Anda di halaman 1dari 52

SKRIPSI

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI


PADA IRT DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS AMPENAN

OLEH :

HUSNUL KHOTIMAH

035 STYC 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1

MATARAM

2021
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan

negara dan merupakan Agenda ke-5 Nawa Cita. Banyak program

pembangunan kesehatan nasional namun bangsa Indonesia masih belum

mencapai “Indonesia Sehat” seperti yang dikehendaki dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Hal yang belum tercapai antara lain,

penyakit tidak menular seperti Hipertensi, Diabetes, Kanker dan Gangguan

Jiwa terus bertambah sejalan dengan transisi epidemiologi (Rita Kartika Sari,

dkk.2016).

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

global. Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius

saat ini yakni hipertensi. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena

merupakan penyakit the silent killer karena tidak terdapat tanda-tanda atau

gejala yang dapat dilihat dari luar, yang akan menyebabkan beberapa

komplikasi seperti penyakit jantung, otak dan ginjal. Berdasarkan data WHO

terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia. Prevalensi

tertinggi terdapat di Afrika, yaitu sebesar 46% dari populasi dewasa,

kemudian prevalensi terendah terdapat di Amerika sebesar 35%, selain itu

prevalensi hipertensi di negara maju maupun negara berkembang masih

tergolong tinggi, adapun prevalensi hipertensi di negara maju adalah sebesar

35% dari populasi dewasa dan prevalensi hipertensi di negara berkembang

sebesar 40% dari populasi dewasa (Fatharani Maulidina, dkk. 2018).


2

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi

masalah kesehatan yang sangat serius saat ini. Hipertensi yang tidak terkontrol

dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih

besar terkena penyakit jantung kongestif, dan 3 kali lebih besar terkena

serangan jantung. 2 Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat

dilakukan pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering

disebut sebagai silent killer. Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat

perhatian dari semua kalangan masyarakat, sehingga membutuhkan

penanggula-ngan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu (Imelda,dkk.

2020).

Menurut World Health Organization (WHO, 2013) hipertensi

merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai

oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan

yang membutuhkannya. Batas tekanan darah seseorang dikatakan hipertensi

apabila tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg, tekanan darah diastolik 90

mmHg, dan hipertensi masih menjadi masalah utama dalam kesehatan

masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara di dunia.

Pekerjaan rumah tangga adalah jenis pekerjaan non formal yang

dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga. Menjaga kerapihan dan keteraturan

kondisi rumah untuk keluarga merupakan inti utama dari pekerjaan rumah

tangga itu sendiri. Begitu kompleksnya kegiatan-kegiatan yang termasuk

dalam pekerjaan rumah tangga yang menjadi pekerjaan utama seorang ibu

rumah tangga yang tidak bekerja. Mulai dari mengurus anak, memasak,

mencuci dan merapikan pakaian seluruh anggota keluarga, sampai perihal


3

mengatur keuangan keluarga. Hal tersebut dianggap sebagai hal yang mudah

bagi sebagian orang, tetapi bagi sebagian lagi pekerjaan rumah tangga

merupakan hal yang cukup membebani. Jika perihal tentang pekerjaan rumah

tangga tidak dilaksanakan atau terlaksana dengan baik, maka hal itu akan

mempengaruhi seluruh aspek dalam keluarga itu sendiri baik secara langsung

maupun tidak langsung. (Putri & Sudhana. 2013)

Pekerjaan rumah tangga itu sendiri erat kaitannya dengan seorang ibu

rumah tangga. Ibu rumah tangga adalah salah satu profesi mulia yang dimiliki

oleh perempuan yang sudah berkeluarga. Utamanya bagi seorang ibu rumah

tangga yang tidak bekerja, pekerjaan rumah tangga menjadi fokus utama

karena sebagian besar waktu yang dihabiskan di dalam rumah. Pekerjaan

rumah tangga itu sendiri merupakan pekerjaan yang monoton karena

melakukan pekerjaan yang sama setiap hari dan sebagian besar dilakukan di

dalam rumah. Keadaan ini dapat memicu terjadinya situasi terisolasi pada ibu

rumah tangga dan cenderung mengarah kepada stresor bagi ibu rumah tangga

tersebut. (Putri & Sudhana. 2013)

Menurut data World Health Organization (WHO, 2013) sekitar 26,4%

atau 972 juta orang diseluruh dunia menderita hipertensi, angka tersebut

memungkinkan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta

orang yang menderita hipertensi, sebanyak 333 juta orang yang menderita

hipertensi berada di negara maju dan 639 juta sisanya berada di negara

berkembang, termasuk Indonesia (Zaenurrohmah 2017).

Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia

diatas 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%),


4

sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus

hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian

di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi

pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur

55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui

bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang

terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat

(Kemenkes. 2020).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan NTB 2017 tercatat penderita hipertensi

usia ≥ 18 tahun sebanyak 100.115 jiwa, tahun 2018 sebanyak 137.863 jiwa

dan meningkat pada tahun 2019 menjadi 358.100 jiwa. Dari 18 puskesmas di

Kota Mataram kasus hipertensi sekitar 42% dari jumlah penduduk 441.064

jiwa. Dan presentasi penderita hipertensi di kota Mataram sebesar 74,34% dan

menjadi urutan kedua tertinggi di NTB setelah dompu sebesar 59,11% kota

Bima sebesar 72,22%, Sumbawa Besar 84,10%, Lombok Utara sebesar

47,32%, Lombok Timur sebesar 31,44%, Sumbawa Barat 25% dan Lombok

Tengah sebesar 7,39% (Dinkes Prov NTB, 2019).

Dewasa menengah juga berisiko untuk terkena hipertensi essential yang

penyebabnya seperti faktor genetik, jenis kelamin, usia, ras, kebiasaan

merokok, konsumsi garam, stres, dan overweight. (Depkes RI. 2013). Faktor-

faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua kelompok

besar yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, umur,

genetik, ras dan faktor yang dapat dikendalikan seperti pola makan, kebiasaan

olah raga, konsumsi garam, kopi, alkohol dan stres. Untuk terjadinya
5

hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama-sama (common

underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor risiko saja belum cukup

menyebabkan timbulnya hipertensi (Yosi Fitriani. 2020).

Berdasarkan data yang di dapat dari Puskesmas Ampenan Kota Mataram

di tahun 2017 jumlah penduduk di atas usia 18 tahun wilayah puskesmas

sebesar 25.253 jiwa, dan yang dilakukan pengukuran tekanan darah sebanyak

6.338 jiwa (25,10%). Sedangkan yang menderita hipertensi sebanyak 1.750

kasus (6,93%). Kemudian pada tahun 2018 jumlah penduduk usia di atas 18

tahun meningkat sebanyak 38,628 jiwa dan yang dilakukan pengukuran

tekanan darah sebesar 7.028 jiwa (36,02%). Sedangkan jumlah penderita

2.610 kasus (6,76%) dari tahun lalu.

Tabel 1.1 Jumlah penderita hipertensi lingkungan Pondok Perasi

wilayah kerja Puskesmas Ampenan

No Tahun Jumlah penderita


.
1. 2018 70 jiwa
2. 2019 60 jiwa
3. 2020 86 jiwa
(Data Puskesmas Ampenan)

Berdasarkan data di atas maka dapat dilihat adanya peningkatan angka

kejadian hipertensi di Lingkungan Pondok Perasi, sedangkan jumlah Ibu

Rumah Tangga yang terkena hipertensi sebanyak 35 orang.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada tanggal 2 Desember di

Lingkungan Bintaro dengan 5 responden pada IRT faktor yang menyebabkan

resiko hipertensi 2 responden mengatakan punya riwayat keluarga yang

terkena hipertensi, beda dengan 2 responden yang lain mengatakan banyak

pikiran dan stress mengurus rumah tangga, sedangkan 1 di antaranya


6

mengatakan suka mengkonsumsi makanan yang mengandung garam. Tetapi di

sini peneliti tidak akan meneliti tentang hubungan asupan garam dengan

kejadian hipertensi dikarenakan tidak semua responden menggunakan takaran

yang sama dalam mengkonsumsi garam dan frekuensinya akan berbeda setiap

harinya dan penelitian ini hanya meneliti kejadian yang telah berlalu

sedangkan asupan garam harus menggunakan tehnik analisis dan butuh waktu

untuk mengetahui apakah ada hubungan antara asupan garam dengan kejadian

hipertensi pada IRT di wilayah kerja Puskesmas Ampenan. Berdasarkan hasil

observasi awal IRT sangat beresiko terkena hipertensi sehingga peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor yang berhubungan

dengan kejadian Hipertensi pada IRT” seperti obesitas, riwayat keluarga, dan

stress.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

mengidentifikasi apakah ada “faktor yang berhubungan dengan kejadian

hipertensi pada IRT.”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada IRT.


7

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Teranalisisnya karakteristik individu yang meliputi umur dengan

kejadian hipertensi pada IRT.

2. Teranalisisnya riwayat keluarga yang terkena hipertensi dengan

kejadian hipertensi pada IRT

3. Teranalisisnya obesitas pada kejadian hipertensi pada IRT

4. Teranalisisnya stress dengan kejadian hipertensi pada IRT

5. Teranalisisnya hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi pada

IRT.

6. Teranalisisnya hubungan antara riwayat keluarga yang terkena

hipertensi dengan kejadian hipertensi pada IRT.

7. Teranalisisnya hubungan obesitas pada kejadian hipertensi pada IRT.

8. Teranalisisnya hubungan stress dengan kejadian hipertensi pada IRT.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Keilmuan

Manfaat bagi keilmuan pada penelitian ini adalah agar data ini dapat

menambah pengembangan ilmu keperawatan khususnya yang

berhubungan dengan faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi

pada IRT.

1.4.2 Metodologis

Penelitian ini dapat menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya khususnya

di bidang keperawatan terutama mengenai faktor yang berhubungan

dengan kejadian hipertensi pada IRT.


8

1.4.3 Aplikatif

Sebagai bahan masukan bagi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas

Ampenan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan terutama

sebagai bahan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian hipertensi pada IRT sehingga dapat menekan angka komplikasi

dan mortalitas akibat hipertensi.

1.4.4 Masyarakat

Manfaat bagi masyarakat untukmemberikan informasi tentang faktor yang

berhubungan dengan kejadian hipertensi pada IRT.

1.5 Keaslian penelitian

Tabel 1.2 keaslian penelitian

N Peneliti, Metode Pengam Analisis Persamaan Perbedaan


tahun, penelitian bilan data
o judul sampel
penelitian
1. Avynas analitik cluster tabulasi Penelitian
Helvy observasion random silang ini
Subrata, al dengan samplin menggunak
dkk. 2020 pendekatan g an metode
“Hubunga cross analitik
n Stres sectional observasio
dengan nal dengan
Tekanan pendekatan
Darah cross
pada sectional,
Penderita pengambila
Hipertens n sampel
i Usia menggunak
Produktif an cluster
”. random
Sampling
dan cara
analisa
datanya
menggunak
an tabulasi
silang
9

sedangan
penelitian
yang akan
di lakukan
menggunak
an metode
penelitian
deskriptive
pengambila
n sampel
dengan
total
sampling
dan analisa
data
menggunak
an uji che
square.
2. Imelda studi accident analisa Analisis Jumlah
,dkk.2020 analitik al bivariat data yang respondeny
“faktor- dengan samplin mengguna digunakan ang
faktor rancangan g kan uji dalam digunakan
yang cross Chi- penelitian oleh
berhubun sectional Square sebelumny penelitia
gan a adalah sebelumnya
dengan uji adalah 110
kejadian chesquare, sampel, dan
hipertensi sama menggunak
pada halnya an metode
lansia yang akan studi
Di dilakukan analitik
puskesma oleh dengan
s air peneliti rancangan
dingin selanjutny cross
lubuk a. sectional,
minturun” pengambila
n sampel
accidental
sampling
tempat
penelitian
Puskesmas
air dingin
lubuk
minturun.
Sedangkan
peneliti
selanjutnya
akan
menggunak
an 35
responden
10

dengan
metode
deskriftif,
pengambila
n sampel
menggunak
an total
sampling.
3. Hairil Observasio random Chi- Sama- Jumlah
Akbar, nal analitik samplin square sama sampel
dkk.2020. dengan g mengguna yang
“Analisis menggunaka kan digunakan
Faktor n rancang Analisis oleh
Penyebab bangun data peneliti
Terjadiny cross dengan uji sebelumnya
a sectional che 94
Hipertens study square. responden ,
i Pada tehnik
Masyarak pengambila
at n
(Studi menggunak
Kasus Di an random
Kecamata sampling
n Passi tempat nya
Barat di
Kabupate Kecamatan
n Bolaang Passi Barat
Mongond Kabupaten
o) Bolaang
” Mongondo
pada tahun
2020.
Sedangkan
peniliat
selanjutnya
akan
menggunak
an 35
sampel
dengan
pengambila
n sampel
total
sampling
bertempat
di
Puskesmas
Ampenan
tahun 2021.
11

1.6 Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ampenan, dilakukan

pada tahun 2020-2021, dan Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup

keperawatan karena membahas tentang penyakit kronis yang tidak

menular(PTM) dengan membahas faktor yang berhubungan dengan kejadian

hipertensi pada IRT. Adapun sasaranya yaitu IRT yang mengalami hipertensi

Di wilayah kerja Puskesmas Ampenan. Variabel independen adalah umur,

pendidikan, riwayat keluarga, stress dan konsumsi garam. Faktor dependenya

adalah pekerjaan, jenis kelamin, obesitas, konsumsi alkohol dan merokok,

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan cara pengambilan

sampel total sampling dan analisis menggunakan data menggunakan uji chi

square dengan jumlah 35 sampel.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal

secara terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik

diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg. (Aspiani,

2014)

Menurut Joint National Counity hipertensi terjadi apabila

tekanan darah lebih dari 140/90 mmhg(Tagor 2003). Hipertensi adalah

suata keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara

abnormal dan terus menerus pada beberaoa kali pemeriksaan tekanan

darah yang di sebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak

berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah

secara normal. (Wijaya & Putri. 2013).

Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik atau

tekanan diastolik atau tekanan keduanya. Hipertensi dapat di

definisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.

Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai tekanan

sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Wijaya & Putri.

2013).
13

2.1.2 Klasifikasi

Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah

tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah

diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi

bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik

lebih dari 90 mmHg.

1. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

a. Berdasarkan Joint National Counity VII :

Tabel 2.1 klasifikasi hipertensi

Derajat Tekanan Sistolik Tekanan


(mmHg) Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat I 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100

b. Menurut European Society Of Cardiology :

Tabel 2.2 klasifikasi tekanan darah

Kategori Tekanan Takanan


Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120-129 Dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi Derajat 140-159 Dan/atau 90-99
I
Hipertensi Derajat 160-179 Dan/atau 100-109
II
Hipertensi Derajat ≥ 180 Dan/atau ≥ 110
III
Hipertensi Sistolik ≥ 190 Dan < 90
Terisolasi
14

2. Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya

Menurut (Aspiani, 2014).

a. Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak

diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan

hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan

dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis

kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup.

b. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena

suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal

atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan

hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya hipertensi

sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan,

peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres

(Aspiani, 2014).

2.1.3 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua

golongan menurut (Aspiani, 2014) :

1. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga

hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor

yang memengaruhi yaitu : (Aspiani, 2014)

a. Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,


15

beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor

genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat

keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.

b. Jenis kelamin dan usia

Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause

beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia

bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak

dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi

dari pada perempuan.

c. Diet

Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan

dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa

dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya,

jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas

untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari

pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang

tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban

ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang

menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya

peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah

dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

d. Berat badan

Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan

dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB


16

ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan

darah atau hipertensi.

e. Gaya hidup

Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola

hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu

merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok

yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan

berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan

tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau

berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan

darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi

pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah

pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat

penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah

satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena,

yang terjadiakibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat

kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri renalis

menurunkan aliran darah ke ginjalsehingga terjadi pengaktifan

baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn renin, dan

pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung

meningkatkan tekanan darahdan secara tidak langsung

meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi natrium.


17

Apabiladapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila

ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal

(Aspiani, 2014).

Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang

jelas.salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi

vaskular rena, yang terjadiakibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini

dapat bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri

renalis menurunkan aliran darah ke ginjalsehingga terjadi

pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn renin, dan

pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung

meningkatkan tekanan darahdan secara tidak langsung

meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi natrium.

Apabiladapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila

ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal

(Aspiani, 2014).

Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung

pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total

Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan kecepatan denyut

jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau

hormonal pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung

yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan

hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung

biasanya di kopensasi oleh penurunan volume secukupnya hingga

tidak menimbulkan hipertensi (Wijaya & Putri. 2013).


18

Peningkatan volume secukup yang berlangsung lama dapat

terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang

berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh

ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan

pelepasan rennin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah

keginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.

Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan

volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume

secukup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya

berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik(Wijaya & Putri.

2013).

Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada

peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arterior, atau

responsivitas yang berlebihan dari arterior terdapat rangsangan

normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan

pembuluh darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa

secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan

yang lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh

darah yang menyempit. Hal ini disebabkanpeningkatan dalam

alteroad jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan

tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung

lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami

hipeltrovi(membesar). Dengan hipertrovi, kebutuhan ventrikel

akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu


19

memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Pada hipertrovi, saraf-saraf otot jantung juga

mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya

menyebabkan penurunan kontratilitas dan volume secukup

(Wijaya & Putri. 2013).

2.1.4 Patofisiologi

Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih di penuhi

ketidakpastian. Sejumlah kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki

penyakit dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat

di identifikasi dan kondisi inilah yang disebut sebagai “hipertensi

esensial”. Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan

tekanan darah normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam

terjadinya hipertensi esensial.

Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut

serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi,

dan peran mereka berbeda pada setiap individu. Diantara faktor-faktor

yang telah di pelajari secara intensiv adalah asupan garam, obesitas

dan resistensi insulin, sistem rennin angion tensin, dan sistem saraf

simpatis. Pada beberapa tahun belakangan, faktor lain telah di

evaluasi, termaksud genetik, disfungsi endotel (yang tampak pada

perubahan endotelin dan nitratoksida).

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh


20

darah terletak di pusat pasomotor, pada medula diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah

kekordaspinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui

saraf simaptis ke ganglia simaptis. pada titik ini, neuron preganlion

melepaskan asitilcolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskanya

noretinevrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai

faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan

hipertensi sangat sensitive terhadap norepinevrin, meskipun tidak

diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula

adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.

Korteks adrenal mengsekresi kortikson dan steroid lainya, yang dapat

memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin, renin perangsang pembentukan angiontensi I yang

kemudian diubah menjadi angiontensi II, suatu vasokontriktor kuat,

yang pada giliranya merangsang sekresi aldosteron oleh kortekxs

adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
21

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravskuler. Semua faktor

tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

periver bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosclorosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah, yang pada giliranya menurunkan kemampuan

distensi dan daya renggang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta

dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam mengakomodasi

volume darah yang dipompa oleh jantung (volume secukup),

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan

periver (Wijaya & Putri. 2013).

2.1.5 Manifestasi klinis

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain

tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan

pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan),

penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil

(edema pada diskusoptikus).

Individu yang menderita hipertensi kadanf tidak

menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada

menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang tak

sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah

bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi


22

sebagai nocturia (peningkatan urinasi pada malam hari). Dan

azeptoma (peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin).

Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke artau

serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis

sementara pada suatu sisi (hemiplegia atau gangguan tajam

penglihatan (Wijaya & Putri. 2013)..

Hipertensi sulit di sadari oleh seseorang karena hipertensi tidak

memiliki gejala khusus. Menurut (Junaidi, 2010), gejala-gejala yang

mudah di amati antara lainya:

1. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala

2. Sering gelisah

3. Wajah merah

4. Tengkuk terasa pegal

5. Mudah marah

6. Telinga berdengu

7. Suka tidur

8. Sesak napas

9. Rasa berat di tengkuk

10. Mudah lelah

11. Mata berkunang-kunang

2.1.6 Komplikasi

Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau

ditanggulangi, dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan


23

ateri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari

arteri tersebut. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita

hipertensi yaitu : (Aspiani, 2014)

1. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah

tinggi di otak dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh

selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi.

2. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke

miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang bisa

memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah. Hipertensi

kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium

tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat

menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi

ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan

resiko pembentukan bekuan.

3. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi.

Penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot

jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut

dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa,

banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak

nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.

4. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal.

Merusak sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak


24

dapat membuat zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk

melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam tubuh.

2.1.7 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan nonfarmakologi:

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup

sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan mengobati

tekanan darah tinggi , berbagai macam cara memodifikasi gaya

hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu : (Aspiani, 2014)

a. Pengaturan diet

1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan

tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan

pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi

stimulasi sistem renin- angiostensin sehingga sangata

berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan

natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara

dengan 3-6 gram garam per hari.

2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah

tetapi mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium

secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang

dipercaya dimediasi oleh oksidanitat pada dinding

vaskular.

3) Diet kaya buah sayur.


25

4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya

jantung koroner.

b. Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara

menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah,

kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan

voume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan bahwa

obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan

hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah

hal yangs angat efektif untuk menurunkan tekanan darah.

Penurunan berat badan (1 kg/minggu) sangat dianjurkan.

Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan

perlu menjadi perhatian khusus karenan umumnya obat

penurunan penurunan berat badan yang terjual bebas

mengandung simpasimpatomimetik, sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah, memperburuk angina atau

gejala gagal jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.

c. Olahraga teratur

Olahraga teratur dengan cara seperti berjalan, lari,

berenang, bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan

darah dan memperbaiki kedaan jantung.. olahraga isotonik

dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin

perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur

selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat


26

dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga

meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi

terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.

d. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat

Cara memperbaiki gaya hidup dengan berhenti merokok

dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi

efek jangka oanjang hipertensi karena asap rokok diketahui

menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat

meningkatkan kerja jantung.

2. Penatalaksanaan Farmakologis

a. Diuretik (Hidroklorotiazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh

berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi

lebih ringan.

b. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin, dan Reseprin)

Menghambat aktivitas saraf simpatis

c. Betabloker (Metoprolol, Propanolol, dan Atenolol)

1) Menurunkan daya pompa jantung

2) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui

mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.

3) Pada penderita diabetes melitus : dapat menutupi gejala

hipoglikemia

d. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Berkerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi


27

otot polos pembuluh darah.

e. ACE inhibitor (Captopril)

1) Menghambat pembentukan zat angiontensin II

2) Efek samping : batuk kering, pusing, sakit kepala dan

lemas.

f. Penghambat reseptor angiotensin II (Valsartan)

Menghalangi penempelan zat angiontensin II pada reseptor

sehingga memperingan daya pompa jantung.

g. Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).

h. Terapi oksigen

2.2 Faktor kejadian hipertensi

2.2.1 Usia

Tekanan darah cenderung naik seiring bertambahnya usia, risiko

untuk meningkatnya penyakit hipertensi akan lebih tinggi juga seiring

bertambahnya usia. Hipertensi merupakan salah satu penyakit

degeneratif, dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga

akan meningkat yang disebabkan beberapa perubahan fisiologis. Pada

proses fisiologis terjadi peningkatan resistensi perifer dan peningkatan

aktifitas simpatik, dinding arteri akan mengalami penebalan karena

kolagen yang menumpuk pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah

berangsur menjadi sempit dan kaku. Selain itu pada usia lanjut

sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor mulai


28

berkurang, demikian juga halnya dengan peran ginjal dimana aliran

darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun, hal ini memicu

terjadinya hipertensi. Berdasarkan usia terbanyak untuk kelompok

hipertensi adalah usia ≥55 tahun (53,3%). Usia terbanyak untuk

kelompok non hipertensi adalah < 55 tahun (83,3%). Selanjutnya

dianalis dengan uji multivariat dan didapatkan nilai signifikansi

(p=0,010), yang berarti terdapat hubungan yang bermakna secara

statistik antara umur dengan kejadian hipertensi. (Idha Kurniasih, dkk.

2011).

Faktor risiko umur sangat berpengaruh pada terjadinya hipertensi.

Riset Kesehatan Dasar 2013 menyatakan bahwa prevalensi hipertensi

meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Riskesdas 2013).

Individu yang berada pada rentang umur 40-70 tahun, berisiko 2 kali

terkena penyakit kardiovaskular untuk setiap peningkatan tekanan darah

sistolik 20 mmHg atau 10 mmHg diastolik pada ambang tekanan darah

antara 115/75-185/115 mmHg, sehingga pencegahan hipertensi

sebaiknya dilakukan sebelum umur 40 tahun (WHO. 2011).

2.2.2 Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.

Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita

yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen

yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein


29

(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung

dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan

estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada

usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan

sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi

pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana

hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur

wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-

55 tahun. (Bianti Nuraini. 2015). Meskipun secara statistik tidak

ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

hipertensi namun dapat dilihat kecenderungan prevalensi hipertensi

laki-laki sebesar 28,6% yang menderita hipertensi lebih besar

dibandingkan perempuan 26,3%. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Susyani dkk. (2012) hasil menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

kejadian hipertensi dimana pvalue=0,404. Berbeda dengan hasil Riset

Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan prevalensi hipertensi pada

perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki. (Solehatul

Mahmudah, dkk. 2015).

2.2.3 Riwayat keluarga

Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Oleh

karena itu, orang yang memiliki riwayat keluarga mengalami hipertensi,

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi (CDC.


30

2015).

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan

orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus

hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. (Bianti

Nuraini. 2015).

2.2.4 Obesitas

Di antara semua faktor risiko yang dapat dikendalikan, berat

badan adalah salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi.

Dibanding dengan orang kurus, orang yang gemuk lebih besar

peluangnya terkena hipertensi. Kegemukan merupakan ciri khas dari

populasi hipertensi. Diperkirakan sebanyak 70% kasus baru penyakit

hipertensi adalah orang dewasa yang berat badannya sedang bertambah.

Dugaannya adalah jika berat badan seseorang bertambah, volume darah

akan bertambah pula, sehingga beban jantung untuk memompah darah

juga bertambah. Sering kali kenaikan volume darah dan beban pada

tubuh yang bertambah berhubungan dengan hipertensi, karena semakin

besar bebannya, semakin berat juga kerja jantung dalam memompah

darah keseluruh tubuh. Kemungkinan lain adalah dari faktor produksi


31

insulin, yakni suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas untuk

mengatur kadar gula darah. Jika berat badan bertambah, terdapat

kecenderungan pengeluaran insulin yang bertambah. Dengan

bertambahnya insulin, penyerapan natrium dalam ginjal akan

berkurang. Dengan bertambahnya natrium dalam tubuh, volume cairan

dalam tubuh juga akán bertambah. Semakin banyak cairan termasuk

darah yang ditahan, tekanan darah akan semakin tinggi. (Paskah Rina

Situmorang. 2015).

Untuk mengetahui seseorang itu termasuk memiliki berat badan

belebih atau tidak, yaitu dengan cara menghitung BMI (Body Masa

Index) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus : Berat Badan

(Kilogram) dibagi tinggi badan (meter).

Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

IMT Kategori
< 16 Kurus tingkat berat
16,00-16,99 Kurus tingkat ringan
17,00-18,49 Kurus ringan
18,50-24,99 Normal
25,00-29,99 Obesitas 1
30,00-39,99 Obesitas 2
>40 Obesitas 3
(Sumber: Menurut WHO dalam Setyo Wibowo, 2014)

2.2.5 Asupan garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi

garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting

pada mekanisme timbulnya hipertensi. Studi ilmiah secara konsisten

menunjukkan bahwa pengurangan asupan garam menurunkan tekanan


32

darah pada orang dengan hipertensi dan orang-orang dengan tekanan

darah normal, di semua kelompok usia, dan di semua kelompok etnis,

meskipun ada variasi di besarnya penurunan. (WHO. 2013).

World Health Organization (WHO) merekomendasikan

pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

hipertensi. Kadar sodium/natrium yang direkomendasikan adalah tidak

lebih dari 100 mmol (sekitar 2,3 gram sodium atau 6 gram garam)

perhari. Untuk sebagai gambaran, 2.300 mg natrium setara dengan 1

sendok teh garam dapur. (Irawati, 2013). Dalam kenyataannya,

konsumsi berlebih karena budaya masak memasak masyarakat kita

yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.

Berikut ini adalah daftar makanan yang termasuk memiliki

kandungan natrium yang tinggi.(Irawati, 2013 ; Purwati, 2005) :

1. Garam dapur: 1 sendok teh garam dapur mengandung 2300 mg

natrium

2. Kaldu bubuk atau kaldu blok: 5 gram atau 1 blok kaldu

mengandung 1200 mg natrium

3. Keju: 100 gram keju, terkandung 1705 mg natrium

4. Saus: Saus teriyaki sebanyak 1 sendok makan mengandung 690 mg

natrium, sedangkan 1 sendok makan kecap asin mengandung hingga

1024 mg natrium.

5. Mie instan: 1 bungkus mie instan terdapat 1100-2400 mg natrium.

6. Mie bakso: seporsi mie bakso mengandung 1518 mg natrium.

7. Sepotong sedang ikan asin mengandung 757 mg natrium.


33

8. Tiga lapis roti bantal mengandung 200-400 mg natrium.

Mengurangi konsumsi natrium dapat mengurangi darah tekanan

darah dan mengurangi risiko vaskular sehingga dapat diantisipasi secara

substansial (WHO. 2007).

2.2.6 Stres

Stres merupakan Suatu keadaan non spesifik yang dialami

penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan yang melebihi

daya dan kemampuan untuk mengatsi dengan efektif. Stres diduga

melalui aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja saat beraktivitas).

Peningkatan aktivitas syaraf simpatis mengakibatkan tekanan darah

secara intermitten (tidak menentu). Gangguan kepribadian yang bersifat

sementara dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan yang

menimbulkan stres. Apabila stres berlangsung lama dapat

mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap (Sutanto.

2010).

Tingkatan stres dapat diketahui menggunakan kriteria HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale), yang terdiri dari 14 pertanyaan,

dinilai mengunakan scoring berkisar antara 0-56. Kategori skornya,

yaitu:

1. Tidak ada gejala dari pilihan yang ada: skor 0

2. 1 gejala dari pilihan yang ada :skor 1

3. < separuh dari pilihan yang ada : skor 2

4. ≥ separuh dari pilihan yang ada : skor 3


34

5. Semua gejala ada : skor 4

Kategori tingkatan stres, sebagai berikut:

1) Tidak ada stres: skor <14.

2) Stres ringan : skor 14-20.

3) Stres sedang : skor 21-27.

4) Stres berat : skor 28-41

5) Stres berat sekali: skor 42-56 (Kroenke K, et al. 2001).

2.2.7 Status pasangan

Status pasangan didefinisikan sebagai keadaan responden

berdasarkan ada dan tidaknya pendamping hidup (suami/istri) dalam

kehidupan sehari-hari. Status pasangan memiliki hubungan 69,2%

dengan kejadian hipertensi tidak terkendali. Status pasangan dibedakan

dalam dua kelompok, yaitu ada pasangan (menikah, nikah siri, dan

kohabitasi atau kumpul kebo) dan status tidak ada pasangan (lajang,

cerai, berpisah, tidak menikah, dan janda). Pada kelompok tidak ada

pasangan memiliki risiko lebih tinggi untuk hipertensi tidak terkendali

(Dina T et al. 2013).

2.3 Konsep Ibu Rumah Tangga

2.3.1 Definisi

Ibu rumah tangga adalah salah satu profesi mulia yang dimiliki

oleh perempuan yang sudah berkeluarga. Utamanya bagi seorang ibu

rumah tangga yang tidak bekerja, pekerjaan rumah tangga menjadi


35

fokus utama karena sebagian besar waktu yang dihabiskan di dalam

rumah. Pekerjaan rumah tangga itu sendiri merupakan pekerjaan yang

monoton karena melakukan pekerjaan yang sama setiap hari dan

sebagian besar dilakukan di dalam rumah. (Putri & Sudhana. 2013)

Menjadi ibu rumah tangga merupakan profesi yang mulia karena

bersifat memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh anggota keluarga

tanpa diberikan upah. Ibu rumah tangga yang tidak bekerja atau

singkatnya disebut ibu rumah tangga, memiliki pengertian sebagai

wanita yang lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah,

mempersembahkan waktunya untuk memelihara anak-anak dan

mengasuh menurut pola-pola yang diberikan masyarakat. Pekerjaan

kaum wanita adalah memasak di rumah, menjahit, berbelanja,

menyetrika pakaian dan mengurus anak. Pekerjaan rumah tangga yang

begitu kompleks ini tentu tidak mudah dilakukan apalagi jika harus

melakukannya seorang diri tanpa bantuan dari orang lain. (Putri &

Sudhana. 2013)

2.3.2 Tugas Ibu Rumah Tangga

Tugas sebagai seorang ibu rumah tangga dapat menjadi kegiatan

yang monoton karena sebagian besar dilakukan di dalam rumah.

Keadaan tersebut dapat mengarah kepada stres karena disamping

menuntut tanggung jawab penuh dalam melaksanakan pekerjaan yang

hampir sama setiap hari di lokasi yang sama, juga terisolasi dari dunia

luar karena sebagian besar dilakukan di dalam rumah. Tuntutan kerja


36

yang terlalu banyak dan beban kerja yang berat dapat menimbulkan

stres. Oleh karena itu perlu adanya kekuatan fisik maupun mental untuk

bisa melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga dengan baik. (Putri &

Sudhana. 2013)

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Institute for Child

Health and Human Development Study of Early Child Care and Youth

Development yang melibatkan 1.300 perempuan menunjukkan bahwa

perempuan yang bekerja di luar rumah walau hanya bekerja part time

memiliki kesehatan yang lebih baik dan lebih sedikit mengalami gejala

depresi dibandingkan dengan perempuan yang mencurahkan waktunya

untuk mengurusi rumah dan keluarga. Hal ini disebabkan karena

seorang ibu rumah tangga harus terisolasi dari lingkungan di luar rumah

ketika melakukan pekerjaan rumah tangganya. Melakukan kegiatan

yang monoton yang dilakukan di dalam rumah sehari-hari dalam waktu

yang berkepanjangan dapat meningkatkan risiko terjadinya stres dan

dapat mempengaruhi fungsi yang baik sebagai seorang ibu rumah

tangga. . (Putri & Sudhana. 2013)


37

2.4 Kerangka teori

Faktor resiko hipertensi


Faktor yang dapat di
ubah
1. Obesitas
2. Asupan garam
3. Stress
4. Status pasangan
Gejala hipertensi
Faktor yang tidak
1. Sakit kepala
dapat di ubah
2. Sering gelisah
5. Usia
3. Wajah merah
6. Jenis kelamin
4. Tengkuk
Etiologi 7. Riwayat
terasa pegal
1. Hipertensi keluarga
dan berat
primer 5. Mudah marah
2. Hipertensi 6. Telinga
sekunder berdengu
Hipertensi
7. Suka tidur
8. Sesak napas
9. Mudah lelah
penatalaksanaan 10. Mata
berkunang-
kunang

Non farmakologi
1. Pengaturan Farmakologi
diet 1. Diuretik
2. Penurunan 2. Simpatetik
berat badan 3. Betabloker
3. Olahraga 4. Vasodilator
teratur Tekanan 5. ACE
4. Memperbaiki darah inhibitor
gaya hidup 6. Penghambat
yang kurang reseptor
sehat angitosin
7. Antagonis
kalsium
8. Terapi
oksigen

Modifikasi teori : Nursalam (2013), Sofia & Digi (2014), Dina T et al (2015), Al-
Mahfani (2008), Bambang dan Lina, (2013).
38

BAB III

KERANGKA KONSEP & HIPOTESIS

3.1 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan meberikan gambaran

(visualisasi) hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya,

atau antara variabel satu dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin

diteliti (Nursalam, 2013).

Variabel Idependen

Variabel Dependen
Faktor yang dapat di
ubah
1. Stress
2. Obesitas kejadian
hipertensi pada
3. Asupan garam IRT
4. Status pasangan
Faktor yang tidak dapat
di ubah
5. Usia
6. Riwayat keluarga
7. Jenis kelamin

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 : Kerangka konsep penelitian faktor yang berhubungan


dengan kejadian hipertensi pada IRT.
39

3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau

merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian (Bambang dan

Lina, 2013). Notoatmodjo (2010) mendefinisikan bahwa hipotesis merupakan

sebuah pernyataan tentang sesuatu yang diduga atau hubungan yang

diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris,

biasanya hipotesis dari pernyataan terhadap adanya atau tidak adanya

hubungan antara dua variabel bebas (independen variabel) dan variabel terikat

(dependen variabel).

HA :

1. Ada hubungan antara riwayat keluarga kejadian hipertensi pada IRT

Di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan Kota Mataram.

2. Ada hubungan antara obesitas kejadian hipertensi pada IRT Di

Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan Kota Mataram

3. Ada hubungan antara stress kejadian hipertensi pada IRT Di Wilayah

Kerja Puskesmas Ampenan Kota Mataram

H0 :

1. Tidak ada hubungan antara riwayat keluarga kejadian hipertensi pada

IRT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan Kota Mataram.

2. Tidak ada hubungan antara obesitas kejadian hipertensi pada IRT Di

Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan Kota Mataram

3. Tidak ada hubungan antara stress kejadian hipertensi pada IRT Di

Wilayah
40

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Desain penelitian merupakan strategi penelitian dalam mengidentifikasi

permasalahan sebelum perancangan akhir pengumpulan data dan berperan

sebagai pedoman atau penuntut penelitian pada seluruh proses peneliti

(Nursalam, 2010, dalam buku Dharma Kusuma, 2011). Desain penelitian

dapat menjadi petunjuk bagi peneliti untuk mencapai penelitian dan juga

sebagai penutup bagi peneliti untuk mencapai penelitian (Rianto, A. 2011,

dalam buku Dharma Kusuma, 2011).

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu suatau penelitian

yang dilakukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena

yang terjadi, sedangkan dari segi waktu bersifat cross sectional yaitu suatu

penelitian dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada suatu saat, (Notoatmojo, 2010).

4.2 Tempat dan waktu penelitian

Lokasi dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang

diperoleh dalam penelitian. Pemilihan lokasi penelitian harus disesuaikan

dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga lokasi di

ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi responden yang

sesungguhnya.
41

Tempat penelitian di wilayah kerja Puskesmas Ampenan, waktu penelitian

akan dilakukan pada bulan April 2021.

4.3 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2018).

Populasi dalam penelitian ini semua penderita hipertensi di

Lingkungan Pondok Perasi Wilayah kerja Puskesmas Ampenan yang

melakukan kontrol mulai dari januari-november 2020 sebanyak 86

orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2018). Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh IRT penderita hipertensi

di desa Pondok Perasi yang telah memenuhi kriteria inklusi. Dalam

Nursalam (2013) menjelaskan bahwa syarat sampel terdiri dari

refresentatif (mewakili) dan sampel harus cukup banyak.

Besar sampel dalam penelitian ini adalah IRT semua usia yang

sedang menderita hipertensi sebanyak 35 orang.

4.3.3 Tehnik Sampling

Sampling merupakan cara mengambil sampel dari populasinya dengan


42

tujuan sample yang diambil dapat mewakili populasi yang akan diteliti.

Tehnik sampling dalam penelitian ini adalah Tehnik pengambilan sampel

menggunakan tehnik total sampling yang merupakan tehnik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.

(Nursalam, 2016).

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karaktristik umum subjek penelitian

dari suatu populasi target yang terjangkau dan yang akan

diteliti (Nursalam, 2014). Dalam penelitian yang akan

dilakukan kriterial inkulusi antara lain:

a. Bersedia menjadi responden

b. IRT yang menderita hipertensi di Lingkungan

Pondok Perasi Wilayah Kerja Puskesmas

Ampenan

c. Pasien yang kondisi klinisnya stabil

d. Tidak ada komplikasi penyakit yang lain

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena sebab

terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran

maupun interprestasi hasil, terdapat keadaan yang mengganggu

kemampuan pelaksanaan, hambatan etis dan subjek menolak

berpartisipasi (Nursalam, 2014). Dalam penelitian yang akan

dilakukan kriteria eksklusi anatara lain :

a. Tidak kooperatif selama prosedur dilakukan


43

b. Mengalami masalah kejiwaan

c. Responden yang memiliki masalah buta huruf dan

tidak bisa membaca

4.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas (independen) merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)

(Sugiyono, 2018).

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor resiko yanmg melatar

belakangi penderita hipertensi pada IRT di wilayah kerja Puskesmas Ampenan

meliputi usia, obesitas, riwayat keluarga dan stres.

4.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mengidentifikasi variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, yang memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang

disajikan ukuran dalam penelitian (Nursalam, 2016).

Tabel 4.1 Tabel definisi operasional

No variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor


operasional
1. Faktor Faktor genetik Faktor genetik Kuinsioner Nomin 1= ada
genetik adalah faktor (riwayat al keluarga
resiko yang keluarga) yang
menyebabkan meliputi: hipertensi
seorang 1. Ibu/bap 2= tidak
menderita ak ada
hipertensi 2. Tidak keluarga
melalui langsun yang
perwarisan g yaitu hipertensi
44

sifat (gen) atau kakek/n


riwayat enek
keluarga. 3. Saudara
/saudar
a
kembar
2. Usia Umur 1. ˂45 tahun Kuinsioner Nomin 1. ˂45
responden 2. ˃45 tahun al tahun:
yang terhitung tidak
sejak lahir beresiko
hingga ulang 2. ˃45
tahun terakhir. tahun:
beresiko
(Dalima
rt ha,et
al.
2010).
3. obesitas Kelebihan 1. Berat badan Observasi: Nomin 1. Obesita
berat badan 2. Tinggi badan 1. Timban al s:
sebagai akibat g IMT:˃2
dari manual 3kg/m²
penimbunan 2. Mikrota 2. Tidak
lemak tubuh /metera obesitas
yang n :
berlebihan 3. Rumus ˂23kg/
BMI: m²
[berat (Beever
badan(k s,
g)/tingg 2008).
i badan
(m²)].
4. Stres Gangguan Manifestasi Kuinsioner Ordina Penilaian
mental tubuh stress (Depressio l 1. Jika
emosional menurut n Anxiety nilainya
yang dialami Lavinbond: Stress) 0-23
responden Stress adalah normal
suatu respon 2. Jika
emosi yang nilainya
muncul akibat 24-29
kejadian- ringan
kejadian yang 3. Jika
menekan nilainya
dalanm 30-42
kehidupan sedang
individu, saat 4. Jika
stress individu nilainya
cenderung 43-56
menjadi lebih berat
mudah marah, 5. Jika
sulit untuk nilainya
menenangkan ˃ 56
diri, dan sangat
45

menjadi tidak berat.


sabar dalam
menghadapi (Lovibond.
berbagai situasi. S. H &
(Lovibond. Lovibond.
1995). P.F.1995)
5. Tekanan Tekanan darah Standar 1.Melakuka Nomin Peneilaian
darah adalah opersional n al 1. Normal
kekuatan prosedur pengukur 120-
darah ketika pengukuran an 129)/80-
melewati tekanan darah tekanan 84
dinding arteri. Normal tekanan darah mmHg
Tekanan darah darah pada IRT 2.Tensimet 2. Normal
dicatat dalam 120/80 mmHg. er tinggi
dua angka, spygmom 130-
tekanan anometer 139/85-
sistolik (ketika aneroid 89
jantung 3.Stetoskop mmHg
kontraksi) dan 4.Lembar 3. Hiperte
tekanan observasi nsi
diastolik derajat I
(ketika jantung 140-
dilatasi). 159/90-
99
mmHg
4. Hiperte
nsi
derajat
II 160-
179/100
-109
mmHg
5. Hiperte
nsi
derajat
III
≥180/≥1
10
mmHg

4.6 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data (Sugiyono, 2018).

Adapun instrumen/alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sphygmomanometer, stetoskop, mikrotea/meteran, timbangan manual dan


46

kuinsioner. Dimana sphymomanometer dan stetoskop, digunakan untuk

mengkaji tekanan darah atau menentukan sistole dan diastole,

mikrotea/meteran untuk mengukur tinggi badan dan timbangan injak untuk

mengukur berat badan dimana keduanya untuk mengkaji IMT (Indeks Masa

Tubuh) dan kuinsioner yang berisi sejumlah pertanyaan mengenai faktor

genetik/riwayat keluarga, usia, obesitas dan stres.

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen. Pengujian validitas tersebut mengacu pada sejauh

mana suatu instrumen dalam menjalankan fungsi. Instrumen dikatakan valid

jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur subjek yang ingin

diukur (Riyanto, 2013).

Reliabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran. Reliabilitas

menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika

instrumen digunakan kembali secara berulang (Dharma, 2017).

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian faktor terjadinya

hipertensi di ini hanya membutuhkan alat ukur menggunakan

sphygmomanometer (tensimeter) air raksa, stetoskop dan lembar observasi,

sedangkan untuk pengukuran obesitas menggunakan alat ukur meteran dan

timbangan.

Sphygmomanometer (tensimeter) air raksa untuk mengukur tekanan

darah, meteran dan timbangan untuk mengukur tinggi badan dan berat

badan untuk diketahui IMT nya. Selain itu, peneliti melakukan konsultasi
47

tentang lembar observasi dan prosedur pemeriksaan tekanan darah kepada

pembimbing dan penguji.

4.8 Etika Penelitian

4.8.1 Inform Consent (persetujuan)

Inform Consent merupakan bentuk persetujuan peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuanya

agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Beberapa informasi yang harus ada dalam Inform Consent

tersebut antara lain: partisipasi responden, tujuan dilakukanya tindakan,

jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial

masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, dll.

4.8.2 Anonymity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan dan mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

atau hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

4.8.3 Confidenttialy

Masalah ini merupakan masalah etik dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil.
48

4.9 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peneliti mengurus perizinan surat pengantar dari kampus STIKES

Yarsi Mataram, selanjutnya mengajukan surat izin penelitian ke

BAPPEDA Mataram, kemudian mengajukan surat izin penelitian ke

Puskesmas Ampenan.

2. Peneliti memilih responden sesuai kriteria inklusi.

3. Peneliti menjelaskan tujuan dan maksud dari penelitian, kepada calon

responden. Jika calon responden setuju untuk menjadi responden

dalam penelitian, responden dimintai untuk mengisi lembar

persetujuan (informed consent).

4. Peneliti mengobservasi tekanan darah, mengukur tinggi badan dan

berat badan

5. Pemberian kuinsioner untuk di isi

6. Setelah data observasi terkumpul, maka peneliti melakukan analisa

data.

4.10 Analisa Data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh sumber

data terkumpul. Berdasarkan pendapat tersebut analisa data merupakan

kegiatan mengolah seluruh data yang telah terkumpul. Dari pengolahan

data tersebut akan diketahui keberhasilan dalam penelitian yang dilakukan.

Maka dari itu, pengumpulan data dan analisis data saling berkaitan satu
49

sama lain (Sugiyono, 2014).

4.10.1 Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan

untuk memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data,

dan memeriksa keseragaman data. Secara umum editing adalah suatu

kegiatan untuk pengecekan data (lembar observasi) dan perbaikan isian

formulir tersebut (Notoatmodjo, 2012). Hal-hal yang dilakukan dalam

editing:

1. Kelengkapan dan kesempurnaan data yaitu dengan mengecek nama

dan kelengkapan identitas pengisi.

2. Kejelasan tulisan atau tulisan yang mudah dibaca

3. Responden sesuai

4.10.2 Coding

Coding data didasarkan pada kategori yang dibuat berdasarkan

pertimbangan penulisan sendiri, untuk mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo,

2012).

4.10.3 Entri Data.

Data entri adalah kegiatan memasukan data yang telah di

kumpulkan kedalam master tabel atau database komputer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan

membuat table kointingensi.

4.10.4 Tabulating

Memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai


50

kriteria dan dilanjutkan proses komputerisasi.

Setelah data terkumpul kemudian dikelompokan dan diolah dengan

analisa data yang dilakukan program, sebagai berikut:

1. Analisis univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk

menjelaskan dan mendeskripsikan setiap variabel penelitian

tanpa melakukan analisis hubungan antara variabel. Analisis

data numerik disajikan dalam bentuk mean, standar deviasi,

minimum, maksimum terhadap data kelompok intervensi

terutama data sebelum dilakukan dan sesudah dilakukan

intervensi. Sedangkan untuk data katagorik disajikan dalam

bentuk frekuensi dan persentase. Hasil disajikan dalam bentuk

tabel, grafik atau narasi (Notoatmodjo, 2012). Adapun variabel

yang akan dianalisis menggunakan analisis univariat adalah

usia, jenis kelamin, tekanan darah, lama menderita hipertensi,

riwayat merokok.

Tabel 4.2 Analisis Univariat

No Variabel Jenis Data Hasil Uji


1. Riwayat Kategorik Presentase
keluarga
2. Usia Kategorik Persentase
3. Obesitas Kategorik Presentase
4. Stress Kategorik Persentase

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan

adanya hubungan yang bermakna antara variabel dependen,

yaitu hipertensi dengan variabel independen yaitu riwayat


51

keluarga (genetik), usia, obesitas dan stres.

Tabel 4.3 Tabel analisis bivariat variabel independen dan

dependen.

N Variabel Skala Variabel Skala Uji


o independen dependen
1. Riwayat Nominal Hipertensi Ordinal Chi
keluarga square
(genetik)
2. Usia Nominal Hipertensi Ordinal Chi
square
3. Obesitas Nominal Hipertensi Ordinal Chi
square
4. Stres Nominal Hipertensi Ordinal Chi
square

Anda mungkin juga menyukai