Kel7ASKEP LANSIA DGN KATARAK

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 38

ASKEP LANSIA DENGAN KATARAK

Dosen Pengampu : Ns. Yenni Lukita,M.Kep

Disusun Oleh :

Ika Iriyandi

Indri Dwi Septika Heriyanti

Lalia Alfina Fitri

Zahara

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


PONTIANAK

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusunan makalah Keperawatan Gerontik ini dapat penulis selesaikan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gerontik semester 7. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapat bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Sri Ariyanti,M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik.


2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan
makalah.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu kami menerima segala kritik
dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan agar ke depannya penulis dapat memperbaiki dan
menambah isinya sehingga mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Pontianak, 11Oktober 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit ini menyerang
tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi secara perlahan-lahan. Katarak baru terasa
mengganggu setelah tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita penyakit mata dan kebutaan meningkat dua kali
lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan masalah
kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang
dilakukan Eye Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada 2020 jumlah
penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa. Prediksi tersebut
menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi mereka yang telah berumur
diatas 65 tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula resiko kesehatan mata, WHO memiliki
catatan mengejutkan mengenai kondisi kebutaan didunia, khususnya dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di negara
miskin atau berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara tertinggi di Asia Tenggara dengan
angka sebesar 1,5%. Menurut spesialis Mata dari RS Pondok Indah Dr Ratna Sitompul SpM,
tingginya angka kebutaan di Indonesia disebabkan usia harapan hidup orang Indonesia semakin
meningkat, Karena beberapa penyakit mata disebabkan proses penuaan. Artinya semakin banyak
jumlah penduduk usia tua, semakin banyak pula penduduk yang berpotensi mengalami
penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang banyak ditemui di Indonesia adalah katarak (0,8%),
glukoma (0,2%) serta kelainan refraksi (0,14%). Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi
karena perubahan lensa mata yang keruh. Dalam keadaan normal jernih dan tembus cahaya.
Selama ini katarak banyak diderita mereka yang berusia tua. Karena itu, penyakit ini sering
diremehkan kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonsia
(Depkes) bahwa 1,5  juta orang Indonesia mengalami kebutaan karena katarak dan rata-rata
diderita yang berusia 40-55 tahun.
Penderita rata-rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara mereka tidak
tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses degeneratif atau
semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data statistik lebih dari 90 persen orang
berusia di atas 65 tahun menderita katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75-85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2018)
B.     Rumusan Masalah
Asuhan Keperawatan pada pasien Katarak
C.    Tujuan
 Mahaiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Katarak
BAB II
KONSEP TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia, Konsep Penyakit
Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Operasi Katarak.

A. Konsep Teori Lansia


a. Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

b. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami
kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yangmenuntut dirinya untuk
menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang
berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto
(1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan
fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah.
Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin
meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung
menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga
kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan
latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh
setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola
hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini
tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati
oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan,
ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang
tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat,
ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati
kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.

c. Teori Proses Menua


1) Teori – teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai
contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel)
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit.

d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)


Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.

e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan
hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah
sel-sel tersebut mati.

2) Teori kejiwaan sosial


a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
- Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori
ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial.
- Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
- Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia

b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen

d. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang
diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.

2) Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun
sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik
lansia

e. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan


1) Hereditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres

f. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya
sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep dir.

3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
g. Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit
lansia, yaitu :
1) Depresi mental
2) Gangguan pendengaran
3) Bronkhitis kronis
4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5) Gangguan pada koksa / sendi pangul
6) Anemia
7) Demensia

B. Konsep Penyakit Katarak


a. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur penglihatan kabur
akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996)

b. Etiologi
1) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
2) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda –
benda radioaktif.
3) Penyakit mata seperti uveitis.
4) Penyakit sistemis seperti DM.
5) Defek kongenital

b. Patofisiologi
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara
protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel.
Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan
penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan
jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam
bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya
penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya
cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.
c. Macam – macam Katarak
1) katarak kongenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir. Jenisnya adalah:
a) Katarak lamelar atau zonular.
b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural
2) Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir.
3) Katarak senil
Adalah kekeruhan lensa ang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa macam yaitu:
a) katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa
b) Katarak kortikal
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
c) Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.

Katarak senil dapat dibagi atas stadium:


a) katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang membentuk gerigi
dengandasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
b) katarak imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa
sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.

c) katarak matur
Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama –
sama hasil desintegritas melalui kapsul.
d) katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar
melalui kapsul lensa.
4) Katarak komplikasi
Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau penyakit umum.
5) Katarak traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.

C. Kosep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Katarak


a. Pengkajian
1) Data Subyektif
a) Nyeri
b) Mual
c) Diaporesis
d) Riwayat jatuh sebelumnya
e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik
f) Sistem pendukung, lingkungan rumah.
2) Data obyektif
a) Perubahan tanda – tanda vital
b) Respon yang azim terhadap nyeri
c) Tanda – tanda infeksi:
- Kemerahan
- Edema
- Infeksi konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva menonjol)
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
- Zat purulen
- Peningaktan suhu tubuh
- Nilai laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil pemeriksaan
kultur sesitivitas abnormal.
d) Ketajaman penglihatan masing – masing mata.
e) Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
f) Kemungkinan penghalang lingkungan seperti;
- kaki kursi, perabot yang rendah
- Tiang infus
- Tempat sampah
- Sandal
g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.

b. Perumusan Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
2) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh.
3) Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan yang asing
dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena pelindung mata.
4) Resiko tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d kurang aktivitas yang
diijinkan, obat – obatan, komplikasi dan perawatan lanjutan.

c. Perencanaan
1) Nyeri akut
a) Tujuan: nyeri teratasi
b) Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri
setelah intervensi.
c) Intervensi:
 Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang
efektif.
Rasional: Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

 Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah
pembedahan.
Rasional: Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.

 Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non farmakologik,


seperti berikut;
- Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah – ubah antara
berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.
- Distraksi
- Latihan relaksasi
Rasional: beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan mandiri
yang dapat dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.

 Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang


diresepkan.
Rasional: Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan menimbulkan
kenyamanan pada klien.

 Beritahu doker jika nyeri tidak hilang setelah ½ jam pemberian obat, jika
nyeri disertai mual atau jika anda memperhatikan drainase pada pelindung mata.
Rasional: Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau
komplikasi lain.

2) Resiko tinggi terhadap infeksi


a) Tujuan: infeksi tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala infeksi.
c) Intervensi:
 Tingkatkan penyembuhan luka:
- Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupancairan
yang adekuat.
- Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama setelah
operasi atau sampai diberitahukan
Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan

 Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:


- Cuci tangan sebelum memulai
- Pegang alat penetes agak jauh dari mata
- Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
Rasional: Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi
resiko infeksi.

 Kaji tanda dan gejala infeksi:


- Kemerahan, edema pada kelopak mata
- Infeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
- Materi purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)
- Peningkatan suhu
- Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan
sensitivitas positif)
Rasional: Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk
meminimalkan keseriusan infeksi.

 Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal anjurkan


klien menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada siang hari dan
pelindung mata pada malam hari).
Rasional: Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan jalan
masuk untuk mikroorganisme.

 Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.


Rasional: Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai
penanganan farmakologi.

3) Resiko tinggi terhadap cidera


a) Tujuan: Cidera tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama dirawat.
c) Intervesi:
 Orientasikan klien pada lingkungan ketika tiba.
Rasional: Pengenalan klien dengan lingkungan membantu mengurangi kecelakaan.

 Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.


- Singkirkan penghalang dari jalur berjalan.
- Singkrkan sedotan dari baki.
- Pastikan pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
Rasonal: Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan pelindung mata
juga apat mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan
kedalaman persepsi.

 Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat


melihat dan meraihnya tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
Rasional: Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.

 Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk


kemungkinan bahaya.
- karpet yang tersingkap.
- Kabel listrik yang terpapar.
- Perabot yang rendah
- Binatang peliharaan
- Tangga
Rasional: Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang aman dilanjutkan setelah
pulang.

4) Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik


a) Tujuan: Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk pada rencana
pemulangan.
c) Intervensi:
 Diskusikan aktifitas yang diperbolehkan setelah pembedahan.
- Membaca
- Menonton televisi
- Memasak
- Melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan
- Mandi siram atau mandi di bak mandi.
Rasional: Memulai diskusi dengan menguraikan aktifitas yang diperbolehkan
daripada pembatasan memfokuskan klien pada aspek positif penyembuhan daripada
aspek negatifnya.

 Pertegas pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin


termasuk menghindari aktifitas berikut:
- Berbaring pada sisi yang dioperasi
- Membungkuk melewati pinggang
- Mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg.
- Mandi
- Mengedan selama defekasi.
Rasional: Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan mencegah
peningkatan tekanan okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung pada beberapa
faktor, termasuk sifat dan luasnya pembedahan, preferensi dokter, umur serta status
kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman klein tentang alasan untuk
pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.

 Tekankan pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan


menjaga balutan serta pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai hari pertama
setelah operasi.
Rasional: Mengusap atau menggosok mata dapat merusak integritas jahitan dan
memebrikan jalan masuk untk mikroorganisme. Menjaga mata tertutup mengurangi
resiko kontaminasi oleh mikroorganisme di udara.

 Jelaskan informasi berikut untuk tetap setiap obat – obatan yang


diresepkan.
- Nama, tujuan dan kerja obat.
- Jadwal, dosis (jumlah dan waktu)
- Teknik pemberian
- Instruksi atau kewaspadaan khusus
Rasional: Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang dapat meningkatkan
kepatuhan dengan regimen pengobatan dan membantu mencegah kesalahan dalam
pemberian obat.

 Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan tanda dan gejala


berikut:
- Kehilangan penglihatan
- Nyeri pada mata
- Abnormalitas penglihatan (misalnya, kilasan cahaya atau mengeras)
- Emerahan, drainase meningkat, suhu meningkat.
Rasional: Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal memungkinkan intervensi yang
cepat untuk mencegah atau meminimalkan infeksi, peningkatan tekanan intra okular,
perdarahan, terlepasnya retina atau komplikasi lain.

 Instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang


mengeras dengan menyeka kelopak mata yang terpejam menggunakan bola kapas
yang dielmbabakan dengan larutan irigasi mata).
Rasional: Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata. Pembuangan
sekresi dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi resiko infeksi dengan
mneghilangkan sumber mikroorganisme.

 Tekankan pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal yang


ditentukan oleh ahli bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan waktu jadwal
perjanjian pertamanya sebelum pulang.
Rasional: Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan dan
memngkinkan deteksi dini komplikasi.

 Sediakan instruksi tertulis pada waktu klien pulang.


Rasional: Instruksi tertulis memberikan klien dan keluarga sumber informasi yang
dapat merekam rujuk jika diperlukan.
d. Pelaksanaan
Disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan umum klien.

e. Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan metode SOAP.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN LANSIA IBU JAIKEM DENGAN POST OPERASI KATARAK
DI WISMA PANDU, PSTW “BAHAGIA” MAGETAN
TANGGAL 03 – 07 DESEMBER 2001

3.1 Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2001 pada pukul 11.30 WIB
samapi dengan selesai pada pukul 12.30 WIB.
3.1.1 Pengumpulan data
1) Data biografi klien
a) Nama : J A I K E M
b) Tempat dan tanggal lahir: Bojonegoro, 1916
c) Pendidikan terakhir: tidak sekolah
d) Agama: Islam
e) Satus perkawinan: janda meninggal tanpa anak
f) TB/BB: 140 cm / 33 kg
g) Penampilan umum: bersih dan rapi, tubuh kurus, ramah.
h) Ciri – ciri tubuh: jalan masih tegak, rambut sebagian memutih.
i) Alamat: Sepanjang, Surabaya
j) Orang yang dekat dihubungi: adik klien
k) Hubungan dengan klien: adik kandung.

2) Riwayat keluarga

Keterangan:
= laki - laki = klien Ibu Jaikem

= perempuan = Tinggal sendiri di panti

= meninggal
3) Riwayat pekerjaan
Pekerjaan saat ini: -- Pekerjaan sebelumnya: tukang pijat keliling, sumber – sumber
pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan: --
4) Riwayat lingkungan hidup
Klien tinggal di Wisma Pandu, 1 kamar berdua dengan Ibu Darmiatun. Kondisi kamar
cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada pakaian kotor
yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur cukup bersih. Pertukaran
udara an cahaya matahari cukup bersih. Tingkat kenyamanan dan privacy cukup
terjamin. Klien juga punya tongkat 1 buah, tapi jarang digunakan.
5) Riwayat rekreasi
Klien mengaku sering jalan – jalan kewisma – wisma yang lain untuk menengok
teman – temannya atau sekedar mengobrol. Klien juga mengatakan sangat
senang dengan adanya kegiatan senam lansia setiap hari Selasa dan Kamis serta
kegiatan rekreatif setiap hari Rabu, karena ada hiburan serta kesempatan bertemu
dengan teman – temannya yang lain.
6) Sistem pendukung
Di panti ada seorang perawat lulusan SPK dan panti telah mengkibatkan kerjasama
sistem rujukan dengan puskesmas pembantu Candirejo serta RSUD Magetan.
Serta keberadaan teman sekamar klien yang sangat memperhatikan kondisi klien
sangat membantu pegawasan kesehatan klien.
7) Deskripsi kekhususan
Klien semenjak bulan puasa, rajin puasa setiap hari dan sampai har ini belum pernah
gagal puasa. Sholat 5 waktu juga dilaksanakan oleh klien secara rutin, bahkan
shalat tarawih pun dilaksanakan setiap hari di musholla.
8) Status kesehatan
Klien mengatakan penglihatannya mulai terasa kabur sejak lebih kurang 3 tahun yang
lalu. Klien juga mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa seat –
sehat saja. Semenjak operasi klien mengeluh nyeri pada mata kiri, mata kiri
terasa panas, berair, nyeri terasa sampai menyebar ke kepala.
Provokative : Nyeri dirasa setelah klien terpapar sinarmatahari
langsung atau baru bangun tidur.
Quality : Nyeri dirasakan menyebarsampai ke kepala disertai mata
kiri terasa panas dan berair.
Region : Nyeri terasa pada mata kiri menyebar sampai kepala
Severity scale : Bila nyeri kambuh, klien mengatakan sulit tidur.
Timming : saat bangun tidur dan setelah terpapar sinar matahari
langsung.
Klien post op 16 hari yang lalu dan telah banyak mendapatkan informasi dari perawat
panti serta pendamping wisma yang bertugas mengenai perawatan luka pada post
operasi serta pantangan – pantangan yang harus diperhatikan oleh klien. Tetapi
setelah dilaksanakan pengkajian , terlihat banyak sekret yang menumpuk pada
mata kiri dan ternyata klien belum memahami beberapa pantangan yang arus
dijalaninya.
Obat – obatan: bila nyeri biasanya perawat memberikan Gentamycin Salp 3x1
Satus imunisasi: --
Alergi terhadap obat – obatan, makanan maupun zat paparan lain seperti debu, cuaca
tidak ada pada klien.
9) A D L (activity daily living)
Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A
karena berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan
makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.
Kebutuhan istirahat tidur kadang – kadang terganggu bila nyeri pada luka post operasi
kambuh. Pada pengkajian personal hygiene tampak penumpukan sekret pada
mata kiri klien.
Psikologis kien meliputi:

 Persepsi klien terhadap penyakit: klien merasa wajar karena


umurnya sudah tua.
 Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya
secara positif dan mau menerima kehadiran orang lain.
 Emosi klien stabil
 Kemampuan adaptasi klien baik, terlihat daris eringnya klien
mengunjungi teman – temannya di wisma yang lain.
 Mekanisme pertahanan diri: klien mengnaggap kehidupan di
luar panti sudah tidak menarik lagi baginya, klien ingin menghabiskan hari
tuanya di panti. Klien mengatakan senang tinggal di panti karena
mendapatkan keteraturan dalam hal makan, istirahat dan kebutuhan lain
terpenuhi.
10) Tinjauan sistem
a) Keadaan umum: baik, klien tampak bersih.
b) Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)
c) Skala koma glasgow: 15
d) Tanda – tanda vital: N: 76 x/mnt; S: 36,8 0C, RR: 18 x/mnt; TD: 130/80
mmHg.
e) Sistem kardiovaskuler:
- Inspeksi: keadaan umum terlihat baik
- Palpasi: Tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran
jantung.
- Perkusi: Tidak ada suara redup, pekak atau suara abnoral lain.
- Auskultasi: Irama jantung teratur, tidak ada suara lain
menyertai.
f) Sistem pernafasan:
- Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, pergerakan otot dada (-)
- Palpasi: Tidak ada pembesaran abnormal, iktus kordis teraba.
- Perkusi: Suara paru ka/ki sama dan seimbang
- Auskultasi: Suara pekak, redup, wheezing (-)
g) Sistem integumen
Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (+),
dekubitus (-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit baik.
h) Sistem perkemihan
Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari,
jumlah baias (100 cc). Ngompol (-)
i) Sistem muskuloskletal
ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, osteoporosis (-),
kemampuan menggenggam kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada
kelainan tulang, atrofi dll.

j) Sistem endokrin
Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran
kelenjar.
k) Sistem immune
Klien mengatkan belum pernah disuntik imunisasi, sensitivitas terhadap zat
alergen (-), riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan
tidak tahu.
l) Sistem gastrointestinal
Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti
ditambah dengan kadang – kadang minum kopi. Klien mampu menghabiskan
1 porsi makanan yang disediakan pendamping wisma tanpa keluhan mual.
Klien mengatakan tinggal di panti membuatnya makan teratur 3x/hari dengan
snack 2x/hari dan tambahan susu, teh atau kopi sehingga klien merasakan
badannya lebih gemuk semenjak tinggal di panti. BB sekarang: 33 kg,
keadaan gigi klien: sudah ompong semuanya, klien mengatakan tidak ada
kesulitan menelan an mengunyah makanan.
m) Sistem reproduksi
Klien mengatakan tidak punya anak dari hasil pernikahannya, riwayat berhenti
menstruasi lebih kurang 30 tahun yll.
n) Sistem persyarafan
Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap
pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-), bahasa
yang digunakan adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Interpretasi klien
terhadap lawan bicara cukup aik.
Keadaan mata kiri tampak penumpukan sekret, penglihatan agak kabur tetapi
klien mampu pergi ke wisma lain tanpa bimbingan orang lain atau
menggunakan tongkat dan klien juga mampu mengikuti kegiatan senam
dengan baik. IOL (+), hiperemis (+). Klien mampu melihat dalam jarak
pandang 50 mtr. Kemampuan pendengaran agak menurun sehingga lawan
bicara harus berbicara agak keras supaya klien mendengar.

11) Status kognitif/afektif/sosial


a) Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10,
fungsi intelektual utuh.
b) Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari
fungsi mental dalam keadaan baik.
c) Inventaris depresi beck, dengan skor: 3 pada keraguan – raguan,
kesulitan kerja dan keletihan. Jadi tidak ada tanda – tanda depresi pada
klien.
d) Apgar keluarga denagn lansia, skor: 8 dimana fungsi sosial klien dalam
kedaan normal.
12) Data penunjang
Hasil pemeriksaan gluko test (-)

3.1.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Interupsi Nyeri
pembedahan katarak
- Klie
pada mata kiri.
n mengeluh nyeri pada mata kiri
pot op menyebar ke kepala saat
terpapar sinar matahari atau baru
bangun tidur.
- Klie
n mengatakan bila nyeri
kambuh, mengalami kesulitan
tidur.
- Klie
n mengatakan riwayat operasi
katarak mata kiri 16 hari yll.

DO:
- Mata
kiri berair, hiperemis(+)
- IOL
(+) Peningkatan
2. kerentanan skunder
terhadap interupsi
DS: pembedahan Resiko infeksi
- Klie katarak.

n mengatakan mata kiri terasa


nyeri, panas dan nyeri menyebar
sampai ke kepala.
- Klie
n mengatakan mata kirinya terus
berair dan mengeluarkan
kotoran.
DO:
- Sekr Keterbatasan
et pada mata kiri (+). penglihatan.

- Mata
kiri berair(+)
3.
- Riwa
Resiko cidera
yat post op katarak 16 hari yll.

DS:
- Klie
n mengatakan matanya terasa
kabur sejak 3 tahun yang lalu.
- Klie
n mengatakan usianya sudah 85
tahun.

DO:
- Klie
n berjalan tegap, cara berjalan
seimbang tapi ragu – ragu.
- Klie
n mampu melihat dalam jarak
pandang 50 mtr.

3.1.3 Perumusan Masalah


1) Nyeri
2) Resiko infeksi
3) Resiko cidera

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Prioritas keperawatan


3.2.1 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri ditandai dengan:
DS:
- Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke
kepala saat terpapar sinar matahari atau baru bangun tidur.
- Klien mengatakan bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan
tidur.
- Klien mengatakan riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari
yll.
DO:
- Mata kiri berair, hiperemis(+)
- IOL (+)

2) Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi


pembedahan katarak ditandai dengan:
DS:
- Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri
menyebar sampai ke kepala.
- Klien mengatakan mata kirinya terus berair dan mengeluarkan
kotoran.
DO:
- Sekret pada mata kiri (+).
- Mata kiri berair(+)
- Riwayat post op katarak 16 hari yll.

3) Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan ditandai dengan:


DS:
- Klien mengatakan matanya terasa kabur sejak 3 tahun yang
lalu.
- Klien mengatakan usianya sudah 85 tahun.
DO:
- Klien berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
- Klien mampu melihat dalam jarak pandang 50 mtr.

3.2.2 Proritas Keperawatan


1) Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri ditandai dengan:
DS:
- Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke
kepala saat terpapar sinar matahari atau baru bangun tidur.
- Klien mengatakan bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan
tidur.
- Klien mengatakan riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari
yll.
DO:
- Mata kiri berair, hiperemis(+)
- IOL (+)

2) Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi pembedahan


katarak ditandai dengan:
DS:
- Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri
menyebar sampai ke kepala.
- Klien mengatakan mata kirinya terus berair dan mengeluarkan
kotoran.
DO:
- Sekret pada mata kiri (+).
- Mata kiri berair(+)
- Riwayat post op katarak 16 hari yll.

3) Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan ditandai dengan:


DS:
- Klien mengatakan matanya terasa kabur sejak 3 tahun yang
lalu.
- Klien mengatakan usianya sudah 85 tahun.
DO:
- Klien berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu – ragu.
- Klien mampu melihat dalam jarak pandang 50 mtr.
3.3 Perencanaan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL EVALUASI


1. Nyeri b/d interupsi Setelah diberikan asuhan  Bantu klien  M Klien melaporan
pembedahan katarak keperawatan selama 3 adanya pengurangan
dalam mengidentifikasi tindakan embantu memberikan
pada mata kiri. hari, nyeri berkurang nyeri yang progresif
ditandai dengan: penghilangan nyeri yang efektif dengan kenyamanan dan ditandai dengan:

- tidur dalam posisi ½ duduk. mengurangi tekanan pada -


-Istirahat tidur tercukupi bola mata. -
8 jam.  Lakukan tercukupi 8 jam.
- tindakan penghilanagn nyeri non invasif - Mata tidak berair dan
tidak merah. atau non farmakologik, seperti berikut; tidak merah.
 B
- Posisi: eberapa tindakan penghilang
tinggikan bagian kepala tempat nyeri non invasif adalah
tidur, berubah – ubah antara tindakan mandiri yang dapat
berbaring pada punggung dan pada dilaksanakan perawat dalam
sisi yang tidak dioperasi. usaha meningkatkan
- Distraksi kenyamanan pada klien.
- Latihan
relaksasi
 Berikan
dukungan tindakan penghilangan nyeri
dengan aalgesik yang diresepkan.

 A
 Observasi
nalgesik mambantu dalam
nyeri terutama bila disertai mual.
menekan respon nyeri dan
menimbulkan kenyamanan
pada klien.

 Pertegas  T

pembatasan aktifitas yang disebutkan anda ini menunjukkan

dokter yang mungkin termasuk peningaktan tekanan intra

menghindari aktifitas berikut: okuli (TIO) atau komplikasi

- Berbaring lain.

pada sisi yang dioperasi  P

- Membungkuk embatasan diperlukan utnuk

melewati pinggang menguangi gerakan mata

- Mengangkat dan mencegah peningkatan

benda yang beratnya melebihi 10 tekanan okuler. Pembatasan

kg. yang spesifik tergantung

- Mandi pada beberapa faktor,

- Mengedan termasuk sifat dan luasnya

selama defekasi. pembedahan, preferensi


dokter, umur serta status
kesehatan klien secara
keseluruhan. Pemahaman Infeksi tidak terjadi
klein tentang alasan untuk ditandai dengan:
pembatasan ini dapat -
Setelah diberikan asuhan
 Tingkatkan mendorong kepatuhan -
keperawatan selama 3
hari, infeksi tidak terjadi penyembuhan luka: klien. (-)
ditandai dengan: - Berikan -
Resiko infeksi b/d - dorongan untuk mengikuti diet yang  N kelopak mata (-)
peningkatan kerentanan insisi tanpa infeksi. seimbang dan asupancairan yang -
2. utrisi dan hidrasi yang
skunder terhadap
- adekuat. optimal meningkatkan -
interupsi pembedahan
katarak. -  Gunakan kesehatan secara tubuh (-)
- teknik aseptik untuk meneteskan tetes keseluruhan, yang
mata (-) mata: meningkatkan
- - Cuci tangan penyembuhan
- sebelum memulai
(-) - Pegang alat
 T
penetes agak jauh dari mata
eknik aseptik
- Ketika
meminimialkan masuknya
meneteskan, hindari kontak antara
mikroorganisme dan
ata, tetesan dan alat penetes.
mengurangi resiko infeksi.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan
anggota keluarganya.

 Kaji tanda dan


gejala infeksi:
- Kemerahan,
edema pada kelopak mata
- Infeksi
konjungtiva (pembuluh darah
menonjol)
 D
- Drainase pada eteksi dini infeksi
kelopak mata dan bulu mata memungkinkan
- Materi purulen penanganan yang cepat
pada bilik anterior (antara korm\nea untuk meminimalkan
dan iris) keseriusan infeksi.
- Peningkatan
suhu
- Nilai
laboratorium abnormal (mis.
Peningkatan SDP, hasil kultur dan
sensitivitas positif)
 Lakukan
tindakan untuk mencegah ketegangan
pada jahtan (misal anjurkan klien
Cidera tidak terjadi.
menggunakan kacamata protektif dan
Klien tidak mengalami
Setelah diberikan asuhan pelindung mata pada siang hari dan cidera atau trauma
keperawatan selama 3
pelindung mata pada malam hari). jarigan selama
hari, cidera tidak terjadi  K dirawat.
ditandai dengan:
etegangan pada jahitan
-  Modifikasi dapat menimbulkan
cidera atau trauma lingkungan untuk menghilangkan interupsi menciptakan
jaringan selama kemungkinan bahaya: jalan masuk untuk
dirawat. - Singkirkan mikroorganisme.
penghalang dari jalur berjalan.
Resiko cidera b/d - Pastikan pintu
keterbatasan penglihatan. dan laci tertutup atau terbuka
dengan sempurna.
 Tinggikan
3.  G
tempat tidur. Letakkan benda dimana
angguan penglihatan atau
klien dapat melihat dan meraihnya tanpa
menggunakan pelindung
klien menjangkau terlalu jauh.
mata dapat mempengaruhi
resiko cidera yang berasal
dari gangguan ketajaman
dan edalaman persepsi.

 T
indakan ini dapat
mengurangi resiko
terjatuh.
3.4 Implementasi

Waktu/tgl Implementasi Evaluasi


4 – 12 – 2001  Member  K
09.00 ikan HE pentingnya: lien kooperatif.
- Pembata  K
san aktifitas. lien berjanji akan selalu
- Asupan mengahbiskan porsi
gizi dan minum yang memadai makanannya.Klien banyak
(makan 1 porsi habis). bertanya tentang nyeri yang
- Mengur dirasakannya.
angi paparan terhadap sinar
matahai atau kontak langsung
dengan benda alergen.
 K
5 – 12 – 2001 lien marapikan meja kecil di
 Mengev samping tempat tidur.
09.30
aluasi lingkungan kamar tidur  K
klien: lien menata barang – barang
- Penemp (gelas, piring, sendok) di
atan benda – benda di meja. atas tempat tidur.
- Kebersi  G
han lantai kamar. orden telah terpasang.
- Memasa
 L
ng gorden untuk mengurangi
antai kamar disapu dan
paparan terhadap snar
dipel oleh petugas.
matahari.

 K
lien bersemangat belajar
memebrsihkan sekret
5 – 12 – 2001
mata.Klien dapat
11.00
meneteskan obat tetes mata

 Mengaja sendiri dibantu oleh teman

rkan teknik perawatan kebersihan sekamarnya.

mata:  K

- Cara lien sudah punya kacamata

membersihkan sekret. pelindung sinar matahari.

- Cara
meneteskan obat tetes mata.  K
- Menggu lien berbaring ke posisi
nakan pelindung mata bila sebelah kanan, kadang
keluar wisma di siang hari. berganti posisi dengan semi
5 – 12 – 2001 fowler.
12.30

 Mengatu  K
r posisi tidur klien berbaring ke sisi lien tampak kesulitan
mata yang tidak dioperasi. mengikuti instruksi, tetapi
mau mencoba unutk
berlatih.
6 – 12 – 2001
 Melatih
09.00
relaksasi untuk mengurangi rasa
sakit pada mata kiri.

3.5 Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1. Nyeri b/d interupsi pembedahan S: Klien mengatakan nyeri pada mata kiri sudah
katarak pada mata kiri. agak berkurang, klien sudah dapat istirahat
dengan baik.
O: Mata berair (-), kemerahan (-)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan
koordinasi dengan pendamping wisma.

S: Klien mengatakan matanya sudah tidak panas


Resiko infeksi b/d peningkatan lagi,berair (-)
kerentanan skunder terhadap
O: mata berair (-), kemerahan (-), sekret (-)
2. interupsi pembedahan katarak.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan dengan mengadakan
koordinasi dengan pendamping wisma.

S: Klien mengatakan penglihatannya sudah lebih


terang.

Resiko cidera b/d keterbatasan O: Klien berjalan ke luar wisma tanpa dibimbing
penglihatan. dan tanpa memakai tongkat.
A: Masalah teratasi sebagian.

P: Lanjutkan perencanaan dengan


3. mengadakan koordinasi dengan
pendamping wisma.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor satu didunia karena penyakit
ini menyerang tanpa disadari oleh penderitanya. Katarak terjadi secara perlahan-
lahan. Katarak baru terasa mengganggu setelah tiga sampai lima tahun
menyerang lensa mata.
Penderita rata-rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak
diantara mereka tidak tersentuh pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak
terjadi karena proses degeneratif atau semakin bertambahnya usia seseorang.
Bahkan, dari data statistik lebih dari 90 persen orang berusia di atas 65 tahun
menderita katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75-85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak (Irawan, 2008)
B.     Saran
Karena katarak merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia, maka
asuhan keperawatan pada pasien katarak harus di lakukan dengan profesional.
Tenaga keperawatan harus menjaga agar pasien katarak tidak sampai buta.
DAFTAR PUSTAKA

Afdol. Et all. (1995). Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Tingkat Kepuasan Hidup Lanjut
Usia Penghuni Panti Werdha. PPKP lemlit Unair. Surabaya

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,


Binarupa Aksara, Jakarta.

Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat
Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown
and Company. Boston

Depkes RI Badan Litbangkes. (1986). Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta

Depsos RI. (----). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta

...........(1993). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I.


Depkes Ri. Jakarta

...........(1994). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan II.
Depkes Ri. Jakarta

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.

Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC.
Jakarta

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri

Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai