Anda di halaman 1dari 7

 Upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir

A. Kesenjangan Gender

a. Akses

(1) Pasangan Usia Subur (PUS) terutama perempuan yang tidak menginginkan anak, tidak
mendapatkan pelayanan KB yang memadai (unmet need 9%, SDKI 97).

(2) Jumlah ibu hamil yang berum memanfaatkan tenaga kesehatan untuk menolong
persalinannya masih besar (akses persalinan oleh tenaga kesehatan rendah).

(3) Akses informasi yang akurat untuk keluarga, terutama laki-laki, masih kurang, antara lain
tentang:

1. metode kontrasepsi
2. penyakit yang mengancam ibu hamil
3. tanda bahaya saat kehamilan, persalinan dan nifas
4. hak perempuan untuk mengendalikan kesehatan reproduksinva.
b. Partisipasi

(1) Suami, keluarga dan masyarakat masih banyak yang kurang peduli pada kesehatan ibu
(stereotip).

(2) Suami menganggap bahwa urusan KB adalah urusan istri.

(3) Kurang mampunya isteri meneruskan informasi kesehatan kepada suami (marginal).

(4) Di tingkat keluarga, laki-laki banyak yang belum mempunyai wawasan yang benar tentang
kebutuhan perempuan sesuai dengan-tahapan siklus reproduksi termasuk pencegahan IMS,
HIV/AIDS dan Hepatitis C.

c. Kontrol
(1) Pengambil keputusan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota masih belum
mempertimbangkan isu gender dalam penyusunan kebijakan serta Program.

(2) Lemahnya wewenang perempuan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan
kesehatannya (marginal).

(3) Rendahnya kesadaran/kepedulian tentang kesehatan dan keselamatan ibu baru lahir.

d. Manfaat

(1) perempuan kurang mendapatkan manfaat dari pelayanan kesehatan yang telah tersedia.

(2) perempuan tidak dapat memanfaatkan hak-hak reproduksinya.

B. lsu Gender

a) Para penanggung jawab program di lapangan belum terpapar rencana strategis penurunan
angka kematian ibu yang sensitif gender.

b) Masih terdapat ketidak setaraan gender di tingkat individu dan keluarga:

1. Kehamilan merupakan urusan perempuan


2. Rendahnya peran suami dalam mendukung isteri untuk mendapatkan Pelayanan
kesehatan ibu.
3. Rendahnya pengetahuan ibu tentang tanda bahaya saat kehamilan persalinan dan
nifas.
4. Rendahnya peran ibu dalam mengambil keputusan bagi kesehatan dan keselamatan
dirinya (pemilihan metode kontrasepsi, jumlah persalinan oleh dukun masih tinggi).
5. Masalah kesehatan perempuan masih dianggap kurang penting.

c) Peserta KB sebagian besar adalah perempuan.

d) Laki.laki menganggap KB urusan perempuan.


 Tantangan Determinan Sosial Kesehatan Ibu Dan Anak

Indonesia adalah sebuah negara besar yang kaya akan keberagaman dalam banyak hal.
Keberagaman tersebut, apabila tidak dikelola dengan baik, akan berpotensi sebagai
penyumbang kesenjangan status kesehatan ibu dan anak antarwilayah di dalam negeri.
Sebagaimana bidang kesehatan yang menjadi induknya, bidang kesehatan ibu dan anak juga
memiliki determinan sosial yang cukup pelik. Determinan-determinan ini turut berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak. Alih-alih
memandang determinan sosial sebagai sebuah masalah, kita bisa menempatkan determinan
sosial ini sebagai sebuah tantangan untuk diselesaikan, dan bahkan bisa kita jadikan sebagai
senjata untuk keberhasilan pembangunan kesehatan ibu dan anak yang local spesific.

Beberapa hal determinan sosial kesehatan ibu dan anak yang berpotensi sebagai tantangan
upaya peningkatan status kesehatan ibu dan anak adalah sebagai berikut.

a. Religi

Secara resmi pemerintah hanya mengakui 6 (enam) agama saja, yaitu: Islam, Kristen Protestan,
Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Namun, kenyataan yang berlaku di masyarakat
masih banyak religi-religi lain, yang bahkan sudah ada dan tumbuh sebelum agama-agama
resmi tersebut hadir di Indonesia, termasuk juga sempalan-sempalan dari agama-agama resmi,
yang meski tidak diakui, tetapi eksis di masyarakat. Banyaknya jenis religi yang berkembang di
masyarakat sangat berpengaruh secara nyata pada status kesehatan ibu dan anak. Hal ini
sejalan dengan ritual dan/atau pantangan yang terkadang bertentangan dengan nilai-nilai
kesehatan modern yang telah teruji secara ilmiah.

b. Suku

Dengan bentangan geografis yang sangat luas, setidaknya Indonesia memiliki lebih dari 300
kelompok etnis atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di Tanah Air
menurut sensus BPS tahun 2010. Setiap etnis memiliki warisan budaya masing-masing yang
berkembang selama berabad-abad. Kebudayaan dalam suku-suku ini dipengaruhi oleh
kebudayaan India, Arab, Cina, Eropa, dan termasuk kebudayaan dalam Indonesia sendiri, yaitu
Melayu. Dalam praktik keseharian, beragamnya suku bangsa ini berpengaruh pada pola
pemberian makanan pada ibu hamil dan anak, pola pantangan pada ibu hamil dan menyusui,
pola persalinan, dan juga pola perawatan ibu pasca persalinan, termasuk pola pencarian tenaga
penolong persalinan.

c. Bahasa

Konsekuensi dari banyaknya suku bangsa adalah juga bahasa yang berbeda-beda pula. Bahkan
dalam satu suku bisa juga terdiri dari bermacam jenis dan tingkatan. Suku Jawa, misalnya, meski
tergolong dalam satu suku bangsa, tetapi memiliki varian yang kadang agak jauh berbeda satu
sama lainnya, misalnya Bahasa Jawa “Jawa Timuran”, Bahasa Arek, Logat Banyumasan, dan
Bahasa Jawa Solo-Yogyakarta.

Beragamnya bahasa ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi tenaga bidan dan dokter
yang demi pemerataan ketersediaan tenaga pelayanan kesehatan ibu dan anak, terkadang
harus bertugas di luar wilayahnya, yang sering kali memiliki bahasa yang berbeda dengan
bahasa asli si bidan atau dokter. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri untuk
penyampaian informasi terkait kesehatan ibu dan anak.

PANDANGAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP ASI EKSLUSIF

Jenis makanan prelakteal yang paling banyak diberikan kepada bayi baru lahir yaitu susu
formula sebesar 79,8%, madu 14,3%, dan air putih 13,2% yang meliputi susu non formula,
madu, air gula, air tajin, pisanghalus, kopi, teh manis, air putih, nasi halus, bubur halus.
Makanan prelakteal ini sangat berbahaya jika diberikan terlalu dini kepada bayi karena tidak
mengandung enzim sehingga penyerapan pada makanan akan tergantung pada enzim yang
terdapat di usus bayi. Menyusui merupakan salah satu dari sebagian kecil perilaku kesehatan
positif yang lebih banyak dilakukan di Negara miskin daripada di Negara kaya. Dan
menunjukkan bahwa perempuan miskin menyusui lebih lama daripada perempuan kaya.
padahal seharusnya pemberian ASI untuk semua anak anak tanpa mempermasalahkan tempat
tinggal mereka tergolong kategori kaya dan miskin.Menyusui yang benar dapat mencegah
kejadian kesakitan pada anak karena dengan menyusui dapat memberikan ketahanan pada
tubuh bayi (Victora et al., 2016). Bayi yang diberi ASI Ekslusif sampai usia 6 bulan cenderung
mempunyai anti bodi yang lebih dari bayi yang hanya disusui selama 4 bulan (Duijts &
Vincent,2017). Hak-hal yang diyakini oleh seseorang memegang peranan penting dalam
pembuatan keputusan. Seperti juga halnya dalam pemberian ASI ekslusif, para ibu yang
memberikan ASI secara ekslusif pada bayinya meyakini bahwa ASI memang yang terbaik untuk
bayinya, selain itu mereka juga percaya bahwa ASI yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan
bayi. Berbeda dengan ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif, walaupun beberapa dari mereka
mengetahui tentang ASI ekslusif tapi nilai dan kepercayaan yang mereka anut masih sangat
kental sehingga lebih dominan mempengaruhi keputusan.misalnya saja keyakinan mereka
bahwa bayi yang sering menangis menandakan bahwa bayi masih lapar karena ASI yang mereka
berikan belum cukup dan perlu ditambah dengan pembrian susu formula atau makanan
tambahan lainnya. Memang di tempat penelitian banyak tradisi yang masih melekat pada
masyarakat. Bayi baru lahir sudah diberi makan pisang, diberi minum kopi dan sebagian dari
mereka berpendapat selama mereka masih menyusui bayinya tidak jadi masalah kalau mereka
memberikan susu formula atau makanan lain. Hal ini juga berkaitan dengan masih rendahmya
pengetahuan yang mereka miliki tentang ASI ekslusif. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti
bahwa selama memberikan ASI Ekslusif adanya mitos tentang pembatasan makanan yang
dimakan. Selama memberikan ASI Ekslusif tidak boleh makan pedas dan asam karena dapat
menyebabkan bayi diare. Banyak minum es dapat menyebabkan anak sakit flu. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian (Kumza & Jerzy, 2013) bahwa sebanyak 57% ibu mengakui adanya
pembatasan makanan oleh budaya mereka. Mitos-mitos yang terjadi di lingkungan sekitar juga
mengatakan bahwa memberikan ASI Ekslusif akan membuat payudara menjadi tidak kencang
berbeda dari sebelum melahirkan. Faktanya bahwa payudara menjadi tidak kencang
disebabkan oleh bertambahnya usia dan kehamilan. Pada saat hamil, hormon-hormon
menambah kelenjar ASI sehingga membuat ukuran payudara lebih dari ukuran biasanya. Ketika
masa menyusui usia, ukuran payudara akan kembali menjadi normal sehingga mengendur
(tidak kencang) (Yuliarti & Nurbeti,2010)
Pemberian ASI tidak lepas dari tatanan budaya. Artinya setiap pemberian ASI dari ibu kepada
anaknya akan berhubungan dengan sosial budaya yang ada dimasyarakat. Perilaku dibentuk
oleh kebiasaan yang diwarnai oleh sosial budaya. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh
oleh kebiasaan lingkungan serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung (Perinasia, 2003). Perilaku yang telah dibentuk dengan oleh kebiasaan
dan kepercayaan akan pemberian ASI Eksklusuif akan berdampak pada keingingan ibu untuk
memberikan ASI Eksklusif kepada anak. Sosial budaya ini akan mempengaruhi keberhasilan
pemberian ASI Eklusif, responden yang memiliki kategori sosial budaya baik akan menunjukan
keberhasilan dalam pemberian ASI Eksklusif. Hal ini ditunjukan dengan 25 (45,5%) responden
memiliki kategori sosial budaya yang baik dengan pemberian ASI Eksklusif.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan berpendapat, faktor sosial budaya ditandai menjadi
faktor utama pada pemberian ASI eksklusif pada balita di Indonesia. Ketidaktahuan masyarakat,
gencarnya promosi susu formula, dan kurangnya fasilitas tempat menyusui di tempat kerja dan
publik menjadi kendala utama. Seharusnya tidak ada alasan lagi bagi seorang ibu untuk tidak
menyusui bayinya, faktor sosial budaya berupa dukungan suami terhadap pemberian ASI
eksklusif menjadi faktor kunci kesadaran sang ibu untuk memberikan gizi terbaik bagi bayinya.
Tidak sedikit bayi baru berumur dua bulan sudah diberi makanan pendamping karena
ketidaktahuan ibu terhadap manfaat ASI. Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh
dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi hingga enam bulan, dan disempurnakan
hingga umur dua tahun (Media Indonesia, 2008). Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang
tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima keperayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2003). Kepercayan seseorang terhadap hal
tersebut tergantung dari kuatnya kepercayaan yang diturunkan oleh nenek moyang dan
pengalaman yang dimiliki. Menurut Hatta (2007) mitos-mitos ataupun kepercayaan merupakan
hambatan untuk tindakan menyusui yang normal, diantaranya:(a)Kolostrum tidak baik bahkan
bahaya untuk bayi. (b) Bayi membutuhkan teh khusus atau cairan lain sebelum menyusui. (c)
Bayi tidak mendapatkan cukup makanan atau cairan bila hanya diberi kolustrun atau ASI.
Sebagian ibu percaya bahwa bayi membutuhkan banyak makanan dan cairan untuk
pertumbuhannya, sehingga sseorang ibu akan berusaha memberikan makanan selain ASI untuk
mencukupi kebutuhan tersebut. Kebiasaan minum jamu merupakan salah satu faktor sosial
budaya yang menandakan adanya keinginan sehat (Yany, 2012). Keyakinan ini hendaknya dapat
didorong dengan lebih memotivasi pentingnya makanan bergizi dan seimbang bagi ibu hamil
dan menyusui, pentingnya memelihara payudara ibu sebelum melahirkan untuk persiapan ASI
bagi bayinya. Kebiasaan minum jamu ini mendorong ibu untuk makan sehat sehingga produksi
ASI semakin bertambah banyak. Volume ASI yang bertambah banyak ini yang mendorong ibu
untuk memberikan ASI.

REFERENSI

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.bappenas.go.id/files/3413/8146/3294/buku-9-
analisis-gender-dalam-pembangunan-
kesehatan__20130712143650__3828__0.pdf&ved=2ahUKEwiY_MfNwqnzAhVUdCsKHVOcBQA
QFnoECBEQAQ&usg=AOvVaw1XAd7hqFvDfmLEx0pvfrSv&cshid=1633106094169

https://www.researchgate.net/profile/Agung-Laksono-
2/publication/316191427_Tantangan_Determinan_Sosial_Kesehatan_Ibu_dan_Anak_di_Indon
esia/links/58f5f88faca27289c21da9c2/Tantangan-Determinan-Sosial-Kesehatan-Ibu-dan-Anak-
di-Indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai