Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

FARMAKO-FITOTERAPI GANGGUAN SISTEM RENAL & SALURAN


KEMIH, KARDIOVASKULAR & DARAH

KASUS PBL:
“FARMAKO-FITOTERAPI STROKE”

Disusun Oleh :

1. Jantika Rahmawardani 1808010060


2. Eka Anisa Agustina 1808010061
3. Himas Atin Kuncorowati 1808010062
4. Irna Nurfahla 1808010063
5. Nailil Hana Falsifa 1808010064

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Farmako-Fitoterapi Stroke”
tepat waktu. Makalah “Farmako-Fitoterapi Stroke” disusun guna memenuhi tugas
pada mata kuliah Farmako-fitoterapi Gangguan Sistem Renal dan Saluran Kemih
Kardiovaskular dan Darah. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang Farmako-Fitoterapi Stroke.

Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada
segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah
ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat
maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , kami selaku penyusun
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Purwokerto, 23 Oktober 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
C. Tujuan.................................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................7
A. Terminology........................................................................................................7
B. Intrepertasi Hasil.................................................................................................9
C. Etiologi, Patofosiologi, Gejala dan Tanda Etiologi..........................................15
 Patofisiologi......................................................................................................17
D. Gejala dan Tanda...............................................................................................19
E. Faktor Resiko....................................................................................................19
F. Hubungan Riwayat Penyakit dengan Stroke.....................................................21
G. Penatalakasanaan Terapi Farmakologi, Non-Farmakologi dan Fitotrapi.........22
H. Tujuan dan Target Terapi..................................................................................24
I. Alogaritma Penyembuhan Stroke Non-Hemoragik..........................................26
J. Monitoring dan Evaluasi...................................................................................27
K. Rehabilitasi Pasca Stroke..................................................................................28
L. Kamapanye Informasi dan Edukasi..................................................................32
BAB III........................................................................................................................34
PENUTUP...................................................................................................................34
A. Kesimpulan.......................................................................................................34
B. Saran..................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................35

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah memberikan dampak
yang besar pada masyarakat, tidak terkecuali Indonesia. Dampak tersebut telah
mengubah pola struktur masyarakat dari agraris menjadi industri, dan gaya hidup desa
ke gaya hidup masyarakat perkotaan. Pola makan pun berubah dari yang alami
menjadi cepat saji. Akibat dari perubahan pola tersebut mengakibatkan terjadinya
pergeseran penyakit dari kecenderungan penyakit infeksi ke degeneratif seperti
kardiovaskuler dan stroke (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Sebagian
besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua
umur, resiko terkena stroke semakin besar (Aliah dkk., 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi penyakit stroke di Indonesia
meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis
tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok
usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin
lebih banyak lakilaki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan
tempat tinggal, prevalensi stroke diperkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan
dengan daerah pedesaan (5,7%).
Pada tahun 2014 stroke termasuk 5 penyakit tertinggi di pekanbaru dengan
jumlah kejadian1010 dari penyakit tidak menular lainnya. Serta stroke mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Sedangkan tahun 2016 stroke juga mengalami
peningkatan yaitu sebanyak 50% dari tahun sebelumnya. Dan tingkat kejadian stroke
tertinggi adalah di Wilayah Kerja Pukesmas Rejosari Pekanbaru (Dinkes, 2016)
Penyebab stroke adalah pecahnya pembuluh darah diotak atau terjadinya
thrombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk kealiran darah sebagai akibat

3
dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menyumbat arteri
otak, akibatnya fungsi otak berhenti dan menjadi penurunan fungsi otak.
Stroke dapat dibedakan menjadi dua yaitu Stroke Hemoragik dan Stroke Non
Hemoragik. Stroke Non Hemoragik adalah stroke yang terjadi karena tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. Hampir 83% pasien mengalami stroke jenis ini. Stroke Non Hemoragik
dibedakan menjadi tiga yaitu Stroke Trombotik adalah proses terbentuknya thrombus
hingga menjadi gumpalan. Stroke Embolik adalah pembuluh arteri yang tertutup oleh
bekuan darah. Hipoperfusion Sistemik adalah gangguan denyut jantung yang
disebabkan oleh aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang (Pudiastuti, 2011).
Tingginya angka kejadian stroke yang terjadi di Indonesia menjadi pembahasan topik
kami melalui study kasus pada pasien yang terkena stroke tipe non-hemarogik.

B. Rumusan Masalah

a. Apa saja terminology medis yang digunakan pada kasus Tn. AB ?


b. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan pada pasien serta pertimbangan
klinis data laboratorium terapi ?
c. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari penyakit stroke non-hemoragik serta
apa saja gejala dan penyalit stroke non-hemoragik yang dialami oleh pasien Tn
AB ?
d. Apa factor yang mempengaruhi kasus Tn.AB ?
e. Bagaimana hubungan dari Riwayat penyakit yang dimiliki pasien terhadap
diagnosis doter yang diberikan pada pasien Tn. AB ?
f. Bagaimana algoritma penyembuhan dari penyakit stroke non-hemoragik ?
g. Apakah tujuan dan target terapi dari pengobatan pasien ?
h. Bagaimana tata laksana dan terapi farmakologi, non farmakologi serta
fitoterapi yang dapat diberikan ?
i. Bagaimana monitoring dan evaluasi pada kasus Tn. AB ?
j. Bagaimana KIE yang baik untuk pasien Tn. AB ?
k. Bagaimana metode yang digunakan untuk merehabilitasi stroke non-
hemoragik ?

4
C. Tujuan

a. Mengetahui terminology medis yang digunakan pada kasus Tn. AB.


b. Mengetahui interpretasi dari hasil pemeriksaan pada pasien serta
pertimbangan klinis data laboratorium terapi.
c. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari penyakit stroke non-
hemoragik serta apa saja gejala dan penyalit stroke non-hemoragik
yang dialami oleh pasien Tn AB.
d. Mengetahui yang mempengaruhi kasus Tn.AB.
e. Mengetahui hubungan dari Riwayat penyakit yang dimiliki pasien
terhadap diagnosis doter yang diberikan pada pasien Tn. AB.
f. Mengetahui algoritma penyembuhan dari penyakit stroke non-
hemoragik
g. Mengetahui tujuan dan target terapi dari pengobatan pasien.
h. Mengetahui tata laksana dan terapi farmakologi, non farmakologi serta
fitoterapi yang dapat diberikan Tn. AB
i. Mengetahui monitoring dan evaluasi pada kasus Tn. AB.
j. Mengetahui KIE yang baik untuk pasien Tn. AB.
k. Mengetahui metode yang digunakan untuk merehabilitasi stroke non-
hemoragik.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Stroke adalah suatu tanda klinis yang ditandai defisit neurologi fokal atau global
yang berlangsung mendadak selama 24 jam atau lebih atau kurang dari 24 jam yang
dapat menyebabkan kematian, yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah. Pada
tahun 2000, penderita stroke di Amerika Serikat menghabiskan biaya sebesar 30
milyar dolar Amerika untuk perawatan. Stroke telah menjadi beban global dalam
bidang kesehatan. Data mengenai penyebab kematian di dunia yang dimulai pada
tahun 1990-an menyebutkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di
dunia. Stroke merupakan penyebab kematian utama pada semua umur, dengan
proporsi sebesar 15,4%. Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik
dan stroke hemoragik. Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik.
Stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh trombus dan emboli. Stroke non
hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada tempat tertentu
di otak melalui proses stenosis. Mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat kompleks
dan menyebabkan kematian neuronal yang diikuti oleh hilangnya fungsi normal dari
neuron yang terkena. Memahami patofisiologi stroke non hemoragik akibat trombus
penting dalam penatalaksanaan pasien, khususnya dalam memberikan terapi secara
tepat.

A. Terminology

1. GCS (Glasgow Coma Scale) adalah skala yang dipakai untuk mengetahui
tingkat kesadaran.
2. Bicara Pelo atau disarthria adalah gangguan berbicara karena adanya
kelemahan pada otot-otot yang berfungsi untuk berbicara. Pada kondisi ini,
seseorang akan sulit mengeluarkan kata-kata dengan jelas atau slurred
speech, sehingga disebut dengan pelo.
3. Stroke Non Hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat
penyumbatan pada pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke
infark atau stroke iskemik ini merupakan jenis stroke yang paling sering
terjadi.
4. RR (Respiratory Rate) merupakan jumlah siklus pernafasan/menit.

6
5. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang
berfungsi untuk menghasilkan antibodi yang dapat melawan virus, jamur,
bakteri, dan parasit penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh.
Leukosit atau sel darah putih diproduksi oleh sumsum tulang dan
diedarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
6. Trombosit atau keping darah memiiki peranan penting dalam proses
pembekuan darah. Selain itu, trombosit juga kerap digunakan dalam
metode skrining (deteksi dini) dan mendiagnosis berbagai penyakit yang
disebabkan oleh gangguan pada penggumpalan darah
7. HB adalah protein kaya zat besi dalam sel darah merah yang bertugas
membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kadar Hb normal untuk laki-laki
dewasa adalah 13 g/dL (gram per desiliter), sedangkan kadar Hb normal
wanita dewasa adalah 12 g/dL
8. Kreatinin adalah zat limbah dalam darah yang diproduksi oleh jaringan
otot saat Anda bergerak atau beraktivitas. Jumlah kreatinin di dalam darah
diatur oleh ginjal. Itulah alasan mengapa pemeriksaan kadar kreatinin
sering dilakukan sebagai salah satu cara untuk menilai fungsi ginjal. Kadar
kreatinin yang normal pada orang dewasa berkisar antara 0,6–1,2 mg/dL
untuk pria dan 0,5–1,1 mg/dL untuk wanita. Namun, rentang nilai
kreatinin normal mungkin saja bervariasi pada setiap laboratorium.
9. Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang banyak ditemukan di dalam
darah.
10. GDS (Gula darah sewaktu) tes gula yang dilakukan tanpa perlu berpuasa
dan tanpa memperhatikan kapan terkahir makan.
11. Tekanan Darah adalah ukuran kekuatan yang digunakan jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Artinya, tekanan darah berkaitan erat
dengan kondisi kesehatan jantung Anda, sehingga ketika Anda mengecek
kesehatan tubuh, tekanan darah Anda juga akan diukur.
12. LDL Kolesterol yang lebih dikenal sebagai kolesterol "jahat". Kolesterol
LDL umumnya menumpuk di dinding arteri, sehingga berisiko membuat
arteri mengeras dan menyempit. 
13. HDL Kolesterol tau kolesterol "baik". Sebab, kolesterol ini mengambil
kelebihan kolesterol dan membawanya kembali ke hati.

7
14. Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang terdapat di dalam sel,
jaringan, dan cairan tubuh, termasuk darah, urine, dan keringat. Ada
banyak jenis elektrolit dengan fungsinya masing-masing. Agar semua
organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, diperlukan asupan elektrolit
yang cukup.
15. Nadi atau arteri adalah pembuluh darah berotot yang memompa darah dari
jantung ke seluruh tubuh. Fungsi ini bertolak belakang dengan fungsi
pembuluh balik yang membawa darah menuju jantung. Sistem sirkulasi
sangat penting dalam mempertahankan hidup.
16. Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas suatu
benda. Suhu suatu benda menunjukan tingkat energi panas benda tersebut,
satuan suhu yang digunakan di Indonesia adalah derajat Celcius (°C) .
17. Kolesterol Total merupakan gabungan dari
jumlah kolesterol baik, kolesterol jahat dan trigliserida dalam setiap
desiliter darah.
18. Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika tekanan darah terhadap dinding
arteri terlalu tinggi.

B. Intrepertasi Hasil

Kasus : Tn. AB (60 tahun) datang ke IGD RS dengan keluhan sakit kepala
berat, mendadak bicara pelo, dan anggota gerak sisi kanan mengalami
kelemahan sejak saat pasien bangun tidur pagi hari. Pasien memiliki Riwayat
hipertensi dan Riwayat stroke 5 tahun lalu. Tn. AB memiliki BB 90 kg dan TB
165 cm. Riwayat alergi tidak ada. Diketahui kakak kandung pasien juga
memiliki riwayat stroke. Pasien diketahui merupakan perokok aktif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Dokter, pasien didiagnosa Hasil Pemeriksaan
pada Pasien :
▪ TD : 186/102 mmHg
▪ Nadi : 120x/menit
▪ RR : 21x/menit
▪ Suhu : 36,5oC
▪ Glasgow Coma Scale (GCS) EV2M4
▪ Leukosit : 9.000/mm3

8
▪ Trombosit : 249.000/mm3
▪ Hb :13,9 g/dL
▪ Kreatinin : 0,8 mg/dL
▪ Kolesterol Total : 205 mg/dL
▪ Trigliserida : 188 mg/dL
▪ LDL cholesterol : 140 mg/dL
▪ HDL cholesterol : 50 mg/dL
▪ Gula Darah Sewaktu : 100 mg/dL
▪ Elektrolit : Natrium= 144 mmol/L; Kalium= 4 mmol/L; Klorida=100
mmol/L
1. Tekanan darah
Menurut JNC 7 klasifikasi tekanan darah dibedakan menjadi 4 yaitu
normal, prehipertensi, hipertensi stadium I, dan hipertensi stadium II
dengan rentang tekanan sistolik dan diastolik sebagai berikut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien memiliki TD sebesar 186/102


mmHg, maka pasien tersebut dikatakan memiliki tekanan darah yang
termasuk klasifikasi Hipertensi.
2. Nadi
Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah
di pompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba di suatu tempat dimana
ada arteri melintas. Denyut nadi normal dapat dikategorikan sesuai umur
yaitu: dewasa 60-80, anak 80-100 dan bayi 100-140. berdasarkan hasil
pemeriksaan pasien memiliki denyut nadi sebesar 120x/menit. Maka
pasien tersebut dikatakan memiliki denyut nadi yang termasuk klasifikasi
tidak normal karena bisa menjadi tanda adanya gangguan irama pada
jantung disebut aritmia.
3. RR

9
Respiratory Rate (RR) adalah jumlah siklus pernafasan (inspirasi dan
ekspirasi penuh) yang dihitung dalam waktu 1 menit atau 60 detik. Untuk
orang dewasa, laju pernapasan normal adalah 12-20 breaths/min.
berdasarkan hasil pemeriksaan pasien memiliki nilai RR sebesar
21x/menit. Maka pasien tersebut dikatakan memiliki nilai RR yang
termasuk klasifikasi tidak normal
4. Suhu
Biasanya suhu tubuh saat pagi hari lebih rendah daripada malam hari.
Suhu tubuh normal manusia sendiri pada umumnya berkisar 36,1 – 37,2
derajat Celsius (°C). Untuk orang dewasa, Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mengatakan bahwa 36,5 – 37,5 °C adalah normal. berdasarkan hasil
pemeriksaan pasien memiliki suhu badan yaitu 36,5 derajat celcius. Maka
pasien tersebut dikatakan memiliki suhu badan yang termasuk klasifikasi
normal.
5. GSC
GCS normal adalah sesuatu yang akan sangat penting untuk dimiliki
ketika seseorang mengalami kecelakaan dan adanya cedera di kepala. GCS
normal atau Glasgow Coma Scale bisa menjadi acuan untuk mengetahui
tingkat kesadaran seseorang. GCS normal bisa didapatkan jika seseorang
memiliki tingkat kesadaran yang cukup atau bisa diblang terjaga
sepenuhnya ketika berada di skala 15. Pada pengukuran GCS terdapat 3
komponen yang dinilai, yaitu : eye (kemampuan membuka mata) dengan
nilai maksimal 4, verbal (respon verbal/bicara) dengan nilai maksimal 5,
dan motorik (pergerakan) dengan nilai maksimal 6. berdasarkan nilai gcs
yang didapatkan pasien yaitu EV2M4 yang artinya kemampuan respon
membuka mata adalah 0 atau sudah tidak membuka mata, lalu untuk
respon verbal atau bicaranya adalah 2 atau respon pasien adalah
mengerang dan untuk respon motorik atau pergerakannya adalah 4 yang
artinya menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak.
6. Leukosit
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetikyang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai
penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. berdasarkan
hasil pemeriksaan pasien memiliki nilai leukosit sebesar 9000/mm3. Maka

10
pasien tersebut dikatakan memiliki nilai leukosit yang termasuk klasifikasi
normal.
Bayi baru lahir : 9000-30.000 /mm3
Bayi/anak : 9000-12.000/mm3
Dewasa : 4000-10.000/mm3
7. Trombosit
Trombosit (platelet) dikenal juga dengan sebutan keping darah dan
berperan penting dalam proses pembekuan darah. Selain itu, trombosit
juga kerap digunakan dalam metode skrining (deteksi dini) dan
mendiagnosis berbagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada
penggumpalan darah.  jumlah trombosit normal di dalam tubuh adalah
sekitar 150.000–400.000 trombosit per mikroliter darah. Jika jumlah
trombosit kurang dari 150.000 per mikroliter darah, dapat dikatakan
jumlah trombosit terlalu rendah. Sebaliknya, jika jumlah trombosit lebih
dari 400.000 per mikroliter darah, maka terbilang memiliki trombosit
tinggi. berdasarkan hasil pemeriksaan pasien memiliki nilai trombosit
sebesar 249.000/mm3. Maka pasien tersebut dikatakan memiliki nilai
trombosit yang termasuk klasifikasi normal.
8. HB
Hemoglobin merupakan suatu komponen yang mepunyai fungsi
sebagai alat transportasi (O2) dan karbondioksida (CO2). Hasil
pemeriksaan nilai kadar hemoglobin normal menurut WHO dalam
Permenkes RI tahun 2014 bahwa laki-laki >13gr/dl, perempuan >12gr/dl
dan ibu hamil >11gr/dl (Permenkes RI, 2014). berdasarkan hasil
pemeriksaan pasien memiliki nilai Hb 13,9 g/dL. Maka pasien tersebut
dikatakan memiliki nilai Hb yang termasuk klasifikasi tinggi.
9. Kreatinin
Kreatinin merupakan asam amino yang diproduksi oleh hati, pankreas
dan ginjal. Kreatinin juga bisa diperoleh dari luar tubuh yaitu dari sumber
makanan seperti daging. Nilai normal kadar kreatinin serum pada pria
adalah 0,7-1,3 mg/dL sedangkan pada wanita 0,6-1,1 mg/dL (David C dan
Dugdale, 2013). berdasarkan hasil pemeriksaan pasien memiliki nilai
kreatinin sebesar 0,8 mg/dl . Maka pasien tersebut dikatakan memiliki nilai
kreatinin yang termasuk klasifikasi normal

11
10. Kolesterol Total
Kolesterol Total merupakan gabungan dari jumlah kolesterol baik,
kolesterol jahat dan trigliserida dalam setiap desiliter darah.
Menurut Institut Jantung, Paru-paru, dan Darah Nasional di AS (NHLBI),
tingkat kolesterol total yang baik adalah kurang dari 200 mg/dL dan
disebut tinggi bila kadarnya mencapai 240 mg/dl atau lebih. berdasarkan
hasil pemeriksaan pasien memiliki nilai kolesterol total sebesar 205 mg/dl.
Maka pasien tersebut dikatakan memiliki nilai kolesterol total yaitu 205
mg/dlyang termasuk klasifikasi cukup tinggi
11. Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang dibawa dalam aliran
darah dan juga merupakan zat yang disimpan di dalam jaringan sebagai
hasil dari konversi sebagian besar jenis lemak di dalam tubuh. berdasarkan
hasil pemeriksaan pasien memiliki nilai trigliserida sebesar 188 mg/dl.
Maka pasien tersebut dikatakan memiliki nilai trigliserida yang termasuk
klasifikasi cukup tinggi
12. LDL Kolesterol
Low-density lipoprotein (LDL) yang lebih dikenal sebagai kolesterol
"jahat". Kolesterol LDL umumnya menumpuk di dinding arteri, sehingga
berisiko membuat arteri mengeras dan menyempit. berdasarkan hasil
pemeriksaan pasien memiliki nilai LDL sebesar 140 mg/dl. Maka pasien
tersebut dikatakan memiliki nilai LDL yang termasuk klasifikasi cukup
tinggi
13. HDL Kolesterol
HDL adalah kolesterol yang berfungsi untuk membersihkan kelebihan
kolesterol yang berbahaya di dalam darah dan membawanya kembali ke
hati untuk dikeluarkan dari tubuh. Oleh karena itu, HDL (high-density
lipoprotein) disebut sebagai 'kolesterol baik. berdasarkan hasil
pemeriksaan pasien memiliki nilai HDL sebesar 50 mg/dl. Maka pasien
tersebut dikatakan memiliki nilai HDL yang termasuk klasifikasi normal
atau baik

12
14. Gula Darah Sewaktu
Gula darah sewaktu adalah pemeriksaan untuk mendeteksi kadar
glukosa darah secara spontan, yang bisa dilakukan kapan saja. Selain
sewaktu, biasanya ada pemeriksaan gula darah puasa dan dua jam setelah
makan. Nilai gula Darah Sewaktu (GDS) /  tanpa puasa < 200 mg/dL .
berdasarkan hasil pemeriksaan pasien memiliki nilai GDS sebesar 100
mg/dl. Maka pasien tersebut dikatakan memiliki nilai GDS yang termasuk
klasifikasi normal
15. Elektrolit
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif
disebut kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan
keduanya disebut sebagai elektronetralitas.Nilai normal dari kadar
elektrolitnya yaitu: Natrium (Na+): 135 – 145 mEq/L, Kalium (K+): 3,5 –
5,3 mEq/L dan Klorida (Cl‾): 100 – 106 mEq/L. berdasarkan hasil
pemeriksaan pasien memiliki nilai elektrolit sebesar Natrium= 144
mmol/L; Kalium= 4 mmol/L; Klorida=100 mmol/L. Maka pasien tersebut
dikatakan memiliki nilai elektrolit yang termasuk klasifikasi normal

Jadi, interpetasi dari hasil pemeriksaan serta pertimbangan klinis dan


data laboratorium terapi yaitu pada pasien dapat ditarik kesimpulan bahwa dari
riwayat pasien yang pernah mengalami stroke 5 tahun yang lalu dan pasien

13
merupakan perokok aktif juga dilihat dari hasil laboratorium yang didapat
tekanan darah pasien tinggi, ldl kolesterol tinggi karena kadar kolesterol LDL
yang terlalu tinggi dapat mengendap pada dinding pembuluh darah arteri dan
membentuk plak atau aterosklerosis di berbagai bagian tubuh. Plak tersebut
bisa menyumbat pembuluh darah dan menghambat aliran darah, sehingga
menimbulkan penyempitan pembuluh darah yang akan menghambat suplai
oksigen serta nutrisi ke organ yang di alirinya, termasuk jantung. Lalu
kolesterol total tinggi , RR tinggi, denyut nadi tinggi dan Hb tinggi.
Disamping itu riwayat anggota keluarga ada yang sudah menderita stroke yang
bisa menjadi faktor pasien juga dapat menderita stroke. menurut (Kartika,
2017) berbagai dampak yang ditimbulkan selain kecacatan atau kelumpuhan
pada anggota gerak,juga ganggaun pada proses bicara (Afasia),serta
penurunan daya ingat. Apabila terjadi hambatan pada sistem motorik pasien
maka pasien akan mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam melakukan
gerakan. Anggota tubuh yang mengalami serangan biasanya adalah
ekstermitas atas dan bawah. Kelemahan ekstermitas atas menyebabkan
hilangnya kemampuan fungsi motorik pada tangan seperti kemampuan
menggenggam,mencubit, sehingga perlu dilakukan pemulihan pada fungsi
motorik dan sensorik. Keluhan utama yang didapatkan pada pasien Stroke
Non Haemoragik biasanya gangguan motorik, kelemahan anggota gerak
sebelah badan,bicara pelo,dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

C. Etiologi, Patofosiologi, Gejala dan Tanda Etiologi

 Etiologi
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

14
a. Atheroklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3) Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral
c. Arteritis ( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya

15
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hipoksia Umum
Hipoksia adalah kondisi rendahnya kadar oksigen di sel dan jaringan.
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia Setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine (Hadi
Purwanto, 2016)

 Patofisiologi

Patofisiologi stoke non-hemoragik merupakan suatu proses yang


kompleks, melibatkan mekanisme eksotoksisitas, jalur inflamasi, kerusakan
oksidatif, ketidakseimbangan ion, apoptosis, angiogenesis, dan neuroprotektif.
Terdapat dua mekanisme patofisiologi pada iskemik otak yaitu hilang atau
berkurangnya suplai oksigen dan glukosa yang terjadi sekunder akibat oklusi
vaskuler serta perubahan metabolisme seluler akibat gangguan proses produksi
energi. Gangguan aliran darah dalam kasus ini dapat disebabkan oleh berbagai
macam penyebab dengan manifesti klinis yang bervariasi. Diperkirakan
sekitar 45% stroke iskemik disebabkan oleh thrombus dan 20% dikarenakan
oleh terjadinya emboli dan iskemia global (stroke hipotensi). (Hickey.2003)

16
Penyebab gangguan aliran darah selain thrombus dan emboli yaitu karena
terjadinya penurunan aliran darah (hipoperfusi) darah ke otak secara cepat
oleh sebab apapun yang sering menyerang daerah perbatasan (borderzone
area) diantara daerah yang mendapatkan aliran darah dari pembuluh darah
besar (Caplan LR. 2009). Serta disebabkan oleh diseksi karotis, adanya
antibody terhadap antiphospolipid, arteritis, infeksi dan penggunaan obat-
obatan seperti kokain (Hickey. 2003).
Oklusi menyebabkan gangguan hemodinamik aliran darah otak yang secara
bertahap dikenal beberapa critical level berdasarkan beratnya oklusi, yaitu:
1. Tingkat kritikal pertama
Apabila aliran derah otak/CBF (cerebral blood flow) menurun hingga
70- 80% (kurang dari 50-55 ml/100 gr/menit), respon pertama otak adalah
terjadinya gangguan sintesa protein karena adanya disagregasi ribosom.
2. Tingkat kritikal kedua
Apabila CBF berkurang hingga 50% (hingga 35 ml/100 gr/menit),
akan terjadi aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan konsentrasi laktat
yang selanjutnya berkembang menjadi asidosis laktat dan edema
sitotoksik.
3. Tingkat kritikal ketiga
Terjadi apabila CBF berkurang hingga 30% (hingga 20 ml/100
gr/menit). Pada keadaan ini akan terjadi berkurangnya produksi adenosine
triphosphate (ATP), defisit energi, gangguan transport aktif ion,
instabilitas membran sel, serta dilepaskannya neurotransmiter eksitatorik
yang berlebihan.
Pada saat CBF hanya mencapai 20% dari nilai normal (10-15 ml/100
gr/menit), neuron-neuron otak kehilangan gradien ion dan selanjutnya terjadi
depolarisasi anoksik dari membran. Jika jaringan otak mendapat aliran darah
13 kurang dari 10 ml/100 gr/menit akan terjadi kerusakan neuron yang
ireversibel secara cepat dalam waktu 6-8 menit. Daerah ini disebut inti infark
(ischemic core).

17
D. Gejala dan Tanda

Faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke non


hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (Kelompok Studi
Serebrovaskuler Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2004)
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable risk factors) seperti :
a. Usia
b. Ras
c. Gender
d. Genetik
e. Riwayat stroke sebelumnya.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) seperti :
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Penyakit jantung
d. Diabetes
e. Obesitas
f. Penggunaan oral kontrasepsi
g. Alkohol
h. Hiperkolesterolemia.

E. Faktor Resiko

Menurut (Wijaya, 2013), Kelompok faktor risiko yang tidak dapat


dimodifikasi merupakan kelompok faktor risiko yang ditentukan secara
genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak
dapat dimodifikasi. Yang termasuk kelompok ini antara lain usia, jenis
kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga, serta riwayat serangan transient
ischemic attack atau stroke sebelumnya. Kelompok faktor risiko yang dapat
dimodifikasi merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat
dimodifikasi, yang meliputi hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,
penyakit jantung, merokok, alkohol, obesitas, dan penggunaan kontrasepsi
oral.
- Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
- Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)

18
- Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
- Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara
atau permanen gerakan, berpikir, memori , bicara atau sensasi
Faktor resiko pada penyakit stroke :
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler
c) Kolesterol tinggi
d) Obesitas
e) Peningkatan hematokrit
f) Diabetes
g) Kontrasepsi oral
h) Merokok
i) Penyalahgunaan obat
j) Konsumsi alkohol

19
F. Hubungan Riwayat Penyakit dengan Stroke

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya stroke non hemoragik,


antara lain: usia lanjut, hipertensi, DM, penyakit jantung, hiperkolesterolemia,
merokok dan kelainan pembuluh darah otak (Mardjono, 2006).
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting
untuk stroke iskemik maupun stroke pendarahan. Pada keadaan hipertensi,
pembuluh darah mendapat tekanan yang cukup besar. Jika proses tekanan
berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh
darah sehingga rapuh dan menjadi pecah. Hipertensi juga dapat
menyebabkan aterosklerosis dan penyempitan diameter pembuluh darah
sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak (Indrawati, 2009).
Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan
pasien yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat

20
mengalami peningkatan tekanan darah. Pada 24 jam pertama fase akut
stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160
mmHg dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg.
Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak
yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran
darah akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di
area penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah
yang terlalu cepat pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan
perburukan neurologis (Mardjono, 2006)
2. Pernah terserang stroke
Seseorang yang pernah mengalami stroke, termasuk TIA
(Transient Ischemic Attack), rentan terserang stroke berulang. Seseorang
yang pernah mengalami TIA akan sembilan kali lebih beresiko mengalami
stroke dibandingkan yang tidak mengalami TIA. (Indrawati et al., 2016).
3. Riwayat keluarga pasien terkena Stroke (keturunan)
Riwayat keluarga bukan merupakan factor risiko independent yang
menyebabkan stroke. Penelitian menunjukan hasil bahwa tida ada
hubungan yag signifikan antara riwayatkelurga dengan kejadian
stroke.Peningkatakn risiko stroke pada Riwayat keluarga (keturunan)
diperoleh melalui beberapa mekanisme yaitu factor enetik, faktir kepekaan
genetika, factor kultur/lingkungan dan gaya hidup, interaksi antara factor
genetic dan lingkungan (AHA.2006).Pengaruh genetic terhadap kejadian
stroke tidak lepas dari factor risiko individual seperti hipertensi, diabetes
melitus, dislipidemia dan factor lingkungan/perilaku.
Berdasarkan Riwayat penyakit yang dialami pasien,pasien
memiliki Riwayat hipertensi dan serangan stroke yang terjadi 5 tahun yang
lalu, hipertensi dan serang stroke menjadi pemicu pasien untuk mengalami
stroke non-hemoragik.

G. Penatalakasanaan Terapi Farmakologi, Non-Farmakologi dan Fitotrapi

 Terapi Farmakologi
Beberapa terapi secara farmakologis untuk stroke non hemoragik:
1. Aspirin

21
Aspirin dapat mencegah berulangnya stroke pada pasien stroke iskemik.
Untuk mendapatkan khasiat yang maksimal, diberikan aspirin dosis tinggi
sebesar 1000-1300 mg perhari, untuk dosis rendah sebesar 40-300 mg
perhari, kurang berkhasiat untuk mencegah kambuhnya stroke.
2. Tiklopidin
Tiklopidin bekerja mencegah stroke kambuh pada pasien pasca stroke. Obat
ini memiliki efek samping yang berpengaruh pada lambung dan terjadinya
diare. Penderita stroke yang diberikan tiklopidin harus dipantau secara teratur
dengan menghitung sel darah putih.
3. Antikoagulan
Obat antikoagulan yang sering diberikan pada pasien stroke yaitu jenis
heparin dan coumarin. Efek samping yang timbul yaitu perdarahan dan
berkurangnya jumlah keping darah yang cenderung membentuk bekuan
darah.
4. Trombolitik
Terapi dengan obat trombolitik untuk stroke iskemik merupakan terapi yang
berbahaya jika tidak dilakukan dengan seksama. Hasil yang paling ditunjukan
jika pengobatan dilakukan dalam waktu 90 menit setelah terjadi serangan
stroke disertai
observasi ketat.
Tekanan darah naik sewaktu terjadi serangan stroke iskemik dan dapat
bertahan sampai beberapa hari. Kenaikan tekanan darah dibutuhkan untuk
mempertahankan aliran darah otak setelah serangan stroke dan akan turun
perlahan-lahan dengan sendirinya tanpa pengobatan pada hari ke 3-7. Namun
demikian tekanan darah mencapai 220/120 mmHg perlu diterapi
TD Sistolik 180-220 Tidak perlu penanganan
mmHg dan atau TD
diastolik 105-140 mmHg
TD Sistolik >220 mmHg Kaptopril 6,25-12,5 mg secara
dan atau TD diastolik po/im Labetalol 5 – 20 mg
120-140 mmHg pada secara iv
pengukuran berulang Urapidil 10-50 mg secara iv, dilanjutkan 4-8
mg/jam secara iv
Klonidin 0,15-0,3 mg secara iv atau sc
Dihidralazin 5 mg secara iv ditambah
Metoprolol 10 mg
TD Diastolik > 140 mmHg Nitrogliserin 5 mg secara iv dilanjutkan 1-4
mg/jam secara iv

22
Sodium nitroprusid 1-2 mg

 Terapi Non Farmakologi


Penatalaksanaan non famakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
hipertensi antara lain mengurangi berat badan pada penderita dengan berat badan
berlebih, mengurangi konsumsi rokok, mengatur pola makan terutama diet dalam
konsumsi garam, olahraga secara teratur, mengontrol stres, serta memperbaiki
gaya hidup (Sutanto, 2010).
Terapi non farmakologis pada stroke non hemoragik adalah rehabilitasi.
Rehabilitasi merupakan untuk membantu pemulihan pasca stroke, yang bertujuan
untuk memperbaiki motorik, sensorik dan fungsi lain yang terganggu. Tujuan lain
adalah untuk adaptasi mental dan sosial penderita stroke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal dan penderita stroke kembali melakukan aktivitas
sehari-hari. Dan berikut contoh aktivitas terapi:
1. Mengatur posisi
Pastikan bahwa tubuh berada pada posisi yang tepat. Pasien akan juga
disarankan untuk mengubah posisi untuk memastikan bahwa otot-otot dan
tulang sendi tidak kaku dan penderita tidak bertambah sakit.
2. Aktivitas fungsional
Apabila otot sudah sangat kuat, gerakan gerakan akan digabungkan dengan
aktivitas seperti duduk, berdiri, jalan dan lain-lain.
3. Keseimbangan
Keseimbangan merupakan hal penting untuk bergerak dengan mudah dan
aman dalam melakukan suatu gabungan aktivitas pada saat bersamaan.
4. Menelan
Sebagian dari mereka yang pernah mengalami stroke mempunyai kesulitan
untuk menelan. Bila hal ini terjadi dapat meningkatkan resiko terhadap infeksi
pernafasan.
5. Terapi berbicara
Terapi ini dapat membantu penderita untuk mengenal kata-kata,
mengkoordinasikan otot untuk berbicara, atau mencari cara komunikasi yang
lain.

23
6. Adaptasi
Adaptasi dapat mempermudah berbagai aktivitas yang dilakukan, seperti
berjalan, makan (Farida, 2009).
7. Hidroterapi
Kolam hidroterapi digunakan untuk merehabiliitasi gangguan saraf motorik
pasien pasca stroke. Kolam hidroterapi berisi air hangat yang membuat tubuh
bisa bergerak lancar, memperlancar peredaran darah dengan melebarnya
pembuluh darah, dan memberikan ketenangan.

 Terapi Fitoterapi

H. Tujuan dan Target Terapi

Tujuan dan target dari pengobatan penyakit stroke ini :


1. Target terapi untuk tekanan darah atau hipertensi dan sakit kepala
Terjadinya hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke dan
meyebabkan gejala sakit kepala yang berat. Hipertensi meningkatkan
risiko terjadinya stroke sebanyak 6 kali. Hal ini disebabkan karena
penebalan dinding arteri yang dapat merusak lapisan endotel arteri.
Kerusakan endotel dalam pembuluh darah mengakibatkan terbentuknya
plak aterosklerosis dan mengakibatkan terjadinya SNH. Dalam kasus ini
tekanan darah pada psien melebihi batas normal, sehingga diperlukan
pengobatan target terapi penurunan tekanan darah.
Penggunaan antihipertensi pada pasien SNH dibagi menjadi tiga jenis
terapi yaitu terapi tunggal, dua kombinasi, dan tiga kombinasi.
Penggunaan terapi tunggal dan kombinasi paling banyak digunakan
golongan CCB yaitu amlodipin. CCB memiliki efektivitas pencegahan
stroke yang lebih besar dibandingkan dengan antihipertensi golongan lain.
Obat golongan CCB bekerja dengan cara memblokir aliran kalsium pada
saraf pusat sehingga mengurangi cidera iskemik dan nekrosis neuron di
area otak.
Amlodipin lebih banyak digunakan dibandingkan dengan golongan
CCB yang lain karena amlodipin bersifat vaskular selektif, memiliki waktu
paruh yang panjang, dan absorpsi yang lambat sehingga mencegah TD
turun secara mendadak. Golongan CCB menyebabkan relaksasi otot

24
jantung dengan memblokir saluran kalsium sehingga mengurangi
masuknya ekstraseluler kalsium di dalam sel sehingga terjadi vasodilatasi.
Terapi dua kombinasi paling banyak digunakan adalah CCB dan ARB.
Terapi ini meningkatkan efikasi antihipertensi secara signifikan.
Penggunaan antihipertensi golongan ARB lebih banyak digunakan karena
tidak memiliki efek samping seperti ACEI yaitu merangsang pembentukan
bradikinin sehingga menyebabkan batuk kering dan bersifat
nefroprotektor. Evaluasi TD pasien SNH dilakukan pada nilai TDS dan
TDD secara terpisah.
2. Target terapi untuk berat badan
Pada kasus ini dikarenakan pasien memiliki berat badan yang melibihi
normal sehingga pasien harus melakukan pola diet, target terapi ini
dimaksudkan untuk menguragi kadar glukosa dalam tubuh berkurang,
dimana ketika kadar glukosa turun akan menurunkan viskositas pada
tekanan darah juga.
3. Target terapi untuk pola hidup sehat
Pasien memiliki pola hidup tidak sehat seperti merokok aktif, sehingga
untuk penyembuhannya hilangkan kebiasaan merokok sebagai jalan
penyembuhan, karena dapat menyebabkan hipertensi yang dapat
mengakibatkan stroke
4. Target terapi untuk fisioterapi
Pada kasus ini pasien pasien memgalami bicara pelo yang diakibatkan
stroke, untuk meringankan bicara pelonya maka lakukan fisioterapi, selain
bicara pelo, kelumpuhan pada tangan kanan dapat dilakukan untuk
meringankannya dengan fisioterapi, sehingga pasien setidaknya dapat
merasakan keringanan dari pada sebelumnya. Tujuan lain yaitu untuk
mengurangi kerusakan syaraf dan enurunkan mortalitas dan kecacatan
jangka panjang.

25
I. Alogaritma Penyembuhan Stroke Non-Hemoragik

J. Monitoring dan Evaluasi

Kerasionalan terapi stroke dapat dilihat dari pemberian obat – obatan


untuk stroke sudah tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis. Hal
tersebut menunjukkan, apabila suatu terapi tidak memenuhi empat kriterita
tersebut maka terapi obat dikatakan tidak rasional. Pada pengobatan suatu
penyakit harus dilakukan secara rasional, karena pada pengobatan dapat
menimbulkan dampak negatif diantaranya: dampak pada mutu pengobatan dan
pelayanan, mutu ketersediaan obat dan psikososial, biaya pengobatan,
meningkatnya mortalitas dan morbiditas (Roveny, 2015), kemungkinan efek

26
lain yang tidak diharapkan pada pemberian antiplatelet seperti pendarahan
(Depkes RI, 2011).
Berdasarkan landasan teori di atas maka sangat diperlupakan terapi
rasionalitas obat. Penggunaan obat yang rasional adalah apabila pasien
menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya dalam kurun waktu tertentu
dengan biaya yang terjangkau untuk pasien dan masyarakat. Penggunaan obat
dikatakan rasional apabila memenuhi hal–hal berikut ini (Depkes RI, 2011) :
1. Tepat Indikasi
Tepat indikasi adalah pemberian obat disesuaikan dengan gejala dan
diagnosis pasien karena obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.
2. Tepat Pasien
Tepat pasien adalah pemberian obat yang disesuaikan dengan kondisi
patofisiologis dan fisiologis pasien terhadap efek obat dan tidak ada
kontraindikasi.
3. Tepat Obat
Tepat obat adalah pemberian obat dengan efek terapi yang sesuai dan
merupakan drug of choice. Obat yang dipilih harus mempunyai efek
terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
4. Tepat dosis
Tepat dosis adalah pemberian obat yang tepat besaran dosis, frekuensi dan
durasinya kepada pasien sehingga dapat menimbulkan efek yang
diinginkan
Pengobatan rasional sangat penting dilakukan karena akan berdampak
pada kondisi pasien dan sebagai tolak ukur berhasil atau tidaknya suatu
pengobatan. Oleh sebab itu perlu mempertanyakan beberapa hal dalam menilai
ketepatan terapi obat, seperti: kesesuaian obat dengan indikasi, obat yang
diresepkan merupakan drug of choice, pasien memiliki kontraindikasi
terhadap obat yang digunakan atau tidak, pasien dalam kondisi tertentu
memerlukan penyesuaian dosis (Depkes RI, 2011)
Pada penderita stroke non-hemoragik terutama yang di rawat inap,
umumnya menerima banyak sekali jenis obat, sehingga perlu dilakukan
evaluasi yang meliputi indikasi, efektivitas, keamanan dan kepatuhan, yang
diharapkan dengan evaluasi ini dapat membantu pasien mencapai tujuan terapi
dan hasil luaran yang terbaik.

27
K. Rehabilitasi Pasca Stroke

Rehabilitasi stroke merupakan sebuah program yang terkoordinasi


yang memberikan perawatan restoratif untuk memaksimalkan pemulihan dan
meminimalisasi impairment, disability, dan hadicap yang disebabkan oleh
stroke (Widiyanto, 2009).
Menurut Wirawan (2009), terdapat 6 prinsip dasar pada rehabilitasi
stroke sebagai berikut:
1. Gerak merupakan obat yang paling mujarab.
2. Latihan yang digunakan pada terapi gerak sebaik merupakan gerak fungsio
nal.
3. Pasien diarahkan untuk melakukan gerak dengan keadaan senormal mungk
in.
4. Latihan gerak fungsional dapat dilakukan setelah stabilitas tubuh sudah ter
capai.
5. Terapi gerak diberikan kepada pasien yang siap secara fisik maupun menta
l
6. Hasil terapi akan optimal jika ditunjang dengan kemampuan fungsi kogniti
f, persepsi, dan modalitas sensoris yang baik.
Menurut Bastian (2011), rehabilitasi medik pasca stroke dapat terbagi
menjadi dua fase berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari program
rehabilitasi. Fase awal bertujuan untuk mencegah komplikasi sekunder dan
melindungi fungsi yang tersisa. Fase ini dimulai sedini mungkin ketika
keadaan umum telah memungkinkan. Fase lanjutan bertujuan untuk mencapai
kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan ADL. Fase lanjutan dimulai
ketika IPS sudah stabil secara medik. Fase ini melibatkan berbagai jenis terapi
antara lain fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, ortotik prostetik, dan
psikologi (Bastian, 2011). Pemilihan jenis terapi yang dilakukan pada suatu
program rehabilitasi medis tergantung pada dampak sisa yang dialami oleh
penderita stroke (Brass, 1992).
Wirawan (2009) membagi fase rehabilitasi pasca stroke berdasarkan
tujuan dan intervensi yang diberikan. Rehabilitasi terbagi menjadi tiga fase

28
yaitu fase akut, fase sub akut, dan fase kronis. Menurut Wirawan (2009) hasil
rehabilitasi yang mungkin dicapai seorang IPS terbagi ke dalam lima
tingkatan, yaitu :
1. Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit.
2. Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan sesuai
kondisi.
3. Mandiri penuh namun tidak bekerja.
4. Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain.
5. Aktivitas sehari-sehari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain.
Tujuan utama rehabilitasi pasca-stroke adalah untuk mencegah
komplikasi, meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ.
Prioritas rehabilitasi stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder,
manajemen dan pencegahan penyakit penyerta dan komplikasi. Pada
dasamya rehabilitasi pada penderita stroke iskemik maupun stroke
hemoragik memiiki prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi
terapi berbicara, terapi fisik, dan terapi okupasional (Aminoff, 2009).
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, serta
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi
(Kemenkes, 2001).
Rehabilitasi harus segera dimulai ketika seluruh kondisi pasien
stroke sudah stabil, yaitu terkadang 24 hingga 48 jam setelah stroke
(National Institutes of Health, 2014). Pasien pascastroke selanjutnya akan
diberikan program rehabilitasi ataupun rawat jalan secara rutin. Untuk
menjalani program rehabilitasi atau rawat jalan, individu pascastroke tidak
dapat menjalaninya seorang diri, melainkan memerlukan orang lain yang
merawat dan membantunya dalam menjalani kehidupan setelah terkena
stroke. Orang yang merawat pasien pascastroke biasanya adalah perawat
atau orang terdekat dengan pasien seperti keluarga, pasangan dan anak
(jika telah memiliki anak)
Latihan pada anggota gerak atas (upper extremity) diantaranya
adalah fleksi dan ekstensi bahu, abduksi bahu, fleksi dan ektensi siku,

29
fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta jari tangan, serta latihan pada
anggota gerak bawah (lower extremity) (Irfan, 2010).
Dalam asuhan fisioterapi, asesmen merupakan unsur yang vital
untuk menetapkan sebuah diagnosis fisioterapi. Asesmen sering
diterjemahkan sebagai suatu pengkajian. Untuk mendapatkan efektivitas
yang tinggi dan pelayanan fisioterapi, kesesuaian intervensi fisioterapi
dengan problematik fisioterapi menjadi unsur yang sangat menentukan.
Identifikasi problematik fisioterapi yang akurat hanya dapat diperoleh
melalui sebuah proses asesmen yang baik dan benar. (Irfan, 2010)
Terapi latihan adalah salah satu alat yang mempercepat pemulihan
penderita dari cidera dan penyakit yang dalam pelasaknaanya
menggunakan gerakan gerakan aktif maupun pasif. Terapi latihan adalah
kegiatan fisik yang reguler yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan
atau mempertahankan kebugaran fisik atau kesehatan dan termasuk di
dalamnya fisioterapi (Kwakkel dkk, 2004)
1. Latihan gerak pasif
Gerak pasif dihasilkan oleh kekuatan "ekstemal" ketika otot-otot
tidak bisa berkontraksi atau otot berelaksasi secara involunter
(Soeparman, 2004). Menurut Mulyatsih dan Ahmad (2008), latihan
pasif pada pederit stroke adalah:
a. Latihan Pasif Anggota Gerak Atas
1) Gerakan menekuk dan meluruskan bahu.
2) Gerakan menekuk dan meluruskan siku.
3) Gerakan memutar pergelangan tangan.
4) Gerakan menekuk dan meluruskan pergelagan tangan.
5) Gerakan memutar ibu jari.
6) Gerakan menekuk dan meluruskan jari tangan.
b. Latihan Pasif Anggota Gerak Bawah
1) Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha.
2) Gerakan menekuk dan meluruskan lutut.
3) Gerakan latihan pangkal paha.
4) Gerakan memutar perggelangan kaki.
2. Latihan gerak aktif

30
Gerakan aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot
sendiri. Latihan aktif digunakan bila kondisi penderita telah stabil dan
kooperatif (Mulyatsih dan Ahmad, 2008) Menurut Mulyatsih dan
Ahmad (2008), latihan aktif pada penderita stroke meliputi:
a. Latihan I
1) Anjurkan penderita mengangkat tangan yang lemah/ lumpuh
meggunakan tangan yang sehat kearah atas.
2) Letakkan kedua tangan di atas kepala. Kembalikan tangan ke
posisi semula.
b. Latihan II
1) Anjurkan penderita mengangkat tangan yang lemah/ lumpuh
melewati dada kearah tangan yang sehat.
2) Kembalikan tangan ke posisi semula.
c. Latihan III
1) Anjurkan penderita mengangkat tangan yang lemah/ lumpuh ke
atas kepala.
2) Kembalikan tangan ke posisi semula.
d. Latihan IV
1) Tekuk siku yang lemah/lumpuh menggunakan tangan yang
sehat.
2) Luruskan siku kemudian angkat keatas.
3) Letakan kembali tangan yang lemah di tempat tidur.
e. Latihan V
1) Pegang tangan yang lemah atau lumpuh menggunakan tangan
yang sehat, angkat ke atas dada.
2) Putar pergelangan tangan kea rah dalam dan kearah luar.
3) Kembalikan ke posisi semula.
f. Latihan VI
1) Tekuk dan luruskan jari-jari yang lemah dengan tangan yang
sehat.
2) Lakukan gerakan memutar ibu jari lemah dengan tangan yang
sehat.
g. Latihan VII

31
1) Anjurkan penderita meletakan kaki yang sehat di bawah lutut
yang lemah.
2) Lakukan gerakan memutar ibu jari yang lemah dengan tangan
yang sehat
h. Latihan VIII
1) Angkat kaki yang lemah menggunakan kaki yang sehat sekitar
3 cm
2) Ayunkan kaki sejauh mungkin kearah kanan dan kiri. Kembali
ke posisi semula dan ulangi lagi.

L. Kamapanye Informasi dan Edukasi

Pasien mengalami stroke non-herogik dengan Riwayat hipertensi dan


stroke sehingga KIE yang dapat diberikan apoteker pada pasien adalah
1. Stroke
a. Apoteker : (sign,2010)
1) Memberikan informasi kepada pasien tentang obat-obatan dan cara
penggunaannya yang amana
2) Memberikan obat dengan menghindari interaksi obat dan
meminimalkan efek samping
b. Keluarga Pasien (wirawan,2009)
1) Menganjurkan untuk membantu pasien dalam melakukan
rehabilitasi setelah keluar rumah sakit
2) Mengedukasi agar dapat memotivasi pasien untuk selalu aktif
melakukan aktivitas sesuai kemampuan yang ada
3) Memberikan edukasi terkait komplikasi tirah baring agar keluarga
pasien tidakMemberikan edukasi terkait komplikasi tirah baring
agar keluarga pasien tidak terlalu memanjakan pasien
c. Pasien :
1) Mengingatkan cara dan jadwal minum obat pada pasien
2) Mengedukasi pasien tentang pola makan yang
3) Melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
2. Hipertensi

32
a. Apoteker :
1) Memberi edukasi ke pasien mengenai hipertensi
2) Memonitor respon pasien di farmasi komunitas
3) menyokong adherence terhadap terapi obat dan non- obat
4) mendeteksi dan mengurangi reaksi efek samping,
5) merujuk pasien ke dokter bila diperlukan
b. Pasien:
1) Pasien mengetahui target nilai tekanan darah yang dinginkan
2) Pasien mengetahui nilai tekanan darahnya sendiri
3) Sadar kalua tekanan darah tinggi sering tanpa gejala
(asimptomatik)
4) Konsekuensi yang serius dari tekanan darah yang tidak terkontrol
5) Pentingnya kontrol teratur
6) Peranan obat dalam mengontrol tekanan darah, bukan
menyembuhkannya
7) Pentingnya obat untuk outcom KLINIS yang tidak diinginkan
8) Efek samping obat dan penanganannya
9) Kombinasi terapi obat dan non-obat dalam mencapai pengontrolan
tekanandarah
10) Pentingnya peran terapi nonfarmakologi
11) Obat-obat bebas yang harus dihindari (seperti obat-obat yang
mengandung ginseng, nasal decongestan, ,dll)

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stroke non-hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat penyumbatan


pada pembuluh darah otak. Stroke yang juga disebut stroke infark atau stroke iskemik
ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi.
Berdasarkan kasus Tn. B (60 tahun), diketahui hasil data laboratorium yang
terobservasi menunjukan bahwa tekanan darah pasien tinggi, ldl kolesterol tinggi,
kolesterol total tinggi , RR tinggi, denyut nadi tinggi dan Hb tinggi. Dan lainnya
termasuk kategori normal.
Faktor yang mempengaruhi pasien terdiagnosa penyakit stroke non hemoragik
diantaranya adalah usia, makanan, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kolesterol
tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit, diabetes, kontrasepsi oral, merokok,
penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol. Tn. B perlu melakukan monitoring dan
evaluasi terkait kasus stroke non hemoragik yang diderita, selain itu perlu dilakukan
rehabilitasi yaitu merupakan untuk membantu pemulihan pasca stroke, yang bertujuan
untuk memperbaiki motorik, sensorik dan fungsi lain yang terganggu. Tujuan lain
adalah untuk adaptasi mental dan sosial penderita stroke, sehingga hubungan
interpersonal menjadi normal dan penderita stroke kembali melakukan aktivitas
sehari-hari.

B. Saran

Dengan disusunnya makalah ini semoga dapat memberikan pengetahuan dan


pemahaman bagi penulis dan pembaca, serta dapat digunakan sebagai infromasi
terhadap kasus penyakit Stroke non hemoragik.

Dan kepada rekan mahasiswa sebaiknya mencari referensi buku yang lebih
banyak dan menampilkan lebih banyak contoh sehingga makalah lebih menarik.
Penulis berharap, semoga isi dari makalah ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-

34
baiknya sebagai bahan bacaan maupun bahan acuan dalam berpikir dan bertindak
dalam keseharian.

35
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA).2006.
Primary prevention of ischemic stroke

Aminoff, M.J., Greenberg, D.A. & Simon, R.P. 2009. Clinical Neurology 7th edition,
McGraw-Hill, San Fransisco.

Bastian, Y. D., 2011. Rehabilitasi Stroke. RS. Mitra Keluarga, Depok. [Online]. Diak
ses dari: http://www.mitrakeluarga.com/depok/rehabilitasi-stroke/# (14 Oktober 2
021).

Brass, L., 1992. Stroke. School of Medicine Heart Book. Yale University. Amerika Se
rikat. [Online]. Diakses dari: doc.med.yale.edu/heartbk/18.pdf. (14 Oktober 2021).

Caplan L.R., 2009. Caplan’s Stroke: A Clinical Approach. 4th ed. United State of
America: Saunders Elsevier.

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

Depkes, 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta. Direktorat


BinaFarmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
KesFarmasi Komunitas

Farida, Ida &AmaliaNila.(2009).Mengantis ipas i Stroke.Yogyakarta.BukuBiru

Ferawati I, dan Yaswir R. 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. Fisiologi dan Gangguan
Keseimbangan Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboraorium.

Hickey, V. J. (2003). The Clinical Practice Of Neurological and Neurosurgical


Nursing, 4th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Ikawati, Z. (2014). Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa


Ilmu.

Indrawati (2009). Hubungan antara pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku
dalam meningkatkan kapasitas fungsional pasien pasca stroke di wilayah kerja
pusskesmas kartasura. Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan Universita
Muhammadiyah Surakarta

Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Edisi Pertama. Penerbit Grah
a nmu,Yogyakarta,

Jackson, Marilynn dan Lee Jackson. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis.
Jakarta : Erlangga

Kelompok Studi Serebrovaskuler Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia,


2004. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
[cited 24 September 2021]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/12700451 5/guideline-stroke-perdossi-2004-full.

36
Kwakkel. 2007.Motor Rehabilitation after stroke: what is the evidence?, (http://www.
oandp.org. Diakses tanggal 14 Oktober 2021

Mardjono, Mahar. 2006. Mekanisme gangguan vascular susunan saraf dalam


Neurologi klinis dasar edisi kesebelas. Dian Rakyat. 270-93

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Keputusan Menteri Kesehatan Republi


k Indonesia nomor 1363/ MENKES/ SK/ XII/ 2001 tentang Registrasi dan Izin Pr
aktik Fisioterapis, Jakarta

Mulyatsih, E. dan Ahmad, A. 2008. Stroke. FK UI, Jakart

NCEP ATP III. (2001). NCEP Cholesterol Guidelines. National Institute of. Health.

Permenkes, 2014. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun


2014 Tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Farsilitas Pelayanan
Kesehatan Primer

Perry & Potter. (2005). Fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik.
Jakarta: EGC.

Purwanto, Hadi .2016. Keperawatan Medikal Bedah II.Jakarta Selatan : Kemenkes RI

Sign. 2010. Management of patients with stroke: Rehabilitation, Prevention and


Management of Complications, and Discharge Planning. Scottish Intercollegiate
Guidelines Network. NHS Quality Improvement Scotland.Guidelines Network. NHS
Quality Improvement Scotland

Soeparman. 2004. Panduan Senam Stroke. Puspawama, Jakarta

Sutanto. (2010). Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Moderen, Hipertensi, Stroke,
Jantung, Kolestrol dan Diabetes. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Weinstock, Doris. 2011. Rujukan Cepat di Ruang ICU / CCU.  Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Widiyanto, 2009. Terapi Gerak Bagi Penderita Stroke. Universitas Negeri Yogyakart
a. Indonesia

Widyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Disease (trend penyakit saat ini). Jakarta :
CV. Trans Info Media

Wirawan, R., 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Volume 59
Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta. Diakses dari: indonesia.digitaljournals.or
g/

Wirawan, Rosiana P. 2009. Rehabilitasi Rehabilitasi Stroke pada Stroke pada


Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan Primer Primer . Majalah.
MajalahKedokteran Indonesia Volume: 59, Nomor 2. Ikatan Kedokteran Indonesia
Volume: 59, Nomor 2. Ikatan Dokter Indonesia.Dokter Indon

37
World Health Organization. 2003.Pedoman Teknik Dasar Untuk
LaboratoriumKesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Yukez. Denyut nadi [homepage on the Internet]. 2012 [Diakses 11 November 2013].

38

Anda mungkin juga menyukai