Modul Teori Kritis Ganjil 2021-2022
Modul Teori Kritis Ganjil 2021-2022
Modul Pembelajaran
(Teori dan Praktikum)
KEPERAWATAN
KRITIS
(CDN 4673)
Koordinator:
Ns.Lince Amelia.,M.Kep
Team :
Ns.M.Nur Hidayah.,M.Kep
Ns.Delviyanto.,M.Pd
Misi
Visi
Misi
Kata Pengantar
ـي فَ ْه ًمـا َ ت بِاهللاِ َربَا َوبِااْل ِ ْسالَِـم ِد ْينَا َوبِ ُم َح َّم ٍد نَبِيَا َو َرسُوْ الَـ َربِّ ِز ْد نِ ْي ِع ْل ًم
ْ ِـاورْ ُز ْقن ُ ض
ِ َر
ََربِّ ِز ْدنِي ِع ْل ًما َوارْ ُز ْقنِ ْـي فَ ْه ًما َواجْ َع ْلنِ ْي ِمنَ الصَّالِ ِحيْن
Robbi zidnii 'ilman warzuqnii fahmaa, waj'alnii minash-shoolihiin
Artinya :
"Ya Allah, tambahkanlah aku ilmu dan berikanlah aku rizqi akan kepahaman,Dan jadikanlah
aku termasuk golongan orang-orang yang sholeh"
َك أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلهَ إِالَّ أَ ْنتَ أَ ْستَ ْغفِرُكَ َوأَتُوْ بُ إِلَ ْيك
َ ك اللَّهُ َّم َوبِ َح ْم ِد
َ َُس ْب َحان
Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.
Artinya:
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”.
Daftar Isi
Visi Misi
Kata Pengantar
Doa Sebelum Belajar
Topik 7 Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien dengan post bedah mayor
Daftar Pustaka
Topik 1
Konsep Keperawatan Kritis
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara
rinci dengan manusia (pasien) dan bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa.
Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi dan bertanggung jawab untuk
memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga pasien mendapatkan kepedulian optimal
(AACN, 2006).
Pasien sakit kritis didefinisikan sebagai pasien yang beresiko tinggi untukmasalah
kesehatanaktual atau potensialmengancam jiwa. Semakinsakit kritis pasien, semakin
besar kemungkinan dia adalah untuk menjadi sangat rentan, tidak stabil dan
kompleks, sehingga membutuhkan intens dan waspada asuhan keperawatan.
Masalah yang aktual dan potensial mengancam kehidupan pasien
dan membutuhkan observasi dan intervensi mencegah terjadinya komplikasi.
Mengidentifikasi pasienyang berisikoefek samping karena status gizi adalah
kompetensi inti dari praktisi gizi, direkomendasikan oleh pedomanpraktek klinis, dan
diamanatkan oleh lembaga akreditasi.
Pada tahun 1994, Critical Care Medicine melaporkan bahwa hampir 80% dari semua
orang Amerika akan mengalami penyakit kritis atau cedera, baik sebagai
pasien, anggota keluarga, atau teman dari seorang pasien, dan bahwa ICU hanya
menempati 10% dari tempat tidur rawat inap, tapi account untuk hampir 30% dari
biaya rumah sakit perawatan akut. Namun,ICU adalah lingkungan yang berpotensi
memusuhi rentan pasien sakit kritis. Selain stres fisik penyakit, nyeri, obat
penenang, intervensi, dan ventilasi mekanik, ada stres psikologis dan psikososial yang
dirasakan oleh pasien. Salah satu faktor tambahan adalah lingkungan ICU, yang juga
diduga berkontribusi terhadap sindrom yang dikenal sebagai ICU
psikosis/delirium.Sering melaporkan faktor lingkungan stres adalah
kebisingan, cahaya ambient, pembatasan mobilitas, dan isolasi sosial.
Topik 2
A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
C. Perencanaan keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah diprioritaskan.
Prioritas maslah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko ancaman hidup (contoh: bersihan
jalan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, gangguan perfusi
jaringan, lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternatif diagnosa keperawatan
untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan (contoh: resiko infeksi, resiko trauma/injury,
gangguan rasa nyaman dan diagnosa keperawatan untuk mencegah, komplikasi (contoh:
resiko konstifasi, resiko gangguan integritas kulit). Perencanaan tindakan mencakup 4(empat)
unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan
kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan rencana dilihat dari
keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan dan standar operasional prosedur. Perencanaan
tindakan perlu pula diprioritaskan dengan perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi
sumber-sumber, mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah.
Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien secara konstan terhadap status yang
selalu berubah.
D. Intervensi
Untuk mencapai tujuan semua tindakan dilakukan dalam pemberian asuhan
keperawatan terhadap klien sesuai dengan rencana tindakan. Tindakan keperawatan dapat
dalam bentuk observasi, tindakan prosedur terntentu, tindakan kolaboratif dan pendidikan
kesehatan. Dalam tindakan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien
termasuk evaluasi prilaku.
Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk pencegahan krisis dan
secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama sampai dapat beradaptasi dengan
tercapainya tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau terjadi kematian.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan merupakan dasar
pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan tindkan keperawatan dan sekaligus
dan merupakan alat untuk melakukan pengkajian ulang dalam upaya melakukan
modifikasi/revisi diagnosa dan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan
pemberian asuhan yang disebut sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan
untuk menilai keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan. Evaluasi dicatatan
perkembangan klien.
Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama untuk mencapai
keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara terus-menerus menilai kriteria hasil untuk
mengetahui perubahan status pasien.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis prioritas pemenuhan kebutuhan
tetap mengacu pada hirarki kebutuhan dasar Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip
holistic bio-psiko-sosio dan spritual.
Keperawatan kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan :
1. Data akan dikumpulkan secara terus – menerus pada semua pasien yang sakit kritis
dimanapun tempatnya.
2. Indentifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan pada data yang
dikumpulkan.
3. Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan.
4. Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut prioritas dari
identifikasimasalah atau kebutuhan.
5. Hasil dari asuhan keperawatan harus dievaluasi secara terus – menurus.
F. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah catatan yang berisi data pelaksanaan tindakan keperawatan atau
respon klien terhadap tindakan keperawatan sebagai petanggungjawaban dan
pertanggunggugatan terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan perawat kepada pasien
dari kebijakan.
Dokumentasi keperawatan merupakan dokumentasi legal dalam sistem pelayanan
keperawatan, karena melalui pendokumentasikan yang baik, maka informasi mengenai
keadaan kesehatan klien dapat diketahui secara berkesinambungan.
Topik 3
TUGAS
Topik 4
A. PENDAHULUAN
Farmakologi adalah studi kajian atau ilmu tentang obat. Pada awalnya cakupan
pengetahuan farmakologi meliputi sejarah, sumber, sifat fisika dan kimia, cara
meracik, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme obat/kerja obat, absorpsi,distribusi,
biotransformasi, ekresi penggunaam untuk terapi dan tujuan lain. Sekarang cakupan
pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia.
Farmakodinamika
Obat Organisme
Farmakokinetika
2. Sebutkan proses yang harus dijalani sebuah tablet sebelum diabsorpsi ? jelaskan
masing-masing proses tersebut.
3. Apakah tujuan farmakokinetik? Sebutkan keempat proses yang terlibat dan jelaskan
masing-masing proses tersebut
4. Apakah tujuan farmakodinamik? Apakah peranan reseptor dalam fase ini? Apa
pentingnya lokasi pada reseptor ? jelaskan!
Topik 5
1. Tanda-tanda Vital
Jantung dan pernapasan bayi dan anak-anak yang lebih kecil frekuensinya
sesuai dengan usia, namun lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Frekuensi
jantung dan pernapasan yang lebih cepat membantu memenuhi kebutuhan
akan curah jantung yang lebih tinggi, meskipun volume isi sekuncupnya lebih
kecil danlaju metabolik basalnya lebih tinggi. Tekanan darah pada anaka-anak
lebih rendah dibandingkan orang dwasa. Meskipun tanda-tanda vital adalah
parameter yang penting, sebaiknya tidak dievaluasi secara terpisah, namun
lebih baik berdasarkan pola kecenderungan.
Tidak seperti orang dewasa, tekanan darah anak adalah parameter terakhir
yang akan turun pada keadaan syok. Anak dapat mengompensasi kehilangan
darah sampai 25% sebelum tekanan darah sistolik turun. Tekanan darah
normal sebaiknya tidak menyurutkan dilakukannya intervensi untuk anak yang
menunjukkan tanda kegagalan sirkulsi. Tekanan nadi sering merupakan
i8ndikator yang lebih andal untuk mengkaji keadekuatan perfusi. Hipertensi
jarang terjadi kecuali anak menderita penyakit ginjal.
a) Perubahan Kardiovaskuler
b) Perubahan Pernapasan
Perubahan pernapasan seperti yang terlihat pada Tabel 12.1 terjadi untuk
mengakomodasi pembesaran uterus dan peningkatan kebutuhan oksigen
ibu dan janin. Perubahan struktur mencakup pergeseran diagragma ke
atas, yang mengurangi kapasitas residual fungsional, dan pemindahan
vokume rangka iga, yang meningkatkan vokume tidal sampai 30% hingga
35%. Perubahan mukosa jalan napas meliputi hiperemia, hipersekresi,
peningkatan kerentanan dan edema. Perubahan ini signifikan saat
memasang slang nasogastrik atau slang nasotrakeal karena risiko
epistaksis. Frekuensi pernapasan tetap tidak berubah, meskipun beberapa
wanita mengalami takipnea atau terkadang napas pendek selama
kehamilannya. Penyebab pasti dispnea masih belum diketahui, namun
dapat dihubungkan dengan hiperventilasi, peningkatan konsumsi oksigen,
atau penurunan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2).
c) Perubahan Ginjal
Kadar glukosa puasa ibu dan kadarnya di hati menurun akibat transfer
glukosa yangh terus menerus ke janin. Kapanpun wanita hamil puasa
lebih dari 12 jami, janin berisiko mengalami kketonemia.
e) Perubahan Hematologis
Para klinisi harus dengan cermat menyeimbangkan efek dan risiko semua
keputusan terapi pada wanita hamil dan janinnya. Sirkulasi dan nutrisi ibu
serta pajanan terhadap teratogen mempengaruhi perkembangan embrionik dan
janin.
Obat tertentu yang digunakan dalam mengobati wanita hamil yang sakit kritis
dapat melintasi plasenta dan mempunyai efek teratogenik pada janin. Untuk
alasan ini, klinisi harus mempertimbangkan risiko dan mafaat terapi obat. Pada
tahun 1998, US.Food and Drug Administration (FDA0 merevisi lima kategori
risiko obat untuk memberi label pada obat yang digunakan dalam kehamilan.
Fungsi plasenta bergantung pada aliran daera maternal. Penyakit dan kondisi
yang menyebabkan vasokonstriksi, seperti hipertensi, pemakaian kokain, atau
merokok, dapat mengurangi aliran darah menuju plasenta dan janin. Bahkan
latihan berlebihan yang dilakukan ibu dapat menglihkan darah menjauhi
plasenta dan janin.
Topik 6
Isu Biologis
Penuaan intrinsik adalah karakteristik dan proses yang terjadi secara universal pada semua
lansia. Perubahan yang disebabkan oleh proses penuaan harus dibedakan dari perubahan yang
disebabkan oleh proses penyakit tertentu. Kondisi tidak dipakai, atau faktor lingkungan
seperti radiasi sinar ultraviolet. Penuaan ekstrinsik terdiri atas faktor-faktor yang
mempengaruhi fpenuaan hingga derajat berbeda pada individu yang berbeda. Faktor ekstinsik
mencakup faktor seperti gaya hidup atau terpajan pengaruh lingkungan. Penuaan normal
adalah gabungan dari penuaan intrinsik, penuaan ekstrinsik dan faktor idiosinkratik atau
faktor genetik individu yang spesifik untuk tiap individu.
Pada sebagian besar sistem fisiologis, proses penuaan normal tidak menimbulkan kerusakan
atau disfungsi signifikan pada keadaan tidak ada penyakit dan di bawah kondisi instirahat.
Penurunan cadangan fisiologis terkait usia yang menyebabkan hilangnya keseimbangan
homeostasis hanyalah respons terhadap stres. Beberapa contoh berikut adalah contoh
perubahan usia instrinsik:
Toleransi buruk terhadap panas dan dingin yang ekstrem karena perubahan
hipotalamus dan kulit
Penuaan, pada satu organ atau seluruh tubuh, dapat terjadi sebelum waktunya atau terjadi
lambat yang terkait dengan usia kronologis aktualnya. Efek penuaan pada jaringan selular
tidak simetris. Sebagai contoh, perubahan yang terjadi akibat penuaan terkait dengan jaringan
otak. Tulang, kardiovaskular, dan paru mungkin nampak jelas. Sementara perubahan yang
mempengaruhi fjaringan hati, pankreas, saluran gastrointestinal, dan otot kurang terlihat jelas.
Isu Psikososial
Selain tanda-tanda penuaan pada fisik, perawat yang merawat pasien lansia yang sakit kritis
harus mewaspadai tugas perkembangan normal lansia dan mimpi atau keinginan khusus dari
lansia tertentu.
Kebutuhan akan dukungan dan hubunganf yang bermakna terus menerus ada selama hidup.
Dukungan dapat digambarkan sebagai perasaan memiliki atau yakin bahwa ia adalah
partisipan aktif dalam lingkungannya. Perasaan kebersamaan dengan orang lain di
lingkungan memberikan kekuatan dan membantu mengurangi rasa terisolasi. Dukungan yang
diberikan keluarga, teman dan komunitas dapat memberikan rasa stabilitas dan keamanan
yang lebih besar pada lansia.
Harga diri dan kesejahteraan yang dirasakan adalah perasaan yang biasa terjadi bersamaan
pada lansia. Persepsi mengenai kesejahteraan muncul dari rasa puas terhadap pencapaian
sebagian tujuan hidup diri. Ini dapat dijelaskan sebagai kepuasan batin yang biasanya dimiliki
seseorang dalam kehidupan,. Terkait dengan hal ini, perasaan harga diri muncul tidak hanya
dari rasa sejahteraq, namun dari rasa puas terhadap citra diri atau rasa diterima oleh orang
lain. Harga diri juga mencerminkan kualitas interaksi dengan keluarga dan teman.
Lingkungan keluarga bagi lansia meliputi dimensi hubungan interpersonal, pertumbuhan diri,
integritas unit keluarga, dan adaptasi terhadap stres diantara lingkungan lain. Seiring dengan
makin kbertambahnya usia anggota keluarga, semua area perhatian ini makin menguat karena
adanya perubahan peran anggota keluarga, perubahan struktur kekuasaan keluarga, dan
perubahan dinamika finansial dan pengambilan keputusan. Sakit akut meningkatkan urgensi
kerjasama yang efektif dantara seluruh anggota keluarga saat struktur keluarga tradisional
tiba-tiba tertantang.
Ketika pasien lansia dirawat di perawatan intensif, isu kedekatan dan kemampuan adaptasi
keluarga seringkali muncul. Seringkali, keluarga menghadapi perubahan peran yang tiba-tiba,
dengan anak yang telah dewasa dan cucu mengemban peran pemberi perawatan dan pengaruh
bagi anggota keluarga yang lansia. Keluarga tersebut harus menyesuaikan diri dengan tiba-
tiba terhadap kebutuhan yang sangat berbeda. Frekuensi kunjungan ke rumah sakit yang
sering, berdialog dengan perawat, dokter, dan pekerja sosial, dan usaha mendukung fdan
berkomunikasi dengan pasien menjadi tugas-tugas primer. Di tengah-tengah menjalankan
kegiatan ini, anggota keluarga (khususnya mereka yang diberikan power of attorney) merasa
ditekan untuk mengambil keputusan mengenai perawatan segera dan jangka panjang. Pada
saat ini, isu tentang pilihan perawatan diakhir hayat individu, kompetnsi dan kemampuan
untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan terapi bisa saja muncul. Komunikasi yang
efektif dan keinginan untuk mendengarkan dan menghormati keinginan pasien lansia menjadi
hal yang paling utama. Apabila hal ini dapat dilakukan, stres yang dirasakan keluarga
berkurang karena meningkatnya penerimaan terhadap rencana asuhan oleh semua anggota
keluarga.
B. TANTANGAN FISIK
Perubahan kronis pada salah satu sistem organ dapat dikaitkan dengan perubahan pada sistem
lain. Selain itu, terdapat variasi individual dalam perubahan terkait usia. Dengan demikian,
tiap orang harus dievaluasi berdasarkan perubahan terkait usia yang benar-benar muncul
bukan berdasarkan perubahan yang “normal” untuk usia tertentu.
Perubahan Pendengaran
Dengan makin bertambahnya usia terdapat kemungkinan perubahan bentuk telinga, misalnya
daun telinga menjadi panjang dan lebar, kartilago menjadi kurang elastis dan kurang lentur,
dan topi dapat terlihat di daun telinga. Rambut pada telinga bagian luar memanjang dan lebih
kasar, membran timpani menebal dan lebih terfiksasi, dan sedikit kelenjar serumen (yang
menyebabkan penebalan dan pengeringan serumemn). Di koklea, sel rambut, sel penyokong
neuron, sel ganglion, dan serat berkurang, yang menyebabkan penurunan pendengaran dan
keseimbangan. Diperkirakan bahwa sekitar 7 juta orang yang berusia lebih dari 65 tahun
mengalami kehilangan pendengaran yang signifikan, dan kesinambungan tren terkini
menunjukkan bahwa pada tahun 2000, lebih dari 11 juta orang akan mengalami masalah ini.
Secara spesifik, proses penuaan mempengaruhi pendengaran dalam dua cara utama,
penurunan kepekaan ambang batas dan penurunan kemampuan untuk memahami percakapan.
Peningkatan ambang batas yang terjadi antara 8000 dan 20000 Hz tidak dapat dideteksi
dengan uji pendekatan rutin. Oleh karena itu, kehilangan pendengaran karena penuaan atau
faktor lainnya tidak tercatat secara klinis sampai frekuensinya pada atau di bawah 8000 Hz.
Presbikusis adalah kehilangan pendengaran sensori neural dan merupakan bentuk kehilangan
pendengaran yang paling sering terjadi pada lansia. Presbikusis ditandai dengan kehilangan
pendengaran sensorineural (perseptif) frekuensi tinggi,simetris, bilateral, progresif, dan
terjadi secara bertahap dengan kemampuan diskriminasi pembicaraan yang buruk.
Kehilangan pendengaran sensori neural disebabhkan oleh degemerasi atau perubahan pada
reseptor neural di koklea, saraf kranial VIII (saraf akustikus), dan sistem saraf pusat (SSP).
Terapi yang dilakukan dapat sangat berbeda dari pengangkatan impaksi serumen telinga
sederhana sampai pengangkatan tumor saraf audiotorius melalui pembedahan. Tigabelas
persen orang yagn berada di atas 65 tahun atau lebih, apabi,la dilakukan pemeriksaan, akan
menunjukkan tanda-tanda presbikusis. Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh
adanya hambatan pada hantaran suara dari telinga luar yang melewati membran timpani dan
tulang kecil pada telinga tengah. Seperti presbikusis, kehilangan pendengaran konduktif
umumnya ditemukan pada lansia, dan bukan hal yang tidak biasa bila lansia menderita
kehilangan pendengaran sensorinueral dan konduktif secara bersamaan.
Saluran telinga pada lansia sebaiknya dievaluasi pada interval yang teratur (setiap beberapa
bulan) karena adanya kecenderungan untuk memiliki serumen yang lebih tebal dan kering,
yang dapat menyimbat saluran telinga dan mempengaruhi pendengaran. Pasien lansia masih
memiliki kemampuan untuk mendengarkan suara asli, namun bila suara asli ini
dikelompokkan untuk membentuk kata, kemampuan untuk memahamidan mempersepsikan
suara tersebut sebagai percakapan yang dapat dipahami dapat hilang. Kehilangan kemampuan
ini disebut sebagai kerusakan kemampuan membedakan. Pasien makin sulit mendengarkan
simulus-suara berdesis (-f-, -s-, -th-, -ch-, dan –sh-) yang berfrekuensi tinggi. Lingkungan
yang bising makin menghambat kemampuan untuk mendengar suara tertentu. Oleh karena
itu, individu bisa saja berespon terhadap pertanyaan secara tidak tepat, menarik diri, atau
berulang kali meminta pembicara untuk mengulang apa yang tengah dibicarakan.
Menghilangkan bunyi latar belakang yang mengganggu, berbicara dengan lambat dan lebih
keras, dan menggunakan berbagai cara guna mendapatkan informasi (mis, verbal serta format
tertulis0 dapat memfasilitasi komunikasi. Individu tersebut juga dapat mempunyai masalah
dengan keseimbangan selama perpindahan dan pergerakan, dan sering terjatuh. Intervensi
aktivitas dan latihan harus diimplementasikan sesegera mungkin untuk memperkuat otot dan
tulang serta meningkatkan keseimbangan.
Perubahan Penglihatan
Sama seperti sistem tubuh lainnya, mata dipengaruhi oleh penuaan. Perubahan struktur dan
fungsi terjadi secara perlahan dan bertahap. Persepsi penglihatan bergantung pada integrasi
berbagai sistem neurosensori dan struktur yang menua pada kecepatan yang berbeda.
Perubahan normal terkait penuaan dapat mencakup hilangnya elastisitas kelopak mata dan
dilanjutkan dengan pengerutan, ptosis (kelopak mata atas jatuh), dan “pembentukan kantung”
yang disebabkan oleh perubahan jaringan di bawah kulit kelopak mata dan kemudian
pembentukan dan penumpukan jaringan lemak Konjungtiva dapat membentuk membran
berwarna kekuningan atau pucat atau menebal sebagai akibat bahaya lingkungan, seperti
debu dan terpajan polutan yang menimbulkan iritasi dari kekeringan. Arkus senilis, yaitu
cincin berwarna putih atau abu-abu yang mengelilingi limbus (taut antara kornea dan sklera),
dapat dihubungkan dengan tingkat penumpukan zat lemak dalam darah yang tinggi seiring
dengan pertambahan usia. Meskipun terdapat penurunan jumlah lakrinasi seiring dengan
makin bertambahnya usia, aliran air mata yang berlebihan dapat terjadi karena kerusakan
drainasi sistem duktus.
Iris kehilangan kemampuannya untuk berakomodasi dengan cepat terhadap terang dan gelap
serta semakin membutuhkan cahaya. Dengan pertambahan usia, pupil menjadi lebih kecil dan
terfiksasi. Lensa menjadi tidak lentur dengan kemampuan akomodasi penglihatan dekat dan
jauh kurang sempurna dan merupakan tempat pembentukan katarak. Humor vitreus di
belakang lensa dapat menarik retina, yang menyebabkan lubang datau robekan dan
menyebabkan lansia mengalami ablasio retina. Otot ksilier menjadi kaku, yang menyebabkan
masalah dalat mengakomodasi jarak. Pada usia 60 tahun, presbiopi dapat terjadi. Presbiopi
adalah ketidakmampuan untuk mengalihkan fokus dari jauh ke dekat. Kemungkinan rasional
hilangnya kemampuan ini adalah bahwa lensa lansia yang menua tidak lantur dan tidak dapat
mengubah bentuk dengan mudah dari kerja otot pemfokus tempatnya melekat. Adaptasi
gelap-terang melambat karena pupil berespons dengan lambat dan sel batang mengalami
degenerasi. Ketika lensa menguning karena makin bertambahnya usia, diskriminasi warna
menjadi kurang tajam, khsusunya warna biru-hijau. Penglihatan tepi dapat berkurang karena
penurunan kekuatan otot ekstraokular, dan persepsi kedalaman dapat menurun karena
penebalan lensa. Oleh karena itu, berikan waktu pada orang tersebut untuk beradaptasi saat
berpindah antara lingkungan gelap dan terang dan saat bangun dari tempat tidur.
Selain terjadi perubahan penglihatan yang sifatnya normal, terdapat peningkatan insiden
katarak, glaukoma, degenerasi makular senil, dan retinopati diabetik. Penyakit ini harus
diteliti terkait dengan penuaan normal pada struktur mata.
Katarak adalah pengabutan lensa mata yang normalnya bersih dan jernih. Ketika katarak
mengganggu transmisi cahaya ke retina, sedikit kehilangan ketajaman penglihatan dapat
terjadi. Pasien lansia dapat mengeluh peningkatan kepekaan terhadap cahaya yang
menyilaukan, penglihatan kabur, gambaran lingkaran cahaya, pengabutan, penurunan
ketajaman penglihatan, dan penurunan kepekaan terhadap kontras. Faktor risiko terjadinya
katarak meliputi diabetes melitus, herediter, pajanan rasiasi ultraviolet-B, merokok, obat
kortikosteroid, pemakaian alkohol, dan ingesti vitamin antioksidan yang tidak memadai.
Perubahan penglihatan dapat memburuk hingga hilangnya seluruh penglihatan. Katarak
terhitung sebagai penyebab seperenam kasus kerusakan penglihatan di Amerika Serikat dan
sebagian besar terjadi pada individu yang usianya lebih dari 50 tahun.
Glaukoma adalah salah satu penyebab utama kebutaan dan khususnya sering terjadi pada
lansia. glaukoma disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular. Tekanan ini dapat terjadi
akibat penekanan diskus optikus mata dan kerusakan pada saraf kranial II (saraf optikus).
Kondisi tersebut menyebabkan hilangnya penglihatan perifer dan ketajaman penglihatan.
Faktor risiko terjadinya glaukoma meliputi ras Amerika-Afrika, riwayat glaukoma dalam
keluarga, hipertensi okular, usia lanjut, miopia, gangguan pembuluh darah retina, pemakaian
obat kortikosteroid, diabetes melitus, dankrisis vaskular (peningkatan tekanan darah).
Perubahan terkait usia pada saluran Schlemm, infeksi, cedera, pembengkakan katarak, dan
tumor juga merupakan faktor etiologi terjadinya galukoma. Glaukoma diklasifikasikan
menurut apakah sudut bilik anterior terbuka atau menyempit dan apakah glaukoma yang
terjadi primer atau sekunder. Glaukoma sudut terbuka primer adalah tipe yang paling banyak
ditemukan pada lansia.; tipe ini perkembangannya lambat. Glaukoma primer sudut sempir
jarang ditemukan dan ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular dan tiba-tiba dan
nyata disertai dengan kemerahan, dan nyeri pada mata, sakit kepala, mual atau muntah,
edema kornea, dan penurunan penglihatan. Glaukoma sekunder ditandai dengan blok aliran
ke luar saluran baik anatomis maupun fungsional. Glaukoma tipe ini dapat berupa glaukoma
sudut terbuka (seperti glaukoma yang terjadi akibat peningkatan tekanan yang disebabkan
oleh kortikosteroid) atau sudut sempit (seperti glaukoma yang disebabkan oleh
pembengkakan katarak). Diagnosis dini perlu dilakukan karena semakin cepat terapi dimulai
maka semakin mudah mengendalikan penyakit tersebut.
Degenerasi retina, atau degenerasi makular, adalah sumber utama ketiga kecacatan
penglihatan pada lansia. Degenerasi makular adalah perubahan pigmentasi daerah makular
retina yang disebabkan oleh hemoragi kecil. Individu melihat bayangan abu-abu di tengah
daerah penglihatan namun dapat melihat pinggiran luar dengan jelas. Kondisi ini jarang
menyebabkan kebutaan total, namun kehilangan penglihatan dapat memburuk menjadi
kebutaan menurut hukum. Gejala awalnya meliputi pengaburan penglihatan ringan, diikuti
dengan bintik buta. Teknik untuk mengompensasinya meliputi memakai kacamata atau kaca
pelindung, melihat ke arah samping, dan menggunakan kaca pembesar.
Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat. Retinopati diabetik
disebabkan oleh gangguan pada pembuluh darah yang menyuplai retina di bagian belakang
mata. Mikroaneurisma dan hemoragi kecil pada mata dapat menyebabkan perembesan cairan
atau darah dan menyebabkan pembengkakan retina. Apabila rembesan darah atau cairan
merusak atau menimbulkan jaringan parut pada retina, gambar yang dikirim ke otak menjadi
kabur, dan kondisi tersebut akhirnya dapat menimbulkan kebutaan.
Perubahan Tidur
Diperkirakan gangguan tidur terjadi pada lebih dari separuh orang yang berusia di atas 65
tahun. Aspek penting dari pengkajian perawat perawatan kritis adalah menentukan apakah
masalah tidur adalah akibat penuaan normal, kelainan tidur, atau gangguan tidur akibat
lingkungan perawatan akut.
Meskipun beberapa perubahan pola tidur terkait usia adalah konsekuensi normal dari
penuaan, prevalensi dan potensi terjadinya kelainan tidur membutuhkan peningkatan
kewaspadaan dan evaluasi klinis. Keluhan seperti kebiasaan mendengkur, sering terbangun,
keringat di malam hari, dan terbangun dengan kecemasan dapat merupakan tanda-tanda
kelainan tidur murni.
Hilangnya neuron dalam otak dapat menjadi penyebab perubahan siklus tidur karena usia
yang sifatnya normal, Perubahan ini meliputi:
Waktu yang dihabiskan pada tahap tidur ringan (tahap 1 dan 2) meningkat
Waktu yang dihabiskan pada tahap tidur dalam (tahap 3 dan 4) berkurang
Jumlah tidur yang dibutuhkan untuk tiap individu tidak berubah seiring dengan penuaan.
Akan tetapi, terdapat peningkatan kecenderungan pada lansia untuk tidur sedikit pada malam
hari, somnolen menjelang senja atau dini hari, dan terbangun pagi-pagi sekali. Lansia juga
mengalami masa laten tidur yang lebih pendek, sehingga membutuhkan tidur pada siang hari.
Tidur siang makin memperumit masalah karena mengurangi kebutuhan tidur malam hari.
Keluhan umum (mis, kecemasan, terbangun akibat tersedak, sakit kepala, berkeringat di
malam hari, nokturia, dan mendengkur) tidak termasuk perubahan normal terkait usia dan
sebaiknya dikaji lebih menyeluruh.
Penyakit tidur yang paling sering dialami dan paling serius adalah apnea pada saat tidur.
Terdapat bukti hubungan antara apnea pada saaat tidur dan gangguan sirkulasi, yang meliputi
hipertensi, stroke dan anginapektoris. Selain itu juga terdapat hubungan antara apnea pada
saat tidur dan penurunan angka harapan hidup. Prevalensi gangguan pernapasan pada pasien
lansia adalah tinggi. Selanjutnya, terdapat hubungan antara kebiasaan mendengkur, stroke,
dan angina pektoris pada pria lansia.
tertidur selama aktivitas. Sebaliknya, terdapat tanda-tanda deprivasi tidur dengan perubahan
status mental sebagai tanda utama yang muncul. Mendengkur dengan suara keras dengan
kejadian apnea hipopnea multiple adalah tanda-tanda terjadinya apne pada saat tidur. Individu
inidapat mengalami hipersomknolen di siang hari, keletihan, iritabilitas dan penurunan fungsi
kognitif karena gangguan pola tidur di malam hari.
Penuaan normal, sakit kronis,f dan terapi obat meningkatkan kerentanan lansia terhadap
insomnia. Penanganan bergantung pada masalah. Sebelum mempertimbangkan terapi obat,
kebiasaan higiene sebelum tidur yang buruk harus dibahas. Higiene sebelum tidur yang baik
meliputi:
Menghindari makan makanan berat di malam hari, minum cairan yang berlebihan,
alkohol dan kafein.
Mempertahankan lingkungan tidur yang tenang, cukup gelap, suhu nyaman, dan aman
Modifikasi perilaku telah berhasil digunakan untuk banyak masalah tidur. Pemakaian obat
secara konservatif dapat diindikasikan pada gangguan tidur yang lebih menimbulkan
masalah, gerakan berkala selama tidur, penyakit demensia. Terapi obat dapat bekerja
maksimal bila disertai dengan perbaikan higiene sebelum tidur dan edukasi pasien mengenai
perubahan tidur terkait usia.
Pemberian sedatif hipnotik untuk orang yang memiliki faktor risiko apnea pada saat tidur
harus dilakukan dengan hati-hati. Intervensi keperawatan meliputi mendorong pasien lansia
yang mengalami gangguan pernapasan untuk tidur miring dan menurunkan berat badan bila
obesitas. Intervensi lainnya meliputi memberikan oksigen tambahan bila terjadi hipoksemia,
yang disebabkan oleh penyakit paru kronis atau hipoventilasi
Perubahan Kulit
ditemukan pada lansia, pada gangguan penatalaksanaan suhu tubuh dan penyembuhan luka,
dan penurunan penyerapan terapi topikal seiring dengan penuaan, terjadi penurunan densitas
dan aktivitas kelenjar ekrin dan apokrin dan penurunan produksi sebum. Secara keseluruhan,
akibat kombinasi perubahan kulit pada lansia, terdapat kecenderungan kerusakan sawar kulit
yang lebih cepat dan pemulihan integritas kulit yan glebih lambat.
Perubahan Kardiovaskular
Beberapa perubahan kardiovaskular terjadi seiring dengan makin lanjutnya usia. Perubahan
terkait usia ini, penyakit kardiovaskular yang jelas dan tidak jelas, dan penurunan aktivitas
fisik, semuanya mempengaruhi fungsi kardiovaskular pada lansia. Seiring dengan penuaan,
terjadi penurunan miosit pada kedua ventrikel baik kiri maupun kanan, dengan peningkatan
volume sel miosit per nukleus yang progresif pada kedua ventrikel. Selain itu juga terdapat
penurunan jumlah sel pacemaker pada nodus sinus yang progresif, dengan hanya 10% jumlah
sel pada usia 20 tahun yang tersisa pada usia 75 tahun. Perubahan akibat penuaan pada
jantung mempunyai dampak terhadap beban hulu, beban hilir, kontraktilitas, fungsi diastolik,
dan respons kardiovaskular terhadap olahraga.
Beban hilir adalah tahanan terhadap pengeluaran darah oleh ventrikel kiri dan terdiri atas (1)
tahanan pembuluh darah perifer dan (2) impedans aorta yang khas. Pada penuaan, arteri
elastis berukuran besar melebar, dengan penurunan komplian. Penebalan progresif pada
lapisan media dan intima serta dihubungkan dengan pelebaran aorta. Terdapat peningkatan
kekakuan arteri terkait usia yang disebabkan oleh perubahan lapisan arteri (mis, penebalan
lapisan otot polos, peningkatan fragmentasi elastin, peningkatan jumlah dan karakteristik
kolagen dan peningkatan kalsifikasi). Perubahan struktur ini dihubungkan dengan penurunan
daya distensi aorta akibat peningkatan kekakuan aorta dengan peningkatan kecepatan
gelombang nadi. Penurunan komplian arteri banyak berperan pada peningkatan beban hilir
terkait usia dibandingkan penurunan bantalan pembuluh darah perifer.
Penurunan komplian pembuluh darah mempengaruhi arteri besar dan kecil. Sebagai
akibatnya, bahkan peningkatan volume intravaskular dalam jumlah kecil sekalipun dapat
disertai dengan tekanan sertaq yang bermakna (dan, pada akhirnya, tekanan darah sistolik
yang dapat menyebabkan hipertrofi ventrikular akibat tekanan.
Kadar katekolamin dalam sirkulasi meningkat seiring dengan pertambahan usia, khususnya
bila terkait dengan stres. Secara khusus, vasodilatasi β-adrenergik pada otot polos pembuluh
darah menurun seiring dengan penuaan, dan vasokonstriksi α-adrfenergik otot polos
pembuluh darah tidak berubah seiring dengan penuaan. Kerusakan respons vasodilatasi
terhadap stimulasi β-adfrenergik pada penuaan khususnya penting selama olahraga.
Pada penuaan terdapat peningkatan tekanan darah sistolik dan pelebaran tekanan nadi.
Penurunan sedikit tekanan darah diastolik terjadi setelah dekade keenam. Peningkatan
tekanan darah sistolik terjadi akibat interaksi dari banyak faktor, dengan penuaan hanyalah
salah satu diantaranya.
Ketebalan dinding ventrikel kiri posterior meningkatn (y.i., terjadi hipertrofi ventrikel kiri)
pada penuaan dan hal ini diperantarai oleh peningkatan tekanan darah sistolik. Hipertrofi ini
terjadi akibat volume, bukan akibat jumlah miosit jantung. Fibroblas mengalami hiperplasia
dan kolagen disimpan dalam interstisium miokardium. Peningkatan beban hilir menyebabkan
peningkatan tekanan sistolik ventrikel kiri dan tambahan sarkomer. Perubahan ini
menyebabkan peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri dengan ukuran bilik ventrikel kiri
normal atau berkurang dan peningkatan ketebalan dinding yang relatif.
Beban hulu adalah pengisian volume ventrikel kiri dan ditentukan oleh berbagai faktor yang
mempengaruhi aliran balik darah menuju jantung. Beban hilir waktu istirahat tidak berunah
dengan pertambahan usia. Meskipun pengisian diastolik awal ventrikel kiri berkurang dengan
pertambahan usia. Pada pertambahan usia, kekakuan ventrikel kiri meningkat, komplian
ventrikel kiri mkenurun, ketebalan dinding ventrikel kiri meningkat, relaksasi ventrikel kiri
terganggu dan pengisian diastolik ventrikel kiri berkurang. Peningkatan peningkatan tekanan
darah sistolik terkait usia juga mengganggu pengisian diastolik awal ventrikel kiri, yang
menyebabkan hiptensi bila beban hulu berkurang. Meskipun terjadi penurunan terkait usia
ini, beban huu dipertahankan karena kontrasksi atrium kiri menjadi lebih kuat sehingga
meningkatkan pengisian diastolik akhir ventrikel kiri.
Peningkatan ukuran atrium kiri terkait usia yang terjadi akibat peningkatan tekanan dinding
mengurangi pengaruh penurunan komplian ventrikel kiri pada penuaan. Kontraksi atrium kiri
dapat membantu pengisian ventrikel kiri sampai 30% pada ventrikel kiri yang memiliki
komplian buruk. Akibatnya, pada lansia, terjadinya fibrilasi atrium dapat menyebabkan
penurunan nyata, pada curah jantung karena penurunan bantuan atrium kiri terhadap
pengisian diastolik akhir ventrikel kiri.
Kemampuan iintrinsik jantung untuk menghasilkan tenaga tidak berubah pada penuaan,
meskipun lama kontraksi dan relaksasi memanjangpada lansia. Tidak ada penurunan fraksi
ejeksi ventrikel kiri waktu istirahat atau pemendekan serabut keliling pada lansia yang sehat.
Jumlah maksimum ambilan oksigen (VO2 maka) menurun seiring dengan penuaan, meskipun
penuaan derajat ambilan oksigen dipengaruhi oleh keadaan fisik, penyakit arteri koroner
(CAD,, Coronary artery disease). Subklinis merokok, dan berat badan tubuh. Dengan olah
raga lansia dapat mengalami penurunan frekuensi jantung, indeks jantung dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri dan peningkatan indeks volume diastolik akhir dan sistolik akhir ventrikel kiri.
Pada keadaan tidak ada penyakit jantung, perubahan ini seharusnya tidak mengganggu
perfusi jaringan normal. Akan tetapi, pada lansia, kecdenderungan aterosklerosis meningkat.
Penyempitan pembuluh, disertai dengan penurunan komplian, dapat menyebabkan iskemia
jaringan. Semua perubahan ini ditambah tirah baring, berperan pada cedera jaringan dan
pembentukan ulkus dekubitus.
Peningkatan kekakuan pembuluh darah akibat penuaan menyebabkan gerakan ke atas nadi
arteri tampak lebih cepat dari biasanya, yang berpotensi menyamarkan peningkatan nadi
karotis yan glambat pada stenosis aorta. Lansia umumnya datang dengan murmur sistolik
basal denganpuncak awal pada steosis aorta, biasanya disertai dengan bunyi S, pada apeks
jantung yang ditandai dengan penurunan komplian ventrikel. Individu melaporkan dan
menunjukkan keterbatasan kemampuan untuk menoleransi aktivitas fisik. Pasien lansia juga
dapat mengalami pengumpulan cairan dalam jumlah besar pada ekstremitas bawah karena
penurunan massa otot dan aliran balik vena yang tidak maksimal. Apabila pasien dalam
keadaan tirah baring, pengumpulan cairan ini didistribusikan kembali, dan dapat
menyebabkan kelebihan beban pada sistem kardiovaskular. Perawat harus mewaspadai
terjadinya kelebihan beban pembuluh darah dan gagal jantung kongestif.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah perpindahan cairan saat pasien bangkit setelah
menjalani tirah baring. Perpindahan cairan yang tiba-tiba ke ekstremitas bawah dan
penurunan volume cairan yang terjadi akibat tirah baring dapat menyebabkan pening hebat.
Hal ini lebih dipersulit dengan penurunan kepekaan baroreseptor pada penuaan. Mengangkat
kepala secara perlahan dan menjungtaikan kaki sebelum memindahkan pasien ke posisi
duduk atau bdiri sangatlah penting untuk mencegah sinkop dan kemungkinan cedera akibat
jatuh.
Meskipun rasa tertekan pada dada adalah gejala klasik, angina pada lansia, terdapat
peningkatan insiden silent ischemia pada individu ini. Apabila angina atau infark miokradium
diduga terjadi, riwayat yang komprehensif pengukuran tanda-tanda vital, dan pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan, dan nilai laboratorium (termasuk enzim jantung)
harus diperiksa. Bila memungkinkan, penting untuk mendapatkan hasil EKG sebelumnya
untuk perbandingan.
Sekitar 505 lansia mempunyai abnormalitas pada hasil pemeriksaan EKG waktu istirahat,
kebanyakan pemanjangan interval PR dan QT, konduksi intraventrikular abnormal,
penurunan voltase QRS dan pergeseran sumbu QRS bagian depan ke arah kiri. Pria lansia
lebih sering mengalami abnormalitas EKG mayor dibandingkan wanita lansia, dan
abnormalitas inimeningkat seiring usia.
Perubahan Pernapasan
Amatlah sulit membedakan perubahan struktur dan fungsi paru terkait usia dengan perubahan
yang disebabkan oleh penyakit karena paru secara terus menerus terpajan stresor lingkungan.
Akan tetapi, terdapat beberapa perubahan paru yang umumnya teridentifikasi pada penuaan
fisiologis, yaitu pelebaran alveolus, pembesaran ruang udara, penurunan pertukaran pada area
permukaan untuk pertukaran udara, dan penurunan jaringan penyokong untuk jalan napas
perifer. Semua perubahan ini menyebabkan penurunan rekoil elastis statis paru dan
peningkatan volume residual (residual volume, RV) dan kapasitas residual fungsional
(functional residual capacity, FRC). Komplian dinding dada menurun sehingga
meningkatkan kerja pernapasan pada lansia. Perubahan terpenting terkait usia pada jalan
napas besar adalah pengurangan jumlah sel epitel glandular. Hal ini menyebabkan penurunan
Volume paru menurun secara bertahap seiring dengan usia. Khususnya, rasio volume
ekspiratori paksa dalam 1 detik/kapasitas vital paksa (FEV/FVC) menurun sampai sekitar
0,2% pertahun. Perbandingan FEV/FVC menurun agak lambat pada pria lansia daripada
wanita lansia dan aliran ekspiratori maksimal dan ventilasi volunter maksimal (MVV)
menurun agak lambat pada wanita. Heterogenitas rasio ventilasi-perfusi meningkat dan
transfer karbon monoksida juga berkurang seiring dengan usia.
Perubahan fungsi yang paling penting secara klinis pada sistem pernapasan akibat penuaan
adalah:
Peningkatan kecenderungan jalan napas kecil kolaps lebih cepat selama ekspirasi
Terdapat kecenderungan bagi lansia untuk mengalami ketidakefisienan relatif dalam hal
mengendalikan dan memantau ventilasi. Hal ini khususnya berlaku berkenaan dengan
respons terhadap hipoksia dan hiperkapnia pada saat istirahat. Lansia cenderung mempunyai
respons ventilasi yang meningkat terhadap produksi karbon dioksida akibat olahraga.
VO2, maksimal menurun seiring penuaan akibat penurunan kemampuan difusi dan volume
kapiler alveolar disertai denganketidaksesuaian ventilasi-perfusi. Bersihan mukoslalfaris
berkurang seiring penuaan, meskipun terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
refleks batuk tdak terpengaruh oleh penuaan. Akan tetapi, lansia cenderung mengalami
infeksi bakteri, virus dan jamur yang lebih sering dan berat, namun hal ini disebabkan oleh
proses patologis yang umum ditemukan pada individu ini, perubahan di sistem tubuh lainnya,
serta beberapa perubahan fungsi dan struktur lainnya yang teridentifikasi.
Studi fungsiparu pada lansia yang sehat menunjukkan peningkatan RV dan penurunan
kapasitas paru total (total lung capacity, TLC). Penurunan sebenarnya FVC dan laju aliran
ekspiratori maksimum lebih dihubungkan dengan perubahan berat badan dan kiekuatan
bukan pada perubahan jaringan paru tersebut. Terdapat kecenderungan terjadi peningkatan
tekanan parsial karbondioksida arteri dan penurunan tekanan parsial oksigen arteri (PaO 2)
seiring dengan usia. Penurunan Pao2 yang terjadi secara bertahap disebabkan oleh penurunan
rekoll elastis dan penurunan berikutnya pada ukuran jalan napas, penutupan jalan napas lebih
awal, dan maldistribusi ventilasi.
Meskipun terjadi semua perubahan ini, namun sistem pernapasan masih dapat
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat pada saat istirahat dan selama pengerahan
tenaga selama masa hidup. Penuaan cenderung menyebabkan penurunan cadangan sistem
pernapasan pada kasus adanya penyakit akut. Spesifiknya, penurunan kepekaan pusat
pernapasan terhadap hipoksia atau hiperkapnia menyebabkan penurunan respon ventilasi
pada kasus gagal jantung, infeksi, atau sumbatan jalan napas berat. Sebab itu, penurunan
persepsi bronkokonstriksi dan penurunan aktivitas fisik dapat menyebabkan berkurangnya
kewaspadaan terhadap penyakit dan keerlambatan diagnosis.
Llansia umumnya datang dengan dada berbentuk tong 9peningkatan diameter anterior-
posterior), yang memiliki dampak signifikan pada penampilan serta kompilan dinding dada
(khususnya padapasien yang berbaring telentang), dan dapat menyebabkan bunyi paru
terdengar lebih jauh dan kurang jelas. Akan sangat membantu bila menggunakan diafragma
pediatrik untuk mendengarkan bunyi napas pada lansia dengan iga yang menonjol. Hal ini
memungkinkan peletakan stetoskop lebih mantap diantara ruang antara iga.
Dispnea adalah keluhan yang sangat umum dan penyebabnya dapat karena kondisi jantung,
paru, metabolik, mekanis atau hematologi atau hilangnya kebugaran tubuh. Peningkatan
bunyi paru juga umum terjadi pada penuaan dan dapat disebabkan oleh hilangnya kebugaran
tubuh dan perubahan fibrotik terkait usia bukan akibat penyakit akut seperti gagal jantung
kongestif. Ketika mengevaluasi lansia, amatlah penting untuk mencocokkan tanda dan gejala
penyakit dengan temuan diagnostik objektif seperti radiografi dada dan pemeriksaan
laboratorium,
Infeksi paru lebih banyak terjadi pada penuaan karena adanya perubahan yang dijelaskan
sebelumnya. Akan tetapi, spesimen yang dibatukkan oleh lansia sering tidak dapat diandalkan
karena adanya kolonisasi faringeal. Untuk mencegah infeksi, perhatian yang saksama
terhadap nurtisi, khususnya kecukupan kalori, protein, danasupan cairan, perlu diberikan.
Selain itu, perubahan posisi yang sering juga membantu bersihan sekresi dan membantu
ventilasi dan perfusi paru.
Perubahan Ginjal
Perubahan ginjal terkait usia dapat digolongkan menjadi anatomis atau fungsional. Perubahan
anatomis mencakup penurunan glomerulus ginjal, pengecilan ukuran ginjal, perubahan
tubulus ginjal, dan perubahan pembuluh darah ginjal. Selain itu juga terjadi perubahan fungsi
ginjal. Jumlah glomerulus total berkurang hingga 30% sampai 40% pada dekade kedelapan.
Penurunan glomerulus, berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR). Akan tetapi, studi longitudinal menunjukkan
bahwa tidakk semua orang menunjukkan penurunan GFR. Perubahan kemungkinan
disebabkan oleh perpaduan antara faktor gaya hidup dan penyakit kronis yang terkait.
Penurunan filtrasi dapat menyebabkan penurunan bersihan zat yang normalnya dieksresi.
Peningkatan nitrogen urea darah (BUN) atau kreatinin dapat menunjukkan adanya perluasan
penurunan GFR. Akan tetapi, kadar kreatinin akibat pemecahan otot mungkin lebih kecil
dibandingkan pada pasien yang lebih muda dan dapat menyamarkan peningkatan kreatinin.
Klirens kreatinin adalah ukuran fungsi ginjal yang lebih akurat untuk pasien lansia. Evaluasi
terhadap fungsi ginjal sangatlah penting bila pasien mendapatkan obat-obatan yang
normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Pada penuaan terjadi penurunan aliran darah ginjal, penurunan fungsi tubulus, dan penurunan
kemampuan untuk memekatkan urine. Renin basal berkurang 30% sampai 50% pada lansia.
Perubahan renin dan perubahan ginjal lainnya menurunkan kemampuan lansia untuk
mempertahankan keseimbangan natrium dan air, khususnya bila terjadi stres. Selain itu juga
terdapat penurunan respons terhadap hormon antideuretik, yang dapat menyebabkan
penurunan kemampuan untuk memekatkan urine. Penurunan kemampuan ini dapat
menimbulkan masalah keseimbangan cairan elektrolit karena kehilangan natrium, kalium,
dan air. Hilangnya ion hidrogen juga dapat menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan
keseimbangan asam basa.
Lansia cenderung mengalami penurunan sensasi terhadap rasa haus sehingga kurang
meminum cairan. Perubahan ini menyebabkan mereka rentan mengalami dehidrasi,
khususnya bila obat dengan kerja dluretik diberikan. Untuk mencegah kerusakan ginjal,
perhatian harus diberikan guna memastikan bahwa pasien lansia yang dirawat di rumah sakit
mendapatkan asupan cairan yang adekuat melalui jalur oral, enteral, atau parenteral.
Keseimbangan cairan juga dapat terancam bahaya karena adanya penyakit seperti diabetes
dapat menyebabkan diuresis. Lebih lanjut, kadar kalium dan natrium bisa jadi telah rendah
saat pasien tiba di unit tersebut. Perhatian harus diberikan untuk memastikan bahwa
keseimbangan elektrolit tetap stabil atau membaik. Konfusi, disritmia, koma, dan kematian
dapat terjadi dengan cepat pada pasien lansia yang mengalami gangguan keseimbangan
elektrolit.
Pada saat tonus otot kandung kemih hilang, pengosongan yang tidak sempurna disertai
retensi dapat meningkatkan terjadinya infeksi saluran kemih yang dapat naik dan
menyebabkan infeksi ginjal. Hipertrofi kelenjar prostat juga menempatkan pria lansia
berisiko mengalami infeksi saluran kemih karena pembesaran kelenjar tersebut mengganggu
aliran urine. Hilangnya tonus otot, retensi dengan overdistensi dan tidak adanya kendali
sfingter menyebabkan inkontinensia pada pria atau wanita lansia. Untuk pasien lansia,
kehilangan kendali ini sangat memalukan dan membingungkan.
Apabila terjadi inkontinensia atau retensi tipe fmanapun pada pasien lansia selama masa
rawat inap di ICU, perawat harus melakukan evaluasi komprehensif untuk menentukan
penyebab yang mendasari masalah perkemihan tersebut. Secara spesifik, pertimbangan harus
diberikan pada obat, masalah metabolik dan neurologis, dan inflamasi kandung kemih
sebagai kemungkinan penyebab. Bila kateter menetap (Foley) perlu dipasang selama penyakit
akut, kateter ini harus dilepas segera setelah alasan utama pemasangannya (mis, pengukuran
urine setiap jam) tidak ada. Pencabutan dini dapat mencegah perburukan fungsi kandung
kemih dan infeksi saluran kemih.
Perubahan Gastrointestinal
Sistem gastrointestinal mengalami banyak perubahan terkait usia. Proses pencernaan mekanis
dan kimiawi yang dimulai dalam mulut dapat terganggu karena tanggalnya gigi, higiene
buruk, dan penurunan sekresi saliva. Banyak lansia mengalami penurunan indera pengecap
dan penghidu yang dapat menyebabkan penurunan asupan makanan.
Pendataran mukosa lambung dan perubahan sekresi diamati terjadi pada lansia normal.
Kejadian ini mempengaruhi mekanisme transpor aktif kalsium, besi dan penyerapan vitamin
B12, pH cairan gastrointestinal, waktu pengosongan lambung, laju transit di usus, dan aliran
darah gastrointestinal dan area permukaan, semuanya berubah pada lansia.
Data untuk membuat asumsi mengenai perubahan penyerapan usus halus dan besar
jumlahnya tidak memadai. Beberapa bukti menunjukkan bahwa penyerapan sedikit
terganggu. Dengan mempertimbangkan bahwa pola makan lansia mungkin tidak menerima
semua kelompok makanan, kekurangan dapat terjadi akibat kurang asupan kurang
malabsorpsi.
Penurunan motilitas usus besar kemungkinan tidak cukup untuk menyebabkan konstipasi
pada dewasa yang aktif. Akan tetapi, lansia yang menjalani tirah baring, yang asupan
makanan dan cairannya menurun, dan yang terpajan dengan banyak obat-obatan dapat
mengalami konstipasi dan impaksi feses. Ketergantungan atau penggunasalahan laksatif
harus dikaji saat mengkaji riwayat karena hal ini dapat memperburuk konstipasi dan
mempersulit penatalaksanaan fungsi usus.
Pemeriksaan mulut pada lansia umumnya menunjukkan habisnya email gigi dan penysutan
gusi, yang menyebabkan lebih banyak gigi yang tidak terlindungi dan meningkatkan
kemungkinan kerusakan gigi. Membran mukosa oral juga cenderung menjadi sangat kering,
yang menimbulkan kesulitan makan. Gangguan menelan umum terjadi dan dapat disebabkan
oleh abnormalitas fungsi pada tahapanj menelan di mulut, faring, atau orofaring.
Lansia umumnya melaporkan konstipasi, dan feses dapat teraba di usus besar. Selain
pemeriksaan abdomen, pemeriksaan rektum harus dilakukan untuk menentukan konsistensi
feses dantonus anus, dan menyusun rencana terapi yang tepat. Nyeri epigastrik (yang dapat
muncul sebagai nyeri dada) juga merupakan keluhan yang umum dirasakan dan sering
dikaitkan dengan nyeri tekan epigastrik. Aneurisma aorta sangat sering terjadi pada lansia
dan terlihat seperti massa berdenyut di abdomen,.
Nyeri abdomen akut dalam populasi ini merupakan keluhan yang sangat sulit, dan
penyebabnya berkisar dari divertikulitis hingga obstruksi usus, apendisitis, penyakit pankreas,
infark atau kanker. Akan tetapi hal yang lebih sulit adalah mengidentifikasi lansia yang
mengalami massalah abdomen akut karena individu ini sering datang tanpa merasakan nyeri
atau tanda dan gejala masalah akut (mis, demam, anoreksia) yang signifikan lainnya.
Evaluasi saksama terhadap abdomen pada lansia perlu dilakukan untuk memantau apakah ada
perubahan akut.
Pasien yang dirawat di rumah sakit usia berapapun dengan cepat dapat mengalami malnutrisi
sekunder akibat stres penyakit akut, peningkatan kebutuhan energi, dan kurang nutrisi. Oleh
karena itu, penting untuk melihat indikator risiko nutrisi. Indikator tersebut meliputi riwayat
penurunan berat badan baru-baru ini, kurang protein dan kalori dalam diet, kadar albumin
<3,5 g/dl, dan hitung limfosit <1500/mm. Pasien lansia yang masuk rumah sakit telah
mengalami malnutrisi ringan sampai sedang dan asupan protein dan kalorinya buruk dapat
dengan cepat mengalami malnutrisi berat. Keadaan malnutrisi ini dapat sangat mengganggu
respons imun dan meningkatkan insiden dan keparahan infeksi. Oleh karena itu, amatlah
penting untuk memeriksa apakah pasien lansia yang sakit kritis mempertahankan asupan
nutrisi yang adekuat.
PERUBAHAN MUSKULOSKELETAL
Keterbatasan gerak pasien lansia dapat dihubungkan dengan penurunan kekuatan otot. Massa
otot dapat berkurang karena penurunan jumlah dan ukuran serat otot atau peningkatan
jaringan ikat. Perubahan ini menyebabkan tegangan otot berkurang dan penurunan kekuatan
kontraksi. Penurunan massa otot tanpa lemak dan penurunan elastisitas berperan pada
penurunan kelenturan dan peningkatan kekakuan.
Hilangnya kalsium dalam rangka adalah kejadian yang terjadi bersamaan dengan penuaan
dan mencerminkan ketidakseimbangan remodeling tulang, dengan penyerapan ulang tulang
osteoklastik melebihi pembentukan tulang baru osteobiastik. Setelah sekitar usian 30 tahun,
ketika puncak massa tulang rangka telah tercapai, penyerapan ulang mulai melebihi
pembentukan yang kemudian diikuti dengan hilangnya kalsium dalam rangka dan penurunan
densitas tulang. Laju penurunan tulang sekitar 0,5% sampai 1% per tahun dari usia 60 tahun
ke atas. Perubahan tulang yang terjadi cenderung disebabkan oleh banyak faktor selain
perubahan normal terkait usia; kurang olahraga, nutrisi buruk, dan malabsorpsi kalsium.
Perubahan terkait usia yang diketahui dalam hal faktor yang mempengaruhi homeostasis
tulang terjadi dalam status kalsium, vitamin D, dan hormon gonad. Asupan kalsium dalam
diet, penyerapan kalsium dalam gastrointestinal, dan sintesis vitamin D menurun seiring
Fungsi muskuloskeletal sangat ditentukan oleh ukuran massa otot yang berkontraksi,
sebagian kecil dipengaruhi oleh perubahan jaringan ikat di sekitar sendi dan rekruitmen
neural, kecepatan konduksi, dan keletihan. Individu yang aktivitasnya banyak duduk
kehilangan massa otot dalam jumlah besar setiap saat. Sayangnya, massa otot tidak dapat
dipertahankan sampai usia tua bahkan dengan kebiasaan aktivitas aerobik pada dewasa
normal atau atletik. Hanya pembebanan otot dengan latihan angkat berat memperlihatkan
pemulihan massa otot yang hilang dan kekuatan pada lansia. Selain itu juga terjadi penurunan
kapasitas enzim oksidatif dan glikolitik seiring usia, penurunan total jumlah serat otot, atrofi
selektif pada serat tipe 2 (mengencang-mengendur) dan pemendekan tendon dan ligamen
dengan penurunan elastisitas jaringan. Perubahan tulang, seperti yang ditandai dengan
osteoporosis, muncul bersama dengan penurunan tinggi badan kifosis dan skollosis
PERUBAHAN ENDOKRIN
Konsentrasi keseimbangan hormon utama tidak selalu berubah seiring dengan pertambahan
usia, namun untuk lansia, kemungkinan terdapat perubahan bagaimana mencapai
keseimbangan hormon. Oleh sebab itu, dengan makin lanjutnya usia, beberapa perubahan
produksi hormon, metabolisme, dan kerja ditemukan. Terdapat perubahan yang tidak jelas
yang teramati pada dinamika hipofisis, fisiologis kelenjar adrenal, dan fungsi tiroid, namun
perubahan homeostasis glukosa, fungsi reproduksi, dan metabolisme kalsium lebih terlihat
jelas
Sebagian besar nukleus neuroendokrin utama dalam hipotalamus secara struktur utuh pada
lansia, meskipun terdapat beberapa penurunan integritas morfologis pada nukleus
supraklasmatik. Variabel morfometrik yang terkait dengan peningkatan aktivitas fungsi
selular telah diukur dalam beberapa nukleus hipotalamus. Neuron tertentu dalam nukleus
paraventrikular manusia tampak teraktivasi, dan neuron yang menghasilkan vasopresin
arginin (argimne vasopressin, AVP) ukurannya meningkat dan jumlah neuron yang
mengekspresikan AVP dan corticotropin-releasing hormone (CRH) meningkat seiring
dengan pertambahan usia.
Penurunan GH seiring usian diyakini berkaitan dengan penurunan massa tubuh tanpa lemak,
peningkatan lemak tubuh (khususnya pada kompartemen viseral/abdominal), perubahan
lipoprotein yang merugikan, dan penurunan kemampuan aerobik yang umumnya teramati
pada lansia. Penelitian tengah dilakukan untuk menentukan apakah penggantian GH pada
lansia yang sehat dapat memulihkan perubahan ini.
penuaan normal dihubungkan dengan resistensi insulin dan penurunan fungsi sel-beta, namun
tidak diketahui apakah perubahan proinsulin dan rasio proinsulin/insulin imunoreaktif juga
dihubungkan dengan penurunan fungsi sel-beta. Toleransi glukosa menurun seiring usia.
Peningkatan glukosa darah sampai 200 mg/dl terjadi pada sekitar 50% lansia yang usianya di
atas 70 tahun. Interpretasi intoleransi glukosa ini menbutuhkan penggunaan parameter yang
telah disesuaikan dengan usia guna menghindari diagnosis dan terapi diabetes melitus yang
tidak tepat. Evaluasi hemoglobin terglikosilasi (Hba), ataualbumin terglikosilasi dapat
membantu menetapkan ada atau tidak adanya diabetes melitus pada pasien lansia yang
mengalami kenaikan kadar glukosa darah. Karena ambang batas penyerapan kembali glukosa
pada ginjal meningkat seiring usia, derajat hiperglikemia yang lebih tinggi harus terjadi
sebelum glukosa dilepaskan dalam urine. Oleh sebab itu, pemantauan apakah ada
hiperglikemia dengan pemeriksaan urine sebaiknya dihindari.
Kelenjar tiroid mengalami penyusutan ukuran yang progresif seiring usia, meskipun
pembesaran akibat adanya nodul biasa terjadi. Konsentrasi hormon tiroid yang ditemukan
dalam darah lansia berbeda-beda dan dipengaruhi oleh penyakit. Oleh sebab itu,
kemungkinan terdapat perubahan keresponsifan jaringan target. Secara khusus, mungkin
terdapat penurunan kemampuan jaringan yang menua terkait usia untuk meningkatkan jumlah
reseptor sebagai respons terhadap penurunan kadar hormon.
PERUBAHAN IMUNOLOGIS
Pada pertambahan usia terjadi penurunan fungsi imun. Khususnya terjadi penurunan fungsi
sel-T dan sel-B, dengan pengaruhnya yang amat hebat pada imunitas yang dimediasi sel.
Penurunan fungsi sel-B dapat dihubungkan secara tidak langsung dengan penurunan fungsi
sel-T. penurunan jumlah se-B yang mensekresi imunoglobulin G menyebabkan respon imun
humoral yang secara umum buruk. Seiring usia, kelenjar timus mengalami involusi dan
terjadi penurunan kadar hormon timus, dan jumlah autoantibodi meningkat.
Gejala infeksi yang banyak ditemui seperti menggigil, demam, leukositosis, atau takikardia
bisa tidak muncul atau tidak jelas pada lansia. Sebaliknya, individu ini dapat datang dengan
perubahan akut pada kognisi, fungsi, atau perilaku. Delirium, misalnya mungkin merupakan
satu-satunya tanda atau gejala infeksi saluran kemih pada lansia. Tempat terjadinya infeksi
yang paling sering pada lansia adalah pernapasan, perkemihan, dan kulit dan saat perubahan
yang tidak jelas teramati pada pasien lansia, pertimbangan harus diberikan untuk tiap area
tersebut.
TANTANGAN PSIKOLOGIS
Perubahan Kognitif
Fungsi kognitif harus dikaji dan digambarkan pada saat masuk dan dipantau secara rutin
setiap saat dan kapanpun terjadi perubahan kondisi pasien. Sementara mengkaji fungsi
kognitif selama masa rawat inap pasien di unit perawatan intensif, penting untuk selalu
mengingat bahwa defisit fisiologis, beberapa obat-obatan, dan stres internal dan eksternal,
misalnya, stresor lingkungan, mempengaruhi keterampilan kognitif. Pada lansia, perubahan
fisik akut seringkali mulai muncul sebagai perubahan status kognitif. Sebagai contoh, lansia
penderita penumonia mungkin tidak mempunyai gejala seperti demam atau batuk. Akan
tetapi, individu ini dapat datang dengan perubahan status kognitif.
Kuesioner status mental, seperti Folstein Mini-Mental State Examination (MMSE), dapat
digunakan untuk mengkaji fungsi kognitif secara sistematis. (Untuk informasi lebih lanjut
mengenai MMSE, hubungi penerbit Psychological Assessment Resoruces, Inc. 16204 North
Florida Avenue, Lutz, Florida 33549). MMSE terdiri atas 11 pertanyaan yang memberikan
informasi mengenai orientasi, perhatian, ingatan, persepsi dan proses berpikir. Kuesioner ini
membutuhkan waktu 5 sampai 10 menit untuk menyelesaikannya, dan pasien harus dapat
memberikan respon oral dan tertulis. Pemanfaatan instrumen pengkajian konsisten membantu
perawat membandingkan respons dan memantau hasilnya setiap saat.
Topik 7
1. Definisi
Post Operasi Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
(Uliyah & Hidayat, 2008). Tahap pasca-operasi dimulai dari memindahkan pasien
dari ruangan bedah ke unit pascaoperasi dan berakhir saat pasien pulang.
2. Jenis-jenis operasi
2) Minor Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko
komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
Komplikasi Post Operasi Menurut Baradero (2008) komplikasi post
operasi yang akan muncul antara lain yaitu hipotensi dan hipertensi.
Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70
mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi
dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan
dan overdosis obat anestetika. Hipertensi disebabkan oleh analgesik
dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak
diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat. Sedangkan menurut
Latihan kasus
Seorang laki-laki usia 55 tahun dirawat diruang ICU dengan diagnosa medis post op trepanasi
cedera otak berat hari ke 2. Hasil pemeriksaan saat ini klien gelisah, menggunakan respirator,
mode: CR insp MV:500 Exp MV: - FiO2 : 50%,
Daftar Pustaka
Infus pump adalah peralatan medis yang digunakan untuk memberikan tambahan zat-zat
elektrolit yang berbentuk zat cair diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dalam jumlah tertentu
melalui vena. Fungsi dari infus pump yaitu mengatur jumlah cairan yang masuk kedalam
sirkulasi darah melalui vena. Cara kerja alat ini menggunakan system pompaan secara
otomatis dan dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu ke dalam tubuh
pasien.( Kris Diyanto, 2014). Infus pump ini hanya dilakukan untuk menginjeksikan zat cair
yang tidak pekat, sedangkan untuk zat cair yang pekat dilakukan dengan menggunakan
syringe pump. Syringe pump merupakan peralatan medis yang digunakan untuk memberikan
suatu cairan yang pekat yang diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dalam jumlah tertentu
melalui vena. Fungsi Syringe pump yaitu untuk mengatur jumlah cairan yang masuk ke
dalam sirkulasi darah melalui vena. Cara kerja alat ini menggunakan system pemompaan
secara otomatis untuk mendorong syringe yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka
waktu terntu ke dalam tubuh pasien. ( Kris diyanto, 2014 )
Penggunaan paling populer dari driver jarum suntik adalah dalam perawatan paliatif, untuk
terus mengelola analgesik (penghilang rasa sakit), antiemetik (obat untuk menekan mual dan
muntah) dan obat-obatan lainnya. Hal ini untuk mencegah periode dimana tingkat obat dalam
darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan menghindari penggunaan beberapa tablet
(terutama pada orang yang memiliki kesulitan menelan). Driver jarum suntik juga berguna
untuk memberikan obat IV selama beberapa menit. Dalam kasus obat yang harus perlahan-
lahan didorong selama beberapa menit, perangkat ini menghemat waktu staf dan mengurangi
kesalahan.
Mengenai harga alat ini tergantung merk dan kemampuan alat. Ada jenis syringe pump yang
bisa melakukan titrasi dengan sendirinya, operator hanya cukup memasukkan nama obat dan
konsentrasi keseluruhan. Ada juga syringe pump yang memerlukan penghitungan secara
manual. Ukuran spuit yang bisa dipakai oleh syringe pump pun beragam tergantung merk
syringe pump. Syringe pump tempo dulu hanya bisa dipakai untuk spuit ukuran 50 cc atau 20
cc. Namun sekarang ada syringe pump yang mampu menggunakan spuit ukuran 5 cc.
a. CONCENTRATE
Hal yang perlu diperhatikan dalam konsentrasi larutan adalah kandungan obat dalam sediaan
(ampul atau vial) yang dapat dilihat DI KEMASAN obat.
b. DOSIS
Dosis obat pada tiap individu dapat berbeda bergantung pada berbagai faktor
misalnya segi penyebab (syok kardio, syok septik dsb)
c. SPEED
Ada beberapa alat yang menggunakan 2 angka di belakang koma atau hanya 1 angka
di belakang koma. Biasanya SPEED dinaikkan berhubungan dengan kenaikan DOSIS
tiap beberapa menit. Adapun rumus untuk penentuan speed adalah:
(DOSIS x kgBB x 60)/Konsentras
1) agar pasien mendapat asupan cairan atau obat yang sesuai dengan kebutuhan
2) dosis yang diberikan tepat (akurat ) baik baik waktu maupun volume
persiapan alat :
1) mesin
Variable ventilator
1. Fase inspirasi
3. Fase ekspirasi
- Penghambat ekspirasi (retard)
- Tekanan negatif
- PEEP
I. Fase Inspirasi
- Arus gas berubah tetapi coraknya yang diberkan kepada pasien sama setiap inspirasi
apapun perubahan dalam toraks paru.
- Contoh : Emerson-3 PV ventilator dengan corak sine wave (gelombang).
- 1958 Elam : Pressure limited, volume limited, volume variable, volume pressure
- Hunter : Pressure pre-set, volume pre-set
Pembatasan sekunder
- Membatasi tekanan maksimal ventilator (built in atau pop off valve)
- Melindungi terhadap tekanan atau pemberian volume tidal yang berlebihan.
PEEP
- Memberi tekanan positif pada jalan nafas selama fase ekspirasi
- Menaikkan FRC
- Mencegah collaps jalan nafas terminal dan alveoli
- Memperbaiki rasio V/Q (secara umum)
- Menaikkan PaCO2.
- Mengurangi FIO2.
- dan sebagainya.
- IMV + PEEP dianggap kurang membahayakan (40 cm H2O atau lebih).
Kerugian PEEP
- Barotrauma
- Curah
- jantung menurun
- Tekanan intrakranial meninggi
- Ruang mati (VD) meninggi
- Perfusi ginjal menurun.
Kerugian :
- Perlu obat sedativa/relaksan/narkotika
- Hiperventilasi (alkalemia respirasi):
Curah jantung menurun
Aliran darah otak menurun
Compliance paru menurun
K serum menurun
Ca (ion) serum menurun
Consumpsi O2 meningkat.
Tahanan jalan nafas meningkat.
Oksi Hb (affinitas)
- Venous return menurun dan curah jantung menurun.
- Distrofi otot nafas, dan sebagainya.
Keuntungan :
- Lebih terjamin hasil ventilasi
- Tidak banyak penyesuaian
- AGD jarang
- Kontrole tidak begitu ketat
- Istirahat
- O2 konsumpsi menurun.
IMV
a. Untuk penyapihan
b. Sebagai bentuk ventilasi mekanik (IMV, IMV + PEEP).
Pro
- Mencegah alkalosis respirasi
- Kebutuhan sedativa menurun untuk sinkronisasi ventilator
- Tekanan jalan nafas lebih rendah
- Distribusi udara intrapulmoner lebih merata
- Penyapihan lebih cepat
- Mencegah atrofi otot nafas
- Kemungkinan gagal jantung menurun selama penyapihan.
Kontra
- Risiko retensi CO2
- Kerja nafas meningkat
- Otot-otot nafas cepat lelah
- Penyapihan berkepanjangan kalau tidak tepat, menurunkan rate IMV
- Kemungkinan gagal jantung meningkat.
Barotrauma / kardiovaskuler
1. Emfisema interstitial paru
2. Pneumomediastinum
3. Pneumo pericardium
4. Pneumo peritoneum/retro
5. Pneumothorax (tension)
6. Curah jantung menurun.
Ventilator (ideal?)
Volume atau time cycled
Vt = 10 – 200 ml (bayi)
50 – 500 ml (anak)
200 – 2000 ml (dewasa)
Arus gas inspirasi variabel (sampai 150 liter / menit untuk dewasa.
Rasio 1 : E variabel
Pembatasan tekanan inspirasi tertinggi.
60 torr (bayi)
100 torr (anak, dewasa)
Cara : kontrol, assist, IMV
PEEP atau CPAP sampai paling sedikit 50 cm H2O
Frekuensi : 0 – 60 x / menit
Plateau inspirasi sampai 2 sekonde
Penghambat ekspirasi
Waktu inspirasi kurang dari 1/3, dari cycle ventilasi dianjurkan – mengurangi tekanan
intratorakal dan depresi hemodinamik.
Waktu inspirasi yang lebih lama kadang-kadang diperlukan (I : E = 1 : 3 – 1 : 5’
untuk mencegah air trapping pada COPD.
- Arus (flow rate) inspirasi – 40 LPM.
Arus inspirasi yang rendah baik untuk mencegah turbulensi dan mendekat laminar
flow.
Dengan ini tekanan inspirasi puncak (peak) menurun, mengurangi barotraum dan distribusi
udara yang lebih baik.
- Frekuensi (rate?)
Tergantung 3 faktor di atas dan selanjutnya disesuaikan dengan hasil PaCO.
- Pada COPD setting ini berlangsung, kadang-kadang dibutuhkan waktu yang lama,
volume tidal kecil dan arus gas besar (high flow rate).
Lain-lain
Sigh
Untuk lebih mengembangkan segmen paru yang kolaps (18-22 ml/kg) as tekanan inspirasi
puncak dapat dibatasi di bawah 40 cm H2.
Plateau inspirasi
- Dilakukan kalau tidak membahayakan.
- Memperpanjang waktu inspirasi dan menaikkan tekanan intratorakal.
Expiratory retard
- Mempertahankan jalan nafas terbuka dan mengurangi air trapping.
- Fi O2 (kadar O2 inspirasi).
Perlu dimonitor
Mencegah O2 toxicity dan atelektase alveoli
- Humidifikasi :
Suhu % Kelembaban relatif (%) Isi air : (mg/l udara)
210C 100% 18.6 mg/l
370C 42 % 18.6 mg/l
370C 100% 44.0 mg/l
Volume paru pada akhir expirasi biasa, dimana pada tingkat ini volume paru diatur oleh
keseimbangan antara elastic recoil paru dan dinding dada. Kegagalan ventilasi biasanya
disertai penurunan FRC.
FRC penting karena :
- Merupakan penyangga (buffer) ventilasi alveolar dalam pertukaran gas, sehingga
memperkecil adanya fluktuasi daripada komposisi gas alveolar yang terjadi selama
pernafasan biasa, waktu tahan nafas atau keadaan-keadaan dimana terjadi irregularitas
pernafasan.
- FRC berisi kira-kira 1/3 dari cadangan total O 2 yang ada dalam tubuh. Bernafas dengan
udara kira-kira 400 cc (2500 x 16%), bernafas dengan O2 100%, 1-2,3 liter.
Kegagalan ventilasi biasanya disertai dengan penurunan FRC, misalnya: atelectasis,
kelumpuhan otot dinding dada, proses konsolidasi. Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan
penurunan compliance paru dinding dada dan tindakannya adalah mengembangkan alveoli.
Gerakan diaphragma
Pada posisi terlentang isi diaphragma akan bersifat seperti air (memberikan tekanan
hydrostatik), sehingga tekanan pada diaphragma di posterior lebih besar.
Pada ventilasi pasif (ventilasi artificial), tekanan hydrostatik yang besar ini akan melawan
tekanan positif dari paru (torax), sehingga tekanan pada diaphragma di posterior lebih besar.
Pada ventilasi pasif (ventilasi artificial), tekanan hydrostatik yang besar ini akan melawan
tekanan positif dari paru (torax), sehingga pada awal inspirasi, udara akan lebih banyak
keanterior. Pada akhir inspirasi-inspirasi pasif, bagian posterior juga akan mengembang
sehingga hasilnya distribusi udara yang lebih merata dibandingkan pernafasan spontan (suatu
hal yang tidak normal).
Resistensi paru
Dari aspek mekanis IPPV, maka resistensi paru lebih banyak menyangkut fungsi dari pada
ventilatory pattern.
Sebagai contoh : dengan alat pressure cycled ventilator, yang distel pada flow rate yang
cepat, dapat mempercepat waktu inspirasi karena tekanan puncak akan berhubungan
dipengaruhi oleh flow rate dan resistensi aliran udara. Dan volume yang diberikan akan
hanya meningkat bila flow inspirasi dikurangi sampai suatu tingkat dimana tekanan puncak
(peak pressure) ditentukan oleh elastic recoil.
Pada IPPV, inspirasi timbul karena adanya tekanan positif pada jalan nafas bagian atas,
sedang pada pernafasan spontan karena adanya tekanan negatif di ruang pleura. Maka
tekanan intratorakal rata-rata pada IPPV akan lebih besar dibanding pernafasan spontan.
Pada penderita dengan paru-paru normal, peninggian tekanan rata-rata ini akan menimbulkan
penurunan pengisian jantung kanan dan kiri. Besarnya akibat ini terhadap perubahan curah
jantung tergantung pada volume darah, dan baik tidaknya sistem saraf sympathis dalam
mengontrol pembuluh darah perifer terutama pembuluh darah vena, yang menentukan venous
return. Karenanya pada keadaan-keadaan hypovolemia, pada blokade sympathis (anesthesi
regional), keracunan barbiturat, polyneuritis, peninggian tekanan intratorakal akan semakin
mempengaruhi curah jantung.
Pada jantung kiri, perbedaan tekanan aorta intratorakal dan extratorakal menyebabkan
penurunan afterload sehingga pada keadaan hyperdinamik bila terjadi gagal jantung,
pemberian positif pressure ventilation diharapkan dapat bermanfaat.
Penurunan curah jantung kiri adalah karena penurunan preload dan ini juga apakah karena
gangguan kontraktilitas (masih belum pasti).
Pengaruh pada pembuluh darah paru lebih rumit karena menyangkut pembuluh darah
alveolar dan extra alveolar.
Pertukaran gas yang normal tergantung pada hubungan yang normal, antara udara (ventilasi
alveolar-VA) dan aliran darah (perfusi-Q).
Ratio ventilasi-perfusi yang ideal (V/Q) adalah 1 : 1. Karena tekanan arteri diri tegak,
pengaruh gravitasi menyebabkan alirah darah pada paru yang paling atas sedikit, sehingga
V/Q tinggi, sedang pada bagian basal paru V/Q rendah.
Pada IPPV pada penderita terlentang, maka distribusi udara inspirasi lebih merata
dibandingkan dengan pernafasan spontan. Distribusi aliran darah paru boleh dikatakan tidak
berubah. Sehingga V/Q bagian posterior rendah.
Dead space fisiologis dari nilai-nilai yang dilaporkan, selama ventilasi pasif ternyata
seringkali sama dengan nafas spontan. Dan nilai VD/VT adalah konstan pada berbagai
volume tidal.
Resistensi pembuluh darah paru (PVR) meningkat pada volume paru baik diatas maupun di
bawah FRC normal.
Hubungan antara kapasitas fungsional residu dan calosing volume (FRC dan CV) adalah
sebagai berikut :
Pada atelectasis : pada waktu inspirasi, alveoli tidak ada yang membuka.
Pada low V/Q ratio : pada waktu inspirasi, alveoli membuka sebentar tapi tidak ada
kesempatan pertukaran gas.
Pada CV yang tetap, penurunan FRC, dapat menimbulkan V/Q yang rendah dan tempat
dengan atelectasis.
Pemberian positif (end expiratory pressure (PEEP) adalah ideal bilamana FRC melebihi CV.
Pemberian volume paru yang berlebihan dapat menyebabkan barotrauma dan penurunan
curah jantung. Selain itu peninggian volume paru yang berlebihan ini pada paru normal tapi
gagal mengembangkan paru yang abnormal dapat menekan pembuluh darah intra alveolat
dan meninggikan resistensi paru di tempat normal tersebut sehingga mengalihkan aliran
darah ke tempat abnormal.
Bila curah jantung meningkat maka tekanan arteri puimonalis (Ppa) meningkat sedang
resistensi (PVR) menurun. Sebaliknya bila curah jantung menurun, tekanan arteri pulmonalis
menurun dan PVR meningkat.
Pada berbagai penyakit paru-paru, pintasan (shunting) bervariasi sesuai dengan curah
jantung, mungkin dengan cara pelebaran dan penyempitan/pengecilan diameter pembuluh
darah. Manfaat yang timbul akibat penurunan curah jantung terhadap shunting (Qs/Qt),
diperkecil oleh adanya hubungan antara mixed venous oxygen content (CvO2). Pada Qs/Qt
yang menetap, keadaan ini menghasilkan penurunan Pa O2.
Sebaliknya bila curah jantung meningkat, Qs/Qt meningkat. Penurunan Pa O2 akan diperkecil
oleh peninggian Cv O2 sekunder akibat perbaikan transport O2. Tetapi keseimbangan ini akan
berlainan halnya bila curah jantung meningkat karena peningkatan kebutuhan jaringan.
Hypoxia
Pada hypoxia alveolar (PA kurang dari 70mmHg) menyebabkan vasokonstriksi pulmoner
yang disebut HPV (Hypoxic Pulmonary Vasoconstiction).
HPV seluruh paru : akibatnya tidak ada aliran darah yang efektif sehingga Pa O 2 akan sangat
menurun (mis, mendaki gunung, kecelakaan anestesi, apnea, penyakit penyakit paru yang
luas).
HPV regional paru : aliran darah akan dialihkan ke tempat yang tidak hypoxic (yang normal).
Maka HPV merupakan suatu mekanisme otoregulasi dimana paru paru menjaga ratio V/Q
regional, menurunkan venous admixture sehingga dengan demikian melindungi Pa O2.
HPV sangat berarti bila sampai 60% paru paru mengalami hypoxia.
Karena banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap aliran darah paru yang menimbulkan
perubahan-perubahan yang kompleks/rumit, setiap perbaikan V/Q yang terjadi setelah
pemberian tidal volume yang besar, akan sulit mendeteksi dengan P (A-a) O2 dan pengukuran
Qs/Qt.
Gambaran aliran udara inspirasi (inspiratory flow patterns) dapat berupa aliran udara yang
tetap (constant-flow), atau yang meningkat (acclerating flow), atau yang menurun
(decelerating flow).
Pemakaian end inspiratory pause selain memperbaiki distribusi gas juga meningkatkan
efisiensi washout, baik pada constant maupun accelerating flow. Tetapi tidak ada bukti bahwa
perbedaan-perbedaan dalam inspiratory patterns adalah penting secara klinis, selama ratio
inspirasi : expirasi dipertahankan 1 : 2 atau kurang dari satu.
Ventilasi mekanis sebagai usaha untuk mengganti sementara atau membantu fungsi paru
telah berhasil terutama komponen V dari V/Q ratio. Perubahan-perubahan komponen Q baik
karena ventilasi mekanisnya sendiri maupun oleh faktor-faktor lain ternyata kompleks.
Ada beberapa keadaan dimana ventilasi mekanis dengan cara IPPV perlu tapi secara teknis
sulit dilakukan, telah berhasil dilakukan dengan High Frequency Positive Pressure
Ventilation (HFPPV), tapi bagaimana mekanisme pertukaran gas dengan cara ini diterangkan
masih belum diketahui pasti.
Pendahuluan
Ventilasi mekanis dipergunakan pada berbagai keadaan, misal pada pembedahan, pasca
bedah dan keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan, baik yang
diakibatkan oleh susunan syaraf pusat, paru-paru sendiri, atau otot-otot pernapasan.
Kegagalan pernapasan oleh karena gagalnya pertukaran gas karena penyakit paru-paru
biasanya berakibat hypoksemia dan hypocapnia atau nomocapnia sedang yang disebabkan
oleh gagalnya fungsi paru-paru sebagai pompa oleh karena depresi sentral, kelelahan dan
kegagalan mekanis dada akan berakibat hypoksemia dan hypercapnia. Keputusan untuk
melakukan ventilasi mekanis harus dilakukan sedini mungkin. Sebab bila menunggu sampai
terjadi kegagalan pernapasan nyata, akan sulit mengatasinya dan prognosanya buruk.
Ini artinya penderita dengan resiko besar mengalami kegagalan pernapasan harus diawasi
benar-benar.
Misalnya : Multiple trauma, sepsis, Dic, Coma, aspirasi, dan lain-lain.
Ventilator : Lebih disuka jenis volume pre set ventilator karena dapat mengembangkan
alveoli lebih baik, Fi O2 dapat dipertahankan dan batas keselamatannya besar.
1. Volume tidal
Dimulai dengan 10-12 ml/kg dan dapat dinaikan 12-15 ml/kg sesuai dengan response
penderita. Tujuannya untuk mengembangkan alveoli secara optimal untuk mencegah
atelectosin dan memperbaiki pertukaran gas.
Bila menggunakan PEEP, volume tidak dapat dikurangi.
2. Tekanan
Tekanan antara 35 – 40 cm H2O sebaiknya dihindarkan karena bahaya pneumothorax.
Bila terjadi kenaikan tiba-tiba dari tekanan inflasi, ini harus dipikirkan adanya hambatan
aliran gas dari ventilator. Bila kenaikan terjadi pelan-pelan, ini kemungkinan paru-paru
sudah menurun elastisitasnya.
3. FiO2
Diatur untuk menghindari bahaya, baik hypoksemia atau O2 toxicity, Hypoksemia
merupakan bahaya yang lebih mendadak daripada O2 toxicity, karena itu pada permulaan
Fi O2 dapat diberikan 100% (kecuali menggunakan PEEP; Fi O2 serendah mungkin).
Kemudian Fi O2 diturunkan bertahap untuk mencapai Pa O2 60-100 mmHg. Usahakan
memakai Fi O2 < 40% untuk mempertahankan Pa O2 60-100 mmHg.
4. Frekwensi napas
Usahakan f 10-14x/m, karena kombinasi f tinggi dan volume tidal tinggi akan
membahayakan otak dan kardio vaskular.
6. Shigh
Biasanya tak digunakan lagi, bila dipakai volume tidal yang besar bersama-sama PEEP.
7. PEEP
Adalah salah satu cara memanipulasi siklus pernapasan untuk memperbaiki oxigenisasi;
dengan tekanan positif baik pada phase inspirasi maupun expirasi. Pertimbangan
pemakaian PEEP bila FiO2 > 50% diperlukan untuk mencapai PAO2 > 60 mmHg.
PEEP mencegah collaps alveoli selama phase expirasi memperbesar FRC; menurunkan
pintasan intra pulmonair dan menaikan PaO2.
Bila PEEP > 8 cm H2O, hemodynamic harus dimonitor ketat dengan memasang swan-
ganz kateter.
Ada kecenderungan memakai PEEP sejak awal ventilasi mekanis. Ini ternyata
mengurangi risiko kegagalan pernapasan pasca bedah misalnya.
Penting untuk memonitor gas darah dan tanda-tanda vital lainnya bila memakai PEEP.
8. I.M.V
Melepaskan pasien dari ventilator kadang-kadang sulit, terutama pada pasien-pasien
dengan ventilasi mekanis yang lama (lebih 7 hari), salah satu cara untuk mempercepat
proses pelepasan ini (weaning) adalah dengan manipulasi siklus pernapasan dengan IMV
(Intermitten mandatory ventilation).
Prinsip dari IMV ialah memberikan kesempatan pada penderita untuk bernapas spontan,
sesuai keinginannya dengan disertai hyperinflasi dari ventilator dengan internal waktu
tertentu.
IMV memudahkan transisi antara ventilasi terkontrol penuh ke ventilasi spontan.
- Salah satu keuntungan IMV ialah pasien mengatur sendiri PaCO2 suatu keadaan yang
penting untuk rangsangan bernapas.
- Keuntungan lain : IMV mengurangi pemakaian sedativa/pelumpuh otot.
- Tak ada perubahan tiba-tiba pada ventilasi. Bila dilepas tiba-tiba dari ventilator
mungkin terjadi dis koordinasi dari otot-otot pernapasan.
- Dapat dikombinasikan dengan pemakaian PEEP sebelumnya.
- Terdapat penurunan O2 konsumsi karena alkalosis respiratorik dapat dicegah.
IMV bisa diberikan bila syarat-syarat untuk weaning sudah terpenuhi.
Antara lain :
- Perbaikan dari penyakit dasar
- Kardio vaskulair stabil
- PaO2 > 70 mmHg dengan 40% O2.
Mula-mula dicoba dengan frekuensi 8 x/m, kemudian diturunkan secara bertahap sesuai
dengan response dengan melihat gas darah, sampai IMV 2 x/menit kemudian dapat dilepas
dari IMV.
Parameter yang perlu diawasi untuk menilai kemajuan penderita dengan ventilasi mekanis
ialah: kemajuan dari penyakit dasarnya analisa gas darah: fungsi mekanis dari paru-paru.
Weaning
Pasien-pasien dengan ventilator kurang dari 3 hari dapat dilepas dari ventilator dengan cepat
dan gampang.
Biasanya pasien-pasien ini tidak mempunyai penyakit dasar yang berat dan otot-otot
pernapasan masih cukup baik kondisinya.
Jadi tidak perlu lewat prosedur weaning yang lambat.
Sebaiknya pasien-pasien dengan ventilator lebih dari 3 haru sulit dilepas karena biasanya
sudah punya penyakit dasar yang berat, otot-otot pernapasan kondisinya sudah tidak baik.
Cara-cara weaning :
Pertama harus dipertimbangkan apakah keadaan jantung dan dada cukup siap untuk
menerima stress weaning (stabil)
Apakah pasien dapat “memacu” ventilator dengan baik?
Pada dasarnya sama dengan jenis Hypoksemia – Hypocapnia kecuali pada PPOM.
Pada PPOM meskipun dengan PaO2 yang rendah (50-55 mmHg) dan PaCO2 yang tinggi (>
50 mmHg) jarang memerlukan ventilasi mekanis, kecuali penderita-penderita ini
mendapatkan trauma, sepsis atau PaO2 sangat rendah (< 40 mmHg) meskipun dengan therapi
O2 yang cukup.
Frekuensi :
10 – 14 x/menit
Pada Hypercapnia kronis, sebaiknya ventilasi per menit kecil untuk mencegah alkalosis
respiratorik.
FiO2 : Biasanya cukup dengan FiO2 < 50%
Tekanan : Tak perlu tinggi-tinggi
VENTILASI MEKANIK
Ventilasi Mekanik (VM) adalah suatu alat yang mampu membantu (sebagian) atau
mengambil alih (semua) pertukaran gas paru untuk mempertahankan hidup.
Alat mekanik respirator ini digolongkan dalam alat yang mengakibatkan pertukaran gas paru
dengan tekanan negatif eksternal dan yang memberi tekanan positif internal. Yang dipakai
sekarang terutama respirator yang tekanan positif (RTP).
RTP diklasifikasi dalam volume preset (RV) dan pressure preset (RP) memberi udara napas
(volume total/vt) mencapai tekanan yang telah ditentukan sedang besarnya volume dari udara
napas yang terjadi tergantung kepada komplains paru (daya kembang).
RV memberi volume udara yang besarnya sesuai dengan yang ditentukan dulu tanpa
memandang besarnya tekanan udara yang dibutuhkan. Namun demikian alat RV mempunyai
pengaman tekanan untuk menghindar tekanan udara yang berlebihan dengan cara membuka
katup untuk mengeluarkan kelebihan tekanan udara. Cara ini sangat penting untuk mencegah
barotrauma RV paling cocok buat ventilasi jangka panjang.
Disamping ke macam respirator masih ada respirator frekuensi tinggi (RFT) yang mampu
memberi frekuensi ventilasi 60 x/menit.
Indikasi VM
Pertama-tama bila ventilasi spontan pasien tidak mencukupi untuk mempertahankan hidup
yang dilakukan secara membantu/memperkuat/menambah ventilasi spontan atau secara
kendali yaitu mengambil alih ventilasi pasien. Nilai kritis yang mengarahkan untuk
melakukan VM dapat dilihat pada tabel.
Besarnya PaCO2 yang diharapkan dapat diperkirakan melalui persamaan :
PaCO2 = 1,5 (HCO3) + 8 ± 2.
Contoh : Kalau (HCO3) Serum = 10 mEq/L maka PaCO2 yang diharapkan terjadi harus 23 ±
2 mmHg. Kenaikan PaCO2 di atas nilai ini secara akut menunjukkan terjadinya gaga napas
akut (GNA) yang membutuhkan bahwa napas respirator (BNR) walaupun PaCO2 < 40
mmHg.
P(A-a) O2 = perbedaan tekanan O2 antara alveoli dan darah arteri.
Pertukaran gas
Bila ada asidosis metabolik, sistem respirasi pasien sendiri akan melakukan kompensasi
sendiri dengan cara yang menurunkan PaCO2
Petunjuk di atas penting, tapi pasien juga dinilai secara klinis untuk menentukan keputusan
VM. Misalnya pada pasien dengan serangan asma berat yang mempunyai PaCO2 normal (38-
40 mmHg) berarti sering mulai tidak dapat mengkompensir gangguan napas sehingga
difikirkan untuk melakukan intubasi dan VM. PaCO2 normal harus dilihat dari perjalanan
klinik serangan asma.
Kondisi kegawatan hampir selalu merupakan indikasi VM dan makin dini makin baik
sebelum hipoksia dan asidosis merusak fungsi organ tubuh lain.
Pada tahap awal sebaiknya pengaturan respirator yang sederhana misalnya untuk pasien
dewasa dengan formula 12/12 yaitu: volume tidal (VT)-12 ml/kg dengan frekuensi napas
(FN) = 12x/menit. Dimulai dengan ventilasi bantu kendali untuk membantu apa yang kurang
pada ventilasi supaya tenaga inspirasi tidak terlalu banyak. FiO2 dimulai dengan 1.0 atau yang
dapat memberi PaO2 >60-70 mmHg. Kalau ini sudah tercapai FiO2 dapat dikurangi bertahap.
Pada situasi akut sebaiknya dipakai RV karena pada permulaan belum diketahui betul
kelainan mekani paru, perubahan komlains atau tahanan sehingga pemakaian RP tidak
menguntungkan.
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dilakukan misalnya sesudah …..VM untuk menguji
keberhasilan pengaturan VM dan seterusnya teratur sesuai keperluan kondisi klinik. FiO 2
biasanya diturunkan sampai PaO2 = 60 mmHg. Suatu ketinggian pada bagian datar dari kurva
disosiasi oksi Hb.
PaCO2 diusahakan pada VM supaya antara 35-40 mmHg agar pasien dapat mentrger
respirator. Frekuensi napasnya (FN) dikurangi dengan 2-3 dibawah FN yang diperlukan
untuk mempertahankan PaCO2 yang diinginkan. Hal ini akan mencegah kenaikan PaCO 2
secara akut, kalau pasien berhenti mentriger respirator.
Pada pasien COPD dengan retensi CO2 PaCO2 nya harus diatur sampai nilai normal PaCO2
pasien yang dapat dilihat dari pH yang normal (bila tidak ada gangguan asam basa lain). Hal
ini membutuhkan VT yang normal dan frekuensi yang lebih rendah. Begitu juga bila ada
asidosis metabolik PaCO2 yang diinginkan harus diatur (kalau pasien tidak mampu
melakukan ini) ke arah tingkatan PaCO2 yang biasanya yang biasanya dihasilkan oleh
mekanisme kompensasi respirasi normal terhadap asidosis tersebut (lihat tabel 1). Untuk ini
diperlukan VT dan FN yang lebih besar.
Laju aliran gas (flow rate) = 40 l/menit harus diadakan supaya rasio I (inspirasi) – E
(ekspirasi) dapat paling sedikit 1:3. Aliran yang lebih rendah dapat menurunkan tekanan di
jalan napas untuk mengurangi barotrauma juga supaya aliran darah balik vena (vena return)
tidak terhambat yang dapat mengurangi curah jantung (CJ).
Pasien yang tidak menderita COPD berat atau yang masih mempunyai daya kembang paru
yang baik biasanya dapat diventilasi dengan rasio I/E = 1:1.5 malahan 1:1 kalau perlu.
Respirator yang lebih baru seperti sine wave generator (seperti ventilator dengan mikro
prosesor) mampu memberi aliran gas inspirasi yang berbeda beda sehingga kurva kurva
inspirasi juga berlainan.
Yang harus dicatat: Tekanan respirator yang diperlukan untuk memberi volume tidal yang
ditentukan (preset volume) dan tekanan sistem aliran respirator diset pada ± 10 cm diatas
tekanan mesin tadi.
Kalau tekanannya terlalu tinggi, mula-mula di atas 70 cmH2O atau kalau respons pasien terus
melebihi mekanisme alarm maka VM harus dihentikan dan pasien dikelola dengan ambubag
sampai penyebabnya ditemukan.
Xadar O2 Inspirasi
Pasien distabilkan dengan FiO2 pada respirator sampai PaO2 = 60-65 mmHg atau saturasi
90-95%. Kalau pasien menderita gangguan vaskulariskemik atau asma, harus dipilih PaO2 =
80-100 mmHg untuk mencegah desaturasi yang tiap kali timbul pada penghisapan atau
penyumbatan dengan lendir kental. Oksimeter jari atau telinga dapat berfaedah untuk
pemantauan saturasi.
Penggunaan O2 = 100% harus dicegah karena dapat menimbulkan keracunan dalam
pemberian 24 jam pertama yaitu gangguan fungsi …… epitel menjadi lebih permeabel,
gangguan fungsi endotel vaskuler, edema pulmonum fibrosis paru dan sebagainya. Pemberian
O2 40% jangka lama masih dianggap aman, tapi di atas 50% mulai membahayakan khusus
pada pemakaian lama.
Untuk mengurangi bahaya FiO2 yang tinggi dan tetap dapat menghasilkan PaO2 yang
optimal harus digunakan tekanan positif akhir ekspirasi (TPAE-PEEP).
TPAE digunakan untuk mengurangi tekanan hidrostatik cairan intravaskuler seperti pada
penyakit paru difus, penggantian posisi, penggunaan obat anti inflamasi non steroidal pada
penyakit paru asimetrik. Obat terakhir ini diperkirakan menaikan PaO2 dengan cara
memperkuat vasokonstriksi hipoksik pada bagian-bagian paru yang kurang ventilasinya.
Kalau perbaikan klinis diharapkan dapat segera terjadi dengan pemberian O2 tinggi maka
pemberian O2 kadar tinggi dipertanggung jawabkan. Lain halnya bila perbaikan diharapkan
akan meminta waktu lama TPAE dapat aman dan bermanfaat.
Ventilasi bantu kendali (VBK). Cara ini memberi kesempatan pasien untuk mentriger
respriator dengan upayanya menarik inspirasinya sendiri. Setelah ditriger, respirator memberi
sejumlah volume gas yang telah ditentukan. VT diset dan (ditentukan) olehh respirator
sedang frekuensi napas oleh pasien. Respirator modern meempunyai sarana untuk menjaga
agar volume semenit yang telah ditentukan tidak sampai diberikan kepada pasien. Mekanisme
penting untuk pasien yang hanya kadang-kadang saja membuat upaya respirasi (mentriger)
atau sama sekali tidak. Keuntungan VBK adalah memberi kesempatan pasien menaikkan
volume semenit bila keadaan umumnya masih lemah sekali. Untuk pasien yang gelisah sekali
atau menderita kelainan kelainan otak dapat mengakibatkan hiperventilasi yang tidak sulit
untuk mengatasinya.
Respirator yang diset untuk ini memberi ventilasi dengan volume dan frekuensi yang telah
diset. Tapi periode antara pernapasan yang diberi oleh respirator pasien bernafas sendiri
secara bebas.
Respirator sekarang mempunyai modus VMI yang disinkronisasi yaitu mesin memberi napas
kalau pasien mulai menarik inspirasi spontan. Maksud sinkronisasi adalah mencegah agar
pasien tidak mendapat VT yang ganda (2x) dari respirator dan sendiri. VMI yang
disinkronisir (VMIS) dianggap lebih nyaman untuk pasien.
Sebaliknya VMI juga dianggap mengakibatkan alkalosis respiratorik yang mungkin
disebabkan rangsang (drive) ventilasi meninggi yang dipertahankan selama pasien masih
mampu untuk menambah ventilasi meninggi yang dipertahankan selama pasien masih
mampu untuk menambah ventilasi VMI. Juga ada gejala produksi CO 2 bertambah pada waktu
diberi VMI. Jadi bukan cara VMI yang mengakibatkan alkalosis tapi karena ada hal-hal lain.
Beberapa keuntungan VMI yang belum dapat dibuktikan secara ilmiah adalah mengurangi
masa penyapihan dari respirator, lebih mempertahankan fungsi otot otot napas, mengurangi
gangguan kardiovaskuler dari Peep, mengurangi tekanan jalan napas (mengurangi komplikasi
barotrauma), mengurangi obat sedatif dan sebagainya.
Kondisi pasien yang tidak cocok untuk VMI adalah adanya gangguan status asam basa,
keinginan untuk mengurangi kerja napas (mis pada otot napas yang lemah) pada infark
jantung dengan gagal napa dan syok kardiogenik.
Monitoring hemodinamik
Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi
magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru). Pentingnya
pemantauan terus menerus terhadap status hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda vital lain
akan menjamin early detection bisa dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mecegah
pasien jatuh kepada kondisi lebih par
Nilai curah jantung (Cardiac Output) diukur secara langsung melalui beberapa metode
pemeriksaan (non-invasif dan invasif). Parameter klinis dapat dijadikan acuan untuk menilai
kecukupan curah jantung dalam memenuhi suplai oksigen. Penurunan tingkat kesadaran,
status hidrasi, edem, pola pernafasan, waktu pengisian kapiler (perfusi perifer), selisih suhu
tubuh – kulit, denyut dan irama jantung, karakteristik pulsasi denyut jantung, jumlah urin,
pembesaran hati, tekanan vena jugular, auskultasi jantung dan paru dapat memberikan
informasi ada tidaknya penurunan perfusi organ tanpa tindakan yang invasif. Seluruh nilai
yang diperoleh merupakan hasil pemeriksaan dan pengukuran secara langsung. Parameter
hemodinamik yang diperoleh dari perangkat pemantau invasif dikalkulasi berdasarkan
variabel yang diukur secara langsung sesuai luas permukaan tubuh. Nilai-nilai tersebut
meliputi: Indeks jantung (CI), indeks sekuncup (SI), indeks resistensi vaskular sistemik
(SVRI), indeks kerja sekuncup ventrikel kiri (LVSWI), indeks kerja sekuncup ventrikel
kanan (RVSWI), kandungan oksigen arteri (CaO2), suplai oksigen (DO2), konsumsi oksigen
sesuai prinsip Fick (VO2) dan rasio ekstraksi oksigen (O2ER). Kombinasi dari kemampuan
penilaian klinis, interpretasi nilai pengukuran langsung dan yang dikalkulasi berdasarkan data
dari pemantau invasif, secara keseluruhan akan membantu evaluasi hemodinamik yang real-
time dan efektif sehingga mengurangi pemeriksaan invasif.
Rocci) yang mendeteksi perubahan suara auskultasi Korotkof atau amplifikasi suara dari
Doppler. Deteksi pergerakan dinding pembuluh darah dengan osilasi disebut Dinamap.
Metode pengukuran tidak langsung ini sangat bergantung pada deteksi aliran darah yang
tertahan oleh manset/cuff. Alat pengukur tekanan darah non-invasif otomatis seperti Dinamap
berguna untuk mengurangi kesalahan akibat pengukuran manual. Metode non-invasif
diterima dan dipakai sebagai alat pengukur dan pemantau hemodinamik paling dasar di
seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Walaupun pemantauan non-invasif
dianggap paling aman, tidak menyakitkan, sederhana, murah dan mudah digunakan tetapi
teknik ini akan sukar diaplikasi pada pasien yang terlalu kecil, tidak koperatif 443 dan pada
pasien yang sulit dipasang manset (misal luka bakar pada ekstremitas). Hasil pengukuran
tidak akurat jika ukuran manset tidak sesuai, stetoskop terlalu panjang, deflasi tekanan terlalu
cepat, pendengaran petugas kurang sensitif ataupun terdapat kesalahan kalibrasi manometer.
Komplikasi yang mungkin terjadi sangat minimal, berupa rasa nyeri akibat bendungan dari
aliran darah. Adakalanya oklusi aliran arterial ini dapat memicu iskemia perifer.
Pemantauan parameter hemodinamik invasif dapat dilakukan pada arteri, vena sentral
ataupun arteri pulmonalis. Metode pemeriksaan tekanan darah langsung di intrarterial adalah
mengukur secara aktual tekanan dalam arteri yang dikanulasi, yang hasilnya tidak
dipengaruhi oleh isi atau kuantitas aliran darah. Kanulasi di vena sentral merupakan akses
vena yang sangat bermanfaat pada anak sakit kritis yang membutuhkan infus dalam jumlah
besar, nutrisi parenteral dan obat vasoaktif. Sistem pemantauan hemodinamik terdiri dari 2
kompartemen: elektronik dan pengisian cairan (fluid-filled). Parameter hemodinamik
dipantau secara invasif sesuai azas dinamika sistem pengisian cairan. Pergerakan cairan yang
mengalami suatu tahanan akan menyebabkan perubahan tekanan dalam pembuluh darah yang
selanjutnya menstimulasi diafragma pada transducer. Perubahan ini direkam dan
diamplifikasi sehingga dapat dilihat pada layar monitor.
a. Sistem cairan dengan manometer air: kateter dilekatkan pada saluran yang terisi
penuh dengan cairan, terhubung dengan manometer air yang sudah dikalibrasi. Teknik
yang sangat sederhana, sejatinya bermula dibuat untuk mengukur tekanan vena sentral
(Central Venous Pressure).
b. Sistem serat fiber: probe dengan transducer di ujungnya diinsersi pada daerah yang
akan dipantau (misalnya ventrikel). Sinyal akan dikirim ke layar monitor melalui serat
optik. Sistem ini tidak tergantung pada dinamika cairan. Dibandingkan dengan sistem
pengisian cairan, pengoperasiannya lebih mudah hanya harganya mahal.
Tekanan darah arteri merupakan hasil gabungan dari tekanan hemodinamik, kinetik
dan hidrostatik akibat tekanan ke dinding pembuluh darah. Tekanan arteri yang diukur
pada nilai puncak disebut tekanan sistolik sedangkan sebaliknya adalah tekanan
diastolik. Tekanan sistolik dihasilkan oleh volume sekuncup, kecepatan ejeksi
ventrikel kiri, resistensi arterial sistemik, distensibilitas aorta dan dinding arteri,
kekentalan darah dan volume preload ventrikel kiri (enddiastolic volume). Dalam
aplikasi klinis sehari-hari, tekanan sistolik merupakan indikator afterload (besarnya
usaha yang diperlukan untuk memompa darah keluar dari ventrikel kiri). Sementara
itu tekanan diastolik dipengaruhi kekentalan darah, distensibilitas arteri, resistensi
sistemik dan lamanya siklus jantung. Tekanan nadi adalah perbedaan sistolik dan
diastolik. Peninggian nilai tekanan nadi dapat disebabkan peningkatan volume
sekuncup ataupun kecepatan ejeksi, yang sering ditemukan pada kondisi demam,
aktifitas (exercise), anemia atau hipertiroid. Penurunan nilai tekanan nadi
mengindikasikan peningkatan resistensi vaskular, 444 penurunan volume sekuncup
ataupun volume intravaskular. Tekanan rerata arterial sistemik (Mean Arterial
Pressure atau MAP) adalah rata-rata tekanan perfusi sepanjang siklus jantung. MAP
dikontrol oleh baroreseptor di sinus karotis dan aorta, yang mengatur tekanan arteri
dengan menyesuaikan laju jantung dengan ukuran arteriol. MAP juga menjadi acuan
autoregulasi yang merupakan adaptasi organ untuk mempertahankan aliran darah
yang konstan guna memproteksi fungsinya. Nilai MAP dapat diperoleh dari hasil
pengukuran langsung ataupun dengan penghitungan:
Pemantauan tekanan intraarterial invasif adalah kanulasi langsung pada arteri, dimana
sinyal dikonversi oleh transduser, diamplifikasi dan ditampilkan kontinu pada layar
monitor dalam bentuk gelombang dan format digital. Pemantauan kontinu tekanan
intraarterial merupakan metode yang paling dapat diandalkan dalam memantau
tekanan sistolik arterial, distolik dan tekanan rerata. Gelombang tekanan dan aliran
darah sistem arterial merupakan gambaran ejeksi dari ventrikel kiri. Terdapat dua
komponen yang membentuk gelombang pulsasi arteri yaitu transmisi gelombang
tekanan (pressure wave) dan pulsasi volume sekuncup yang dipindahkan melalui
sirkulasi arterial (stroke volume displacement). Tanjakan anakrotik (anacrotic rise)
adalah tekanan puncak sistolik, kira-kira 100-140 mmHg. Karakteristik gelombang ini
merupakan indikator kontraktilitas ventrikel kiri. Bagian yang cembung
menggambarkan volume darah yang dipindahkan dan distensi dinding arteri. Dicrotic
notch adalah gelombang yang melandai turun, yang dihubungkan dengan laju volume
darah arteri yang masuk ke sirkulasi perifer. Perubahan bentuk dan kelandaian
gelombang terutama bagian sistoliknya, tergantung dari perbedaan tekanan yang
sesuai dengan lokasi anatomiknya. Indikasi dan kontraindikasi kanulasi arteri
Indikasi:
1. Semua pasien dengan kondisi kritis atau yang dilakukan prosedur bedah mayor,
yang membutuhkan pemantauan hemodinamik dan analisis pulsasi arterial secara
kontinu
e. Pasien yang ditopang dengan pompa balon intraaorta (Intra Aortic Balon
Pump / IABP)
c. Pasien dengan abnormalitas atau gangguan asam basa (lihat modul asam basa)
Kontraindikasi relatif:
Kanulasi vena sentral biasanya dilakukan pada vena jugularis interna, vena subklavia dan
vena femoralis masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Posisi kanula yang
tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi. Ujung dari CVC (Central Venous
Canulation) harus terletak pada vena cava superior atau di perbatasan antara vena cava
superior dan atrium kanan.
Tekanan vena sentral adalah beda tekanan intravaskular di vena besar dalam rongga toraks
terhadap tekanan atmosfir. Dengan segala keterbatasannya, tekanan vena sentral sering
digunakan sebagai pedoman volume cairan intravaskular. Bila volume intravaskular rendah,
perubahan kecil tekanan vena sentral menggambarkan perubahan besar volume intravaskular.
Sedangkan bila volume intravaskular tinggi maka perubahan volume akan mengakibatkan
perbedaan nilai tekanan vena sentral yang besar. Kanulasi vena sentral diindikasikan pada
pemberian cairan atau darah secara cepat (terutama jika akses vena perifer tidak adekuat),
pemberian obat vasoaktif, untuk menilai tekanan vena sentral, pemasangan kateter pacu
jantung dan hiperalimentasi.
Tekanan vena sentral sering digunakan untuk memperkirakan tekanan pengisian ventrikel
kanan, yang bertujuan untuk analisis fungsi ventrikel kanan. Berdasarkan statistik terdapat
korelasi antara tekanan pengisian ventrikel kanan dan kiri, oleh karena itu tekanan vena
sentral dapat juga digunakan untuk menilai fungsi ventrikel kiri. Dengan sendirinya penilaian
fungsi ventrikel kiri kurang akurat bila hanya mengandalkan pengukuran tekanan vena sentral
saja.
Pada umumnya perubahan curah jantung terjadi pada tekanan 0-10 mm Hg. Karena itu bila
semua kontraktilitas, afterload dan frekuensi jantung konstan, untuk curah jantung sebesar 5
l/menit, tiap perubahan 1 mmHg tekanan vena sentral sama dengan perubahan sebesar 500
ml/ menit. Karena banyak faktor yang mempengaruhi tekanan vena sentral, banyak penelitian
menunjukkan bahwa perubahan tekanan vena sentral seringkali tidak menggambarkan nilai
preload. Bafaqeeh and Magder mendapatkan 35% kasus dengan tekanan vena sentral < 10
mmHg tidak menunjukan respon dengan fluid challenge, beberapa kasus dengan tekanan
vena sentral > 12 mmHg memberi respon. Penilaian tekanan vena sentral secara dinamis saat
ini dianggap lebih berguna untuk penggunaan klinis. Baku emas uji dinamik adalah dengan
melakukan fluid challenge untuk menilai kurva Starling. Uji ini dilakukan dengan
memberikan cairan dengan cepat hingga meningkatkan tekanan vena sentral sedikitnya 2
mmHg untuk menilai curah jantung. Bila fungsi jantung masih terletak pada bagian yang
curam pada kurva, maka pemberian cairan ini akan meningkatkan curah jantung.
Uji dinamik lainnya adalah dengan mengamati perubahan tekanan vena sentral pada saat
inspirasi dan ekspirasi. Penurunan tekanan pleura mengakibatkan tekanan dalam ruang
jantung relatif lebih negatif terhadap tekanan atmosfir, sementara kurva aliran balik vena
(venous return) tidak terpengaruh, karena vena-vena pada umumnya selalu berada pada
dalam lingkungan luar (dalam tekanan atmosfir). Bila kurva jantung terletak pada bagian
yang curam, perubahan tekanan atrium kanan relatif akan meningkatkan aliran balik vena
hingga juga akan meningkatkan curah jantung. Bila kurva terletak pada bagian yang
mendatar maka pernapasan tidak akan mengubah curah jantung. Prinsip yang sama juga
dilakukan dengan melakukan pengangkatan tungkai bawah dengan tujuan meningkatkan
aliran balik vena dengan cepat (leg raising).
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi pengukuran tekanan vena sentral dan
terjadinya gangguan isi sirkulasi atau fungsi jantung:
a. Venokonstriksi sistemik
a. Siklus nafas pada ventilasi tekanan positif dapat meninggikan nilai tekanan vena sentral
Komplikasi pemantauan tekanan vena sentral meliputi perdarahan, erosi vaskular, gangguan
irama jantung, tromboemboli, emboli udara, perforasi ruang jantung, pnemotorak dan
mikrosyok elektrikal.
Pemasangan kateter arteri pulmonalis merupakan salah satu cara untuk dapat melakukan
pemantauan hemodinamik dengan lebih tepat. Disamping biaya penggunaanya yang tinggi,
teknik ini mempunyai risiko yang cukup besar. Karena itu penggunaannya perlu
mempertimbangkan aspek risiko dan keuntungannya. Dengan kateter ini, pemantauan dan
penggunaan inotropik maupun vasodilator dapat dilakukan dengan lebih tepat. Beberapa
indikasi klinis penggunaan kateter arteri pulmonalis antara lain adalah syok septik dan gagal
jantung kiri atau kanan. Berdasar kesepakatan tatalaksana sepsis pediatrik, pada syok septik,
indeks jantung yang harus dipertahankan adalah antara 3,3-6 l/menit/m2 permukaan badan.
Transduser sekali-pakai yang beredar sekarang dibuat dengan spesifikasi yang ketat dan
mempunyai standar pergerakan diafragma tertentu untuk tekanan yang akan diukur. Sistem
pemantauan dengan transduser harus dikalibrasi / ditentukan dahulu titik nol-nya untuk
membuat referensi / pedoman, yaitu suatu level netral dalam melakukan seluruh pengukuran
tekanan. Tekanan fisiologis nilainya dianggap nol sedangkan tekanan atmosfir nilainya setara
760 mmHg (torrr) pada permukaan laut. Dinyatakan pembacaan nol (zeroing) jika tampilan
di layar monitor 448 menunjukkan angka nol pada saat diafragma transducer terhubung
dengan atmosfir. Setiap inci transducer terletak di bawah ujung kateter, tekanan puncak
hidrostatik akan meninggikan sebanyak 2 mmHg dari tekanan fisiologis yang sebenarnya.
Sebaliknya, setiap inci transducer terletak di atas dari ujung kateter maka tekanan akan
berkurang 2 mmHg dari tekanan fisiologis. Kalibrasi dapat mengeliminasi efek tekanan
atmosfir dan tekanan hidrostatik pada waktu prosedur pembacaan. Kesalahan dalam
melakukan refensi titik nol ini boleh jadi akan membuat interpretasi klinis yang signifikan
berbeda karena rentang nilai normalnya sangat sempit. Prosedur ini sifatnya sangat penting
sehingga harus selalu dikerjakan pada setiap pergantian jaga petugas atau pada saat pasien
berubah posisi.
c. Pada saat kalibrasi, aliran cairan ke arah pasien ditutup, sehingga cairan pada transduser
akan terhubung dengan atmosfir (layar monitor menunjukkan angka nol mmHg). Jika
tidak menunjukkan angka nol, prosedur harus diulang kembali (kesalahan pada transduser,
kabel ataupun konsol monitor).
d. Jika pembacaan sudah menunjukkan titik nol, aliran cairan ke pasien dibuka kembali (hati-
hati adanya udara bebas dalam saluran ke arah pasien)
Pengukuran kardiovaskular pada umumnya memakai referensi titik nol di posisi midchest
atau lebih tepatnya di garis mid-aksila. Disebut juga aksis flebostatik (kira-kira setengah
diameter anteroposterior pasien), yang terletak di bawah angulus sternum. Posisi ini dipilih
karena ventrikel kiri dan aorta biasanya terletak di tengah-tengah antara sternum dan
permukaan tempat tidur, yang dapat dengan jelas terlihat pada fluoroskopi. Biasanya ujung
kanul atau kateter pengukur tekanan terletak di sekitar level ini.
1. Stopcock transduser yang terhubung dengan extension tubing terletak setinggi mid-chest,
pada waktu jalur ke pasien ditutup dan jalur ke diafragma transducer dibuka ke arah
atmosfir. Kemudian dilihat tampilan pada layar monitor yang menunjukkan angka nol.
2. Pada metoda yang berikutnya, transducer dapat terletak dimana saja di level yang relatif
vertikal dengan dada pasien. Stopcock yang terletak antara posisi kateter dan transducer,
ditutup ke arah pasien dan dibuka ke arah atmosfir. Tampilan pada layar monitor akan
menyesuaikan sampai pembacaan menunjukkan angka nol. Setiap perbedaan tekanan
hidrostatik antara diafragma transducer dan stopcock akan dikompensasi secara elektrik
PERENCANAAN
1. PERSIAPAN ALAT
A. DENGAN MANOMETER
Skala pengukur (manometer)
Selang penghubung (manometer line)
Standar infuse
Three way stopcock
Pipa U
Set infuse
B. DENGAN TRANSDUSER
Monitor
Tranduser
Alat flush
Kantong tekanan
Cairan NaCl 0,9% (1 kolf)
Heparin
Manometer line
Spuit 1 cc
Three way stopcock
Penyanggah tranduser/standar infuse
Pipa U
Infus set
2. PERSIAPAN KLIEN
Mempersiapkan pasien;
Memberikan penjelasan, tujuan pemantauan, dan
Mengatur posisi sesuai dengan daerah pemasangan
IMPLEMENTASI
CARA MERANGKAI
A. MANOMETER
Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
Mengeluarkan udara dari selang infuse
EVALUASI