Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada
diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan
diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.
Bulan Rajab telah pergi meninggalkan kita semua. Itungan tahun hijriah telah membawa kita
memasuki bulan Sya’ban 1442 H. Bagaimana tuntunan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam
dalam bulan Sya’ban?. Apa saja keutamaan bulan Sya’ban?. Peristiwa-peristiwa penting
apa saja yang terjadi pada bulan Sya’ban?. Pada kesempatan yang mulia ini, khatib akan
menyampaikan khutbah dengan tema “keutamaan bulan sya’ban dan peristiwa-peristiwa
penting di dalamnya”.
Bulan Sya’ban adalah bulan mulia dan istimewa , Bukti dari mulianya bulan Sya’ban, bisa
kita lihat dari sejumlah peristiwa penting bersejarah di dalamnya. Peristiwa-peristiwa ini bisa
dipandang bukan semata sebagai fakta historis/sejarah saja, tapi juga pertanda bahwa Allah
memberikan perhatian spesial terhadap bulan ini.
Yang Pertama.Pada bulan Sya’ban semua amal manusia dilaporkan kepada Allah.
sebagaimana, al Imam Ibn Rajab al Hanbali, murid dari Syaikh Ibn Qayyim al Jauziyah,
berkata dalam kitab Lathaif al-Ma’arif :
“…Nabi menjawab, “Bulan Sya’ban itu, bulan yang dilupakan manusia antara bulan Rajab
dan Ramadhan. Bulan Sya’ban itu, bulan di mana amal manusia diangkat kepada Allah
Tuhan semesta alam….” (al Hafizh Ibn Rajab al Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 236).
Yang ke dua, pada bulan Sya’ban Allah menurunkan ayat perintah bershalawat kepada
Nabi Muhammad ﷺsebagaimana yang tercantum dalam Surat al-Ahzab ayat
56:
ِ ِ ِ َّ ِ ِ
ً صلُّوا َعلَْيه َو َسلِّ ُموا تَ ْسل
يما َ آمنُوا َ صلُّو َن َعلَى النَّب ِّي ۚ يَا أ َُّي َها الذ
َ ين َ ُإِ َّن اللَّهَ َو َماَل ئ َكتَهُ ي
“Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Mayoritas ulama, khususnya dari kalangan mufassir, sepakat bahwa ayat ini turun di bulan Sya’ban.
Secara bahasa, shalawat berakar dari kata shalât yang berarti doa. Dalam ayat tersebut ada tiga
shalawat: shalawat yang disampaikan Allah, shalawat yang disampaikan malaikat, dan
(perintah) shalawat yang disampaikan umat Rasulullah ﷺ. Ibnu Katsir dalam tafsirnya
—mengutip pernyataan Imam Bukhari—menjelaskan bahwa “Allah bershalawat” bermakna Dia
memuji Nabi, “Malaikat bershalawat” berarti mereka sedang berdoa, sementara “manusia
bershalawat” selaras dengan pengertian mengharap berkah. Ayat tersebut menjadi bukti kedudukan
Rasulullah yang tinggi. Kemuliaan dan rahmat dilimpahkan langsung oleh Allah kepada beliau,
malaikat-malaikat suci terlibat dalam merapalkan doa-doa, dan seluruh kaum beriman pun diperintah
untuk mengucapkan shalawat kepadanya. Wajar sekali bila Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam
menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak shalawat di bulan Sya’ban, di samping bergegas
membersihkan diri atau bertobat dari kesalahan-kesalahan yang sudah lewat guna menyambut
Ramadhan dengan hati yang bersih.
Yang ke tiga, bulan Sya’ban merupakan saat diturunkannya kewajiban berpuasa bagi umat Islam.
Imam Abu Zakariya an-Nawawi dalam al-Majmû‘ Syarah Muhadzdzab menjelaskan bahwa Rasululah
menunaikan puasa Ramadhan selama sembilan tahun selama hidup, dimulai dari tahun kedua
hijriyah setelah kewajiban berpuasa tersebut turun pada bulan Sya'ban. Artinya, Sya’ban merekam
sejarah penting “diresmikannya” kemuliaan Ramadhan dengan difardhukannya puasa bagi kaum
mukminin selama sebulan penuh. Sya’ban menjadi tonggak menyambut bula suci sebagai anugerah
besar dari Allah yang melipatgandakan pahala segala amal kebaikan di bulan Ramadhan.
Ke empat, bulan Sya’ban juga menjadi sejarah dimulainya Ka’bah menjadi kiblat umat Islam yang
sebelumnya adalah Masjidil Aqsha. Peristiwa peralihan kiblat ini ditandai dengan turunnya ayat 144
dalam Surat al-Baqarah: