Anda di halaman 1dari 12

12.

Pemeriksaan Penunjang Syok Hemoragik

Gambar 1 Management of Hypovolaemic

Sumber: Adult Trauma Clinical Practice Guideline, 2007

SUMBER : ADULT CLINICAL PRACTICE GUIDELINES : Management of Hypovolaemic


Shock in the Trauma Patient. Liverpool.
13. Tata Laksana Syok Hemoragik
- Penilaian awal pasien
 Usia pasien
 Tingkat keparahan cedera, terutama jenis dan lokasi anatomi cedera
 Waktu antara cedera dan permulaan pengobatan
 Terapi cairan pra-rumah sakit
 Pengobatan yang digunakan untuk kondisi kronis
-Tata Laksana awal
Diagnosis dan pengobatan syok harus dilakukan bersamaan. Untuk sebagian
besar pasien trauma, dokter memulai pengobatan seolah-olah pasien mengalami syok
hemoragik, kecuali penyebab syok yang terlihat dengan jelas. Prinsip manajemen dasar
adalah menghentikan perdarahan dan mengganti volume yang hilang

a) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mendiagnosis cedera yang mengancam jiwa dan
menilai ABCDE. Pengamatan dasar penting untuk menilai respons pasien terhadap
terapi, dan pengukuran berulang dari tanda-tanda vital, pengeluaran urin, dan tingkat
kesadaran juga sangat penting. Pemeriksaan pasien yang lebih rinci mengikuti jika
situasinya memungkinkan.
o Airway dan Breathing (Jalan Nafas dan Pernapasan)
Prioritas utama adalah airway yang paten dengan ventilasi yang memadai dan
oksigenasi yang paten. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen lebih dari 95%.

o Circulation – kontrol hemoragik


Termasuk dalam prioritas mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan., meskipun masif blood loss
dari exteriitas terkadang memerlukan tourniquet. Pembedahan atau
angioembolisasi mungkin diperlukan untuk mengontrol perdarahan internal.
Prioritasnya adalah menghentikan perdarahan, bukan menghitung volume cairan
yang hilang.

o Disability – pemeriksaan neurologi


Pemeriksaan neurologis singkat akan menentukan tingkat kesadaran pasien, yang
berguna untuk menilai perfusi otak. Perubahan fungsi SSP (Sistem Saraf Pusat)
pada pasien yang mengalami syok hipovolemik tidak selalu berarti cedera
intrakranial langsung dan mungkin memperlihatkan perfusi yang tidak adekuat.
Ulangi evaluasi neurologis setelah memulihkan perfusi dan oksigenasi.

o Exposure – pemeriksaan lengkap


Setelah prioritas untuk menyelamatkan pasien, buka pakaian pasien sepenuhnya
dan diperiksa dari ujung kepala sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari
cedera lainnya. Ketika exposing pasien, penting untuk mencegah hyopthermia,
kondisi yang dapat eksaberasi kehilangan darah yang dapat berkontribusi
menyebabkan koagulopati dan memperburuk asidosis. Untuk mencegah
hipotermia, selalu menggunakan pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara
penghangatan eksternal pasif atau aktif.

b) Dilatasi lambung – dekompresi


Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak
dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak dapat dijelaskan,
biasanya berupa bradikardia dari stimulasi nervus vagus yang berlebihan.
Pada pasien yang tidak sadar, distensi lambung dapat meningkatkan resiko
aspirasi isi lambung, yang merupakan suatu komplikasi berpotensi fatal. Pertimbangkan
dekompresi abdomen dengan memasukkan nasal/oral tube dan memasangnya ke alat
hisap (suction). Hati0hati posisi tabung yang benar tidak menghilangkan risiko terjadi
aspirasi.

