LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX
Disusun Oleh :
HALAMAN PENGESAHAN
Bagian THT-KL
RSUD ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
Latar Belakang
Sejak akhir tahun 1960, refluks gastroesofageal telah dihubungkan dengan
patogenesis dari beberapa penyakit ekstraesofageal termasuk laringitis. Walaupun
hubungan patogenesis ini telah diperkuat dengan penelitian dan bukti temuan fisik,
namun diagnosis serta terapi dari penyakit ini masih memerlukan bukti ilmiah.1
Laring terletak di bagian anterior leher setinggi korpus vertebra servikalis III-
VI. Laring menghubungkan bagian inferior faring dengan trakea. 4 Kerangka laring
terdiri dari Sembilan tulang rawan yang berhubungan melalui ligamentum dan
membrana. Dari Sembilan tulang rawan terdapat tiga yang tunggal (Kartilago tiroid,
Kartilago Krikoid, Kartilago epiglotika).4
Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
a. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher
bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian
belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini
melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak.
b. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang.
c. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang
rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat
ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang
melekat otot krikoaritenoid posterior.4,5
Otot-otot Laring
Otot-otot laring terdiri dari 2 kelompok yaitu otot ekstrinsik dan otot intrinsik.
Otot ekstrinsik yang utama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot
intrinsik menyebabkan gerakan antara berbagai struktur-struktur laring sendiri.6
a. Otot-otot ekstrinsik :
a) Otot elevator :
M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid meluas dari Os
Hioid ke mandibula, lidah dan prosesus stiloideus pada cranium.
b) Otot depressor :
M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid
b. Otot-otot Intrinsik :
a) Otot Adduktor dan Abduktor :
M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum
Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M.
Vokalis, M. Krikotiroid
b) Otot yang mengatur pintu masuk laring :
M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.7
Rongga Laring
a. Batas atas rongga laring ialah aditus laring,
b. Batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid.
c. Batas depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotis,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid
dan arkus kartilago krikoid
d. Batas belakangnya ialah M. Aritenoid transversus dan lamina kartilago
krikoid.7
Pada laring terdapat pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara palsu (plika
ventrikularis). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, dan
bidang antara plika ventrikularis kiri dan kanan disebut rima vestibuli. Plika vokalis
dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu: vestibulum
laring/supraglotik (di atas plika ventrikularis), glotik, dan subglotik (di bawah plika
vokalis).4
Inervasi Laring
Saraf-saraf laring berasal dari Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) melalui
ramus eksternus nervus laringeus superior dan nervus laringeus rekurens. Nervus
laringeus superior berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis yaitu nervus
laringeus internus (sensoris dan otonom) dan nervus laringeus eksternus (motoris).4
Nervus laringeus rekurens mempersarafi semua otot laring intrinsik, kecuali M.
Krikotiroid yang dipersarafi oleh nervus laringeus eksternus. 4
Vaskularisasi Laring
Arteri-arteri laring berasal dari cabang-cabang arteri tiroid superior dan arteri
tiroid inferior memasok darah kepada laring. Arteri laring superior mengiringi ramus
internus nervi laringealis superior melalui membran tiroid dan kemudian bercabang-
cabang untuk mengantar darah ke permukan dalam laring. Arteri laring inferior
mengiringi nervus laringeus inferior dan memasok darah kepada membran mukosa
dan otot-otot di aspek inferior laring.4
Perdarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu :
a. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid superior. Berjalan
melewati bagian belakang membran tirohioid dan menembus membran ini untuk
berjalan disubmukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis untuk
mendarahi mukosa dari otot-otot laring.
b. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid inferior. Berjalan ke
belakang sendi krikotiroid, lalu masuk laring melalui daerah pinggir bawah M.
konstriktor faring inferior dan memperdarahi mukosa dan otot laring.4
Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring superior biasanya
bersatu dengan vena tiroid superior, lalu bermuara ke vena jugularis interna. Vena
laring inferior bersatu dengan vena tiroid inferior atau pleksus vena-vena tiroid yang
beranastomosis pada aspek anterior trachea.4
Fisiologi
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun
ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
a. proteksi jalan nafas
b. respirasi dan
c. fonasi.6
a. Proteksi jalan nafas
Perlindungan jalan nafas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai
mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot
tiroaritenoid dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, disamping aduksi
korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya.6
b. Respirasi
Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat
penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung
seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru. Selain
itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup tekanan bila menutup, memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang
diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan.6
c. Fonasi
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar
adalah pita suara, yang umumnya disebut tali suara. Pita suara menonjol dari dinding
lateral laring ke arah tengah dari glotis.9
Fungsi laring sebagai fonasi yaitu dengan membuat suara serta menentukan
tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis.
Bila plika vokalis dalam aduksi, maka M. krikotiroid akan merotasikan kartilago
tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan
M. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke
belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya
kontraksi M. krikoaritenoid akan mendorong kartilago krikoaritenoid ke depan,
sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis
akan menentukan tinggi rendahnya nada.6
Fungsi laring lainnya yaitu:
a. Refleks batuk
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar.
Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
b. Sirkulasi
Dengan terjadi perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeobronkial akan
mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi dalam
tubuh.
c. Menelan
Laring membantu menelan melalui 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian
bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke
hipofaring dan tidak masuk lagi ke dalam laring.6
Histologi laring
Mukosa laring dibentuk oleh epitel berlapis silindris semu bersilia kecuali
pada daerah pita suara yang terdiri dari epitel berlapis gepeng tak bertanduk.
Diantara sel-sel bersilia terdapat sel goblet.4
Membrana basalis bersifat elastis, makin menebal di daerah pita suara. Pada
daerah pita suara sejati, serabut elastisnya semakin menebal membentuk ligamentum
tiroaritenoidea. Mukosa laring dihubungkan dengan jaringan dibawahnya oleh
jaringan ikat longgar sebagai lapisan submukosa.4
LARYNGOPHARYNGEAL REFLUKS
3.1 Defenisi
Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau
daerah lainnya di tenggorokan. Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan laring
yang paling sering terjadi (94%).7 Karsinoma sel skuamosa adalah karsinoma awal
setempat yang berasal dari epitel skuamosa serta tampak sebagai sel-sel kuboid dan
keratinisasi.8
3.2 Epidemiologi
Sebagai gambaran perbandingan, karsinoma laring adalah urutan kedua
terbanyak keganasan kepala dan leher di seluruh dunia, dengan kejadian diperkirakan
lebih dari 151.000 kasus yang mengakibatkan sekitar 82.000 kematian setiap tahun.
Di FKUI/RSCM selama periode 2000-2005 ditemukan 3.344 kaus tumor ganas di
daerha kepala dan leher, dimana karsinoma laring menempati ututan kedua yaitu
sekitar 213 kasus (6.73%). Di RS. M. Djamil m Padang periode januari 2011 -
Desember 2012 tercatat 13 kasus, di Manado angka kejadian karsinoma laring
sebanyak 26,9%. Di Bandung sebanyak 100 kasus (6,95%) penderita karsinoma laring
sebanyak dari 1.439 keganasan kepala dan leher.5
Di bagian THT-KL RS Cipto Mangkusmo Jakarta, karsinoma laring menduduki
urutan ketiga setelah Karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan paranasal ,
insiden karsinoma laring ditemukan sebanyak 36 penderita di bagian THT-KL RSUP
Haji Adam Malik Medan selama periode januari 2010 Desember 2011.2
Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia 56-69
tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%.8
3.3 Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Merokok merupakan faktor risiko utama pada
karsinoma laring dimana pada rokok terdapat 43 bahan karsinogen antara lain
polisiklik hirokarbon, nitrosamin, radioaktif polonium-210.9,10
Alkohol (etanol) jika dikombinasi dengan penggunaan rokok maka akan
berpotensi untuk memberikan efek karsinogenik yang akan memudahkan penetrasi zat
karsinogenik dalam jaringan tubuh. Etanol juga mengganggu sintesis retinoid, derivat
vitamin A yang mana zat ini memberikan efek protektif dari perkembangan sel
kanker.9
Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian karsinoma laring yaitu HPV
(Human Papilloma Virus) dan Eibstein Barr Virus. HPV dikatagorikan menjadi risiko
tinggi (tipe 16,18), medium (tipe 31,33), risiko rendah (tipe 6,11).9,10
Herediter terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari penderita kanker
paru memiliki resiko yang lebih besar mengalami penyakit yang sama. Walaupun
demikian masih belum diketahuin dengan pasti apakah hal ini benar – benar atau
karena factor familiar.
Faktor risiko lainnya adalah paparan debu kayu, sinar radio aktif, polusi udara,
radiasi leher dan asbestosis.9,10
3.4 Patofisiologi
Paparan karsinogenik berulang-ulang akan menyebabkan struktur DNA sel
normal akan terganggu sehingga terjadi diferensiasi dan proliferasi abnormal. Adanya
mutasi serta perubahan pada fungsi dan karakteristik sel berakibat pada buruknya
sistem perbaikan sel dan terjadilah apoptosis serta kematian sel. Pro-onkogen akan
terus meningkat sementara tumor supressor gene menurun, keadaan ini
mengakibatkan proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik yang akan mengambil
suply oksigen, darah dan nutrien dari sel normal sehingga penderita akan mengalami
penurunan berat badan. Selain itu akan terjadi penurunan serta serta destruksi
komponen darah, penurunan trombosit menyebabkan gangguan perdarahan,
penurunan jumlah eritrosit menyebabkan anemia dan penurunan leukosit
menyebabkan gangguan status imunologi pasien. Proliferasi sel kanker yang terus
berlanjut hingga membentuk suatu masa mengakibatkan kompresi pada pembuluh
darah sekitar dan saraf sehingga terjadilah odinofagi, disfagi, dan nyeri pada kartilago
tiroid. Massa tersebut juga mengakibatkan hambatan pada jalan nafas. Iritasi pada
nervus laringeus menyebabkan suara menjadi serak. Jika mutasi yang terjadi sangat
progresif, kanker dapat bermetastasis ke jaringan sekitar dan kelenjar getah bening.9
3.6.1 Supraglotis
Yang termasuk supraglotis adalah permukaan posterior epiglotis yang terletak di
sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os
hioid, pita suara palsu, ventrikel. Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis
sampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
3.6.2 Glotis
Yang termasuk glotis adalah : mengenai pita suara asli, komisura anterior dan
komisura posterior. Batas inferior glotis adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara,
10 mm merupakan batas inferior otot–otot intrinsik pita suara. Batas superior adalah
ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glotis dapat mengenai satu atau kedua pita
suara, dapat meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior
atau posterior atau prosesus vokalis kartilago aritenoid.
Gambar 8. Tumor ganas glotis8
Sumber : Haryuna SH. Karsinoma Laring [Internet]. 2017 [cited on 21
februari2021]. Available from: http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti
%20hajar.pdf.
3.6.3 Subglotis
Yang termasuk subglotis adalah dinding subglotis. Tumbuh lebih dari 10 mm
dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.8
Stadium 1 T1 N0 M0
Stadium 2 T2 N0 M0
Stadium 3 T3 N0 M0
T1/T2/T3 N1 M0
Stadium 4 T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2//T3/T4 N1/N2/N3 M1
3.6 Diagnosis karsinoma laring
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
a. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah
cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens
makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat,
peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif,
misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang–kadang didapatkan
hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak
penderita menjelang tua dan dari sosial-ekonomi yang lemah. 1,8
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendiagnosis karsinoma laring yaitu
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
- Inspeksi
Pada inspeksi pada daerah laring didapatkan laring melebar atau meluas, asimetris
laring, terdapat massa kemerahan yang ireguler, rapuh dan mudah berdarah. terdapat
tanda – tanda inflamasi ( rubor , color, tumor, dolor, loss of function). ,didapatkan
pernapasan cepat, retraksi klavikuler, retraksi interkosta dan retrasi epigatrium yang
membuat pasien kelelahan saat pasien bernapaa,dan terlihat tanda – tanda
pembesaran KGB,
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
c. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang di lakukan untuk mendiagnosis karsinoma laring
selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
biopsy jarum halus
1, Pemeriksaan radiologi
a). Pemeriksaan foto polos
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survei yang baik.Udara
digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumenlaring dan
trakea.Ketebalan jaringan retropharyngeal dapat dinilai.Epiglottis dan lipatan
aryepiglottic dapat divisualisasikan.Namun, radiografi tidak memiliki peran dalam
manajemen kanker laring saat ini.
b). Pemeriksaan CT Scan laring
Pemeriksaan CT-Scan dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan
tiroid adan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
3. Biopsi aspirasi jarum halus atau FNAB ( fine needle aspiration biopsy)
Biopsi merupakan gold standar dalam mendiagnosis karsinoma laring dan
histopatologi yang paling ditemukan adalah karsinoma sel squamosa. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dari bahan biopsy laring, dengan
biopsy aspirasi jarum halus saat ini telah digunakan secara luas untuk membantu
diagnosis berbagai penyakit tumor, baik sebagai upaya diagnosis preoperative
maupun konfirmatif. Caranya adalah dengan mengambil jaringan tersangka tumor,
dengan cara memeriksa sejumlah sel ekstrak tumor atau nodul yang diambil dengan
menggunakan jarum suntik. Jsrum ysng digunakan adalah jarum ukuran 23 – 22 G
atau yang lebih kecil (24, 25 atau 27 G) panjangnya bervariasi antara 30 – 120 mm,
hasilnya adalah sel lepas atau kelompokkan sel. Sedangkan penggunaan jarum besar
18 G atau lebih hasilnya adalah histologi.
3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konservatif ada beberapa jenis penatalaksanan
karsinoma laring yaitu non medikamentosa, medikamentosaa, radioterapi,
pembedahan dan rehabilitasi .11,12
1. Non medikomentosa ( Penilaian kualitas hidup)
Pasien dengan performance status yang lebih buruk dan kapasitas fungsional
yang terbatas cenderung memiliki banyak kesulitan dalam mentoleransi perawatan
kanker. Performance status pasien dapat berubah seiring waktu atau secara
berangsur-angsur saat kanker mereka berkembang atau efek dari terapi. Di sisi lain,
performance status pasien dapat mengalami peningkatan ketika kanker respon
terhadap terapi (Jill, 2015).
Skala Karnofsky
bantuan
50 = Memerlukan bantuan cukup banyak, juga pertolongan medis
40 = Tidak mampu merawat diri sendiri, tidak dapat bekerja lagi
30 = Sakit berat, indikasi perawatan di rumah sakit
20 = Sakit sangat berat
10 = Sekarat
0 = Mati
2. Medikamentosa
3. Kemoterapi
Kemoterapi berbasis platinum sering digunakan sebagai pengobatan lini pertama
untuk pasien dengan karsinoma sel skuamosa rekuren atau metastatik (SCC) di kepala
dan leher. Perawatan mungkin melibatkan penggunaan satu obat atau 2 atau lebih
kombinasi. Kombinasi yang umum adalah cisplatin dan 5-FU.
Dokter memberikan kemoterapi dalam siklus, dengan setiap periode pengobatan
diikuti dengan waktu istirahat untuk memberikan waktu bagi tubuh untuk pulih.
Dalam kebanyakan kasus, setiap siklus berlangsung selama beberapa minggu.
- Kemoterapi neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan atau induksi atau “upfront” (awal) bertujuan untuk
mengurangi besarnya tumor sebelum radioterapi. Pemberiannya didasarkan atas
pertimbangan vascular bed tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju
massa tumor masih optimal.
- Kemoterapi konkomitan/konkuren
Kemoterapi konkomitan/konkuren adalah pemberian kemoterapi secara
bersamaan dengan radioterapi. Dengan cara ini, diharapkan dapat membunuh sel
kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah sel kanker yang resisten
menjadi lebih sensitif terhadap radioterapi. Keuntungan lainnya adalah keduanya
bekerja sinergistik, yaitu mencegah resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker
yang hipoksik dan menghambat perbaikan DNA sel kanker yang sublethal
Kekurangan kemoterapi jenis ini adalah meningkatnya efek samping antara lain
mukositis, leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat
menyebabkan penundaan sementara radioterapi. Toksisitas dapat begitu besar
sehingga berakibat fatal. Untuk mengurangi efek samping tersebut, diberikan
kemoterapi tunggal (single agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus
untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer).
Sitostatika yang sering digunakan adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan
response rate 15% - 47%
- Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan atau yang diberikan pasca terapi definitif terutama
dimaksudkan untuk meningkatkan kontrol lokoregional, memberantas tumor residu
dan eradikasi metastasis jauh. Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien
dilakukan radioterapi. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi
memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal
ternyata: kanker masih ada, dimana biopsi masih positif; kemungkinan besar kanker
masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis; pada tumor dengan
derajat keganasan tinggi. (oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan metastasis
jauh
4. Radioterapi
Terapi radiasi sinar eksternal/External beam radiation therapyIni adalah jenis
terapi radiasi yang paling umum digunakan untuk mengobati kanker laring dan
hipofaring. Radiasi dari sumber di luar tubuh difokuskan pada kanker.Sebelum
dimulai , akan di CT scan untuk melakukan pengukuran >menentukan sudut yang
tepat untuk mengarahkan sinar radiasi dan dosis radiasi yang tepat >mask mesh dapat
dibuat untuk menahan kepala, leher, dan bahu pada posisi yang sama tiap terapi.
Terapi radiasi jauh seperti mendapatkan x-ray, tetapi radiasinya jauh lebih kuat.
Prosedurnya sendiri tidak menimbulkan rasa sakit. Setiap perawatan hanya
berlangsung beberapa menit, tetapi waktu penyiapannya membutuhkan waktu lebih
lama. Jadwal lain untuk radiasi dapat digunakan untuk mengobati kanker laring.
Misalnya, dalam terapi radiasi hiperfraksionasi, dosis radiasi harian yang sedikit lebih
tinggi dibagi menjadi 2 dosis yang lebih kecil dan pasien mendapat 2 dosis per hari,
bukan 1.
- Fraksinasi standar (SFX) sampai 70 Gy dalam 35 fraksi harian selama 7
minggu.
- Hiperfraksionasi (HFX) menjadi 81,6 Gy dalam 68 fraksi dua kali sehari
selama 7 minggu.
- Kursus pemisahan fraksionasi dipercepat (AFX-S) menjadi 67,2 Gy dalam 42
fraksi selama 6 minggu dengan istirahat 2 minggu setelah 38,4 Gy.
Percepatan boost fractionation (AFX-C) menjadi 72 Gy dalam 42 fraksi selama 6
minggu
- Terapi Kemoradiasi Bersamaan
Terapi kemoradiasi bersamaan adalah pilihan pengobatan standar untuk pasien
dengan kanker laring stadium lanjut (stadium III dan IV).
Regimen yang umum adalah memberikan dosis cisplatin setiap 3 minggu
(dengan total 3 dosis) selama radiasi. Untuk orang yang tidak dapat mentolerir
kemoradiasi, obat target cetuximab sering digunakan dengan radiasi.
- Pengobatan kanker laring stadium 1
Supraglotis
1. Terapi radiasi.
2. Eksis laser CO2 endoskopi.
3. Kordektomi untuk pasien yang dipilih dengan sangat hati-hati dengan lesi T1
terbatas dan superfisial.
4. Laringektomi parsial atau hemilaring ektomi atau laringektomi total,
bergantung pada pertimbangan anatomis.
Subglotis
1. Lesi dapat berhasil diobati dengan terapi radiasi saja dengan mempertahankan
suara normal.
2. Pembedahan disediakan untuk kegagalan terapi radiasi atau untuk pasien yang
tidak dapat dengan mudah diniali untuk terapi radias.
Pemilihan pengobatan harus mencangkup evaluasi fungsi dan kualitas suara setelah
pengobatan. Reseksi laser CO2 endoskopi juga dapat mencapai hasil yang sama dalam
hal kontrol dan fungsi lokal dibandingkan dengan terapi radiasi, meskipun tidak ada
peneliti acak yang telah dilakukan.
Supraglotis
1. Terapi radiasi sinar eksternal saja untuk lesi yang lebih kecil yang
mencangkup penyakit primer dan nodus elektif regional.
2. Laringektomi supraglotis dengan diseksi leher bilateral, bergantung pada
lokasi lesi, status klinis pasien, dan keahlian tim pengobatan. Pemilihan yang
cermat harus dilakukan untuk memastikan fungsi paru dan menelan yang
memadai pasca operasi.
3. Terapi radiasi pasca operasi (PORT) diindikasi untuk margin operasi positif
atau dekat faktor resiko patologis yang merugikan lainnya.
Radiasi sebaiknya diutamakan karena hasil yang baik, pengawet suara dan
kemungkinan penyelamatan dengan pembedahan pada pasien yang penyakitnya
kambuh secara lokal.
Celah suara
1. Terapi radiasi.
2. Eksis laser CO2 endoskopi.
3. Laringektomi parsial atau hemilaringektomi atau laringektomi total,
bergantung pada pertimbangan anatomis. Dalam keadaan tertentu, bedah
mikro laser mungkin cocok.
Subglotis
1. Lesi dapat berhasil diobati dengan tarapi radiasi saja dengan mempertahankan
suara normal.
2. Pembedahan disediakan untuk kegagalan terapi radiasi atau untuk pasien yang
kemungkinan sulit untuk ditindak lanjuti.
Supraglotis
Terapi kemoradiasi bersamaan adalah pilihan pengobatan standar untuk pasien dengan
kanker laring stadium lanjut (stadium III dan IV).
5. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
a). Laringektomi
Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang
tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas
(epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
b). Diseksi Leher Radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis,
subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke
kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini
tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
Targeted Therapy
Cetuximab (Erbitux®) adalah antibodi monoclonal=> menargetkan reseptor
faktor pertumbuhan epidermal (EGFR), protein pada permukaan sel tertentu yang
membantu tumbuh dan membelah. Sel kanker laring =>jumlah EGFR >normal.
Dengan memblokir EGFR = memperlambat atau menghentikan pertumbuhan sel
kanker.
Cetuximab +terapi radiasi untuk beberapa kanker stadium awal. Untuk kanker
yang lebih parah, seperti kanker metastasis atau rekuren, dapat dikombinasikan
dengan obat kemo seperti cisplatin dan 5FU, atau dapat digunakan sendiri.
Cetuximab diberikan IV, biasanya seminggu sekali. Efek samping yang jarang
namun serius dari cetuximab adalah reaksi alergi (dapat diberikan premedikasi untuk
pencegahan)
- Immunotherapy
Pembrolizumab (Keytruda) dan nivolumab (Opdivo) adalah obat yang
menargetkan PD-1, protein pada sel T yang biasanya membantu menjaga sel ini agar
tidak menyerang sel lain di tubuh. Dengan memblokir PD-1, obat ini meningkatkan
respons kekebalan terhadap sel kanker. Ini dapat mengecilkan beberapa tumor atau
memperlambat pertumbuhannya.
Obat ini dapat digunakan setelah kemoterapi pada penderita kanker laring yang
muncul kembali setelah pengobatan atau yang telah menyebar ke bagian tubuh
lainnya.
Obat ini diberikan sebagai infus intravena (IV), biasanya setiap 2, 3, atau 4
minggu.
- Recurrent and Metastatic Laryngeal Cancer
Pengobatan kanker supraglotis, glotis, dan subglotis rekuren dan metastatik mencakup
pembedahan lebih lanjut atau uji klinis.
1. Pembedahan dan / atau terapi radiasi. Pasien tertentu mungkin menjadi
kandidat untuk laringektomi parsial setelah terapi radiasi dosis tinggi gagal.
2. Terapi radiasi. Radiasi ulang untuk penyelamatan laring setelah kegagalan
terapi radiasi menghasilkan kelangsungan hidup jangka panjang; mungkin
dipertimbangkan untuk rekurensi setelah terapi radiasi, terutama pada pasien
yang menolak atau bukan kandidat untuk laringektomi.
3. Kemoterapi. Respon durasi variabel dapat dicapai setelah kemoterapi sistemik.
4. Imunoterapi (penghambat jalur programmed death-ligand 1 [PD-L1]) dapat
digunakan setelah kegagalan berbasis platinum dalam pengaturan rekuren atau
metastasis lokal.
6.Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor
ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. rehabilitasi
mencakup : “Vocal Rehabilitation ( eshophagial speech), Vocational Rehabilitation
dan Social Rehabilitation”.1
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan
cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang
berada di dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan bernafas melalui stoma
permanen di leher. 12
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni
semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara
yang dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar. 11,12
Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini.
Tetapi faktor fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor utama. Mungkin dengan
adanya wadah perkumpulan guna menghimpun pasien-pasien tuna laring guna
menyokong aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun
sesudah operasi.12
3.9 Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium
I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%.
Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate
sebesar 50%.11
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Ed 7. FKUI; 2017.
2. Castellanos PF, Spector JG, Kaiser TN. Tumors of the larynx and
laryngopharynx. In: Otorhinolaryngology head and neck surgery. Ballenjer JJ.
Snow JB Eds. Fifteenth Edition. Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London,
Munich, Sidney, Tokyo. Lea & Febiger 2016: p. 585-652
3. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket
Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 2017. h. 423-432.
4. Keith L. Moore. Anatomi Klinik Dasar. Hipocrates. Jakarta. 2019. h.433-438
5. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck
Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-1360.
6. Lawrence R. Boies, Jr. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC. Jakarta. 2018.
h. 446-447
7. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN,
Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-560.
8. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. EGC. Jakarta. 2017.
9. Kumala P, et al. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC. Jakarta.
2015.
10. Haryuna SH. Karsinoma Laring [Internet]. 2017 [cited on 16 maret 2019].
Available from: http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20hajar.pdf.
11. Hanna E, Suen JY, Closel G, Larson DL, Shah JP, Essential of Head and Neck
Oncology. New York Thieme, 2019. h. 223-239.
12. Charous Steven J.Early. Stage Head & Neck Cancer Surgery. Head and
Neck Cancer.United States of America.K luwer Academic Publishers. 2016.