Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DAN PERILAKU MEROKOK

TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI


The Relationship Between Obesity and Smoking to Hypertension Incidence

Tifani Lasianjayani1, Santi Martini2


1
FKM Universitas Airlangga, tifani.lasianjayani@gmail.com
2
Departemen Epidemiologi FKM Universitas Airlangga, santi279@yahoo.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas sebesar 20–50% dari
total kematian. Obesitas dan merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara obesitas, dan merokok terhadap kejadian hipertensi. Penelitian
dilaksanakan dengan desain cross sectional yang melibatkan 75 orang dan diambil menggunakan teknik
pengacakan sederhana dari pasien yang berobat di poli jantung Rumah Sakit Umum Haji Surabaya pada
bulan Mei tahun 2014. Variabel yang diteliti adalah jenis kelamin, obesitas dan perilaku merokok. Perilaku
merokok yang diteliti terdiri dari riwayat merokok, penggunaan filter, lama merokok, jumlah rokok dan jenis
rokok. Data dianalisis menggunakan uji Chi Square. Kejadian hipertensi yang ditemukan pada penelitian ini
sebanyak 45 orang (60%). Sebesar 64,4% penderita hipertensi adalah perempuan. Hasil analisis
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian hipertensi (p = 0,014)
dengan kuat hubungan sebesar 0,299. Riwayat merokok (p = 0,211), penggunaan filter (p = 0,378), lama
merokok (p = 1,000), kriteria perokok (p = 0,848) dan jenis rokok (p = 0,673) menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan. Kesimpulan pada penelitian ini adalah obesitas berhubungan dengan kejadian
hipertensi.

Kata kunci: hipertensi, jenis kelamin, obesitas, perilaku merokok

ABSTRACT
Hypertension is a disease that causes morbidity and mortality in 20-50% of total deaths. Obesity and
smoking are risk factors for hypertension. This study aims to determine the relationship between obesity, and
smoking on the incidence of hypertension. The study was conducted with a cross-sectional design involving
75 people and was taken using simple randomization techniques from patients seeking treatment at the
cardiology clinic in Public Hospital of Haji Surabaya in May 2014. The variables studied were gender,
obesity, and smoking behavior. Smoking behavior that was studied consisted of smoking history, use of
filters, duration of smoking, number of cigarettes, and types of cigarettes. Data were analyzed using Chi-
Square test. The incidence of hypertension found in this study was 45 people (60%). 64.4% of people with
hypertension are women. The analysis showed a significant relationship between obesity and the incidence
of hypertension (p = 0.014) with a strong relationship of 0.299. History of smoking (p = 0.211), use of filters
(p = 0.378), duration of smoking (p = 1,000), smoking criteria (p = 0.848) and types of cigarettes (p =
0.673) showed no significant relationship. The conclusion of this study is obesity is related to the incidence
of hypertension.

Keywords: hypertension, sex, obesity, smoking behavior

PENDAHULUAN infeksi (non-communicable disease) atau penyakit


tidak menular (Riskesdas, 2007).
Pola kejadian penyakit beberapa tahun Penyakit tidak menular merupakan salah satu
belakangan telah mengalami perubahan, yang penyebab utama kematian secara global, data
ditandai dengan adanya transisi epidemiologi. WHO pada tahun 2008 dalam Riskesdas 2007
Transisi epidemiologi merupakan suatu perubahan menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang
pola penyakit dan kematian yang semula terjadi di dunia, sebanyak 36 juta kematian
didominasi oleh penyakit infeksi, namun beberapa disebabkan oleh penyakit tidak menular. Kematian
tahun belakangan didominasi oleh penyakit non akibat penyakit tidak menular yang terjadi pada

286
287 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 286–296

orang berusia kurang dari 70 tahun paling banyak of High Pressure VII tahun 2003, hipertensi adalah
disebabkan penyakit kardiovaskuler sebesar 39% suatu keadaan yang menunjukkan tekanan darah
dan diabetes sebesar 4%. Badan Kesehatan Dunia seseorang ≥ 140 mmHg untuk tekanan sistolik
(WHO) memprediksikan bahwa kematian akibat dan atau ≥ 90 mmHg untuk tekanan diastolik
penyakit tidak menular akan mengalami peningkatan (Depkes RI, 2006). Batasan tekanan darah yang
secara terus menerus sebesar dua per tiga atau masih dianggap normal berdasarkan WHO yaitu
70%. Di Indonesia, kematian akibat penyakit tidak 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥ 160/95
menular cenderung mengalami peningkatan apabila mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah
dibandingkan dengan kematian akibat penyakit yang tinggi dapat mengakibatkan jantung bekerja
menular, gangguan maternal ataupun cidera. lebih keras dan apabila tidak ditangani lebih lanjut
Dijelaskan bahwa persentase kematian akibat maka akan menimbulkan kerusakan yang serius.
penyakit tidak menular mengalami kenaikan secara Menurut Muhammadun tahun 2010, kerusakan
berkala mulai dari data hasil SKRT (1996) sebesar organ akan terjadi sebagai akibat penebalan dinding
41,7%, SKRT (2001) sebesar 49,9%, dan Riskesdas otot jantung dan mengakibatkan fungsi jantung
tahun 2007 sebesar 59,5%. terganggu sehingga jantung akan mengalami
Penyakit tidak menular yang dapat dilatasi dan kemampuan kontraksi akan menjadi
menimbulkan mortalitas dan morbiditas tinggi berkurang. Penyakit hipertensi tidak hanya menjadi
dan menjadi prioritas program pengendalian oleh masalah kesehatan bagi negara maju, melainkan juga
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan masalah kesehatan bagi negara berkembang seperti
Penyehatan Lingkungan pada tahun 2009–2010 Indonesia.
antara lain penyakit stroke, jantung, kanker, diabetes Berdasarkan data WHO tahun 2000
melitus, hipertensi, dan asma. Pada tahun 2010, menunjukkan bahwa di seluruh dunia sekitar 972
data rawat inap rumah sakit menunjukkan bahwa jiwa (26,4%) mengidap hipertensi. Angka tersebut
penyakit jantung dan strok memiliki Case Fatality diprediksi akan mengalami peningkatan menjadi
Rate (CFR) tertinggi dibandingkan dengan penyakit 29,2% di tahun 2025. Dari 972 jiwa yang mengidap
PTM lain. hipertensi, sebanyak 333 juta berada di negara maju
Penyakit jantung menempati posisi kedua dan sebanyak 639 jiwa sisanya berada di negara
tertinggi setelah penyakit strok dari tahun 2009 berkembang, termasuk di Indonesia (Anonim,
hingga 2010 pada pasien rawat inap Rumah Sakit. 2010a). Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang
Penyakit jantung iskemik merupakan penyakit dewasa menderita hipertensi (CDC dalam Rahajeng
tidak menular yang paling mempengaruhi kesakitan dan Tuminah, 2009). Prevalensi hipertensi di
dan kematian (Depkes RI, 2006). Faktor yang Amerika tahun 2005 sebesar 34,5%, di Vietnam
mendukung terjadinya penyakit jantung iskemik tahun 2004 sebesar 34,5%, dan di Singapura tahun
adalah hipertensi. Komisi Pakar Organisasi 2004 sebesar 24,9%. Di Indonesia, prevalensi
Kesehatan Dunia tentang pengendalian hipertensi, hipertensi secara nasional dalam hasil Riset
Dr. D.E. Bermes sebagai Wakil Direktur Divisi Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun
Penyakit Tidak Menular pada Oktober 1994 2013 berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah
menjelaskan bahwa hipertensi adalah gangguan oleh tenaga medis mencapai 25,8%. Sedangkan
pembuluh darah jantung (kardiovaskuler) yang prevalensi hipertensi di Jawa Timur pada tahun 2013
paling umum dan menjadi tantangan bagi masyarakat berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh
yang sedang mengalami perubahan sosioekonomi tenaga kesehatan yakni sebesar 26,2% (Riskesdas,
dan epidemiologi. Selain itu, hipertensi merupakan 2013).
faktor risiko terjadinya strok. Sedangkan strok Rumah sakit umum Haji surabaya merupakan
merupakan urutan pertama untuk tingkat kefatalan salah satu rumah sakit yang paling banyak
penyakit tidak menular yang menjadi prioritas dikunjungi oleh pasien yang terdiagnosis hipertensi.
dalam rawat inap di rumah sakit. Hipertensi atau Berdasarkan laporan sepuluh besar penyakit di
tekanan darah tinggi merupakan salah satu faktor rawat jalan RSU Haji Surabaya menunjukkan
risiko utama yang mengakibatkan morbiditas dan bahwa penyakit yang termasuk lima besar tergolong
mortalitas sebesar 20–50% dari total kematian penyakit generatif dan tidak menular. Lima besar
(WHO, 2001 dalam Kaplan, 2002). penyakit di instalasi rawat jalan antara lain diabetes
Menurut Joint National Committe on melitus, hipertensi esensial, arthrosis, cerebral
Prevention Detection, Evaluation, and Treatment infraction, dan angina specified. Hasil laporan
Tifani Lasianjayani dkk., Hubungan Antara Obesitas dan… 288

menunjukkan sebanyak 13249 kasus hipertensi batang rokok. Sedangkan tingkat konsumsi rokok
dengan kasus terbanyak dialami oleh perempuan di Indonesia menempati posisi ke empat dari lima
yakni sebanyak 8059 kasus. tertinggi di dunia, yakni mencapai 260 miliar batang
Faktor risiko terjadinya hipertensi antara lain rokok pada tahun 2009 (Tobacco Atlas, 2012 dalam
faktor risiko terkontrol dan faktor risiko tidak WHO, 2013). Di Indonesia, proporsi kebiasaan
terkontrol. Faktor risiko yang tidak terkontrol yaitu merokok atau mengunyah tembakau pada penduduk
umur, jenis kelamin, genetik, dan etnis. Sedangkan berusia lebih atau sama dengan 15 tahun dari
faktor risiko yang terkontrol yaitu obesitas, stres, tahun 2007 hingga 2013 mengalami peningkatan.
dan gaya hidup. Obesitas merupakan salah saru Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, proporsi
faktor risiko yang menjadi ciri khas terjadinya penduduk Indonesia yang merokok atau mengunyah
hipertensi. Obesitas menjadi salah satu kombinasi tembakau pada tahun 2007 sebesar 34,2% kemudian
penyakit yang terdapat dalam sindroma metabolik pada tahun 2010 meningkat menjadi 34,7% dan pada
selain tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kencing tahun 2013 meningkat menjadi 36,3%.
manis (diabetes mellitus tipe 2) yang menjadi faktor Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
utama penyebab terjadinya penyakit kardiovaskular hubungan antara obesitas dan perilaku merokok
(Aprilia, 2009). Penderita obesitas lebih cenderung terhadap kejadian hipertensi.
untuk menderita penyakit kardiovaskular, hipertensi,
dan diabetes mellitus (Rohaendi, 2008 dalam
METODE
Anonim, 2009). Berdasarkan data WHO, orang
dewasa yang memiliki berat badan lebih (overwight) Penelitian ini merupakan jenis penelitian
sebanyak 1,6 miliar orang dan sebanyak 400 juta observasional analitik dengan menggunakan studi
orang menderita obesitas. Selain itu, WHO tahun cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah
2004, pertambahan jumlah penduduk dengan angka semua pasien yang berobat di poli jantung RSU Haji
kejadian obesitas tertinggi terjadi di Amerika dan Surabaya pada bulan Mei 2014. Penentuan sampel
Rusia, yaitu sebesar 30% setiap tahun. Obesitas menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
selain menyerang orang dewasa juga menyerang inklusi dalam penentuan sample adalah pasien
anak-anak, berdasarkan data yang diperoleh dari yang bersedia menjadi responden dalam penelitian.
American Hearth Association (AHA). Sedangkan Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini
di Indonesia, diperkirakan jumlah penduduk dewasa adalah pasien yang memiliki diagnosis hipertensi
yang obesitas sebesar 15,4% (Riskesdas, 2013). disertai gangguan ginjal kronik dan tidak bersedia
Perilaku merokok merupakan salah satu faktor dijadikan responden dalam penelitian. Sampel
risiko terjadinya hipertensi dan sindroma metabolik. dalam penelitian ini sebanyak 75 responden yang
Merokok telah menjadi suatu kebiasaan yang umum ditentukan menggunakan teknik simple random
dan meluas di masyarakat. Banyak penelitian yang sampling. Teknik simple random sampling dilakukan
membuktikan bahwa merokok dapat menimbulkan dengan cara dengan cara pengambilan sampel sesuai
bahaya bagi kesehatan manusia. Bahkan efek dengan undian nomor kedatangan karena ketidak
yang merugikan bagi kesehatan akibat merokok pastian unit populasi mendatangi Poli Jantung saat
pun telah diteliti, namun pada kenyataannya penelitian dilakukan. Peneliti menggunakan angka
kebiasaan merokok sulit untuk dihilangkan dan 1–100 yang kemudian diacak dan diambil beberapa
jarang diakui sebagai suatu kebiasaan buruk. World nomor. Nomor yang terambil mewakili nomor
Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa kedatangan pasien yang kemudian akan dijadikan
rokok merupakan wabah terbesar disepanjang responden. Apabila pasien yang memiliki nomer
sejarah kehidupan manusia. Berbagai upaya untuk kedatangan tersebut sesuai dengan kriteria eksklusi,
memerangi rokok telah dilakukan oleh pemerintah maka pasien tersebut tidak dapat dijadikan sebagai
dunia maupun internasional, bahkan WHO telah responden dan berlanjut ke nomer berikutnya.
menetapkan hari bebas rokok sedunia sejak tanggal Variabel tergantung pada penelitian ini adalah
31 Mei 1989 hingga sekarang. kejadian hipertensi. Kejadian hipertensi dibagi
Berdasarkan data WHO, urutan konsumsi menjadi dua kategori antara lain hipertensi dan
merokok terbanyak di dunia antara lain Cina tidak hipertensi. Variabel bebas yang diteliti antara
sebanyak 1,643 miliar batang, Amerika serikat lain jenis kelamin, obesitas, dan perilaku merokok.
sebanyak 451 miliar batang, Jepang sebanyak Perilaku merokok dalam penelitian ini dapat diteliti
328 miliar batang, dan Rusia sebanyak 258 miliar
289 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 286–296

