Anda di halaman 1dari 14

CONTOH PROPOSAL PTK1

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING


UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
SISWA KELAS VIIIA SMP NEGERI 09 TARAKAN

OLEH

JERO BUDI DARMAYASA


(1 1 1 6 0 4 8 4 0 1)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKA
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TARAKAN
2011

1
Disusun sebagi referensi PLPG 2013

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peraturan Menteri (Permen) nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan secara jelas menyiratkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta
didik setelah mempelajari matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah yang
meliputi kemampuan untuk memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kompetensi lain yang
diharapkan dimiliki oleh peserta didik yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kedua kompetensi tersebut memberikan makna bahwa dalam proses belajar
mengajar matematika, guru dan siswa harus menyadari bahwa sasaran dari belajar
matematika adalah kemampuan untuk memecahkan masalah serta menggunakannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam NCTM (1989) dinyatakan bahwa “… problem solving
should become the focus of mathematics in school”. Ini berarti bahwa fokus dari
pembelajaran matematika di sekolah adalah kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah. Masalah yang diberikan kepada siswa mencakup masalah tertutup yaitu
masalah dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan
masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Katagori masalah tersebut dikenal sebagai
problem solving question. Dengan diberikannya soal pemecahan masalah kepada siswa,
maka kemampuannya dalam menyelesaiakan dengan langkah-langkah yang tepat
merupakan indikator ketercapaian kompetensi tersebut. Langkah-langkah yang
seharusnya dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah penyelesaian masalah menurut
Polya, yaitu: a) Memahami masalahnya. Dalam hal ini, pemecah masalah harus
mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan; b) Merencanakan cara
penyelesaian; c) Memecahkan masalah sesuai dengan rencana; dan d) Melakukan
pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
Namun, dari hasil observasi proses belajar mengajar di kelas VIIIA SMP Negeri 09
Tarakan serta diskusi dengan guru mata pelajaran Matematika terindikasi beberapa
permasalahan dalam proses belajar menganjar, diantaranya:
a) Kemampuan siswa, khususnya dalam pemecahan masalah matematika masih
memerlukan perhatian khusus.

2
b) Motivasi siswa untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah masih kurang
c) Siswa lebih berorientasi untuk memecahkan soal-soal yang dapat diselesaikan
dengan prosedur rutin dan kurang memperhatikan bahwa kompetensi yang
dituntut adalah kemampuan dalam pemecahan masalah
d) Siswa kurang terbiasa untuk memecahkan masalah. Ini yang merupakan indikasi
minimnya kesempatan berlatih dalam proses belajar mengajar di kelas.
e) Sebagian besar siswa belum mampu mengkomunikasikan gagasannya dengan
menggunakan simbul-simbul matematika, tabel dan grafik
f) Terdapat kesalahan prosedur (algoritma) dalam proses penyelesaian masalah
g) Masih terdapat kecendrungan terjadi kesalahan penulisan notasi ataupun langkah
dalam pemecahan masalah
Sebagian dari permasalahan yang dihadapi peserta didik di atas memerlukan
penangan secara cepat dan inovatif tentu oleh guru sebagai fasilitator dan mediator
pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, terdapat indikasi bahwa kesenjangan yang terjadi
disebabkan karena implementasi pendekatan pembelajaran yang belum mendukung
secara maksimal kesempatan siswa untuk berlatih memecahkan masalah. Padahal, jika
dikaji secara rinci sasaran yang ingin dicapai dalam belajar matematika dan karakteristik
masing-masing pendekatan pembelajaran, terdapat beragam model, strategi,
pendekatan, ataupun metode pembelajaran yang bisa diterapkan diantaranya model
kooperatif (STAD, JIGSAW, TAI, TGT, NHT, GI, dan sebagainya), pembelajaran
kontekstual, inkuiri, dicovery learning, problem based learning, project based learning,
problem possing, dan masih banya pendekatan lainnya. Namun, dengan memperhatikan
muara dari pembelajaran matematika serta karakteristik masalah yang dialami oleh siswa
kelas VIIIA SMP N 9 Tarakan, pendekatan Problem-Based Learning merupakan salah
satu pendekatan yang relevan.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin disediki dalam pelaksanaan penelitian ini adalah
Bagaimana pendekatan problem based learning mampu meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIA Negeri 09 Tarakan?