c) Pemasangan kateter urin


Kateterisasi kandung kemih (bladder) memungkinkan dokter menilai urin untuk
hematuria, yang dapat mengidentifikasi sistem genitourinari sebagai sumber kehilangan
darah. Pemantauan urin output juga memungkinkan untuk evaluasi perfusi ginjal secara
terus menerus. Darah di meatus uretra atau hematoma / memar perineum dapat
mengindikasikan cedera uretra dan merupakan kontraindikasi pemasangan kateter
transuretral sebelum adanya konfirmasi radiografi dari uretra utuh.
d) Vaskular Akses
Dapatkan akses ke sistem vaskular segera. Pengukuran ini paling baik dilakukan
dengan memasukkan dua kateter intravena perifer kaliber besar (minimal 18-gauge pada
orang dewasa). Rate of flow sebanding dengan pangkat empat jari-jari kanula dan
berbanding terbalik dengan panjangnya, seperti yang dijelaskan dalam hukum Poiseuille.
Oleh karena itu, jalur intravena perifer kaliber besar yang pendek lebih disarankan untuk
infus cairan yang cepat, daripada kateter yang lebih tipis dan lebih panjang. Gunakan
penghangat cairan dan pompa infus cepat jika terjadi perdarahan masif dan hipotensi
berat.
Tempat yang paling baik untuk jalur intravena perifer dan perkutan pada orang
dewasa adalah lengan bawah dan vena antekubital. Hal ini dapat menjadi kesulitan pada
pasien muda, sangat tua, obesitas, dan pengguna narkoba suntikan. Jika akses perifer
tidak dapat diperoleh, pertimbangkan penempatan jarum intraoseus untuk akses
sementara. Jika keadaan tidak memungkinkan penggunaan vena perifer, dokter dapat
memulai akses vena sentral kaliber besar (yaitu vena femoralis, jugularis, atau subklavia).
Akses intraosseous dengan peralatan yang dirancang khusus masih memungkinkan pada
semua kelompok umur. Akses ini dapat digunakan di rumah sakit sampai akses intravena
didapatkan dan dihentikan bila tidak lagi diperlukan.
Saat jalur intravena dimulai, ambil sampel darah untuk jenis golongan darah dan
crossmatch, analisis laboratorium yang sesuai, studi toksikologi, dan pengujian
kehamilan untuk semua wanita usia subur. Analisis gas darah/ Blood Gas Analysis juga
dapat dilakukan saat ini. X ray dada harus dilakukan setelah upaya memasukkan garis
jugularis subklavia atau internal untuk mendokumentasikan posisi dari garis dan evaluasi
untuk pneumotoraks atau hemotoraks. Dalam situasi darurat, akses vena sentral seringkali
tidak tercapai di bawah pengawasan yang ketat atau kondisi yang benar-benar steril. Oleh
karena itu, garis-garis ini harus diubah dalam lingkungan yang lebih terkontrol segera
setelah kondisi pasien memungkinkan.

e) Terapi awal cairan


Jumlah cairan dan darah yang dibutuhkan untuk resusitasi sulit diprediksi pada
evaluasi awal pasien. Berikan bolus cairan isotonik awal yang dihangatkan. Dosis biasa
adalah 1 liter untuk dewasa dan 20 mL / kg bb untuk pasien anak dengan berat badan
kurang dari 40 kilogram. Volume cairan resusitasi yang absolut harus didasarkan pada
respons pasien terhadap pemberian cairan. Nilai respons pasien terhadap resusitasi cairan
dan identifikasi bukti perfusi organ yang memadai dan oksigenasi jaringan. Amati
respons pasien selama pemberian cairan awal ini dan dasarkan keputusan terapeutik dan
diagnostik lebih lanjut pada respons ini. Infus cairan dan darah dalam jumlah besar secara
terus menerus dalam upaya mencapai tekanan darah normal bukan pengganti kontrol
perdarahan yang pasti.
Tujuan resusitasi adalah untuk mengembalikan perfusi organ dan oksigenasi
jaringan, yang dilakukan dengan pemberian larutan kristaloid dan produk darah untuk
menggantikan volume intravaskular yang hilang. Namun, jika tekanan darah pasien
meningkat dengan cepat sebelum perdarahan terkontrol secara pasti, lebih banyak
perdarahan dapat terjadi. Untuk alasan ini, pemberian larutan kristaloid yang berlebihan
bisa berbahaya. Resusitasi cairan dan menghindari hipotensi merupakan prinsip penting
dalam penatalaksanaan awal pasien dengan trauma tumpul, terutama yang mengalami
cedera otak traumatis. Pada trauma tembus dengan perdarahan, menunda resusitasi cairan
agresif sampai kontrol perdarahan yang pasti tercapai dapat mencegah perdarahan
tambahan dengan hati-hatidan seimbang dalam re-evaluasi. Tujuang menyeimbangkan
perfusi organ dan oksigenasi jaringan dengan menghindari perdarahan ulang dengan
menerima tekanan darah yang lebih rendah dari normal disebut "resusitasi terkontrol", "
resusitasi seimbang , "" resusitasi hipotensi, "dan" hipotensi permisif. " Strategi resusitasi
seperti itu mungkin merupakan jembatan, tetapi bukan pengganti, kontrol perdarahan
definitif melalui pembedahan. Resusitasi dini dengan darah dan produk darah harus
dipertimbangkan pada pasien dengan bukti hemoragik derajat III dan IV. Pemberian
produk darah dini dengan rasio rendah dari sel darah merah dikemas ke plasma dan
trombosit dapat mencegah perkembangan koagulopati dan trombositopenia.
(ATLS, 2018)
1. Mengukur respon pasien terhadap terapi cairan
Tanda dan gejala yang sama pada perfusi tidak adekuat, yang digunakan untuk
mendiagnosis syok membantu menentukan respons pasien terhadap terapi.
Kembalinya tekanan darah normal, tekanan nadi, dan denyut nadi merupakan tanda
perfusi kembali normal, namun hal ini tidak menunjukkan/memberikan informasi
mengenai perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Perbaikan dari volume intravaskuler
merupakan bukti penting dari peningkatan perfusi, tetapi sulit untuk dihitung. Volume
output urin merupakan indikator perfusi ginjal yang cukup sensitif; dimana volume
urin normal umumnya menunjukkan aliran darah ginjal yang adekuat, jika tidak
terdapat cedera ginjal yang mendasari, hiperglikemia yang nyata atau pemberian
diuretik. Untuk alasan ini, keluaran urin (urine output) merupakan salah satu indikator
utama resusitasi dan respon pasien.
Dalam batas tertentu, keluaran urin digunakan untuk memantau aliran darah
ginjal. Penggantian volume yang adekuat selama resusitasi akan menghasilkan
keluaran urin sekitar 0,5 mL/kg/jam pada orang dewasa, sedangkan 1 mL/kg/jam
adalah keluaran urin yang adekuat untuk pasien anak. Untuk anak di bawah usia 1
tahun, keluaran urin 2 mL/kg/jam harus dipertahankan. Ketidakmampuan untuk
mendapatkan output urin pada level tersebut atau penurunan output urin dengan
peningkatan berat jenis menunjukkan resusitasi yang tidak adekuat. Kondisi ini harus
menstimulasi penggantian volume lebih lanjut dan investigasi diagnostik lanjutan
untuk penyebabnya.
Pasien syok hipovolemik dini mengalami alkalosis pernapasan akibat takipnea,
yang sering diikuti oleh asidosis metabolik ringan dan tidak memerlukan pengobatan.
Namun, asidosis metabolik yang parah dapat berkembang dari syok yang berlangsung
lama atau parah. Asidosis metabolik disebabkan oleh metabolisme anaerobik, akibat
perfusi jaringan yang tidak adekuat dan adanya produksi asam laktat. Asidosis
persisten biasanya disebabkan oleh resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan
darah yang berkelanjutan. Pada pasien syok, obati asidosis metabolik dengan cairan,
darah, dan intervensi untuk mengontrol perdarahan. Defisit basa dan/atau menilai
laktat dapat berguna untuk menentukan adanya syok dan tingkat keparahan syok,
kemudian pengukuran ini dapat digunakan untuk memantau respons terhadap terapi.
Jangan gunakan natrium bikarbonat untuk mengobati asidosis metabolik akibat syok
hipovolemik.
Respon terhadap resusitasi cairan awal
Respon cepat Respon sementara Minimal/tidak
ada respon
Tanda-tanda vital Kembali normal Perbaikan Tetap abnormal
sementara,
tekanan dan
peningkatan detak
jantung, darah
yang kambuh
menurun
Perkiraan Minimal (<15%) Moderate dan Severe (>40%)
kehilangan darah berkelanjutan
(15%-40%)
Butuh darah Rendah Sedang sampai Segera
tinggi
Persiapan darah Type dan Type spesific Pelepasan darah
crossmatch darurat
Perlunya Memungkinkan Memungkinkan Sangat
intervensi operasi memungkinkan
Kehadiran awal Butuh Butuh Butuh
ahli bedah
Larutan kristaloid isotonik, hingga 1000 mL/1 liter pada orang dewasa
20 mL / kg pada anak-anak

2. Pola respon dari pasien


Respon pasien terhadap resusitasi cairan awal adalah kunci untuk menentukan
terapi selanjutnya. Setelah menetapkan diagnosis awal dan rencana perawatan
berdasarkan penilaian awal, dokter mengubah rencana tersebut berdasarkan respons
pasien. Mengamati respon terhadap resusitasi awal dapat mengidentifikasi pasien
yang kehilangan darah lebih besar dari yang diperkirakan dan pasien dengan
perdarahan yang membutuhkan kontrol operatif perdarahan internal.
Pola respons potensial terhadap pemberian cairan awal dapat dibagi menjadi tiga
kelompok : respons cepat, respons sementara, dan respons minimal atau tidak ada
respons.
a) Respon cepat (Rapid Response)
Pasien dalam kelompok ini disebut sebagai "rapid responders". Pasien merespon
bolus cairan awal dengan cepat dan secara hemodinamik menjadi normal, tanpa
tanda perfusi jaringan dan oksigenasi yang tidak adekuat. Saat ini terjadi, dokter
dapat memperlambat laju cairan ke tingkat pemeliharaan (maintenance). Pasien-
pasien ini biasanya kehilangan kurang dari 15% volume darahnya (hemorrhage
kelas 1), dan tidak ada bolus cairan lebih lanjut atau pemberian darah cepat yang
menunjukkan adanya indikasi. Namun, donor darah dan darah yang telah
dicocokkan harus tetap tersedia. Konsultasi dan evaluasi bedah diperlukan selama
penilaian awal dan pengobatan responden cepat, karena intervensi operasi masih
diperlukan.

b) Respon sementara (Transient response)


Pasien dalam kelompok "Transient responders", merespons bolus cairan awal.
Namun, pasien mulai menunjukkan penurunan indeks perfusi karena cairan awal
melambat ke tingkat pemeliharaan, menunjukkan kehilangan darah yang sedang
berlangsung atau resusitasi yang tidak adekuat. Sebagian besar pasien ini awalnya
kehilangan sekitar 15% sampai 40% volume darah (hemorrhage kelas II dan III).
Transfusi darah dan produk darah diindikasikan, tetapi yang lebih penting adalah
pasien tersebut memerlukan kontrol perdarahan operatif atau angiografik. Respon
sementara terhadap pemberian darah mengidentifikasi pasien yang masih
mengalami perdarahan dan memerlukan intervensi bedah cepat. Pertimbangkan
juga untuk memulai protokol transfusi masif (MTP).

c) Minimal/tidak ada respon


Kegagalan untuk merespon kristaloid dan pemberian darah di UGD menandakan
perlunya intervensi segera dan definitif (yaitu, operasi atau angio embolisasi)
untuk mengontrol perdarahan yang terjadi. Pada kasus yang sangat jarang,
kegagalan untuk merespon resusitasi cairan disebabkan oleh kegagalan pompa
akibat cedera tumpul pada jantung, tamponade jantung, atau pneumotoraks
tegangan. Syok non-hemoragik harus selalu dipertimbangkan sebagai diagnosis
pada kelompok pasien ini (hemorrhage kelas IV). Teknik pemantauan lanjutan
seperti ultrasonografi jantung berguna untuk mengidentifikasi penyebab syok.
MTP harus dimulai pada pasien ini.
Transfusi darah (Blood replacement)
Keputusan untuk memulai transfusi darah didasarkan pada respons pasien. Pasien
dengan transient responden (respon sementara) atau nonresponder (tidak merespon)
memerlukan pRBC, plasma, dan trombosit sebagai bagian awal dari resusitasi.

- Crossmatched, spesifik tipe, dan golongan darah O.


Tujuan utama transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas pengangkut oksigen dari
volume intravaskular. PRBC yang dicocokkan sepenuhnya lebih disarankan untuk tujuan ini,
tetapi proses pencocokan silang lengkap membutuhkan kira-kira 1 jam di sebagian besar bank
darah. Untuk pasien yang cepat stabil, pRBC silang harus diperoleh dan tersedia untuk transfusi
bila diindikasikan.

Jika darah yang cocok tidak tersedia, pRBC tipe O diindikasikan untuk pasien dengan
perdarahan hebat. Plasma AB diberikan jika plasma yang tidak dicocokkan dibutuhkan. Untuk
menghindari sensitisasi dan komplikasi di masa depan, pRBC Rh-negatif lebih disaranka untuk
wanita usia subur. Segera setelah tersedia, penggunaan pRBC spesifik lebih disarankan daripada
pRBC tipe O. Pengecualian dari aturan ini adalah ketika banyak korban yang tidak
teridentifikasi dirawat secara bersamaan, dan risiko pemberian unit darah yang salah kepada
pasien meningkat.

- Mencegah Hipotermia
Hipotermia harus dicegah dan pada pasien setibanya di rumah sakit. Penggunaan penghangat
darah di UGD sangat penting. Cara paling efisien untuk mencegah hipotermia pada pasien yang
menerima resusitasi kristaloid dan darah secara masif adalah dengan memanaskan cairan hingga
39 ° C (102,2 ° F) sebelum diinfuskan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyimpan kristaloid di
penghangat atau memasukkannya melalui penghangat cairan intravena. Produk darah tidak
dapat disimpan dalam wadah yang lebih hangat, tetapi dapat dipanaskan melalui saluran
penghangat cairan intravena.

- Autotransfusion
Pertimbangkan untuk autotransfusi pada pasien dengan hemotoraks masif. Darah ini umumnya
hanya memiliki tingkat faktor koagulasi yang rendah, sehingga plasma dan trombosit mungkin
masih dibutuhkan.

- Massive transfusion
Sebagian kecil pasien dengan syok akan membutuhkan transfusi masif, paling sering
didefinisikan sebagai> 10 unit pRBC dalam 24 jam pertama masuk atau lebih dari 4 unit dalam 1
jam. Pemberian pRBC, plasma, dan trombosit secara dini dalam rasio yang seimbang untuk
meminimalkan pemberian kristaloid yang berlebihan dapat meningkatkan kelangsungan hidup
pasien. Pendekatan ini disebut resusitasi "seimbang", "hemostatik", atau "pengendalian
kerusakan". Upaya simultan untuk mengontrol perdarahan dengan cepat dan mengurangi efek
merugikan dari koagulopati, hipotermia, dan asidosis pada pasien ini sangat penting.

- Coagulopathy
Cedera parah dan perdarahan mengakibatkan konsumsi faktor koagulasi dan koagulopati dini.
Koagulopati semacam ini terjadi hingga 30% pasien dengan cedera parah saat masuk, tanpa
adanya penggunaan antikoagulan sebelumya. Resusitasi cairan masif dengan hasil pengenceran
trombosit dan faktor pembekuan, serta efek samping hipotermia pada agregasi trombosit dan
kaskade pembekuan, berkontribusi pada koagulopati pada pasien cedera. Protrombin time, waktu
tromboplastin parsial, dan jumlah trombosit adalah studi dasar yang berharga untuk didapatkan
dalam satu jam pertama, terutama pada pasien dengan riwayat gangguan koagulasi atau yang
mengonsumsi obat yang mengubah koagulasi. Studi ini berguna juga dalam merawat pasien yang
riwayat perdarahannya tidak tersedia. Pengujian tempat perawatan tersedia di banyak ED.
Tromboelastografi (TEG) dan Rotasi Tromboelastometri (ROTEM) dapat membantu dalam
menentukan defisiensi pembekuan dan komponen darah yang sesuai untuk memperbaiki
defisiensi.
Beberapa yurisdiksi memberikan asam traneksamat dalam pengaturan pra-rumah sakit untuk
pasien yang terluka parah sebagai tanggapan terhadap penelitian terbaru yang menunjukkan
peningkatan kelangsungan hidup ketika obat ini diberikan dalam waktu 3 jam setelah cedera.
Dosis pertama biasanya diberikan selama 10 menit dan diberikan di lapangan; Dosis tindak
lanjut 1 gram diberikan selama 8 jam. Pada pasien yang tidak membutuhkan transfusi masif,
penggunaan trombosit, kriopresipitat, dan fresh-frozen plasma harus dipandu oleh studi
koagulasi, bersama dengan kadar fibrinogen dan prinsip resusitasi yang seimbang. Sebagai
catatan, banyak agen antikoagulan dan antiplatelet yang lebih baru tidak dapat dideteksi secara
pengujian konvensional
PT, PTT, INR, dan jumlah trombosit. Beberapa antikoagulan oral tidak memiliki agen pembalik.
Pasien dengan cedera otak mayor sangat rentan terhadap kelainan koagulasi. Parameter koagulasi
perlu diawasi secara ketat pada pasien ini; administrasi awal plasma atau faktor pembekuan dan /
atau platelet meningkatkan kelangsungan hidup jika mereka menggunakan antikoagulan atau
agen antiplatelet yang diketahui.
Sumber:
American College of Surgeons. 2018. ATLS Advanced Trauma Life Support. 10th Edition. US

Anda mungkin juga menyukai