dari riwayat merokok, lama merokok, penggunaan yang signifikan dan dapat dilihat nilai Coeffisien
filter, jumlah rokok, dan jenis rokok. Contingensi untuk mengetahui kuat hubungannya.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah data
ini adalah data primer melalui wawancara karakteristik responden yang hanya berupa jenis
menggunakan kuesioner dan data sekunder. Data kelamin. Karakteristik responden yang lain seperti
primer digunakan untuk memperoleh informasi pendidikan dan pendapatan tidak dapat terambil
tentang riwayat merokok, lama merokok, penggunaan karena keterbatasan waktu dalam melakukan
filter, jumlah rokok dan jenis rokok. Data primer wawancara. Wawancara yang dilakukan terhadap
diperoleh dengan cara melakukan wawancara secara responden harus sinergis dengan kecepatan kerja
langsung dengan responden menggunakan kuesioner. perawat, apabila tidak sinergis ditakutkan terjadi
Data sekunder diperoleh dari data rekam medik keterlambatan dalam pemberian layanan berupa
dan hasil pemeriksaan perawat. Data rekam medik pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat dan
digunakan untuk memperoleh informasi mengenai dokter.
jenis kelamin. Sedangkan data pemeriksaan perawat
digunakan untuk memperoleh data tekanan darah, HASIL
berat badan, dan tinggi badan.
Distribusi Frekuensi Kejadian Hipertensi
Penelitian dilakukan setelah melakukan kaji
etik. Kaji etik dilakukan di Fakultas Kesehatan Data rekapitulasi penyakit di poli jantung RSU
Masyarakat dengan persetujuan dari Komisi Etik Haji Surabaya selama tahun 2013 menunjukkan
Penelitian Kesehatan. Kaji etik dilakukan untuk bahwa sebanyak 12999 orang (64,34%) yang
melindungi responden dan peneliti dari perihal melakukan pemeriksaan mengalami hipertensi
yang tidak diinginkan yang dapat merugikan kedua dari total seluruh pasien yang berkunjung di poli
belah pihak. Setelah mendapatkan persetujuan dari jantung. Selama periode Januari hingga April 2014,
komisi etik, penelitian ini baru dapat dilakukan tercatat ada 4396 orang (54,95%) yang menderita
untuk mengambil data yang diperlukan. hipertensi. Responden yang memiliki tekanan darah
Data yang terkumpul dikategorikan berdasarkan tergolong hipertensi lebih banyak dibandingkan
klasifikasi pada definisi operasional yang digunakan, dengan responden yang memiliki tekanan darah
diolah, dan dianalisis sesuai tujuan. Data diolah tergolong tidak hipertensi. Data dapat diamati dalam
dengan cara tabulasi silang dan dianalisis tabel 1 di bawah ini.
menggunakan uji Chi Square. Uji Chi Square
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Hipertensi
digunakan untuk mengetahui hubungan antara
di Poli Jantung RSU Haji Surabaya
obesitas terhadap kejadian hipertensi dan perilaku
merokok terhadap kejadian hipertensi. Variabel Tekanan Darah Frekuensi Persentase
kejadian obesitas dan perilaku merokok dikoding Hipertensi 45   60
Tifani Lasianjayani
dan dientri serta dianalisis menggunakan perangkat Tidak Hipertensi 30   40
lunak SPSS dengan uji Chi Square terhadap penyakit Jumlah 75 100
hipertensi dengan tingkat kemaknaan 0,05. Cara Distribusi Kejadian Hipertensi Berdasarkan yang h
menginterpretasikan hasil adalah analisis tabel Distribusi
Jenis Kejadian Hipertensi Berdasarkan
Kelamin terdapa
2 x 2 dengan menggunakan uji Chi-Square yate’s Jenis Kelamin peremp
correction for continuity. Apabila nilai harapan Variab
Distribusi Penderita Hipertensi
(expected count) pada setiap sel < 5 dan lebih dari Berdasarkan Jenis Kelamin kesama
20%, jumlah sel < 1, dikatakan tidak memenuhi kondisi
syarat maka yang digunakan adalah Fisher’s Exact orang (
test. 35,60% riwaya
Sedangkan untuk uji tabel > 2 x 2 menggunakan 64,40% Perem Keteran
Pearson-Chi Square. Apabila variabel satu berskala puan dalam t
nominal dan variabel yang lain berskala ordinal. Laki- H
laki silang m
Hasil yang dilihat tetap Pearson Chi Square
meskipun nilai harapan (expected count) tidak bebas y
memenuhi syarat. atas. V
Gambar
Gambar1.1. Distribusi
Distribusi Penderita Hipertensi
Penderita Hipertensi
Apabila nilai p lebih kecil dibandingkan status
Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan Jenis Kelamin
dengan nilai α (0,05) maka terdapat hubungan filter, l
Diantara 45 orang penderita hipertensi,
rokok.
sebanyak 64,4% (29 orang) berjenis kelamin
perempuan dan sebesar 35,6% (16 orang) berjenis
Hubun
kelamin laki- laki. Hal ini berarti bahwa penderita
Kejadi
hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan
P
dibandingkan pada laki- laki. Hal ini digambarkan
respond
pada gambar.1 mengenai distribusipenderita
sebesar
hipertensi berdasarkan jenis kelamin.
pender
Tifani Lasianjayani dkk., Hubungan Antara Obesitas dan… 290

