Anda di halaman 1dari 36

KINERJA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DALAM RANCANGAN PERATURAN DESA DI DESA


MASSANGKAE KECAMATAN KAJUARA KABUPATEN
BONE

PROPOSAL SKRIPSI

A.AYU WAHYUNINGSI

1822175

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI
TAHUN 2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : A. Ayu Wahyuningsi


NIM : 1822175
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : Administrasi Publik
Judul Skripsi : Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam
..............Rancangan Peraturan Desa di Desa Massangkae
..............Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone

Telah diperiksa Oleh Pembimbing dan dinyatakan layak diajukan untuk Ujian
Proposal Penelitian pada Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sinjai

Menyetujui;

Pembimbing I Pembimbing II

Zulkifli Arifin, S.Sos., M.Pd. Sukarno Hatta, S.IP., M.Si


NIDN. 0909128603 NIDN. 0908088508

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR/TABEL ......................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................ 6
2.1 Literatur Review ................................................................................. 6
2.2 Landasan Teori .................................................................................... 15
1. Kinerja ............................................................................................ 15
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ............................................ 19
3. Peraturan Desa ............................................................................... 23
2.3 Kerangka Pikir .................................................................................... 26
2.4 Definisi Operasional ........................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 29
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................... 29
3.2 Penelitian............................................................................................. 29
3.3 Jenis Data ............................................................................................ 30
3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 30
3.5 Informan ............................................................................................. 31
3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

iii
DAFTAR TABEL/GAMBAR

HALAMAN
Gambar 2.1 Kerangka Pikir 26

1.

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menjalankan otonomi daerah, tergantung bagaimana persiapan dan

kesiapan pemerintah daerah dalam menata dan mengolah pemerintahannya,

serta partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan agar

tercipta pembangunan desa yang efektif, efesien dan transparan.

Desa memiliki pemerintah daerahnya sendiri yang diatur dalam pasal 1

ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan

bahwa Desa adalah Desa Adat atau disebut dengan nama lain, selanjutnya

disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal

usul, dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemerintah desa yang dimaksud

adalah Kepala Desa, Aparatur Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Kepala desa merupakan pemimpin dari pemerintah desa dalam

menyelenggarakan pemerintahan desa, sedangkan Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) merupakan badan atau lembaga pembuatan dan pegawas

pelaksana kebijakan pemerintahan desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di bentuk dengan maksud untuk

membantu pemerintah desa dalam menjalakan roda pemerintahan desa yang

sesuai dengan adat dan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan.

1
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dipilih berdasarkan musyawarah oleh

masyarakat secara langsung, bebas, rahasia dan tanpa paksaan. Anggota BPD

merupakaan wakil dari penduduk desa dari masing-masing wilayah.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi untuk menggali,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, melakukan

pengawasan terhadap jalannya pelaksanaan pemerintahan desa, dan membuat

dan menetapkan Peraturan Desa bersama dengan Kepala Desa. Keberadaan

BPD tentunya memberikan pengharapan yang besar untuk masyarakat desa

agar tercipta suatu pemerintahan desa yang bersih, kuat dan baik. Dalam

menjalankan kewajibannya BPD memerlukan keikutsertaan masyarakat desa

agar segala kegiatan atau bentuk penyelenggaraan pemerintahan desa berjalan

sesuai dengan harapan, dan kebutuhan masyarakat desa.

Lembaga unsur pemerintah desa yang terdiri atas: Kepala Desa, Perangkat

Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD bertugas untuk membuat

dan mengusulkan beberapa bentuk peraturan desa yang akan dibahas dan

ditetapkan bersama-sama dengan kepala desa, setelah melakukan musyawarah

untuk mufakat secara terbuka dengan masyarakat setempat. Serta bertugas

untuk menampung dan menyalurkan berbagai bentuk aspirasi dan kebutuhan

dari masyarakat desa, yang disampaikan oleh masyarakat kepada Badan

Permusyawaratan Desa. Yang nantinya aspirasi yang disampaikan itu akan

dikeluarkan dalam bentuk kebijakan melalui peraturan desa. Dalam upaya

penyelenggaraan pemerintahan desa yang bersih, baik dan kuat, diperlukan

adanya bentuk hubungan kerjasama antara Badan Permusyawaratan Desa

2
(BPD) dengan pemerintah desa seperti yang dijelaskan oleh Wasistiono dan

Tahir (2006;36) dalam buku Rahyunir Rauf dan Sri Maulidiah (2016, h. 162)

yaitu;

“Dalam upaya mencapai tujuan untuk mensejahterahkan kehidupan


masyarakat desa,maka masing-masing unsur yakni pemerintahan desa, yakni
unsur pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat
menjalankan fungsinya dengan mendapatkan dukungan dari unsur yang lain”.

Peraturan desa adalah semua aturan yang berlaku di desa yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang oleh kepala desa setelah dilakukan musyawarah

dan mendapat persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Tujuan

pembentukan Peraturan Desa adalah agar supaya segala bentuk kegiatan yang

ada di desa berjalan lancar, teratur dan terperinci sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu BPD diharapkan mampu

membawa kemajuan dan mensejahterakan rakyat dengan memberikan

masukan dan ide-ide yang bermanfaat untuk masyarakat dan desa dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa agar menjadi lebih baik. Untuk itu Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) harus senantiasa mengajak dan berkoordinasi

dengan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di desa tersebut, serta lembaga

kemasyarakatan desa untuk melakukan musyawarah dan bertukar pandangan

tentang seperti apa dan bagaimana desa ini kedepannya.

Rancangan Peraturan desa yang nantinya Rancanagan Peraturan Desa

tersebut akan menjadi Peraturan Desa. Rancangan tersebut dibuat oleh Kepala

Desa dan BPD serta dengan mendapatkan persetujuan kedua belah pihak.

Bukan hanya Kepala Desa yang aktif dalam memberikan arahan dan masukan

dalam pembuatan Rancangan Peraturan desa tersebut dan BPD hanya duduk,

3
diam dan menyetujui apa yang diajukan oleh Kepala Desa. Oleh karena itu

BPD diharapkan mampu mempunyai ruang gerak dalam pembuatan Peraturan

Desa agar menghadirkan semangat baru untuk Undang-Undang Desa.

Peraturan Desa bukan hanya sekedar mengatur jalannya pemerintahan desa

tetapi juga peraturan yang menjelaskan aspek-aspek kehidupan dari masyarakat

desa tersebut. Oleh karena itu dalam penyusunan peraturan desa kepala desa

dan BPD diharapkan betul-betul memperhatikan segala aspek yang ada di desa.

Namun realitanya masih banyak permasalahan yang muncul mengenai

Badan Permusyawaratan Desa yang tidak mampu menjalankan fungsi dan

perannya dengan baik, misalnya Badan Permusyawaratan Desa yang kurang

aktif dalam memberikan masukan-masukan dalam penyusunan peraturan desa,

kurangnya koordinasi dengan masyarakat, sehingga hanya kepala desa yang

mendominasi musyawarah, Badan Permusyawaratan Desa yang memiliki

hubungan kurang baik dengan masyarakat sehingga tidak mengetahui

permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat setempat, dan BPD

yang belum mampu menyalurkan aspirasi masyarakat dengan baik.

Maka, dari uraian permasalahan diatas maka penulis tertarik ingin

mengkaji persoalan tersebut dengan mengangkat judul penelitian yaitu Kinerja

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Rancangan Peraturan Desa di

Desa Massangkae Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk

merumuskan topik permasalahan tentang Bagaimana Kinerja Badan

4
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Rancangan Peraturan Desa di Desa

Massangkae Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui seperti apa Kinerja Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dalam menjalankan fungsi dan tugasnya Khususnya pada proses

pembuatan Rancangan Peraturan Desa di Desa Massangkae Kecamatan

Kajuara Kabupaten Bone.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak

baik manfaat akademik maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pelengkap untuk

memperkuat penelitian sebelumnya dan dapat menjadi bahan pertimbangan

untuk kajian dari penelitian selanjutnya. Dan Menambah perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya kajian tentang Badan Permusyawaratan Desa

(BPD).

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan agar pemerintah dapat

menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan Undang-Undang

yang berlaku. Serta dapat meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa

pentingnya keikutsertaan dalam segala kegiatan musyawarah desa.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Literatur Review

Pada penelitian ini, penulis menggunakan literature review sebagai

kerangka yang disusun untuk mengklasifikasikan sumber-sumber data dan

informasi umum yang dikaji dalam penelitian. Literature merupakan alat yang

penting sebagai contect review, karena literature sangat berguna dalam

memberikan konteks dan arti dalam penulisan yang sedang dilakukan serta

melalui kajian literature ini juga peneliti menyatakan secara eksplisit dan

pembaca mengetahui, mengapa hal yang ingin diteliti merupakan masalah

yang memang harus di teliti, baik dari segi subyek yang akan diteliti dan

lingkungan manapun dari sisi hubungan penelitian dengan tersebut penelitian

lain yang relevan. (Afifuddin, 2012: 42).

1. Taxonomi Literatur Review

a. Penelitian Terdahulu

Ahadi Fajrin Prasetya. (2016). Peran Badan Permusyawaratan

Desa Dalam Mewujudkan Pembentukan Peraturan Desa Yang

Partisipatif di Kabupaten Lampung Timur. Fiat Justisia Journal of

Law Volume 10 Issue 3, July-September 2016.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menjalankan

perannya, BPD masih belum optimal, karena kurangnya sosialisasi

BPD kepada masyarakat sehingga minat partisipasi masyarakat

terhadap Penyusunan Peraturan Desa tidak ada.

6
Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Objek penelitian yang diteliti sama yaitu Badan Permusyawaratan

Desa serta metode yang digunakan adalah metode kualitatif.

Penelitian ini lebih menfokuskan Peran Badan Permusyawaratan

Desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat desa untuk

mewujudkan pembentukan peraturan desa yang partisipatif dengan

menggunakan UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagai dasar hukum

Pembentukan Peraturan Desa.

b. Penelitian Terdahulu:

Al Mukri, Alfiandra, Sri Artati Waluyati. (2018). Faktor-Faktor

Penyebab Belum Efektifnya Peran Badan Permusyawaratan Desa

dalam Penyusunan Peraturan Desa (Studi Kasus Di Desa Seri

Kembang II Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir). Jurnal

Bhinneka Tunggal Ika, Volume 5, Nomor 1, Mei 2018.

Hasil penelitian menunjukkab bahwa ada 3 faktor yang menjadi

penyebab belum efektifnya penyusunan desa di desa sari kembang II

yaitu faktor sumber daya manusia dimana BPD itu sendiri kurang

pemahaman mengenai penyusunan peraturan desa, faktor inovasi,

kurangnya kreatifitas anggota BPD dan faktor organisasi diman

kurangnya sosialisasi kepada masyarakat sehingga menyulitkan BPD

dalam nemapung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

7
Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Objek yang diteliti sama yaitu Badan Permusyawaratan Desa

dalam Penyusunan Peraturan desa dan metode penelitian yang

digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

Topik dalam penelitian ini lebih fokus pada faktor-faktor apa yang

menjadi Penyebab kurang efektifnya penyusunan peraturan desa dan

tidak menjelaskan proses penyusunan peraturan desa secara rinci.

c. Penelitian Terdahulu:

Dody Eko Wijayanto. (2014). Hubungan Kepala Desa dengan

Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa.

Dari hasil penelitian hubungan Kepala Desa dengan Badan

Permusyawaratan Desa masih tumpang tindih dalam menjalankan

tugas dan fungsinya terutama dalam Pembentukan Dan Penyusunan

Peraturan Desa.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Lembaga yang diteliti sama yaitu Badan Permusyawaratan Desa

serta metode penelitian penelitian yang digunakan sama yaitu metode

kualitatif.

Penelitian ini lebih fokus menjelaskan hubungan kerja antara

Kepala Desa dan BPD dalam pembentukan peraturan desa sehingga

tidak menjelaskan bagaimana proses penyusunan Peraturan desa.

8
d. Penelitian Terdahulua

Iklil Zabda Mujtaba, 2021, Kewenangan Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) dalam Penyusunan Peraturan Desa berdasarkan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 (Studi Kasus di Desa Sukodadi

Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal). Dinamika, Jurnal Ilmiah

Hukum, Vol 27, No 11, Hal 1598-1613.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja BPD masih belum

maksimal dalam menjalankan Kewenangan BPD seperti yang

tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 pasal 61.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Objek yang diteliti sama yaitu Badan Permusyawaratan Desa dalam

menyusun Peraturan desa serta metode penelitian yang digunakan

adalah metode kualitatif.

Penelitian ini hanya menjelaskan kewenangan BPD dalam

menjalankan fungsi dan tugasnya yang tercantum dalam UU Nomor 6

Tahun 2014 tidak menjelaskan proses penyusunan perdes secara rinci.

e. Penelitian Terdahulu

Ummi Natijah, Afriva Khaidir. (2019). Peran Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Demokrasi Pembangunan Desa

(Studi di Desa Sirambas Kecamatan Panyabungan Barat Kabupaten

Mandailing Natal).

Hasil penelitian menyatakan bahwa BPD dalam melaksanakan

fungsinya masih terdapat beberapa kekurangan misalnya dalam

9
membahas atau merancang peraturan desa. Namun dalam

pembangunan desa BPD menampung semua aspirasi masyarakat

dengan baik.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Lembaga yang diteliti sama yaitu Badan Permusyawaratan Desa

serta Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif.

Fokus Penelitian ini lebih kepada peran BPD dalam menjalankan

fungsinya secara keseluruhan serta pelaksanaan pembangunan desa

dalam Menampung Aspirasi Masyarakat.

f. Penelitian Terdahulu:

Fitrianingsih Langoy. (2016). Peran Badan Permusyawaratan

Desa Dalam Menyalurkan Aspirasi Masyarakat dalam Pembangunan

(Studi di Desa Tumani Selatan Kecamatan Maesaan Kabupaten

Minahasa Selatan).

Hasil penelitian menunjukan bahwa kehadiran BPD belum

memberikan efek yang siknifikan dalm meyalurkan aspirasi masyrakat

tapi dalam proses pelaksanaan pembangunan di Desa Tumani BPD

sangat berperan aktif dalam mengarahkan masyarakat seperti kerja

bakti pembangunan balai desa dan gotong royong.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Objek penelitian yang diteliti sama yakni Badan Permusyawaratan

Desa dan sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif.

10
Penelitian ini meneliti tentang peran BPD dala menyalurkan

Aspirasi masyarakat dalam Pembangunan Desa.

g. Penelitian Terdahulu:

Mohammad Arfandi. (2018). Kinerja Badan Permusyawaratan

Desa dalam Menetapkan Peraturan Desa di Desa Mapane Tambu

Kecamtan Balaesang Kabupaten Donggala.

Hasil penelitian yaitu dalam menetapkan peraturan desa ada

beberapa tahapan yang dilalu seperti menampung semua usulan-usulan

BPD dan Kepala desa sebagai dasar patokan menjalanka pemerintahan

desa. BPD kurang aktif memberikan usulan-usulan mengenai

Peraturan Desa.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Dalam penelitian ini topik yang diteliti memiliki objek yang sama

yaitu Badan Permusyawaratan Desa dengan menggunakan metode

analisis deskriptif kualitatif.

Fokus penelitian hanya pada saat penetapan peraturan desa saja

tidak mejabarkan secara langsung mengenai proses seperti apa yang

dilalui sehingga menjadi peraturan desa.

h. Penelitian Terdahulu:

Galih Karyadijaya, 2013, Kinerja Badan Permusyawaratan Desa

dalam Penyusunan Peraturan Desa (Studi pada Desa Macanan

Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi). Jurnal Administrasi Publik

Vol 1, No 2.

11
Hasil penelitian BPD dalam menyusun peraturan desa di desa

macanan sudah cukup baik, BPD menampung dengan baik segala

aspirasi masyarakat dan menyalurkannya tetapi semangat kerja BPD

belum optimal.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Fokus permasalahan yang diangkat sama yaitu kinerja Badan

Permusyawaratan Desa dalam penyusunan Peraturan Desa serta

metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Dalam proses

penyusunan peraturan desa penulis memaparkannya secara rinci mulai

dari menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat hingga

keluarnya peraturan desa yang telah disepakati bersama.

Dalam penelitian ini proses kinerja BPD dan kepala desa dalam

pembentukan peraturan desa berpedoman pada Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan serta Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2006.

i. Penelitian Terdahulu:

Agus Leo Adi Wibawa. 2021. Fungsi Badan Permusyawaratan

Desa dalam Pembentukan Peraturan Desa di Desa Sanding Kecamatan

Tampaksiring Kabupaten Gianyar.

Dari hasil penelitian bahwa anggota BPD menjalankan fungsinya

dengan baik misalnya dalam menyusun dan Mengusulkan Rancangan

Peraturan desa sehingga rancangan tersebut diusulkan oleh pimpinan

12
BPD sebagai usulan Peraturan Desa oleh BPD, akan tetapi BPD belum

mampu mengoptimalkan penyerapan aspirasi masyarakat desa.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Penelitian ini menggunakan objek yang sama yaitu Badan

Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Peraturan desa serta

menggunakan metode yang sama pula yaitu metode penelitian

kualitatif.

Penelitian ini hanya menjelasakan fungsi Badan Permusyawratan

Desa saja bahwa fungsi salah satu fungsi BPD adalah menetapkan

peraturan Desa.

j. Penelitian Terdahulu:

Kaskojo Adi, Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi

Anggota BPD dalam Penyusunan Peraturan Desa (Studi Kasus di Desa

Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember). Jurnal Majalah

Ilmiah Dian Ilmu Vol. 13 No. 1.

Hasil Penelitian menyatakan bahwa di Desa Nogosari partisipasi

anggota BPD sangat minim dilihat dari daftar hadir anggota BPD yang

hanya mencapai 60% kehadiran disetiap musyawarah desa. Sehingga

dari analisis data yang dilakukan menunjukan bahwa ada pengaruh

antara tingkat pendidikan terhadap partisipasi anggota BPD dalam

menyusun peraturan Desa.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:

Lembaga yang diteliti sama yaitu Badan Permusyawaratan Desa.

13
Penelitian ini menggunakan medote penelitian kuantitatif untuk

membandingkan adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap

kualitas partisipasi anggota BPD dalam Penyusunan Peraturan Desa di

Desa Nogosari.

Dari hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa penyusunan peraturan desa

memiliki tahapan yang berbeda-beda. Maka Pembaharuan Penelitian saat ini adalah

untuk menunjukkan Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Proses

Penyusunan Rancangan Peraturan Desa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 111 Tahun 2014 dimana pada penelitian sebelumnya tidak diteliti.

2.2 Landasan Teori

1. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Dalam kamus besar bahasa indonesia dikemukakan makna

kinerja diartikan sebagai “(1) Sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang

diperlihatkan; (3) keahlian kerja”.

Pada umumnya, Kinerja diartikan sebagai kesuksesan seseorang

dalam melakukan pekerjaannya. Dalam Sutrisno (2010:170)

Prawirisentono (1999) menyatakan bahwa;

“Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang atau


organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-
masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun
etika”.

Sedangkan menurut Bastian (2001:329). Kinerja merupakan

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam

14
suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan target, tujuan, misi, serta

visi organisasi tersebut.

Sementara menurut Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa

Kinerja merupakan tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai

seseorang, unit ataupun divisi dengan menggunakan keahlian yang

ada serta mampu menjaga batasan-batasan yang telah ditetapkan

untuk mecapai tujuan organisasi industri. Sedangkan Keban

(2004:191) mengartikan Kinerja sebagi terjemahan dari performance

yang artinya “penampilan” atau “prestasi”. Begitupun dengan

Mangkunegara (2008:67) yang sependapat dengan Keban bahwa

istilah Kinerja berasal dari kata job performance atau actual

performance yaitu prestasi kerja yang ingin dicapai.

Menurut Keban (2004:183) Kinerja atau Pencapaian hasil dapat

diukur menurut pelakunya, yakni :

1) Kinerja Individu mencerminkan sejauh mana seseorang dalam

melaksanakan tugas pokoknya sehingga dapat memenuhi hasil

yang telah ditetapkan oleh instansi.

2) Kinerja kelompok, yaitu seberapa jauh seseorang telah

menjalankan tugas pokoknya sehingga mencapai target yang

telah ditetapkan.

3) Kinerja Organisasi, yakni mencerminkan sejauh mana suatu

kelompok telah menyelesaikan tugas pokok untuk mencapai visi

serta misi institusi.

15
4) Kinerja Program, yaitu seberapa jauh program tersebut dalam

menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan.

Perilaku seseorang akan terbawa dalam menjalankan kehidupan

dan kegiatan dalam organisasi, baik organisasi bisnis maupun

organisasi publik. Bila suatu organisasi mempunyai Sumber daya

manusia yang mempunyai tanggung jawab yang tinggi, moral yang

tinggi, hukum yang handal, maka dapat dipastikan bahwa organisasi

tersebut akan mempunyai kinerja yang baik (Sutrisno, 2010:175).

b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja

Menurut Usman (2009:458), faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja adalah;

1) Kualitas pekerjaan, meliputi akurasi, ketelitian, penampilan dan

menerima keluhan.

2) Kuantitas pekerjaan, yaitu keluhan dan kontribusi.

3) Supervise, yaitu saran, masukan dan perbaikan.

4) Kehadiran, yaitu regulasi, dapat dipercaya, dapat diandalkan serta

ketepatan waktu.

5) Konversi, yaitu pencegahan kerusakan, pemborosan dan

pemeliharaan peralatan.

Menurut Gibson (1997:164) bahwa yang mempengaruhi kinerja

adalah;

16
1) Faktor Individu, yaitu keahlian, keterampilan, latar belakang

keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi

seseorang.

2) Faktor Psikologis, terdiri atas tanggapan, peran, perilaku,

kepribadian, motivasi, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja.

3) Faktor Organisasi, yaitu struktur organisasi, desain pekerjaan,

kemampuan, dan imbalan.

Menurut Prawirosentono;1999 Kinerja seorang pekerja akan baik

apabila :

1) Mempunyai keahlian dalam pekerjaan

2) Bersedia untuk bekerja

3) Lingkungan kerja yang baik dan mendukung

4) Adanya upah yang layak sesuai dengan pekerjaan dan

mempunyai harapan masa depan.

c. Penilaian Kinerja

Tujuan dari penilaian Kinerja menurut Alwi (2001:187), yaitu:

1) Sebagai dasar pemberian kompensasi;

2) Sebagai dasar untuk mengevaluasi sistem seleksi;

3) Untuk melihat kelemahan individu yang menghambat kinerja;

dan

4) Untuk melihat prestasi-prestasi individu dalam bidangnya.

Untuk mengukur kinerja dapat dilakukan dengan cara:

1) Menyelesaikan pekerjaan tepat waktu;

17
2) Menyelesaikan pekerjaan melebihi target yang ditentukan;

3) Meminimalkan terjadinya kesalahan dalam bekerja.

Adapun standar dari penilaian kinerja yaitu mencakup:

1) Jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan;

2) Mutu yang dihasilkan sesuai dengan standar;

3) Ketepatan waktu dalam bekerja sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan.

2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

a. Pengertian BPD

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah badan atau lembaga

yang mewakili masyarakat desa sebagai pengawas dan pelaksanaan

perwujudan demokrasi desa yang dibentuk dengan maksud untuk

membantu serta memperkuat penyelenggaraan pemerintahan desa.

BPD berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat

desa, membuat peraturan desa bersama dengan kepala desa, dan

melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan desa.

Menurut Nurcholis (2011;77-78), terkait keberadaan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem pemerintahan desa di

Indonesia, bahwa;

“Di Indonesia terdapat dua lembaga undur penyelenggara


pemerintahan desa, yaitu; pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah desa berfungsi
menyelenggarakan kebijakan desa, dan BPD berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama dengan kepala desa, serta menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat”.

18
Sebagai lembaga yang mewakili masyarakat BPD juga berfungsi

sebagai penghubung anatar kepala desa dengan masyarakat desa

setempat.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki peran penting dalam

membantu kepala desa dalam menyusun perencanaan desa dan

pembangunan desa secara keseluruhan. BPD sebagai wakil dari

masyarakat yang Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat

sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan

harapan dan keinginan masyarakat desa.

Keanggotaan BPD merupakan wakil dari masing-masing dusun

yng ada di desa, anggota BPD dipilih melalui musyawarah dan

mufakat oleh masyarakat desa, masa jabatan anggota BPD adalah 6

tahun terhitung sejak dilakukannya pengambilan sumpah jabatan yang

dilakukan dihadapan dan dipandu langsung oleh bupati dan bisa dipilih

kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Jumlah Anggota BPD

ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 orang dan paling

banyak 11 orang dan jumlah anggota BPD disetiap desa berbeda-beda

tergantung berapa jumlah warga, luas wilayah dan sumber daya yang

ada di desa tersebut. Struktur keanggotaan BPD ditentukan melalui

rapat internal BPD, yang terdiri dari ketua, wakil ketua dan sekertaris.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72

Tahun 2005 pasal 35 bahwa BPD berwenang;

19
1) Membahas Rancangan Peraturan desa bersama dengan kepala

desa;

2) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan

peraturan kepala desa;

3) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;

4) Membentuk panitia pemilihan kepala desa;

5) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan

menyalurkan aspirasi masyarakat; dan

6) Menyusun tata tertib BPD.

b. Hak dan Kewajiban BPD

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan

bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai Hak

kelembangaan sebagai berikut;

1) BPD memiliki hak mengawasi dan meminta keterangan terkait

dengan penyelenggaran pemerintahan desa dan pelaksanaan

pembangunan kepada kepala desa.

2) BPD berhak untuk menyatakan pendapat atas penyelenggaraan dan

pelaksanaan pemerintahan desa serta pembinaan dan pemberdayaan

masyarakat desa.

3) BPD berhak menerima biaya operasional dari proses menjalankan

tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa.

Adapun Kewajiban dari Anggota Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) adalah;

20
1) Memegang teguh dan mengamalkan pancasila dan Undang-

Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2) Melakukan kehidupan berdemokrasi dengan penyetaraan gender

dalam penyelenggaran pemerintahan desa;

3) Menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;

4) Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan

golongan;

5) Menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat

desa; dan

6) Menjaga hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan desa.

c. Penyelenggaraan Musyawarah Badan Permusyawaratan Desa

(BPD).

Mekanisme Musyawarah Badan Permusyawaratan Desa (BPD),

sebagai berikut;

1) Musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dipimpin langsung

oleh ketua Badan Permusyawaratan Desa;

2) Musyawarah Badan Permusywaratan Desa (BPD) dinyatakan sah

apabila dihadiri paling sedikt 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota

BPD;

3) Proses pemgambilan keputusan dilakukan dengan cara

musyawarah untuk mencapai mufakat;

4) Apabila mufakat tidak tercapai, maka pengambilan keputusan

dilakukan dengan cara pemungutan suara;

21
5) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d

dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu

perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir.

6) Hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di

tetapkan dengan keputusan BPD dan dilampiri notulen

musyawarah yang dibuat oleh sekertaris Badan Permusyawaratan

Desa.

7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

3. Peraturan Desa

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan

oleh Kepala Desa setelah dibahas dan sepakati bersama dengan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD). Peraturan Desa adalah kerangka kebijakan

dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Penetapan

peraturan desa merupakan penjabaran atas kewenangan yang dimilki desa

dengan mengacu pada ketentuan Perundang-undangan. Peraturan desa

tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak

boleh merugikan kepentingan umum. Peraturan desa mengatur tentang

kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal

yang pelaksanaannya diawasi oleh masyarakat desa dan BPD. Peraturan

desa disusun secara demokratis dan partisipatif dengan masyarakat

memiliki hak untuk mengusulkan atau memberikan masukan kepada

Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

22
Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Desa atau Raperdes

diperlukan pemetaan lingkungan seperti sosial budaya, ekonomi, teknologi

hingga sumber daya manusia yang ada di desa untuk membantu

pembentukan konsep, visi dan misi dari sebuah desa, dan membantu dalam

menentukan strategi dan arahan yang dimuat dalam peraturan desa.

Penyusunan Rancangan Peraturan Desa dibentuk dengan tujuan

sebagai pedoman pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, sebagai pedoman kerja bagi semua pihak dalam

menyelenggarakan kegiatan desa, sebagai dasar acuan dalam

melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di desa, dapat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan

serta peran masyarakat dalam peningkatan daya saing daerah dan

menciptakan keseragaman dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

a. Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun

2014 Tentang Pedoman Tekhis dalam Penyusunan Peraturan di Desa.

1) Perencanaan

a) Perencanaan penyusunan rancangan peraturan desa di tetapkan

oleh Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah

Desa.

b) Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa

lainnya di desa dapat memberikan masukan kepada pemerintah

23
desa dana atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan

Peraturan Desa.

2) Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD

a) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud diatas

kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana

pembangunan jangka menengah desa, rancangan peraturan

desa tentang rencana kerja pemerintah desa, rancangan

peraturan desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan

Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APB Desa.

b) Rancngan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud diatas dapat

diusulakn oleh anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk

ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.

3) Pembahasan

a) BPD menundang Kepala Desa untuk membahas dan

menyepakati rancangan Peraturan Desa.

b) Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa

Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama

untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka

didahulukan rancangan peraturan desa usulan BPD sedangkan

Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan

sebagai bahan untuk disandingkan.

24
c) Rancangan Peraturan Desa yang telah disepakati bersama

disampaikan oleh pimpinan BPD kepala Kepala Desa untuk

ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 hari

terhitung sejak tanggla kesepakatan.

d) Rancangan Peraturan Desa sebagaiman dimaksud wajib

ditetapkan oleh Kepala desa dengan membubuhkan tanda

tangan paling lambat 15 hari terhitung sejak diterimanya

rancangan peraturan desa dari pimpinan BPD.

4) Penetepan

a) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tandan tangan

sebagaimana dimaksud disampaikan kepada sekertaris desa

untuk diundangkan.

b) Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani rancangan

Peraturan Desa sebagiman dimaksud, Rancangan Peraturan

Desa tersebut wajib diundangkan dalam lembaran desa dan sah

menjadi peraturan Desa.

5) Penyebarluasan

a) Penyebarluasan dilakukan oleh pemerintah desa dan BPD sejak

penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa,

penyusunan Rancangan Peraturan Desa, pembahasan

Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan

desa.

25
b) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud dilakukan untuk

memberikan informasi dan atau memperolah masukan

masyarakat dan para pemangku kepentingan.

2.3 Kerangka Pikir

Dari rumusan masalah dan landasan teori secara umum, maka acuan yang

diambil oleh penulis dalam penelitian Kinerja Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dalam Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa melalui beberapa

tahapan yaitu; Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Penetapan Dan

Penyebarluasan. Diajukan dan ditetapkan oleh Pemerintah Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa, serta wajib memperhatikan usulan dan masukan-

masukan dari masyarakat desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Proses Penyusunan
Rancangan Peraturan
Desa:
1. Perencanaan;
2. Penyusunan;
3. Pembahasan;
4. Penetapan; dan
5. Penyebarluasan.

Peraturan Desa

Gambar 2.1 Kerangka Teori

26
2.4 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah penjelas secara singkat tentang konsep

penelitian, agar pembahasan peneliti hanya berfokus pada topik penting yang

ingin diteliti saja. Maka definisi operasional pada penelitian ini adalah;

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

BPD adalah lembaga unsur pemerintah desa yang dibentuk dengan maksud

untuk membantu pemerintah desa dalam mengolah pemerintahan desa.

Mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu; melakukan pengawasan terhadap kinerja

kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan

membuat rancangan peraturan desa bersama kepala desa.

2. Proses Rancangan Peraturan Desa

a. Perencanaan

Kepala desa dan BPD membuat perencanaan mengenai rancangan

peraturan desa yang akan ditetapkan, dan masyarakat memiliki hak

untuk mengajukan rancangan peraturan desa.

b. Penyusunan

Kepala desa dan BPD menyusun skala prioritas tentang rancangan

peraturan desa yang telah dirancang. Wajib dikoordinasikan dengan

masyarakat dan camat untuk mendapat masukan.

c. Pembahasan

Dalam pembahasan, didahulukan rancangan peraturan desa yang di

usulkan oleh BPD. Usulan tersebut di sampaikan oleh ketua BPD

kepada Kepala desa untuk dibahas dan ditetapkan menjadi peraturan

27
desa paling lambat 7 hari sejak tanggal kesepakatan dan kepala desa

membubuhkan tanda tangan paling lama 15 hari sejak tanggal

diterimanya rancangan peraturan desa dari ketua BPD.

d. Penetapan

Rancanan peraturan desa yang telah dibubuhkan tanda tanag

disampaikan kepada sekertaris desa untuk diundangkan, apabila kepala

desa tidak membubuhkan tanda tangan, maka rancangan peraturan desa

tersebut wajib diundangkan dalam lembaran desa dan sah menjadi

peraturan desa.

e. Penyebarluasan

Penyebarluasan dilakukan oleh pemerintah desa dan BPD sejak

perencanaan penyusunan rancangan peraturan desa sampai penetapan

rancangan peraturan desa.

3. Peraturan Desa

Adalah kerangka kebijakan dalam penyelnggaraan pemerintahan dan

pembangunan desa yang dibentuk sesuai dengan keadaan sosial, budaya,

ekonomi, dan sumber daya yang ada didesa setempat. Peraturan Desa adalah

peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setelah dibahas dan disepakati

bersama.

28
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif.

Secara umum Penelitian kualitatif digunakan untuk penelitian kehidupan

masyarakat, baik tingkah laku, masalah ekonomi, sosial budaya serta fenomena-

fenomena yang ada disekitarnya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bertujuan untuk memaparkan dan memahami tentang fenomena-fenomena yang

terjadi pada subjek penelitian yang berkaitan dengan perilaku, sikap, motivasi

persepsi dan tindakan subjek dengan cara mendeskripsikannya dalam bentuk

kalimat dan bahasa menggunakan metode ilmiah. (Moleong 2005;6).

Jenis Penelitian kualitatif ini biasanya menggunakan metode deskriptif.

Metode dekriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis,

memaparkan dan melakukan pengamatan yang mendalam terkait dengan objek

penelitian, memecahan masalah dengan menggambarkan keadaan dengan fakta

dan fenomena yang ada, kemudian menganalisis dan menginterprestasikan

dalam bentuk tulisan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitiam adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian

untuk memperoleh data yang diperlukan. Oleh karena itu dalam menentukan

lokasi penelitian harus benar-benar memperhatikan tempat penelitian tersebut

agar data-data yang diperlukan mudah dijangkau. Maka Lokasi Penelitian ini

dilakukan di Desa Massangkae Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone.

29
3.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan biasanya diperoleh dengan menggunakan dua

cara yaitu:

1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik dengan cara

observasi maupun wawancara langsung dengan informan terkait dengan

objek penelitian.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan

informasi-informasi yang didapat dalam buku, dokumen ataupun kajian-

kajian literatur mengenai objek penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupaka proses yang sangat penting dalam penelitian,

untuk memperoleh data yang benar maka harus menggunakan teknik yang

benar pula. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan

yaitu:

1. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung kegiatan yang

ada dilapangan yang berkaitan dengan fokus permasalahan yang diteliti.

Yaitu mengenai Kinerja Badan Permusyawaratan Desa dalam Rancangan

Peraturan Desa Di Desa Massangkae Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone.

2. Wawancara adalah salah satu teknik mengumpulakn data dengan cara

melakukan kegiatan komunikasi dengan informan baik lisan maupun

tulisan, secara langsung maupun melalui media komunikasi telefon,

mengenai objek permasalahan yang diangkat. Orang yang dijadikan

30
informan adalah masyarakat yang terlibat atau mengetahui betul mengenai

kajian yang ingin diteliti.

3. Dokumentasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis fakta atau

data mengenai Kinerja Badan Permusyawaratan Desa dalam Rancangan

Peraturan Desa di Desa Massangkae Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone

baik dalam bentuk dokumen, foto catatan, laporan maupun surat.

3.5 Informan

Dalam penelitian ini ynag dijadikan informan adalah orang-orang yang

dipandang dapat memberikan informasi yang memadahi serta memiliki

pengetahuan tentang permasalahan Kinerja Badan Permusyawaratan Desa

dalam Rancangan Peraturan Desa di Desa Massangkae Kecamatan Kajuara

Kabupaten Bone adalah:

1. Ketua BPD Desa Massangkae;

2. Anggota BPD Desa Massangkae;

3. Kepala Desa Massangkae;

4. Sekertaris Desa Massangkae; dan

5. Tokoh Masyarakat Desa Massangake.

3.6 Teknik Analisis Data

Salah satu contoh teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian

kualitatif adalah teknik analisis data interaktif. Teknik analisis interaktif

dijalankan dengan cara (buku pedoman penulisan proposal dan skripsi

Universitas Muhammadiyah Sinjai edisi IV).

31
1. Pengumpulan Data merupakan tahapan awal dalam melakukan teknik

analisis data, peneliti mengumpulkan data sebanyak mungkin yang sesuai

dengan topik permasalahan yang diteliti berdasarkan fakta yang terjadi

dilapangan.

2. Reduksi Data adalah proses memilah data, memfokuskan data sesuai

dengan bidangnya, menyusun data, membuat rangkuman dan memeriksa

kembali data yang diperoleh dari hasil penelitian untuk memperoleh

gambaran yang utuh mengenai fokus penelitian.(Huberman dan

Miles;1994).

3. Penyajian Data merupakan kegiatan dimana peneliti menggambarkan hasil

temuan data yang sudah direduksi. Dalam penyajian datanya dengan cara

menyusun pola hubungan dari seluruh data yang ada sehingga mudah

dipahami .

4. Penarikan kesimpulan. Berdasarkan data yang telah terorganisir tersebut,

penelitian memberikan interprestasi dan kemudahan untuk menarik

kesimpulan mengenai permasalahan yang di teliti.

32

Anda mungkin juga menyukai