3
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 09 Tarakan melalui
implementasi pendekatan Problem based Learning.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a) Peneliti, dengan penelitian ini dapat menambah khasanah dan wawasan dalam
melaksanakan penelitian terutama penelitian dalam bidang pendidikan
matematika.
b) Guru, guru sebagai partner dalam penelitian ini setidaknya mengetahui secara
langsung pengaruh implementasi Problem-Based Learning terhadap kemampuan
siswa kelas VIII SMP Negeri 09 Tarakan dalam pemecahan masalah matematika.
c) Siswa, mendapatkan pengalaman belajar yang lebih bervariasi sehingga
mengurangi kebosanan dengan kegiatan belajar yang monoton

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Pembelajaran Problem-Based Learning


Pada dasarnya matematika adalah metode berpikir, metode untuk memecahkan
masalah (Murtiyasa, 2001). Sehingga pendekatan dalam pembelajaran matematika
seyogyanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih memecahkan masalah
yang diawali dengan pemecahan soal-soal matematika yang berbasis masalah. Sesuai
dengan hal ini, Clarke (1997) dalam Murtiyasa (2001) menyatakan bahwa guru sebagai
tenaga pendidik harus mampu mengembangkan materi pelajarannya sehingga memenuhi
unsur-unsur abstraksi, konteksualitas, dan keterhubungan. Disamping itu, penyampaian
materi matematika juga harus transferable, artinya harus bisa digunakan oleh siswa untuk
memecahkan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat.
Abstraksi dimaksudkan bahwa materi pelajaran matematika dapat dikembangkan dari
situasi serta mengenali ide-ide matematika yang ada pada situasi tersebut. Termasuk
kemampuan untuk membawa persoalan-persoalan yang ada ke dalam model-model
matematika. Di samping itu, kemampuan tentang problem solving, demontrasi, dan juga
menunjukkan (mencari) bukti-bukti juga termasuk dalam kawasan abstraksi.
Kontekstualisasi adalah upaya untuk membuat para siswa lebih familiar dengan obyek-
obyek matematika atau prosedur matematika dalam berbagai cara dan bentuk. Dengan
demikian para siswa diharapkan akan terbiasa dengan transfer dan aplikasi matematika.
Termasuk dalam kawasan kontekstualisasi ini adalah kemampuan untuk menerapkan
(memakai) ide-ide matematika untuk menjelaskan problema sehari-hari, kemampuan
untuk menggunakan rumus-rumus atau formula matematika untuk bidang yang lain
(bidang studi yang lain dan problema di masyarakat). Sedangkan keterhubungan
dimaksudkan adalah kemampuan guru menyiapkan materi pelajarannya sedemikian
hingga merangsang kemampuan siswa untuk merubah suatu pola yang telah
direpresentasikan dengan mengenali bentuk-bentuk similaritasnya. generalisasi dalam
matematika, metode-metode sejenis untuk menyajikan suatu informasi, kemampuan
membuat sintesa dari suatu obyek permasalahan yang ada, serta kemampuan untuk
menganalisis dan mengevaluasi dari suatu obyek permasalahan adalah juga merupakan
aspek dari keterhubungan.
Pendekatan pembelajaran yang memungkinkan keempat unsur tersebut dapat
dikembangkan secara maksimal adalah pendekatan Problem-Based Learning (PBL). PBL

5
dalam pembelajaran di Indonesia lebih familiar dengan istilah pembelajaran berbasis
masalah. Sejalan dengan peran PBL dalam pembelajaran matematika, kyeong (2003)
menyatakan bahwa ” Since PBL starts with a problem to be solved, students working in a
PBL environment must become skilled in problem solving, creative thinking, and critical
thinking” dan lebih lanjut dikatakan “The effectiveness of PBL depends on student
characteristics and classroom culture as well as the problem tasks. Proponents of PBL
believe that when students develop methods for constructing their own procedures, they
are integrating their conceptual knowledge with their procedural skill”. Ini memberikan
indikasi bahwa dengan penerapan PBL dalam pembelajaran matematika menjadikan
siswa memiliki ketrampilan dalam pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan berpikir kritis.
Serta dengan PBL, karakteristik siswa dan budaya siswa dalam kelas merupakan suatu
tugas. Pendukung PBL percaya bahwa mengembangkan metode untuk mengkonstruksi
prosedurnya, itu merupakan integrasi antara pengetahuan konseptual dan keterampilan
prosedural.