Di antara 45 orang penderita hipertensi, penderita hipertensi pada perempuan lebih banyak
sebanyak 64,4% (29 orang) berjenis kelamin dibandingkan dengan penderita hipertensi yang
perempuan dan sebesar 35,6% (16 orang) berjenis berjenis kelamin laki-laki.
kelamin laki-laki. Hal ini berarti bahwa penderita Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai p
hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan sebesar 0,117 (p > α). Sehingga dapat diketahui
dibandingkan pada laki-laki. Hal ini digambarkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
pada gambar.1 mengenai distribusi penderita jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Artinya,
hipertensi berdasarkan jenis kelamin. jenis kelamin bukan merupakan faktor penentu
terjadinya hipertensi dan memungkinkan adanya
Tabel 2. Kejadian Hipertensi Di Poli Jantung RSU faktor risiko lain yang lebih menunjang terjadinya
Haji Surabaya Menurut Jenis Kelamin hipertensi apabila dikombinasikan dengan jenis
Kejadian Hipertensi kelamin.
Jenis Tidak Total
Hipertensi Hubungan Antara Obesitas Terhadap Kejadian
Kelamin Hipertensi
(n) (%) (n) (%) (n) (%) Hipertensi
Perempuan 29 69 13 31 42 100 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 29
Laki-laki 16 48,5 17 51,5 33 100 orang yang mengalami obesitas, sebesar 79,3%
Keterangan: p value: 0,117 juga menderita hipertensi. Sedangkan dari 46 orang
yang tidak mengalami obesitas, sebesar 52,2% tidak
Distribusi Frekuensi Variabel Bebas dalam menderita hipertensi.
Penelitian Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi
Variabel bebas dalam penelitian ini antara Square diperoleh nilai p sebesar 0,014 dengan
lain jenis kelamin, obesitas, dan riwayat merokok. α = 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai
Sedangkan riwayat merokok dapat didukung dengan p < α yang berarti terdapat hubungan yang bermakna
informasi lama merokok, penggunaan filter, jenis (signifikan) antara obesitas dengan kejadian
rokok, dan kriteria perokok. Dari tabel 3 dapat hipertensi.
diketahui bahwa frekuensi jenis kelamin antara Hubungan antara obesitas dengan kejadian
laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang hipertensi bersifat lemah, hal ini ditunjukkan oleh
hampir sama namun jumlah paling banyak terdapat hasil uji kuat hubungan (Coeffisien Contigency)
pada responden yang berjenis kelamin perempuan sebesar 0,299. Hal ini mengandung arti bahwa
yakni sebanyak 44 orang (56%). Variabel obesitas obesitas merupakan salah satu faktor yang
dan riwayat merokok memiliki kesamaan yakni menyebabkan hipertensi namun masih membutuhkan
jumlah terbanyak terdapat pada kondisi responden faktor lain untuk meningkatkan terjadinya kejadian
yang tidak obesitas sebanyak 46 orang (62,3%) dan hipertensi pada seorang pasien.
responden yang tidak memiliki riwayat merokok
Hubungan Antara Riwayat Merokok Terhadap
sebanyak 50 orang (66,7%). Keterangan lebih lanjut
Kejadian Hipertensi
akan dirangkum lebih jelas dalam tabel 3.
Hasil gambaran frekuensi dan tabulasi silang Kejadian hipertensi berdasarkan riwayat
menggunakan uji Chi- Square antar variabel bebas merokok pada tabel 3 diperoleh sebesar 48% pasien
yang diteliti dapat teramati dalam tabel 3 di atas. yang memiliki riwayat merokok juga menderita
Variabel bebas yang diujikan antara lain status hipertensi, sebaliknya responden yang tidak memiliki
obesitas, riwayat merokok, penggunaan filter, lama riwayat merokok sebesar 66% menderita hipertensi.
merokok, kriteria perokok, dan jenis rokok. Menggunakan uji Chi Square diperoleh p = 0,211
dengan α = 0,05 (p> α), sehingga antara riwayat
Hubungan Antara Jenis Kelamin Terhadap merokok terhadap kejadian hipertensi tidak memiliki
Kejadian Hipertensi hubungan yang bermakna. Artinya, riwayat merokok
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah yang dimiliki seseorang bukanlah faktor penentu
responden perempuan yang menderita hipertensi terjadinya hipertensi.
sebesar 29 orang. Hal ini menunjukkan bahwa
291 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 286–296

Tabel 3. Analisis Bivariat Antara Variabel Bebas dengan Kejadian Hipertensi


Kejadian Hipertensi
Total
Variabel Bebas Hipertensi Tidak Hipertensi p value
(n) (%) (n) (%) (n) (%)
Status Obesitas
Obesitas 23 79,3 6 20,7 29 100 0,014
Tidak Obesitas 22 47,8 24 52,2 46 100
Riwayat Merokok
Merokok 12 48 13 52 25 100 0,211
Tidak Merokok 33 66 17 34 50 100
Penggunaan Filter
Tidak 2 28,6 5 71,4 7 100
0,378
Iya 10 55,6 8 44,4 18 100
Tidak Merokok 33 66 17 44 50 100
Lama Merokok
≥ 10 tahun 12 50 12 50 24 100
1,000
< 10 tahun 0 0 1 100 1 100
Tidak Merokok 33 66 17 34 50 100
Kriteria Perokok
Perokok Berat 0 0 0 0 0 100
Perokok Sedang 6 50 6 50 12 100 0,848
Perokok Ringan 6 46,1 7 53,9 13 100
Tidak Merokok 33 66 17 34 50 100
Jenis Rokok
Kretek 3 37,5 5 62,5 8 100
0,673
Putih 9 53 8 47 17 100
Tidak Merokok 33 66 17 34 50 100

Hubungan Antara Penggunaan Filter Terhadap Setelah dilakukan uji statistik dengan Pearson
Kejadian Hipertensi Chi Square diperoleh nilai p = 1,000 dengan
α = 0,05 (p > α). Hal ini menunjukkan bahwa
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama
sebanyak lima orang (71,4%) yang memiliki riwayat merokok dengan kejadian hipertensi. Artinya
merokok tidak menggunakan filter tidak mengalami lama merokok bukanlah faktor penentu terjadinya
hipertensi. Sedangkan sebanyak 10 orang (55,6%) hipertensi, melainkan masih ada faktor lain yang
yang memiliki riwayat merokok tetapi menggunakan dapat menimbulkan hipertensi.
filter mengalami hipertensi. Berdasarkan perhitungan
menggunakan uji Chi Square dengan Pearson Chi Hubungan Antara Kriteria Perokok Terhadap
Square antara penggunaan filter dengan kejadian Kejadian Hipertensi
hipertensi diperoleh nilai p = 0,378 dengan
α = 0,05 (p > α) yang menunjukkan bahwa tidak ada Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa responden
hubungan yang bermakna. Artinya, penggunaan filter yang memiliki riwayat merokok dengan kriteria
bukanlah faktor penentu terjadinya hipertensi. perokok sedang sebanyak 6 orang (50%) menderita
hipertensi. Sedangkan, responden yang memiliki
Hubungan Antara Lama Merokok Terhadap riwayat merokok dengan kriteria perokok ringan
Kejadian Hipertensi sebanyak 7 orang (53,9%) tidak menderita
hipertensi. Selain itu, responden yang memiliki
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa sebanyak riwayat merokok dengan kriteria perokok berat tidak
12 orang (50%) responden yang memiliki riwayat dijumpai sama sekali pada penelitian ini.
merokok lebih dari atau sama dengan 10 tahun juga Perhitungan statistik menggunakan uji Chi-
menderita hipertensi. Sedangkan responden yang Square dengan Pearson Chi-Square menghasilkan
memiliki riwayat merokok kurang dari 10 tahun dan nilai p sebesar 0,848 dengan nilai α sebesar 0,05
tidak menderita hipertensi hanya satu orang. (p > α). Dengan demikian nilai p lebih besar
Tifani Lasianjayani dkk., Hubungan Antara Obesitas dan… 292

dari nilai α, maka variabel kriteria perokok bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dengan
dengan kejadian hipertensi tidak ada hubungan nilai p = 0,51.
yang signifikan. Artinya, jumlah merokok yang
dikonsumsi seseorang bukanlah faktor penentu Obesitas
terjadinya hipertensi. Obesitas merupakan keadaan status gizi
responden yang diukur menggunakan IMT
Hubungan Antara Jenis Rokok Terhadap
dan besar IMT melebihi atau sama dengan 27.
Kejadian Hipertensi
Penderita obesitas cenderung menderita penyakit
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa responden kardiovaskuler, hipertensi, dan diabetes mellitus
yang memiliki riwayat merokok dengan jenis (Rohaendi, 2008 dalam Anonim, 2009).
rokok kretek sebanyak 3 orang (37,5%) menderita Adanya hubungan antara obesitas terhadap
hipertensi. Sedangkan, responden yang memiliki kejadian hipertensi didukung dengan teori yang
riwayat merokok dengan jenis rokok putih sebanyak menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu
8 orang (47%) tidak menderita hipertensi. faktor risiko hipertensi yang terkontrol (Irza, 2009).
Perhitungan statistik menggunakan uji Chi- Obesitas dapat disebabkan oleh konsumsi lemak
Square dengan Pearson Chi-Square menghasilkan jenuh yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
nilai p sebesar 0,673 dengan nilai α sebesar 0,05 artherosklerosis. Lemak jenuh yang dikonsumsi akan
(p > α). Dengan demikian nilai p lebih besar dari dipecah menjadi kolesterol LDL, kolesterol LDL
nilai α, maka variabel jenis rokok dengan kejadian merupakan jenis kolesterol yang dapat menempel
hipertensi tidak ada hubungan yang signifikan. dan menyumbat aliran darah di arteri. Semakin
Artinya jenis rokok yang dahulu dikonsumsi banyak LDL yang menempel di dinding arteri
seseorang bukanlah faktor penentu terjadinya menyebabkan semakin banyak timbunan lemak dan
hipertensi. semakin besar risiko terjadinya arterosklerosis dalam
pembuluh darah, sehingga semakin tinggi pula
resistensi vaskular sistemik dan memicu peningkatan
PEMBAHASAN
tekanan darah (Dasmond, dkk., 2007).
Jenis Kelamin Menurut Lewis at al tahun 2007, obesitas
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor merupakan faktor risiko yang menentukan tingkat
risiko yang tidak dapat dikendalikan. Faktor yang keparahan hipertensi. Hal ini dikarenakan massa
tidak dapat dikendalikan dalam hal ini adalah faktor tubuh yang meningkat menyebabkan semakin
tersebut keberadaannya tidak dapat dihilangkan banyak darah yang dibutuhkan untuk memenuhi
karena sudah ada dalam tubuh manusia semenjak kebutuhan oksigen dan nutrisi ke otot serta jaringan
lahir. Prevalensi hipertensi antara laki-laki dan lain dalam tubuh. Selain itu, pada orang yang
perempuan hampir sama. Namun, pada perempuan menderita obesitas dan hipertensi, daya pompa
yang telah mengalami menopause memiliki potensi jantung dan sirkulasi volume darah lebih tinggi
untuk terkena penyakit kardiovaskular. Pada apabila dibandingkan dengan orang yang memiliki
keadaan ini perempuan akan mulai kehilangan berat badan normal (Kowalski, 2010).
hormon esterogen, sedangkan hormon esterogen Selain itu, hasil penelitian ini selaras dengan
memiliki fungsi untuk meningkatkan kadar HDL. hasil penelitian Dwi Anggara dan Prayitno (2013)
Kadar HDL yang tinggi dapat mencegah terjadinya yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
proses artherosklerosis yang bisa menyebabkan obesitas dengan hipertensi (p = 0,000). Hal serupa
meningkatnya tekanan dalam darah (Kumar, dkk., juga dijelaskan oleh Purwanti 2005 dalam Dwi
2005). Anggara dan Prayitno 2013 yang menjelaskan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak bahwa orang yang mengalami obesitas akan lebih
ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin mudah terkena hipertensi dikarenakan orang yang
dengan kejadian hipertensi. Hal ini dikarenakan data mengalami obesitas memiliki kecenderungan untuk
memiliki kecenderungan bersifat homogen dengan menderita penyakit komplikasi lain seperti diabetes
jumlah antara laki-laki dan perempuan tidak cukup mellitus. Diabetes mellitus merupakan salah satu
bervariasi dan tidak menggambarkan populasi secara penyakit kelainan metabolik yang ditandai dengan
keseluruhan. Hasil ini sejalan dengan penelitian adanya hiperglikemia yang disebabkan adanya
yang dilakukan Rochman (2007), yang menunjukkan kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya.
293 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 286–296

Hiperglikemia menyebabkan kerusakan tidak hipertensi dengan riwayat merokok adalah


jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan fungsi responden yang tidak menderita hipertensi dengan
organ, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan riwayat merokok. Selain itu, jumlah responden
pembuluh darah. Sedangkan insulin berperan yang tidak memiliki riwayat merokok lebih banyak
dalam metabolisme lipid dan apabila terjadi daripada responden yang memiliki riwayat merokok,
gangguan sekresi insulin berupa resistensi insulin hal ini dikarenakan jumlah responden perempuan
dan hiperinsulinemia, maka akan menyebabkan lebih banyak dibandingkan dengan responden
hipertensi. Sehingga, obesitas yang diiringi dengan laki-laki. Jumlah responden yang kebanyakan
penyakit diabetes melitus menyebabkan sirkulasi perempuan sehingga tidak merokok sesuai dengan
darah semakin terhambat oleh karena terjadinya hasil Riskesdas tahun 2010 yang menunjukkan hasil
artherosklerosis sebagai akibat adanya hiperglikemia kebiasaan merokok di Indonesia pada perempuan
dan gangguan sekresi insulin. masih rendah (4,2%) apabila dibandingkan dengan
Hubungan antara obesitas terhadap kejadian laki-laki yang merokok (65,8%).
hipertensi bersifat lemah karena obesitas bukan Meskipun banyak pendapat ahli dan hasil
menjadi salah satu penyebab terjadinya hipertensi, penelitian yang menunjukkan bahwa merokok
melainkan masih ada faktor lingkungan (komponen merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya
makanan yang dikonsumsi, kegiatan fisik yang kejadian hipertensi seperti pendapat Soeharto pada
dilakukan dan juga tingkat stress yang dialami) tahun 2004 yang menyatakan bahwa merokok dapat
dan genetik yang dapat mempengaruhi terjadinya meningkatkan tekanan darah karena di dalam rokok
hipertensi (Kotchen, 2010). Oleh karena itu terkandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-
berdasarkan pendapat peneliti sebelumnya zat adrenalin yang dapat merangsang denyut jantung
membuktikan bahwa memang obesitas dapat dan tekanan darah menjadi meningkat. Zat kimia
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi apabila beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
didukung adanya penyakit peserta yang juga dihasilkan dari merokok dapat masuk ke dalam
dikarenakan maupun disebabkan oleh obesitas aliran darah merusak lapisan endotel pembuluh
itu sendiri. Dengan demikian hipertensi dapat darah arteri dan mengakibatkan arterosklerosis dan
disebabkan oleh obesitas. tekanan darah (Depkes RI, 2006).
Namun hasil dari penelitian ini menunjukkan
Perilaku Merokok bahwa responden yang memiliki riwayat merokok
Perilaku merokok dalam penelitian ini dapat tidak menderita hipertensi, hal ini dikarenakan
dilihat dari variabel riwayat merokok, lama merokok, meskipun seseorang merokok apabila memiliki
penggunaan filter, jenis rokok yang pernah dihisap, pola makan sehat dan aktivitas fisik (olah raga)
dan kriteria perokok. Hasil uji statistik dengan yang teratur maka orang tersebut kecil kemungkinan
menggunakan uji Chi Square menunjukkan tidak untuk menderita hipertensi. Hal ini sesuai dengan
ada hubungan yang signifikan dari beberapa variabel Depkes RI (2001) bahwa olahraga yang dilakukan
tersebut yang berkaitan dengan perilaku merokok dengan intensitas 40–70% denyut nadi maksimal
responden. dengan frekuensi 3–5 kali seminggu selama 20–60
Hasil uji statistik antara riwayat merokok menit seperti jalan kaki, jogging, berenang, dan
terhadap kejadian hipertensi pada penelitian ini senam aerobik akan menurunkan tekanan darah
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang sebanyak 11/9 mmHg, sedangkan jika latihan
signifikan antara riwayat merokok dengan kejadian tersebut sebanyak 7 kali seminggu akan menurunkan
hipertensi dengan nilai p (0,211) > α (0,05). Hasil tekanan darah sebanyak 16/11 mmHg. Senada
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dengan hal tersebut, tekanan darah yang meningkat
dilakukan oleh Retnowati (2010), yang menunjukkan tajam ketika sedang berolahraga dan dilakukan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara secara teratur, maka rubuh akan menjadi lebih sehat
kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. dan memiliki tekanan darah yang lebih rendah
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Stefhany apabila dibandingkan dengan yang tidak berolah
(2012), juga menunjukkan hasil yang sama yakni raga (Beevers, 2002).
tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat Lama merokok berkaitan dengan sudah berapa
merokok dengan hipertensi (p = 1,000). lama seseorang tersebut merokok dengan cara
Hal ini terjadi karena jumlah paling banyak mengetahui sejak kapan seseorang mulai merokok.
antara responden yang menderita hipertensi dan Dose- response effect pada rokok menyebabkan
Tifani Lasianjayani dkk., Hubungan Antara Obesitas dan… 294

semakin muda usia merokok maka semakin besar Jumlah rokok yang dihisap berkaitan dengan
pengaruhnya terhadap kejadian artherosklerosis kriteria jenis perokok, antara lain perokok ringan,
(Suheni, 2007). Apabila seseorang memulai sedang, dan berat (Smet dalam Nasution, 2007).
sejak usia muda makan memungkinkan zat kimia Kriteria perokok ringan dapat dilihat dari jumlah
karsinogenik yang terdapat dalam rokok dapat rokok yang dihisap dalam satu hari sebanyak 1–4
mengendap dalam tubuh dan semakin lama semakin batang, perokok sedang menghisap rokok sebanyak
bertambah ketebalan endapan seiring dengan 5–15 batang, dan perokok berat dapat menghisap
semakin lama seseorang merokok. sebanyak lebih dari 15 batang rokok dalam satu
Namun hal tersebut berkebalikan dengan hasil hari.
penelitian ini yang menunjukkan bahwa tidak ada Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah
hubungan yang signifikan antara lama merokok perokok ringan (jumlah rokok yang dihisap 1–4
dengan kejadian hipertensi (p = 0,197 < α = 0,05). batang per hari) paling banyak dan tergolong orang
Artinya lama merokok bukan salah satu penyebab yang tidak hipertensi. Menurut Sitepoe dalam Suheni
timbulnya hipertensi. Hal ini terjadi karena data 2007, merokok satu batang setiap hari mampu
yang diperoleh bersifat homogen antara penderita meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 10–25
hipertensi dengan yang tidak hipertensi pada variabel mmHg dan meningkatkan detak jantung 5–20 kali
lama merokok. per menit.
Jenis rokok secara umum dibedakan menjadi Pada penelitian ini dilakukan tabulasi silang
rokok filter dan tidak berfilter. Rokok yang tidak antara jumlah rokok terhadap kejadian hipertensi
menggunakan filter memiliki kandungan tar dan dan hasilnya menunjukkan tidak ada hubungan yang
nikotin yang lebih besar apabila dibandingkan signifikan. Hal yang sama juga diutarakan dalam
dengan rokok yang berfilter. Pada rokok kretek Ashari (2011) yang menyatakan tidak menemukan
misalnya, kandungan kadar nikotin yang berada kemaknaan secara statistik antara jumlah rokok
di dalamnya sebesar 2,5 mg dan kandungan kadar yang dihisap dengan kejadian hipertensi. Selain
tar sebesar 40 mg. Dengan kandungan nikotin itu, Ngateni (2009) juga menunjukkan tidak ada
dan tar yang lebih besar pada rokok yang tidak hubungan yang signifikan antara jumlah rokok
menggunakan filter, maka potensi masuknya yang dihisap dan jenis rokok terhadap kejadian
nikotin dan tar ke dalam paru-paru akan lebih besar hipertensi.
dibandingkan dengan rokok yang menggunakan
filter. Salah satu dampak buruk dari penggunaan
KESIMPULAN DAN SARAN
rokok yang tidak berfilter adalah risiko terkena
hipertensi (Suheni 2007 dalam Ngateni, 2009). Kesimpulan
Pada penelitian ini dilakukan tabulasi silang Karakteristik responden pada penelitian
jenis rokok terhadap kejadian hipertensi, dan dari ini hanya dapat menggambarkan jenis kelamin
masing-masing hasil tabulasi silang menunjukkan responden. Responden perempuan sebanyak
tidak ada hubungan yang signifikan terhadap 42 orang (56%) dan laki-laki sebanyak 35 orang
kejadian hipertensi. Artinya, jenis rokok yang pernah (44%).
dihisap bukan penentu terjadinya hipertensi, akan Responden yang menderita hipertensi sebanyak
tetapi merupakan faktor yang menyulut terjadinya 45 orang (60%) dengan jenis kelamin yang paling
hipertensi apabila dikombinasikan dengan faktor banyak menderita hipertensi adalah perempuan
lain yang memiliki hasil signifikan terhadap yakni sebanyak 29 orang (64,4%).
terjadinya hipertensi. Hasil yang tidak signifikan Tidak ada hubungan yang signifikan antara
terjadi karena data antara kriteria dalam variabel ini jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dengan
bersifat homogen dengan jumlah responden yang nilai p lebih besar dari α (0,05), yang berarti bahwa
hampir sama. jenis kelamin bukan faktor pencetus terjadinya
Namun, Price dan Wilson (2006) dalam Sitepu hipertensi.
(2012) menyatakan bahwa jumlah rokok yang Terdapat hubungan antara obesitas dengan
dihisap per hari lebih berpengaruh daripada lama kejadian hipertensi dengan nilai p lebih kecil dari
paparan karena adanya faktor akumulasi toksin. α (0,05), akan tetapi hubungan tersebut bersifat
Semakin sedikit rokok yang dihisap maka semakin lemah. Hal ini berarti bahwa obesitas merupakan
kecil akumulasi toksin dan pengaruh terhadap salah satu faktor pencetus terjadinya hipertensi, akan
kejadian hipertensi juga menurun.
295 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 2, No. 3 September 2014: 286–296

tetapi risiko terjadinya hipertensi akan meningkat Kota Semarang. Skripsi. Universitas Negeri
apabila diikuti dengan faktor lain. Semarang
Tidak ada hubungan yang signifikan antara Beevers, D.G., 2002. Seri Kesehatan Bimbingan
riwayat merokok terhadap kejadian hipertensi Dokter Pada Penyakit Tekanan Darah Tinggi.
dengan nilai p lebih besar dari α (0,05). Hal ini Jakarta: Dian Rakyat: 33, 38, 41.
memiliki makna bahwa riwayat merokok bukanlah Dasmond, G., Julian, J., Campbell Cowan., James,
salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Hasil M.M., 2007. Cardiology 8thEdition. Sounders:
tersebut didukung dengan variabel lama merokok, Elsevier Production
penggunaan filter, jenis rokok, dan kriteria perokok Depkes RI., 2006. Selayang Pandang: Kandungan
yang juga menunjukkan tidak ada hubungan yang Bahan Kimia dalam Rokok. Jakarta. h t t p : / /
signifikan. repository.maranatha.edu/2281/3/0710088_
Chapter1.pdf (Sitasi tanggal 18 Mei 2014)
Saran Dwi Anggara, F.H., Prayitno N., 2013. Faktor-faktor
Bagi instansi terkait perlu memberikan yang Berhubungan dengan Tekanan Darah di
informasi mengenai pencegahan dan pemulihan Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun
obesitas kepada pasien melalui para dokter yang 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan 5(1). http://lp3m.
telah mendiagnosa penyakit dan melalui media cetak thamrin.ac.id/.../artikel%204.%20vol%205%20
berupa banner atau poster. Media cetak dibutuhkan no%201_feby.pdf (Sitasi 3 Juli 2014)
agar pasien tergerak untuk mematuhi nasihat dokter Irza, Syukraini, 2009. Analisis Faktor Risiko
mengenai faktor yang mempengaruhi obesitas dan Hipertensi pada Masyarakat Negari Bungo
hipertensi. Selain itu, dibutuhkan juga kerja sama Tanjung, Sumatra Barat. Skripsi: Universitas
antara poli gizi dan poli jantung dengan cara dokter Sumatera Utara. http://www.google.com/
menyarankan pada pasien untuk mengunjungi poli repository.usu.ac.id (Sitasi 5 April 2014)
gizi apabila terdiagnosa obesitas dan hipertensi agar Kaplan, MN. 2002. Hypertension in the Elderly
penyembuhan berjalan optimal. Second Edition. London: Martin Dunitz Ltd.
Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian Kumar V, Abbas, A.K, Fauston, N., 2005. Hypertensive
lebih mendalam mengenai faktor lain yang dapat Vascular Disease. Robn and Cotran Pathologic
menyebabkan terjadinya hipertensi (penggunaan Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier
obat anti hipertensi, genetik, umur, penyakit penyerta Saunders. 528-529.
yang dimiliki pasien dan paparan asap rokok). Untuk Kotchen, Theodore A., 2010. Obesity Related
mengetahui lebih jelas tingkat hubungan antara Hypertension: Epidemiologi, Pathophsiology,
merokok dengan kejadian hipertensi, maka peneliti and Clinical Management. (American Journal
selanjutnya diharapkan lebih memperkecil sasaran of Hypertension, advance online publication 12
responden yakni penelitian dapat dilakukan pada August 2010; doi:10.1038/ajh.2010.172)
pekerja yang hanya berjenis kelamin laki-laki. Kowalski, R.E., 2010. Terapi Hipertensi. Bandung:
Qanita
Muhammadun, AS., 2010. Hidup Bersama Hipertensi
REFERENSI Seringai Darah Tinggi Sang Pembunuh Sekejap.
Anonim. 2009. Faktor Risiko Hipertensi yang Yogyakarta: In-Books. http://www.puslit2.
Dapat Dikontrol. http://www.smallcrab. petra.ac.id/ejournal/index.php/stikes/article/
com/kesehatan/25-healthy/511-faktor-risiko- download/18610/18370 (Sitasi tanggal 2 Februari
hipertensi-yang-dapat-dikontrol (Sitasi tanggal 2014)
5 April 2014) Nasution, I.K., 2007. Perilaku Merokok pada
Aprilia, E., 2009. Pengaruh Pola Makan dan Gaya Remaja. Medan: Program Studi Psikologi
Hidup terhadap Kejadian Sindroma Metabolik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
di Poli Umum Puskesmas Ketabang Kecamatan http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678
Genteng Kota Surabaya. Skripsi. Universitas 9/3642/3/132316815.pdf.txt (Sitasi tanggal 17
Airlangga. Februari 2014)
Ashari, A., 2011. Perokok Pasif Sebagai Faktor Ngateni., 2009. Hubungan Kebiasaan Minum Kopi,
Risiko Hipertensi pada Wanita Usia 40-70 Tahun Merokok, Olahraga, dan stress dengan Kejadian
di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogo Sari Kulon Hipertensi pada Sopir Bemo di Terminal Joyoboyo
Surabaya. Skripsi: Universitas Airlangga.
Tifani Lasianjayani dkk., Hubungan Antara Obesitas dan… 296

Riset Kesehatan Dasar 2007. Penyakit Tidak Menular. pada Pra Lansia dan Lansia di Posbindu Kelurahan
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. http://www. Depok Jaya. Skripsi. FKM UI. http://lontar.ui.ac.
litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007 (Sitasi id/file?file = digital/20319769-S-PDF...pdf (Sitasi
tanggal 10 Desember 2013) tanggal 2 Juli 2013)
Riset Kesehatan Dasar 2013. Data Perokok dan Suheni, Yuliana, 2007. Hubungan antara Kebiasaan
Obesitas di Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-
Kementerian Kesehatan RI. http://depkes. laki Usia 40 Tahun Ke Atas di Bidan Rumah Sakit
go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20 Daerah Cepu. Semarang: Universitas Negeri
Riskesdas%202013.pdf (Sitasi tanggal 25 Juni Semarang.
2014) WHO, 2013. Secondhand Tobacco Smoke.
Sitepu, R., 2012. Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Genewa http://www.who.int/tobacco/research/
Status Gizi terhadap Hipertensi pada Pegawai secondhand_smoke/en/index.html
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi WHO tahun 2000. Hypertension on the World.
Sumatera Utara. Tesis. Genewa http://www.library.upnvj.ac.id (Sitasi
Stefhany, E., 2012. Hubungan Pola Makan, Gaya tanggal 5 Desember 2013)
Hidup, dan Indeks Massa Tubuh dengan Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai