benar
b. Menjalankan pompa
c. Menghidupkan tombol start
d. Memasukkan limbah minyak dengan ember plastik
10. Oil Boom digunakan untuk menanggulangi pencemaran tumpahan minyak di
lingkungan
a. Laut dan perairan
b. Lingkungan kolam
c. Lingkungan danau
d. Lingkungan tambak
H. KUNCI JAWABAN
1. A
2. B
3. A
4. D
5. D
6. D
7. A
8. D
9. A
10. A
203
204
PENUTUP
205
206
DAFTAR PUSTAKA
BP2IP. ____. Hukum Maritim. Diklat Teknologi Pelayaran Nusantara I. ATT IV.
Barombong. Makassar. Sulawesi Selatan.
FAO. 1995. Tata Laksana Untuk Perikanan Yang Bertanggung Jawab (Code Of
Conduct For Responsible Fisheries). FAO. Jakarta.
Fauzi, A dan Zuzi A. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan
untuk analisis Kebijakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
207
FPIK IPB. 2006. Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap
Yang Bertanggung Jawab (Kenangan Purna Bakti Prof. Dr. Ir. Daniel R.
Monintja). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
http://indomaritimeinstitute.org/2011/07/pencemaran laut.
KKP. 2011a. Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Jakarta
208
Pitcher, JT. 1999. Rapfish, A Rapid Appraisal Technique For Fisheries, and Its
Application to the Code of Conduct For Responsible Fisheries. Food And
Agriculture (FAO) Of United Nation. Rome.
Parlindungan S, Capt, Drs, MM, dkk. 1999. Kompetensi dan Keterampilan Pelaut.
STIP. Jakarta
____________, 2004, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Departemen
Perikanan Kelautan, Jakarta
____________, 1992, UU No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran, Departemen
Perhubungan, Jakarta
____________, 2002, Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2002 Tentang Usaha
Perikanan, Departemen Perikanan Kelautan, Jakarta
209
210
GLOSARIUM
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik kapal atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.
Kapal Perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang
digunakan untuk mengangkut ikan termasuk memuat, menampung,
mengumpulkan, menyimpan, mengawetkan, mendinginkan dan memasarkan.
Prosedur adalah tata atau pedoman kerja yang harus diikuti dalam
melaksanakan suatu kegiatan agar mendapat hasil yang baik.
Perjanjian Kerja Laut adalah perjanjian kerja perorangan yang ditanda tangani
oleh pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di perairan.
Rating adalah awak kapal selain nakhoda, para mualim, masinin dan operator
radio.
211
Tonase Kotor (Gross Tonagge/GT) adalah satuan volume kapal, 1 GT = 2,83
m3 = 100 cft.
Sumberdaya Ikan adalah semua jenis ikan termasuk biota perairan lainnya.
212