STUNTING
STUNTING
Data Bank Dunia atau World Bank mengatakan angkatan kerja yang pada masa bayinya
mengalami stunting mencapai 54%. Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah
penyintas stunting. Hal inilah yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah.
Awal tahun 2021, Pemerintah Indonesia menargetkan angka Stunting turun menjadi 14 persen
di tahun 2024. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala BKKBN, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo,
Sp.OG. (K) menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.
Dokter Hasto mengatakan angka stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada
bayi. Menurut Hasto diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir
dengan kondisi stunting. Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu hamil
yang menghasilkan bayi stunting. Saat ini, bayi lahir saja sudah 23% prevalensi stunting.
Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga
angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23% muncul dari kelahiran yang sudah tidak
sesuai standar.
Hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7% bayi terlahir dengan gizi kurang
yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 sentimeter dan berat badannya
tidak sampai 2,5 kilogram. Tidak hanya itu, tingginya angka stunting di Indonesia juga ditambah
dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga
menjadi stunting."Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak
dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup," jelas Hasto.
Selain itu, Hasto mengingatkan pentingnya menyiapkan kesehatan yang prima sebelum
melangkah ke jenjang pernikahan . Hasto mengkritik kebiasaan masyarakat yang memilih
mengeluarkan biaya hingga puluhan juta untuk sekadar melakukan prewedding, tapi tidak
memikirkan hal yang lebih mendesak yakni prakonsepsi.
“Prakonsepsi itu sangat murah, calon ibu hanya minum asam folat, periksa hb (hemoglobin),
minum tablet tambah darah gratis kalau di Puskesmas, biaya untuk persiapannya tidak lebih Rp
20.000. sementara, suami hanya perlu mengurangi rokoknya, kemudian suami minum zinc
supaya spermanya bagus. Kalau mau menikah, laki-lakinya itu harus menyiapkan 75 hari
sebelum menikah. Karena sperma dibuat selama 75 hari, jelas Hasto.
Hasto juga berharap para calon ibu hamil tidak melakukan diet ketat. “Misalnya ingin langsing,
melakukan diet ketat, padahal perempuan mengalami menstruasi setiap bulan, bleeding
(perdarahan) sebanyak 100-200 cc. Kalau dia kekurangan nutrisi, anaknya bisa stunting, kan
repot, ungkap Hasto. Semua hal ini dilakukan untuk memastikan calon pasangan suami istri
dan atau perempuan yang sudah menikah dan ingin hamil memiliki kriteria kesehatan yang
baik untuk memproduksi, mengandung serta melahirkan anak yang sehat dan berkualitas.
Satu hal yang harus di pahami bersama adalah stunting itu bisa diatasi untuk tidak menjadi
stunting atau dikoreksi itu diseribu hari kehidupan pertama. Sehingga ketika bayi lahir sampai 2
tahun ini masih bisa dilakukan modifikasi, intervensi supaya tidak bisa menjadi stunting.
Dalam mengatasi stunting, BKKBN siap mengerahkan dukungan 13.734 tenaga PKB/PLKB dan 1
juta kader yang tersebar di seluruh Indonesia. PLKB nantinya akan menjalankan pendampingan
kepada keluarga dan calon pasangan usia subur sebelum proses kehamilan. Misalnya,
mendorong calon pengantin agar mau melakukan pemeriksaan sebelum menikah dan hamil.
Selain tetap mengoptimalkan pelayanan melalui kader posyandu, BKKBN juga melakukan
penanganan dari hulu ke hilir. Dimulai dari sebelum anak lahir, yakni saat para ibu atau
pasangan usia subur merencanakan akan menikah, mereka harus dicek kesehatannya. Banyak
perempuan Indonesia yang hamil dalam kondisi yang sebenarnya belum siap sehingga
kemungkinan anaknya bisa stunting.
BKKBN sudah meluncurkan program siap nikah dan kedepannya calon pasangan usia subur
atau calon pengantin harus mendaftarkan hari pernikahannya tiga bulan sebelumnya. Calon
pengantin akan diminta untuk mengisi platform yang berisikan penilaian status gizi dan
kesiapan untuk hamil guna mencegah stunting. Platform sedang disiapkan secara bersama-
sama oleh BKKBN dan Kementerian Agama (Kemenag).
BKKBN tidak akan mempersulit dan menggagalkan orang menikah. Apabila ada yang tidak
memenuhi syarat untuk hamil. Maka BKKBN tentu tidak melarang untuk menikah tetapi akan
memberikan masukan dan saran-saran untuk tidak hamil dulu sebelum kesehatannya
memenuhi syarat.
BKKBN juga siap untuk berkoordinasi dengan berbagai Kementerian atau Lembaga dalam
percepatan penurunan stunting. Beberapa Kementerian dan Lembaga sudah menyatakan
kesiapannya untuk membantu penurunan stunting.
Selain membangun platform bersama, Kemenag siap menurunkan 50.000 penyuluh agama
untuk bersinergi dengan BKKBN dalam memberikan edukasi tentang stunting kepada
masyarakat.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai pengelola big data kependudukan, akan
berbagi data sebanyak 271 juta penduduk. Dengan begitu, melalui Direktur Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri bisa membantu mendeteksi
keluarga dengan risiko stunting melalui nomor induk kependudukan (NIK). Adapun Kemendagri
juga memberikan hak akses kepada BKKBN berupa data yang telah dimutakhirkan.
Sementara itu, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri akan berkontribusi melakukan
konvergensi upaya penurunan stunting melalui sinkronisasi program dan kegiatan pemerintah
pusat dan daerah. Dalam rangka melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan akan
menerbitkan petunjuk teknis bagi pemerintah provinsi untuk melakukan penilaian kinerja
kabupaten atau kota dalam melaksanakan delapan aksi konvergensi penurunan stunting.
Selain itu, untuk mendukung BKKBN Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri menilai
pendekatan strategis menurunkan stunting adalah melalui keluarga dengan melibatkan
organisasi PKK yang memiliki jaringan dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota dan
nasional.
Terakhir, Dokter Hasto menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk mencegah lahirnya
bayi-bayi stunting di dalam keluarga dengan cara menyiapkan betul remaja putri yang akan
menikah harus sehat. Ibu-ibu yang akan menambah lagi anaknya harus sehat juga.
“Ingat pesan saya jangan terlalu muda untuk hamil kurang dari 20 tahun, jangan terlalu tua
untuk hamil lebih dari 35 tahun dan terlalu sering kurang dari 3 tahun sudah hamil lagi dan
terlalu banyak. Pesan kami 2 anak lebih sehat . (Kedeputian Bidang Advokasi, Penggerakkan dan Informasi
(ADPIN) BKKBN).
Dampak Stunting terhadap Kesehatan Anak
Stunting pada anak dapat mempengaruhinya dari ia kecil hingga dewasa. Dalam
jangka pendek, stunting pada anak menyebabkan terganggunya perkembangan otak,
metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sekilas, proporsi tubuh
anak stunting mungkin terlihat normal. Namun, kenyataannya ia lebih pendek dari anak-
anak seusianya.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, stunting dapat menyebabkan berbagai
macam masalah, di antaranya:
Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi
Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan
gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan
pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar
usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan
(genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima
tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika
merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila
dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik),
dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang
sebenarnya bisa dicegah.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan
agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan
maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk
belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu
perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air
bersih”, tutur Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, di Jakarta (7/4).
Diterangkan Menkes Nila Moeloek, kesehatan berada di hilir. Seringkali masalah-
masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi,
politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta
masalah degradasi lingkungan. Karena itu, ditegaskan oleh Menkes, kesehatan
membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.
1) Pola Makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi
jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.
Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak
sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah
dan sayur.
Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi
diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih
banyak daripada karbohidrat.
2) Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik
dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.
Dimulai dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal
bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan
gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali
selama kehamilan.
Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah
agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi
berusia 6 bulan.
Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan
pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah
hati ke Posyandu setiap bulan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan
kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan
dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa
biaya di Posyandu atau Puskesmas.
3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan,
termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada
risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai
sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang
ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi
diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan
kesehatan gizi atau ibu dan anaknya”, tutupnya.
*Sekilas Mengenai Stunting*
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia,
juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak
stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh
pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana
tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah,
produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Baca : Artikel Sumber
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih
tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%). Penelitian Ricardo dalam Bhutta
tahun 2013 menyebutkan balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita
di dunia dan menyebabkan 55 juta anak kehilangan masa hidup sehat setiap tahun.
Untuk menekan angka tersebut, masyarakat perlu memahami faktor apa saja yang menyebabkan
stunting. Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak)
akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal
seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan
anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan
bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber
protein hewani.
Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan
kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang
cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi
akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Hasil Riskesdas 2013 menyebutkan kondisi konsumsi makanan ibu hamil dan balita tahun 2016-
2017 menunjukkan di Indonesia 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7 dari 10 ibu hamil kurang kalori dan
protein, 7 dari 10 Balita kurang kalori, serta 5 dari 10 Balita kurang protein.
Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja,
gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya
akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Untuk mencegahnya, perbanyak makan makanan bergizi yang berasal dari buah dan sayur lokal
sejak dalam kandungan. Kemudian diperlukan pula kecukupan gizi remaja perempuan agar ketika
dia mengandung ketika dewasa tidak kekurangan gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan
untuk menciptakan akses sanitasi dan air bersih.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline
1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email
kontak@kemkes.go.id. (D2)
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat
kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari
anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan
makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi,
yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%). Tahun 2015 Indonesia tertinggi ke-2
dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka
stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami
stunting (kerdil).
Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu,
tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, pola pemberian makan kepada anak,
kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang anak. Selain faktor
lingkungan, juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian besar
perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi.
Jika gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek
jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi
kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental
dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk. Sedangkan gejala jangka panjang
meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan
osteoporosis.
Untuk mencegah stunting , konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat
badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori
yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5
persen dari total asupan kalori. Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian
sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian sebesar
1,05 g/kg berat badan.
Narasumber :
dr. Inggriani Tobarasi, SpA, Mkes
Dokter Spesialis Anak RS Awal Bros A.Yani
Halodoc, Jakarta – Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang membuat seorang anak memiliki
tinggi badan lebih pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan
kondisi tersebut terjadi, mulai dari aspek pengetahuan sampai ekonomi.
Penting bagi orangtua untuk mewaspadai dan melakukan tindakan untuk mencegah stunting. Pasalnya, tidak
hanya bisa membuat tubuh anak menjadi pendek, stunting juga bisa memberikan banyak dampak buruk pada
anak. Berikut ulasannya.
Seorang anak bisa dianggap mengalami stunting bila tinggi badannya lebih dari dua tingkat di bawah Standar
Pertumbuhan Anak WHO untuk anak seusianya. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh gizi buruk yang
dialami anak sejak masih dalam kandungan hingga usia 2 tahun.
Stunting bisa dimulai sejak janin masih dalam kandungan, yang disebabkan oleh asupan makanan ibu yang
kurang bergizi selama kehamilan. Akibatnya, pertumbuhan bayi bisa terhambat yang bisa terus berlanjut
setelah kelahiran.
Selain itu, pemenuhan gizi yang tidak memadai selama 1000 hari pertama kelahiran juga bisa menyebabkan
anak mengalami stunting. Hal itu bisa terjadi bila ibu tidak memberikan bayi ASI eksklusif atau makanan
pendamping ASI (MPASI) dengan kandungan nutrisi yang rendah, sehingga anak tidak mendapatkan gizi yang
dibutuhkan.
Stunting pada anak juga bisa disebabkan oleh infeksi berulang. Anak yang mengalami infeksi berulang
membutuhkan energi yang lebih banyak untuk melawan penyakit. Nah, bila ibu tidak memenuhi kebutuhan
tersebut dengan memberikan asupan makanan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan gizi yang bisa
berakibat pada stunting.
Itulah mengapa penting bagi ibu untuk memerhatikan dan memenuhi kebutuhan gizi anak sejak ia masih dalam
kandungan dan selama masa pertumbuhannya.
Stunting mencegah anak mengalami tumbuh kembang yang optimal. Tidak hanya memengaruhi tinggi dan
berat badannya saja, kekurangan gizi dalam waktu lama sejak usia dini juga bisa berimbas pada kecerdasan
dan kesehatan tubuhnya.
Berikut beberapa kondisi yang bisa terjadi pada anak yang mengalami stunting:
Hal ini juga bisa berpengaruh pada produktivitasnya pada saat dewasa nanti. Melansir dari The Power of
Nutrition, orang yang mengalami stunting pada masa kanak-kanak berpenghasilan 20 persen lebih rendah
dibandingkan mereka yang tidak mengalami stunting.
3.Mudah Sakit
Kekurangan gizi juga bisa menyebabkan anak memiliki sistem kekebalan tubuh yang tidak baik, sehingga ia
akan mudah jatuh sakit.
Bila ibu masih bingung mengenai cara mencegah stunting atau kebutuhan gizi apa saja yang perlu dipenuhi
selama kehamilan, jangan ragu untuk bertanya pada dokter melalui aplikasi Halodoc ya.
Yuk, download aplikasinya sekarang juga sebagai teman penolong untuk membantu menjaga kesehatan ibu
sekeluarga.
Referensi:
World Health Organization. Diakses pada 2021. Stunting in a nutshell.
The Power of Nutrition. Diakses pada 2021. The Impact Of Stunting.