Anda di halaman 1dari 15

1.

 Pengertian Ringkasan dan Ikhtisar

Ringkasan (Precis) Adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan


suatu karangan yang panjang dalam bentuk yang singkat. Karena
suatu ringkasan bertolak dari penyajian suatu karya asli secara
singkat, maka ia merupakan suatu ketrampilan untuk
mengadakan reproduksi dari hasil-hasil karya yang sudah ada.
Kata precis yang dipakai untuk pengertian ini sebenarnya berarti
'memotong' atau 'memangkas'. Sebab itu membuat ringkas atas
sebuah karangan yang panjang, dapat diumpamakan sebagai
memangkas sebatang pohon sehingga tinggal batang, cabang-
cabang dan ranting-ranting yang terpenting beserta daun-daun yang
diperlukan sehingga tampak bahwa esensi pohon masih
dipertahankan. Dalam ringkasan keindahan gaya bahasa, ilustrasi,
serta penjelasan-penjelasan yang terperinci dihilangkan, sedangkan
sari karangannya dibiarkan tanpa hiasan. Walaupun bentuknya
ringkas, namun precis itu tetap mempertahankan pikiran pengarang
dan pendekatannya yang asli.

Seorang pengarang atau penulis sebuah ringkasan berbicara dalam


suara pengarang asli. Sebab itu ia tidak boleh memulai ringkasannya
misalnya dengan mengatakan: "Dalam alinea/Dalam karangan ini
pengarang berkata...." dsb. Ia harus langsung saja mulai dengan
membuat ringkasan karangan tersebut, berupa meringkaskan kalimat-
kalimat, alinea-alinea, bagian-bagian dan seterusnya.

Ringkasan hendaknya dibedakan pula dari istilah lain yang


pengertiannya tumpang-tindih yaitu ikhtisar, yang juga merupakan
suatu bentuk penyajian yang singkat dari suatu karangan asli.
Walaupun dalam kenyataannya kedua istilah itu sering dicampur-
adukkan, namun secara teknis lebih baik kalau kedua istilah itu
dibedakan maknanya. Ringkasan merupakan penyajian singkat dari
suatu karangan asli tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi
dan sudut pandangan pengarang asli, sedangkan perbandingan
bagian atau bab dari karangan asli secara proporsional tetap
dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu. Ikhtisar sebaliknya
tidak perlu mempertahankan urutan karangan asli, tidak perlu
memberikan isi dari seluruh karangan itu secara proporsional. Penulis
ikhtisar dapat langsung mengemukakan inti atau pokok masalah dan
problematik pemecahannya. Untuk ilustrasi beberapa bagian atau isi
dari beberapa bab dapat diberikan untuk menjelaskan inti atau pokok
masalah tadi, sementara bagian atau bab-bab yang kurang penting
dapat diabaikan.
2. Tujuan Membuat Ringkasan

Latihan membuat ringkasan atas sebuah artikel atau sebuah karya


adalah suatu cara yang sangat berguna untuk mengembangkan
ekspresi serta penghematan kata. Latihan-latihan yang intensif akan
mengembangkan daya kreasi dan konsentrasi, serta mempertajam
kemungkinan pemahaman karya asli secara mesra, sehingga karya
ringkasan itu nampaknya seolah-olah hasil pematangan dalam diri
penulis ringkasan itu. Suatu ringkasan yang cermat dan teliti tidak
akan diperoleh dengan cermat serta memahami apa yang dibaca atau
didengar.

Ringkasan sebagai suatu ketrampilan untuk mengadakan reproduksi,


sebenarnya sudah diperkenalkan sejak seorang murid berada di
Sekolah Dasar. Namun teknik dan sistematiknya biasanya diserahkan
sepenuhnya pada murid. Sebagai suatu bentuk reproduksi dan
sebagai suatu cara untuk mengetahui apakah seorang benar-benar
mengetahui dan memahami isi sebuah buku atau karangan, maka
sebuah ringkasan memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu.
Dengan membuat ringkasan kita sebenarnya mempelajari bagaimana
seorang penulis yang baik menyusun karangan-karangannya,
bagaimana ia menyampaikan gagasan-gagasannya dalam bahasa
dan susunan yang baik, bagaimana ia dapat memecahkan suatu
masalah, dan sebagainya.

Karena tujuan ringkasan adalah memahami dan mengetahui isi


sebuah buku atau karangan, maka latihan-latihan untuk maksud
tersebut akan membimbing dan menuntun seseorang agar dapat
membaca karangan asli dengan cermat, dan bagaimana harus
menulisnya kembali dengan tepat. Penulis tidak akan membuat
ringkasan dengan baik, bila ia kurang cermat membaca, bila ia tidak
sanggup membeda-bedakan gagasan utama dari gagasan-gagasan
tambahan. Kemampuan membedakan tingkat-tingkat gagasan itu
akan membantunya mempertajam gaya bahasa, serta menghindari
uraian-uraian yang panjang lebar yang mungkin menyelusup masuk
dalam karangan tersebut.

Pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa pada waktu ujian,


sering calon diharuskan membuat ringkasan dari suatu partikel, pidato
atau cerita. Biasanya untuk membuat sebuah ringkasan ditetapkan
pula panjang ringkasan itu, misalnya seperlima atau sepersepuluh
dari karangan asli. Dalam hal ini penulis ringkasan harus berusaha
agar ringkasannya benar-benar hanya seperlima atau sepersepuluh
dari karangan aslinya.
3. Cara Membuat Ringkasan

Sebenarnya tidak perlu dikemukakan seperangkat kaidah bagaimana


seseorang dapat membuat ringkasan. Mereka yang biasa melakukan
itu, tahu bagaimana harus membuat sebuah ringkasan yang baik.
Tetapi di samping itu dianggap perlu untuk memberikan beberapa
patokan sebagai pegangan, terutama bagi mereka yang baru mulai
atau yang belum pernah melakukan kegiatan itu. Setelah seorang
terbiasa, barangkali patokan-patokan itu juga sama sekali tidak
diperlukan lagi.

Beberapa pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan


yang baik dan teratur, adalah sebagai berikut:
(1) Membaca naskah asli: penulis ringkasan harus membaca naskah
asli seluruhnya beberapa kali untuk mengetahui kesan umum dan
maksud pengarang, serta sudut pandangannya.
(2) Mencatat Gagasan Utama: Semua gagasan utama atau gagasan
yang penting dicatat atau digaris-bawahi.
(3) Membuat reproduksi: Sebagai langkah ketiga penulis ringkasan
menyusun kembali suatu karangan singkat (ringkasan) berdasarkan
gagasan-gagasan utama sebagaiman yang dicatat dalam langkah
kedua di atas.
(4) Ketentuan Tambahan: Di samping ketiga langkah di atas masih
ada beberapa ketentuan tambahan yang perlu diperhatikan pada
waktu menyusun ringkasan (langkah ketiga).

3.1 Membaca Naskah Asli

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis ringkasan adalah


membaca naskah asli satu atau dua kali, kalau perlu diulang hingga
beberapa kali, untuk mengetahui kesan umum tentang karangan itu
secara menyeluruh. Penulis perlu juga mengetahui maksud
pengarang dan sudut pandangan pengarang.

Untuk membantu penulis mencapai hal tersebut.


maka judul dan daftar isi karangan itu dapat dijadikan pegangan.
Perincian daftar isi karangan mempunyai pertalian dengan judul
karangan itu. Sebaliknya alinea-alinea dalam karangan itu menunjang
pokok-pokok yang tercantum dalam daftar isi. Sebab itu pada waktu
membaca karangan asli, penulis hendaknya memperhatikan daftar isi
karangan itu (kalau ada) sehingga lebih mudah ia mendapat kesan
umum, maksud pengarang asli dan sudut pandangan pengarang yang
tersirat dalam karangan itu.
3.2 Mencatat Gagasan Utama

Bila penulis sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut


pandangan pengarang asli, maka sekarang ia harus memperdalam
dan mengkonkritkan semua hal itu. Tindakan atau langkah yang harus
dikerjakan adalah membaca kembali karangan itu bagian demi
bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang
penting dalam bagian atau alinea itu. Pencatatan itu dilakukan untuk
dua tujuan, pertama, untuk tujuan pengamanan agar memudahkan
penulis pada waktu meneliti kembali apakah pokok-pokok yang dicatat
itu penting atau tidak; kedua, catatan ini juga akan menjadi dasar bagi
pengolahan selanjutnya. Tujuan terpenting dari pencatatan ini adalah
agar tanpa ikatan teks asli, penulis mulai menulis kembali untuk
menyusun sebuah ringkasan dengan mempergunakan pokok-pokok
yang telah dicatat itu.

Seperti halnya dengan langkah pertama yang mempergunakan judul


dan daftar isi sebagai pegangan, maka untuk mengadakan
pencatatan gagasan utama ini judul-judul bab, judul anak
bab dan alinea yang harus dijadikan sasaran pencatatan, kalau perlu
gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensil untuk memperjelas
gagasan utama tadi juga dicatat. Dalam hal ini harus diperhatikan pula
bahwa ada alinea yang dapat dihilangkan atau diabaikan sama sekali,
karena sifatnya hanya sebagai ilustrasi atau deskripsi untuk
menjelaskan gagasan utama yang terdapat dalam alinea sebelumnya.
Sebab itu dapat terjadi bahwa ada sebuah alinea yang kedudukannya
jauh lebih penting dari beberapa alinea yang mendahului atau
mengikutinya. Di sini gagasan utama dari rangkaian alinea itu terdapat
dalam alinea utama tadi, sedangkan alinea-alinea lainnya bisa
diabaikan atau hanya dirangkaikan dalam satu kalimat.
3.3 Mengadakan Reproduksi

Dengan mempergunakan catatan-catatan sebagai yang diperoleh


pada langkah kedua dan kesan umum yang diperoleh pada langkah
pertama, maka penulis sudah siap untuk membuat ringkasan yang
dimaksud. Karena catatan yang dibuat sesuai dengan urutan dalam
karangan asli, maka soal urutan isi tidak menjadi masalah. Yang
harus diperhatikan adalah bahwa dengan catatan tadi, ia harus
menyusun kalimat-kalimat baru, merangkaikan semua gagasan tadi
ke dalam suatu wacana yang jelas dan dapat diterima akal sehat, dan
sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya.

Bila di antara gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, maka
ia dapat melihat kembali teks aslinya. Namun dalam hal-hal lain
hendaknya teks asli jangan dipergunakan lagi, agar jangan tergoda
menggunakan kalimat dari pengarang asli. Kalimat pengarang asli
hanya boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena
merupakan kaidah, kesimpulan atau perumusan yang padat.

3.4 Ketentuan Tambahan

Dengan membuat reproduksi sebagai yang telah diuraikan dalam


langkah yang ketiga, belum tentu pengarang sudah mengerjakan
segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan
yang baik.

a. Sebaiknya dalam menyusun ringkasan dipergunakan kalimat


tunggal daripada kalimat majemuk. Kalimat majemuk menunjukkan
bahwa ada dua gagasan atau lebih yang bersifat paralel. Bila ada
kalimat majemuk telitilah kembali apakah tidak mungkin dijadikan
kalimat tunggal.

b. Bila mungkin ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi


kata. Begitu pula rangkaian gagasan yang panjang hendaknya diganti
dengan suatu gagasan sentral saja. Ini tidak berarti bahwa cara kerja
ringkasan hanya merupakan ringkasan kalimat-kalimat saja. Seperti
sudah dikemukakan dalam langkah kedua, ada kalimat yang dapat
diabaikan sama sekali, malahan ada pula alinea yang sama sekali
dibuang kalau perlu.

c. Jumlah alinea tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah topik


utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Alinea yang
mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan,
kecuali yang dianggap penting. Semua alinea semacam itu yang akan
dipertahankan karena dianggap penting, harus pula dipersingkat atau
digeneralisasi. Semua kutipan langsung pada prinsipnya dipakai
sebagai ilustrasi atau contoh. Sebab itu dalam ringkasan diperlakukan
sama seperti alinea yang mengandung ilustrasi atau contoh. Dengan
demikian kutipan dapat diabaikan, atau kalau dianggap penting maka
diberikan singkatannya.

d. Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang; kadang-


kadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk
menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian
keterangan, atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.
Misalnya:
Di bidang angkutan udara, maka telah diusahakan peningkatan
volume dan produktivitas angkutan melalui kegiatan pengembangan
armada, perluasan jaringan dan penambahan frekuensi, serta
perbaikan sarananya. Rangkaian kata mulai dari melalui
kegiatan sampai dengan perbaikan sarananya dapat dihilangkan atau
diganti dengan satu atau dua kata saja misalnya: "melalui bermacam-
macam cara."
e. Pertahankan susunan gagasan asli, serta ringkaskanlah gagasan-
gagasan itu dalam urutan seperti urutan naskah asli. Urutan topik
sebagaimana dicatat dari karangan asli itulah yang harus dirumuskan
kembali dalam kalimat penulis ringkasan. Dalam usaha merumuskan
kembali karangan itu, penulis ringkasan harus menjaga agar tidak
boleh ada hal yang baru dimasukkan, atau tanpa sadar penulis
memasukkan pikirannya sendiri.
Skema langkah-langkah dalam membuat sebuah ringkasan:

Untuk tidak memasukkan pikirannya sendiri ke dalam ringkasan, ia


harus menjaga agar tidak memberikan interpretasinya sendiri,
memberi contohnya sendiri, mengomentari atau mempersoalkan
gagasan pengarang asli, menambahkan satu atau lebih informasi
yang baru, mengubah perimbangan topik atau masalah sebagaimana
dikemukakan pengarang aslinya.

f. Untuk membedakan ringkasan atas sebuah tulisan biasa (bahasa


tak langsung) dan sebuah pidato atau ceramah (bahasa langsung)
yang mempergunakan sudut pandangan Orang Pertama Tunggal atau
Jamak, maka ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan
sudut pandangan Orang Ketiga. Untuk itu ringkasan itu didahului oleh
kata-kata seperti: "Pembicara mengatakan bahwa...." dst.
Bila diminta membuat ringkasan atas suatu karangan yang
mengandung dialog (oratio directa, bahasa langsung) maka dialog itu
harus diringkaskan juga dalam bentuk bahasa tak langsung (oratio
indirecta).

g. Biasanya untuk suatu ringkasan ditentukan pula panjang


ringkasan finalnya. Dengan demikian meringkaskan suatu karangan
menjadi 100 kata, pada hal yang diminta adalah 200 kata, bukan
merupakan suatu keahlian. Dengan membuat ringkasan yang 100
kata berarti ada separuh dari gagasan yang seharusnya dimasukkan,
dihilangkan begitu saja. Sebab itu penulis ringkasan harus melakukan
seperti apa yang diminta.
Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan
asli, maka penulis juga harus membuat demikian. Untuk kepastian
apakah penulis membuat seperti yang diminta, maka ia harus
menghitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu, kemudian dibagi
dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan
yang harus ditulisnya. Perhitungan jumlah kata tidak dimaksudkan
bahwa seseorang harus menghitung secara tepat jumlah riil kata yang
ada. Tetapi suatu perkiraan yang dianggap mendekati kenyataan.
Misalnya untuk menghadapi suatu tugas membuat ringkasan, seorang
harus meringkaskan suatu buku yang tebalnya 250 halaman menjadi
sepersepuluhnya. Maka perhitungan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
(1) Panjang karangan asli (berupa kata) adalah:
      Jumlah halaman x Jumlah baris per halaman x Jumlah kata per
baris = 250 x 35 x 9 kata = 78.750 kata.
(2) Panjang ringkasan berupa jumlah kata:
      78.750:10 = 7.875 kata.
      Panjang ringkasan berupa jumlah halaman ketikan adalah:
andaikan kertas yang dipergunakan berukuran kuarto, jarak antara
baris 2 spasi, tiap baris rata-rata 9 kata, pada halaman kertas kuarto
dapat diketik 25 baris dengan jarak dua spasi, maka:
      Jumlah kata per halaman adalah: 25 x 9 kata = 225.
      Jumlah halaman yang diperlukan adalah:
      7.875:225 = 35 halaman.

Melihat cara perhitungan di atas, barangkali ada yang berkeberatan


bahwa tidak semua baris dalam karangan asli terdiri dari sembilan
kata, karena baris akhir tiap alinea tidak selalu penuh. Halaman akhir
tiap bab juga tidak penuh. Halaman yang memuat judul bab juga tidak
memuat 25 baris, dan sebagainya. Namun dapat dijawab bahwa hal-
hal semacam itu juga seimbang dengan ringkasannya: baris akhir
alinea tidak selalu penuh, halaman yang ada judul bab juga kurang
barisnya, halaman akhir dari ringkasan tiap bab juga tidak penuh.
Dengan demikian keberatan itu dapat disingkirkan.
4. Penerapan Ringkasan

Untuk menerapkan prosedur sebagai telah diuraikan di atas, maka


perhatikanlah contoh di bawah ini.

     Tugas: buatlah sebuah ringkasan menjadi kira-kira seperlima dari


karangan asli. Karena yang dipakai sebagai contoh ini merupakan
sebuah kutipan yang singkat, maka dalam perhitungannya tidak perlu
dimasukkan unsur halaman, cukup dengan memperhitungkan baris
dan jumlah kata per baris.
     Sesudah membaca dengan cermat, maka penulis membuat
catatan atau menggaris-bawahi gagasan-gagasan yang penting
dalam kutipan itu, seperti di bawah ini:

                                        PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

I. PENDAHULUAN

Masalah-masalah yang dihadapi di bidang pendidikan pada saat


dimulainya pelaksanaan Repelita I adalah
sangat berat dan mendesak. Di bidang kurikulum terasa sekali
kebutuhan akan pembaharuan agar sistim pendidikan dapat
memenuhi tuntutan pembangunan dan kemajuan. Di samping itu
terdapat ketidak-seimbangan baik di antara berbagai tingkat
pendidikan (vertikal) maupun di antara berbagai jenis
pendidikan (horizontal). Selanjutnya jumlah anak yang berusia
sekolah yang tidak tertampung di sekolah jauh lebih besar dari jumlah
anak yang bersekolah. Demikian pula jumlah anak yang putus
sekolah (drop out) adalah jauh lebih besar daripada mereka yang
berhasil menyelesaikan suatu tahap pendidikan.

Sementara itu, tenaga-tenaga yang bekerja di bidang pendidikan baik


teknis maupun administratif sangat kurang jumlahnya. Di samping
itu mutu keahlian tenaga-tenaga tersebut perlu ditingkatkan.
Prasarana pendidikan seperti gedung dan ruang sekolah sangat tidak
mencukupi. Buku-buku sangat sedikit jumlahnya. Kecuali itu sedikit
sekali sekolah-sekolah yang mempunyai perpustakaan, alat-alat
peraga atau pun laboratorium dan tempat praktek.

Akhirnya organisasi dan pengelolaan pendidikan dan kebudayan baik


di pusat maupun di daerah belum mencerminkan kerjasama yang
serasi. Demikian pula belum ada sistim informasi pendidikan untuk
keperluan perencanaan yang terarah." (Pidato Kenegaraan, Dep.
Penerangan, 1974).

Perlu diberi catatan bahwa gagasan utama yang dicetak miring di


atas kalau perlu dapat dipersingkat lagi atau diganti dengan kata lain
sesuai dengan prinsip 3,4 (d).

Dengan demikian dapat dibuat perhitungan sebagai berikut:

Jumlah kata karangan asli: 22 x 9 kata = 198 kata (jumlah riil 188
kata).
Jumlah kata ringkasan      : 198 : 5       = ± 40 kata.
Panjang ringkasan             :  40 : 9       = 4,5 baris ketikan dengan
huruf pika.

Ringkasan

"Banyak masalah berat yang dihadapi pada awal Repelita I:


masalah kurikulum, ketidak-seimbangan tingkat dan jenis pendidikan,
penampungan murid, dan masalah putus sekolah; kekurangan tenaga
pendidikan, dan kurangnya mutu keahlian dan fasilitas; kurangnya
kerjasama dan tiadanya sistim informasi."

Jumlah kata riil dari kutipan asli adalah sebanyak 198 kata, sehingga
seperlimanya menjadi ± 40 kata. Hasil final ringkasan di atas adalah
sebanyak 39 kata, tepat sama dengan perkiraan, lebih banyak 0,5 dari
perhitungan yang riil. Sedangkan jumlah baris pun sesuai dengan
perkiraan yaitu sekitar 4,5 baris. Sehingga dengan demikian ringkasan
ini dapat diterima sebagai ringkasan yang baik dan memenuhi syarat.

Latihan
1. Ringkaskanlah kutipan berikut menjadi seperlimanya!
     "Sang dokter muda berwajah manusia dari kota. Di depan
matanya berbaring seorang anak yang telah hilang gerak,
dikelilingi kedua orang tuanya. Kuman-kuman yang mengikis
habis paru-paru si anak membawa ajalnya semakin dekat. Sang
dokter berkotbah tentang kesehatan. Sang dokter berkotbah
tentang kesadaran kesehatan dan kesehatan lingkungan, dan
berkata lagi: Anakmu harus dibawa ke rumah sakit. Kalian kejam
dan tidak berperikemanusiaan bila membiarkan anakmu mati
tanpa mencari pertolongan dokter. Dari wajah-wajah pucat
mengalir kata-kata: Kemiskinan telah menyebabkan kami tidak
berperikemanusiaan!
     Manusia hidup dari saat ke saat dia harus menyambung
hidupnya. Untuk menyambung hidup sama artinya dengan
bekerja, berusaha, mencari makan. Namun dia terlalu benar
untuk selalu disadari setiap saat. Tetapi ketika hidup tidak
bersambung di sana kegiatan ekonomi tidak lain daripada usaha
memperoleh sesuap nasi penyambung hidup. Banyak yang
tersinggung oleh ungkapan ini.
     Tetapi argumen hampir tidak dapat berdebat melawan
kenyataan. Satu setengah juta bayi meninggal setiap tahun di
Jawa. Angka kematian bayi 30 sampai 40 kali kematian orang
dewasa. Enam puluh persen kematian disebabkan penyakit-
penyakit menular dan semuanya pada akhirnya bersumber pada
kekurangan gizi. Kematian senantiasa menjadi kesimpulan dari
pertarungan argumen-argumen seperti: yang ada hanyalah
"gejala kurang makan," "tanda-tanda kurang gizi," dan bukan
kelaparan. Namun dengan tingkat kematian anak setinggi itu
tidaklah sulit untuk memperkirakan bahwa akan sering datang
saat di mana pilihannya bukan lagi menghindari kematian, akan
tetapi mereka terpaksa memilih siapa di antara anak-anaknya
yang lain! Dan bagi semua orang pilihan itu berperikemanusiaan.
Namun tuduhan keras tersebut hanyalah dijawab dengan
sebuah suara yang lemah: Kemiskinan telah menyebabkan kami
tidak berperikemanusiaan.

     Apakah kemiskinan? Rupa-rupa jawaban diberikan kepada


gejala yang berdiri telanjang di depan mata. Kemiskinan dipilah-
pilah dan diklasifikasikan. Yang miskin adalah mereka yang
pengeluarannya 320 kg nilai tukar beras/orang-tahun. Miskin
sekali adalah yang pengeluarannya di bawah 240 kh nilai tukar
beras/orang-tahun.
Paling miskin: di bawah 180 kg nilai tukar beras/orang-tahun.
Karena kriterianya berbeda-beda maka para cerdik cendekia
berlomba-lomba menghabiskan biaya puluhan juta rupiah untuk
menghitung dan menentukan di garis mana orang-orang miskin
berada. Setelah selesai suatu penelitian yang sangat rumit,
barulah bisa ditentukan apa yang disebut poverty line. Yang
berada di bawahnya adalah mereka yang disebut miskin
mutlak. Ironis! Betapa mahal biaya meneliti dan menghitung-
hitung kemiskinan!

     Tetapi, hanya manusia yang miskin dan hewan tidak pernah


miskin. Dan justru karena itu pula, di balik kegelapan masih
terpantul secuil harapan. Kemiskinan bukan saja fakta, tetapi
dalam kemiskinan ada kemungkinan. Artinya dia membuka
kemungkinan untuk diketahui akar-akarnya, lantas dibantun.

     Tetapi sialnya, dalih kadang-kadang lebih berkuasa dari


kenyataan. Fakta kalah terhadap argumen. Tidak jarang
terdengar seruan: Salahmu sendiri, mengapa miskin? Menjadi
miskin adalah sebuah kesalahan! Mereka malas karena itu
mereka miskin, sedangkan sebenarnya mereka tidak berdaya.
Cukup tersedia fakta yang membuktikan bahwa kemiskinan
bukan karena kemalasan akan tetapi karena kesempatan tidak
terbagi rata, sumber-sumber tidak terbagi rata. Namun
kemiskinan masih tetap mengandung kemungkinan dan karena
itu penanganan kemiskinan seharusnya mendapat alat yang
tepat pula. Tidaklah mungkin mengambil alu buat mencungkil
duri. Sebaliknya tidaklah mungkin mencari jarum buat membelah
batu. Dan politik ekonomi yang tepat senantiasa mencari dan
memperbaiki alat-alat yang dipakai untuk memerangi
kemiskinan. Bila politik ekonomi tidak tepat, bila alat yang
dipergunakan tidak sesuai, maka kita akan membuka peluang
untuk orang berkata terus: "Kemiskinan telah menyebabkan
kami tidak berperikemanusiaan!"

                        (Prisma, Februari 1978) 

Anda mungkin juga menyukai