B. Pemecahan Masalah Matematika


Seiring dengan perkembangan jaman, literasi matematika di era modern ini
menuntut penambahan kompetensi dari literasi matematika di era lampau. Kompetensi
yang ditambahkan dalam literasi matematika modern yaitu kemampuan bernalar dan
bekerja dengan matematika (Gunawan, 2006). Kemampuan bernalar (Reasoning) dan
kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat menentukan kesuksesan di era global ini, oleh
karena itu pembelajaran matematika setidaknya harus melatih dan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk bernalar. Bahkan, Murtiyasa pada salah satu
makalahnya menuliskan “Pada hakekatnya matematika adalah metode berpikir, metode
untuk memecahkan masalah”. Terkait dengan proses pembelajarannya, Sawyer (dalam
Shadiq, 2004) menyatakan bahwa pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan
langsung kepada para siswa akan kurang meningkatkan kemampuan bernalar mereka.
Sehingga, pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving)-lah yang menjadi
keharusan selama pembelajaran matematika berlangsung (Shadiq, 2004).
Pemecahan masalah secara umum disetujui sebagai cara untuk mempercepat
keterampilan berpikir. Sebagai contoh, NCTM (2000) dalam Pehkonen menyatakan
bahwa ” ”Solving problems is not only a goal of learning mathematics but also a major
means of doing so. … In everyday life and in the workplace, being a good problem solver
can lead to great advantages. … Problem solving is an integral part of all mathematics

6
learning.”. Ini memberikan makna bahwa menyelesaikan masalh bukan hanya tujuan
dalam belajar matematika tetapi merupakan cara utama untuk mengerjakannya. Dalam
kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja, menjadi pemecah masalah yang baik akan
memberikan manfaat yang luar biasa. Oleh karena itu, pemecahan masalah merupakan
bagian integral dari setiap pembelajaran matematika.
Dalam proses pemecahan masalah, terdapat beberapa strategi yang sering
digunakan. Strategi-dtrategi yang sering digunakan tersebut dinamakan strategi
pemecahan masalah (Krismanto, 2003). Adapun strategi yang sering digunakan dalam
proses pemecahan masalah, yaitu:
a) Membuat diagram f) Memperhitungkan setiap kemungkinan
b) Mencobakan pada soal yang g) Berpikir logis
lebih sederhana h) Bergerak dari belakang
c) Membuat tabel i) Mengabaikan hal yang tidak mungkin
d) Menemukan pola j) Mencoba-coba
e) Memecah tujuan

C. Kerangka Berpikir
Dengan memperhatikan tuntutan standar kompetensi lulusan yang diharapkan dimiliki
oleh siswa setelah mempelajari matematika, mak dapat dikatakan bahwa secara umum
siswa diharapkan mampu untuk menyelesaikan masalah dalam aktivitas sehari-hari
dengan menggunakan pola pikir yang dilatih selama belajar matemtika. Untuk mencapai
standar tersebut setidaknya proses belajar mengajar matetika seyogyanya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan tersebut. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan kembali proses pembelajaran PBL yang diawali dengan memberikan
masalah matematika yang illstructure merupakan suatu tantangan bagi siswa. Hal ini
membutuhkan kemampuan siswa untuk mengenali informasi yang ada dan informasi
yang belum ada, sehingga siswa dapat menambahkan informasi sesuai dengan konteks
permasalah serta menyusun rencana penyelsaian dan melaksanakannya. Pengalaman
seperti ini tentunya akan lebih dekat dengan masalah sehari-hari yang dihadapai oleh
siswa sehingga siswa terbiasa menyelesaikan suatu masalah matematika yang bermuara
pada kemampuan pemecahan masalah riil nantinya. Dengan adanya anggapan tersebut,
maka peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang pengaruh pembelajaran PBL terhadap
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

7
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian, yaitu: Implementasi pendekatan pembelajaran Problem Based
Learning mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas VIIIA SMP Negeri 9 Tarakan.

8
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) partisipan, dimana
peneliti berperan aktif sejak penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian,
hingga penyusunan laporan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian rencananya akan dilaksanakan di kelas VIIIA SMP Negeri 9 Tarakan
pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 yaitu pada bulan Oktober
sampaiNopember tahun 2013

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 9 Tarakan dengan banyak
siswa ... orang. ....orang laki-laki dan ....orang perempuan.

D. Prosedur Kerja
Sesuai dengan karakteristik dari PTK, penelitian ini akan dilaksanakan dalam
beberapa siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan kegiatan, diantaranya:
1) perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengamatan (observasi), dan Refleksi. Secara
lebih detail, prosedur kerja penelitian disajikan dalam diagram alur berikut:

Refleksi
Refleksi
Perenca
Siklus -naan Perenca
I Siklus -naan
I
Observasi Pelaksa
nan Observasi Pelaksa
nan

(Dimodifikasi dari Panduan PTK Rayon 45)


Adapun kegiatan yang dilakukan pada setiap siklus dan setiap tahapan adalah
sebagai berikut:

9
Siklus I
1. Perencanaan
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan, yaitu:
a. Menyusun Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pendekatan
pembelajaran Problem Based Learning
b. Menyusun kisi-kisi dan instrumen penelitian berupa tes kemampuan awal serta
instrumen postes siklus I
c. Menyusun lembar observasi kegiatan siswa dan guru
d. Menyusun dan mengembangkan bahan ajar (materi ajar)
2. Pelaksanaan
a. Melaksanakan tes awal (pre test)
b. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telas disusun (RPP
terlampir)
3. Observasi
Untuk bisa mendapatkan sejumlah informasi yang akan digunakan sebagai bahan
evaluasi dan refleksi maka selama pelaksanaan pembelajaran juga dilakukan
pengamatan (observasi) terhadap aktivitas siswa serta interaksi yang terjadi
antara siswa dengan siswa, siswa dengan media yang digunakan, serta siswa
dengan guru.

4. Refleksi
Catatan yang diperoleh dari hasil observasi selanjutnya dianalisis. Begitu juga
dengan data hasil tes akhir siklus I. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada
proses pelaksanaan siklus I dikumpulkan untuk kemudian diperbaiki sehingga
siklus II bisa lebih baik.

Siklus II
1. Perencanaan
Hasil refleksi pada siklus I dijadikan dasar untuk melaksanakan perbaikan
pelaksanaan siklus II. Oleh karena itu, kegiatan yang akan dilakukan pada
perencanaan siklus II merupakan perbaikan-perbaikan dari kelemahan yang
ditemukan sebelumnya. Perbaikan yang dilakukan bisa saja dalam bentuk
kegiatan berikut:

10
a. Menyusun Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan pendekatan
pembelajaran Problem Based Learning untuk siklus II
b. Menyusun kisi-kisi dan instrumen penelitian berupa soal postes siklus II
c. Menyusun lembar observasi kegiatan siswa dan guru
d. Menyusun dan mengembangkan bahan ajar (materi ajar)
2. Pelaksanaan
a. Melaksanakan tes awal (pre test)
b. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telas disusun (RPP
terlampir)
c. Melaksanakan tes akhir (postet) siklus II
3. Observasi
Untuk bisa mendapatkan sejumlah informasi yang akan digunakan sebagai bahan
evaluasi dan refleksi maka selama pelaksanaan pembelajaran juga dilakukan
pengamatan (observasi) terhadap aktivitas siswa serta interaksi yang terjadi
antara siswa dengan siswa, siswa dengan media yang digunakan, serta siswa
dengan guru.

4. Refleksi
Catatan yang diperoleh dari hasil observasi selanjutnya dianalisis. Begitu juga
dengan data hasil tes akhir siklus I. Kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada
proses pelaksanaan siklus I dikumpulkan untuk kemudian diperbaiki sehingga
siklus II bisa lebih baik.

E. Tekhnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


Sesuai dengan variabel dependen/terikat dari penelitian ini yaitu kemampuan
pemecahan masalah matematika, maka data yang akan dikumpulkan adalah data
kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang
berkaitan dengan materi Kesebangunan
Oleh karena itu, tekhnik pengumpulan data yaitu dengan melaksanakan tes
tertulis. Dilihat dari jenis data yang akan dikumpulkan, maka instrumen yang
digunakan berupa tes. Tes merupakan instrumen atau prosedur sistematik untuk
mengukur sampel tingkah laku yang dimiliki individu (Groulund & Linn, 1990: 5; Allen
& Yen, 1979:1). Tes juga dapat didefinisikan sebagai prosedur sistematik untuk
membandingkan tingkah laku dari dua atau lebih individu (Cronbach, 1949:11).

11
Tes yang digunakan berupa tes uraian. Penggunaan tes uraian cukup beralasan
karena memberikan indikasi yang baik untuk mengungkap prestasi yang nyata dalam
belajar (Ebel & Frisbie, 1986:127) dan mengetahui sejauh mana siswa mendalami
suatu masalah yang disajikan (Slameto, 1988:36). Disamping itu, Gorman (1974:316)
menyatakan bahwa tes bentuk uraian layak dipergunakan untuk mengevaluasi
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah untuk bidang tertentu dan juga untuk
mengevaluasi aspek tertentu dari proses pemecahan masalah. Tes uraian harus
dijawab dengan langkah-langkah tertentu, baik yang mengikuti langkah-langkah orang
lain, mengembangkan langkah sendiri, mengevaluasi, ataupun mengurangi langkah-
langkah tertentu.

F. Tekhnik Analisis Data


Data hasil tes siswa dinyatakan dalam nilai kemampuan pemecahan masalah
matematika dalam rentang 0 – 100. Dari sejumlah siswa yang mengikuti tes, maka
akan ditentukan rata-rata kemampuan pemecahan masalahnya dengan
menggunakan formula berikut:


n
 xi
x i 1
n
dengan,

x : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIIIA


n
i 1 i
x : Jumlah seluruh nilai hasil tes siswa kelas VIIIA

n : Banyaknya siswa yang mengikuti tes

G. Indikator Keberhasilan Penelitian


Penelitian ini dikatakan berhasil apabila minimal 85% dari seluruh siswa yang
mengikuti tes, kemampuan pemecahan masalahnya sudah memenuhi KKM KD yang
ditentukan yaitu 75.

12
Daftar Pustaka

Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Pusat Kurikulum.
Ebel, R.L., & Frisbie, D.A. (1986). Essenstial of educational measurement (4 th). New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Gorman, R.M. (1974). The psychology of classroom learning: an inductive approach.
Columbus, Ohio: Meril Publisjing Company.
Gronbach, L. J., (1949). Essentials of psychological testing. New York: Harper & Brother
Publisher
Gronlound, N.E., & Lian, R.L. (1990). Measurement and evaluation in teaching (6th ed).
New York: Macmillan Publisher.
Murtiyasa, Budi. 2001. Strategi Pengembangan Pembelajaran Matematika Pada Abad
XXI. Makalah disampaikan pada diskusi dosen-dosen Jurusan Pend.
Matematika FKIP UMS pada tanggal 12 Desember 2001.
National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and evaluation
standards for school mathematics. Reston, VA: Author.
Kerlinger, F. N (1986). Foundation of Behavioral Research. New York: Halth, Renehar
and Wiston, Inc.
Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disajikan
dalam diklat instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG
Matematika Yogyakarta.
Gunawan, Hendra dkk. 2006. Kemampuan Matematika Siswa Usia 15 Tahun di
Indonesia. Puspendik.
Murtiyasa, Budi. Strategi pengembangan pembelajaran matematika Pada abad XXI.
http://bdmurtiyasa.350.com/publiksi/strmat21UMS02.pdf (diakses 31 Nop
2008).
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R
& D). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Krismanto, Al. (2003). Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta: Makalah disajikan dalam pelatihan
instruktur/pengembang SMU.
Pehkonen, Erki. Problem Solving in Mathematics Education in Finland. University of
Helsinki, Finland.
Roh & Kyeong Ha. 2003). Problem-Based Learning in Mathematics. ERIC Digest. ERIC
Clearinghouse for Science Mathematics and Environmental Education
Columbus OH.
Mora, miguel angel., moriyón, roberto.,& saiz , francisco. Mathematics problem-based
learning through spreadsheet-like documents. School of computer science
universidad autónoma de madrid cantoblanco, 28049, madrid, spain.

13
JADWAL PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran

No Kegiatan Sept Oktober Nopember


4 1 2 3 4 1 2
1 Pelatihan X
Penyusunan Proposal
Konsultasi

2 Penyusunan Perangkat X X
Pembelajaran
3 Pelaksanaan Penelitian X X X X
4 Penyususan Laporan X

14

Anda mungkin juga menyukai