Makalah Kep Jiwa Kel 5
Makalah Kep Jiwa Kel 5
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20%
halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan
perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi. Berdasarkan hasil
pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Medan ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi. Menurut perawat di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta khususnya di ruang kelas III rata- rata angka halusinasi
mencapai 46,7% setiap bulannya (Mamnu’ah, 2010).
Berdasarkan kejadian halusinasi tersebut, penyusunan asuhan
keperawatan ini dilakukan guna untuk memenuhi kebutuhan baik secara fisik,
psikis maupun spiritual bagi penderita halusinasi dengan dirumuskan diagnosa
keperawatan apa saja yang tepat bagi penderita halusinasi.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini ialah ;
1. Mengidentifikasi kajian teori dari halusinasi berupa defenisi, etiologi,
prose terjadinya halusinasi, tanda dan gejala, juga mendeskripsikaanya
dalam skema berupa pohon masalah dari halusinasi tersebut.
2. Mengidentifikasi teori asuhan keperawatan yang menjadi landasan
pemenuhan kebutuhan klien; pengkajian, diagnosa, dan intervensi
keperawatan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN HALUSINASI
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa
mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang
muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak dapat menjalankan
pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham
merupakan gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari
respons neorobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons
halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi. Rentang respons
neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya
hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif
adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri.
Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi.
KLASIFIKASI HALUSINASI
1. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu
2. Halusinasi penglihatan
3
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaram cahaya, gambaran geometrik, gambaran kartun dan atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan
3. Halusinasi penghidu (offactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikan seperti darah, urin atau feses. Kadang-kadang terhidu bau
harum.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensai listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikan, merasa mengecap rasa seperti dara, urin atau feses
6. Halusinasi cenestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah, makanan dicerna atau pembentukan urin
7. Halusinasi kinestetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
B. DIMENSI HALUSINASI
Respon terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusanserta tidak dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata. Masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaadn
seorang individu sebagai makhluk yyang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi (stuart
dan laraia, 2005)
1. Dimensi fisik
4
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi rangsang eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan
obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya, halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien
4. Dimensi sosial
Menunjukkan adanya kecendrungan untuk menyendiri. Individu nyaman
dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh
individu tersebut sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka
individu tersebut bisa membahayakan orang lain.
5. Dimensi spiritual
Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Individu
yang mengalami halusinasi cendrung menyendiri hingga proses diatas
tidak terjadi , individu tidak sadar dengan keberadaannya sehingga
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersbut. Saat halusinasi
5
menguasai dirinya, individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya (stuart
dan laraia, 2005)
6
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
7
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas.Pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial.
8
komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan atau sesuatu yang menakutkan seperti
monster.
Penciuman Membau-baui seperti bau darah, urine, feses, umumnya bau-
bau yangtidak menyenangkan. Halusinasi penciuman
biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang/dementia.
Pengecapan Merasa mengecap seperti rasa darah, urine, feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanaan tanpa stimulus yang
jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah arteri,
pencernaan makanan.
9
berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas
dapat ditangani
NONPSIKOTIK
Fase II : condeming 1. Pengalaman sensori 6. Meningkatnya tanda-
- Ansietas berat yang menjijikan dan tanda sitem saraf
- Halusinasi menjadi menakutkan otonomakibat anisteas
menjijikan 2. Klien mulai lepas seperti peningkatan
kendali dan mungkin denyut jantung,
mencoba untuk pernapasan dan
mengambil jarak tekanan darah
dirinya dengan sumber 7. Rentang perhatian
yang dipersepsikan menyempit
3. Klien mungkin 8. Asyik dengan
mengalami pengalaman sensori
dipermalukan oleh dan kehilangan
pengalaman sensori kemampuan
dan menarik diri dari membedakan
orang lain halusinasi dengan
4. Mulai merasa realit
kehilangan kontrol 9. Menarik diri dari orang
5. Tingkat kecemasan lain
berat, secara umum 10. Konsentrasi terhadap
halusinasi pengalaman sensori
menyebabkan perasaan kerja
antipati
PSIKOTIK RINGAN
Fase III : controlling 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang
10
- Ansietas berat melakukan perlawanan dikendalikan halusinasi
- Pengalaman sensori terhadap halusinasi dan akan lebih diikuti
jadi berkuasa menyerah pada 2. Kesukaran
halusinasi tersebut berhubungan dengan
2. Isi halusinasi menjadi orang lain
menarik 3. Rentang perhatian
3. Klien mungkin hanya beberapa detik
mengalami atau menit
pengalaman ksepian 4. Adanya tanda-tanda
jika sensori halusinasi fisik ansietas berat,
berhenti berkeringat, tremor dan
tidak mampu
mematuhi perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perintah halusinasi
ditaati
7. Tidak mampu
mengikuti perintah dari
perawat, tremor dan
berkeringat
PSIKOTIK
Fase IV : conquering 1. Pengalaman sensori 3. Perilaku error akibat
- Panik menjadi ancaman jika panik
- Umunya menjadi klien mengikuti 4. Potensi kuat suicide
melebur dalam perintah halusinasinya atau homicide
halusinasinya. 2. Halusinasi berakhir 5. Aktifitas fisik
dari beberapa jam atau merefleksikan isi
hari jika tidak ada halusinasi seperti
11
intervensi terapeutik perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri
atau katatonik
6. Tidak mampu
merespon perintah
yang kompleks
7. Tidak mampu
merespon lebih dari
satu orang
PSIKOTIK BERAT 8. Agitasi atau kataton
G. MEKANISME KOPPING
Mekanisme kopping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (stuart, laraia,
2005) meliputi :
1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi : mencoba menjeaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuati benda
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien
Faktor predisposisi :
Faktor presipitasi :
- Perkembangan
- Sosial budaya - Stresor sosial
- Psikologis 12 budaya
- Biologis - Biokimia
- genetik - Psikologis
- prilaku
(gambar Pohon masalah halusinasi)
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data objektif dapat anda kaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien,
sedangkan data subjektif dapat anda kaji dengan melakukan wawancara
dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi
pasien.
13
kartun, melihat
hantu atau monster
-
Halusinasi Menhidu seperti sedang Membaui bau-bauan
penciuman membaui bau-bauan tertentu, seperti bau darah,
menutup hidung urin, feses, kadang-
kadang bau itu
menyenangkan
Halusinasi Sering meludah, muntah Merasakan rasa
pengecapan seperti darah, urin
atau feses
Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan Merasakan ada
perabaan kulit serangga di
permukaan kulit,
merasa seperti
tersengat listrik.
14
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat pasien. Selesai itu dapat
juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi.
b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
3. RENCANA INTERVENSI
Tindakan keperawatan:
15
halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien
tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahap tindakan meliputi:
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta pasien memperagakan ulang
Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
b. Bercakap-cakap dengan orang lain. Untuk mengontrol halusinasi
dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien
bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus
perhatian pasien akan beralih dari halusinasi kepercakapan yang
dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang
efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
c. Melakukan aktivitas yang terjadwal. Untuk mengurangi resiko
munculnya kembali halusinasi adalah dengan menyibukan diri
dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal,
pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
sering kali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang
mengalami halusinasi dapat dibantu untuk mengatasi halusinasinya
dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu. Setiap kegiatan yang dilatih
dimasukan kedalam jadwal kegiatan pasien sampai tidak ditemukan
waktu luang.
Tahapan intervensinya adalah sebagai berikut:
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
16
Melatih pasien melakukan aktivitas
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas
yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari
bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
d. Menggunakan obat secara teratur. Untuk mampu mengontrol
halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat
dirumah sering kali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien
mengalami kekambuhan. Bila kekambuha terjadi maka untuk
mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien
perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan
obat:
Jelaskan kegunaan obat
Jelaskan akibat putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).
17
pasien dirawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien bisa
sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit
(dirawat di rumah) keluarga yang mendukung secara konsisten akan
membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara
optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien,
pasien akan kambuh, bahkan untuk memulihkan lagi akan sangat sulit.
Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi
pasien halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah.
STRATEGI PELAKSANAAN
18
“Selamat pagi, saya perawat yang akan merawat anda. Saya suster SS,
senang dipanggil suster S, nama anda siapa?, senang dipanggil siapa?
Bagaimana perasaan D hari ini? Apakakah keluhan D saat ini,
“bailklah bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini D dengar, tetapi tidak nampak wujudnya? Dimana kita duduk?di
ruangan tamu?berapa lama?bagaimana kalau 30 menit?”
b. Kerja
“apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan
suara itu?”
“apakah terus menerus mendengar atau seaktu-waktu?kapan D paling
sering mendengar suara itu? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang D lakukan
saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara mencegah suara-suara itu muncul?
“D, ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.pertama, dengan
menghardik suara tersebut, kedua: dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain, ketiga; melakukan kegiatan yang sudah dijadwalkan, keempat;
minum obat dengan teratur. ”
“bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu, yaitu dengan menghardik,
caranya adalah suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar,... saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu..
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba D
peragakan.... nah begitu,,, bagus, coba lagi,, ya bagus. D sudah bisa
c. Terminasi
“bagaimana perasaan D setelah memperagakan latihan tadi? Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut. Bagaimana kalau kita
buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?(anda masukan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
pasien) bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
19
mengendalikan suara-suara dengan cara kedua?pukul berapa D?
bagaiaman kalau 2 jam lagi? Dimana tempatnya”
“baiklah, saampai jumpa”
2. Sp2 pasien : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
bersama orang lain.
a. Orientasi
“ selamat pagi S, bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakaia cara yang telah kita latih?
berkurangkah suara-suaranya?bagus,,, sesuai janji kita tadi saya akan latih
cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain, kita akan latihan selama 20 menit. Mau dimana?disini saja?
b. Kerja
“ cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk diajak mengobrol, minta teman
untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini, “tolong, saya mulai dengar
suara-suara, ayo ngobrol dengan saya” atau kalau ada orang di rumah,
misalnya kakak D katakan “ kak ayo ngobrol dengan D, D sedang dengar
suara-suara” begitu D. Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya
begitu bagus... coba sekali lagi... bagus, nah latih terus ya
c. Terminasi
“ bagaiamana perasaan D setelah latihan ini?jadi sudah ada berapa cara
yang D pelajari untuk mencegah suara-suara itu?bagus cobalah kedua cara
ini kalau D mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukan
dalam jadwal kegiatan harian D. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap?
nah, nanti lakukan secara teratur sewaktu-waktu suara itu muncul. Besok
pagi saya akan kesini lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga,
yaitu melakukan aktivias terjadwal. Mau jam berapa?bagaimana kalau jam
10 pagi?mau dimana? Disini lagi? Sampai besok ya, selamat pagi...”
20
3. Sp3 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan
aktivitas terjadwal
a. Orientasi
“selamat pagi D, bagaimana perasaan D hari ini?apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih?
bagaiamana hasilnya?bagus.....” sesuai janji kita , hari ini kit akan belajar
cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan
terjadwal.. mau dimana kita bicara/ baik, kita duduk di ruang tamu. Berapa
lama kita bicara?Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah”
b. Kerja
“apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya,terus jam
berikutnya apa?(terus kaji hingga didapatkan kegiatanya sampai malam)
‘wah banyak sekali kegiatannya,, mari kita latih 2 kegiatan hari ini(latih
kegiatan tersebut)
“kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul.
Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan”
c. Terminasi
“bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga
unruk mencegah suara-suara? Bagus sekali,, coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali,, mari kita
masukan dalam jadwal kegiatan harian D. Coba lakukan sesuai jadwal
ya”( perawat dapat melatih aktivitas yang lain dari pagi sampai malam)
“bagaimana kalau menjelang makan siang nati, kita membahas cara
minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa?bagaimana kalau
jam 12? Di ruang makan ya sampai jumpa...”
4. Sp4 pasien ; melatih pasien minum obat secara teratur
a. Orientasi
“selamat siang D, bagaimana perasaan D siang ini?apakah suara-suaranya
masih muncul?apakah sudah digunakan 3 cara yang telah kita latih?
21
apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi tadi sudah
minum obat? Baik, hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan
yang D minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu
makan siang. Disini aja ya D”
b. Kerja
“D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur?Apakah suara-
suaraberkurang atau hilang?Minum obat sangat penting agar suara suara
yang D dengar dan menggganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa
macam obat yang D minum( perawat menyiapkan obat pasien) ini yang
warna orange (chlorpromazine, CPZ) gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Obat yang berwarna putih (tpyhexilpendil, THP) gunanya
agar D merasa rileks dan tidak kaku sedangkan yang merah jambu
(haloperidol.HLP) berfungsi untuk menenangkan pikiran dan
menghilangkan suara-suara.Semua obat ini diminum 3 kali sehari.Setiap
pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam.Kalau suara-suara sudah hilang
obatnya tidak boleh dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab
kalau putus obat, D akan kambuh dan sulit sembuhseperti keadaan semula.
Kalau obat habi,D bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D
juga harus teliti saat minum obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya D harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya D.
Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasanya.
Pastikan obat diminum sesudah makan dan tepat jamnya. D juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum dan D juga harus cukup
minum 10 gelas per hari
c. Terminasi
“bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap mengenai obat?
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan..bagus. Mari kita masukan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan D. Jangan lupa pada waktunya minya obat pada perawat atau
pada keluarga kalau di rumah, nah makanan sudah datang”
22
“ besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara
yang telah kita bicarakan. Mau pukul berapa?Bagaimana kalau pukul 10
pagi? Sampai jumpa, selamat pagi...
23
mendengar suara atau melihat bayangan , tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak
melihat atau mendengarnya.
Jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau
bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan
bersama dan beribadah bersama. Terkait dengan kegiatan saya sudah
melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari,
tolong Bapak/Ibu pantau pelaksanaanya dan berikan pujian jika D
berhasil melakukannya.
Bantu anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jangan hentikan
obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih
anka Bapak/Ibu untuk minum oba secra teratur. Jadi, Bapak/Ibu
mrngingatkan kembali
Jjika ada tanda halusinasi muncul, putus halusinasi dengan cara mnepuk
punggung D, kemudian meminta D menghardik suara tersebut. D saya
sudh ajarkan untuk menghardik halusinasi. Sekrang mari kita latihan
memutus halusinasi D. Sambil menupuk punggung anak Bapak/Ibu,
katakan D sedang apa kamu ?kamu ingatkan apa yang diajarkan perawat
jika suara-suara itu datang? Ya usir suara itu D! Tutup telinga kamu dan
katakan apda suara itu saya tidak mau dengar! Ucapkan berulang-ulang
D, sekarang coba Bapak/Ibu praktikan cara yang baru saya ajarkan.
c. Terminasi
‘’ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan
memutuskan halusinasi D? ‘’
‘’Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali empat cara merawat D.’’
‘’ bagus sekali Pak/Bu! Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktikan cara memutuskan halusinasi langsung di hadapan D ?’’.
‘’ Jam berapa kita bertemu? Baik sampai jumpa !’’
24
6. SP 2 Keluarga : melatih keluarga praktik merawat pasien langsung di hadapan
pasien. Memberika kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merwat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
a. Orientasi
‘’ Selamat pagi !bagaimana perasaan Bapka/Ibu pagi ini?’’
‘’Apakah Bapak/Ibu ,asih ingat bagaimana cara memutuskan halusinasi anak
Bapak/Ibu yang sedang mengalami halusinasi? Bagus ‘’Sesuai dengan
perjanjian kita, selama 30 menit ini kita akan mempraktikan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu. Mari kita datangi anak
Bapak/Ibu.’’
b. Kerja
‘’Selamat pagi D, Bapak/Ibu sangat ingin membantu D mengendalikan suara-
suara yang sering D dengar. Untuk itu pagi ini Bpak/Ibu D datang untuk
mempraktikan cara memutus suara-suara yang D dengar. D, nanti kalau
sedang dengar suara-suara dan D bicara atau tersenyum sendiri, Bapak/Ibu
akan mengingatkan ya? Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara memutus
halusinasi yang D alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk
punggung D dan meminta D mengusir suara dengan menutup telinga dan
menghardik suara tersebut..
‘’ Bagus sekali! Bagiamana D? Senang dibantu Bapak/Ibu, nah Bapak/Ibu
ingin melihat jadwal harian D. (Pasien memeragakan kemudian perawat
mendororng orang tua untuk memberikan pujian).Baiklah sekarang saya dan
orang tua D keruang perawat dulu’’ (perawat dan keluarga meninggalkan
pasien untuk melakukan terminasi dengan kleuarga).
c. Terminasi
‘’Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mempraktikan cara memutus
langsung halusinasi di hadapan anak Bapak/Ibu.’’
‘’Di ingat pelajaran kita hari ini ya Bapak/Ibu.
25
‘’Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan kegiatan
harian D dirumah.Pukul berapa Bapak/Ibu bisa datang?Kita bertemu lagi di
tempat ini.Sampai jumpa.’’
26
‘’Bagus!(jika ada yang lupa di ingatkan oleh perawat). Ini jadwalnya untuk
dibawah pulang.Selanjutnya silakan Bapak/Ibu selesaikan administrasi yang
dibutuhkan. Kami akan siapkan D untuk pulang.’’
Setting :
Alat :
a. Spidol
b. Papn tulis
Metode :
Langkah Kegiatan :
a. Persiapan
Memilih klien sesuai dengan indikasi (halusinasi)
Membuat kontrak dengan kllien
Menyiapkan tempat pertemuan
27
b. Orientasi
Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
Perkenalkan nama dan panggilan terapis
Menanyakan nama dan panggilan klien
Evaluasi
Menanyakan perasaan klien
Kontrak
Terapis memperjelas tindakan yag akan dilaksanakan
Terapis menjelaskan aturan main atau tindakan yang dilakukan
c. Tahap kerja
Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu tentang
suara yang didengar, waktu terjadinya, ssituasi terjadinya, dan
perasaan klien saat terjadi
Terapis meminta klien untuk menceritakan isi halusinasinya.berikan
oujian pada klien yang melakukan dangan baik
Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari
suara yang biasa didengar.
d. Tahap terminasi
Terapis menanyakan perasaan klien stelah mengikuti TAK
Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi dan
perasaannya jika terjadi halusinasi
Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol
halusinasi.
e. Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung, khusunya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan TAK,
28
kemampuan yang diharapkan adalah kemampuan mengenal isi
halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, situasi terjadinya halusinasi
dan perasaan saat halusinasi.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien.
Setting
Alat
Metode
Langkah- langkah
a. Persiapan
Mengingatkan kontrak kepada klien
29
Mempersiapkan alat an tempat pertemuan
b. Orientasi
Salam terapeutik
Klien dan terapis memakai papn nama
Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien
Terapis menanyakan pengalaman hakusinasi yang terjadi.
Kontrak
Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu dengan cara mengontrol
halusinasi
Menjelaskan aturan main
c. Tahap kerja
Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat
mengalami halusinasi.
Beri pujian saat klien selesai bercerita
Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan cara
menghardik halusinasi saat halusinasi muncul
Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi yaitu PERGI
JANGAN GANGGU SAYA.
Terapis meminta klien memperagakan cara menghardik halusinasi
Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk
tangan saat setiap klien selesai memperagakan cara menghardik
halusinasi.
d. Tahap terminasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Terapis memberikan pujian atas keberhasikan kelompok
Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari jika halusinasi muncul
Memasukkan kegiatan mengardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian klien
30
Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk melakukan TAK
selannjutnya.
e. evaluasi dan dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Kemampuan yang diharapkan adalah klien
melakuka kegiatan harian untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien.
31
- Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 2
- Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
- Salam terapetik
Salam dan terapis pada klien
Klien dan terapis pakai papan nama
- Evaluasi/validasi
Terapis menanyakan keadaan klien saat ini
Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang
sudah dipelajari
Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara
menghardik halusinasi
- Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mencegah
terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan
Menjelaskan aturan main : jika ada klien yang ingin
meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada
terapis, lama kegiatan 45 menit,setiap klien mengikuti
kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
- Terapis menjelaskan cara kedua yaitu melakukan kegiatan sehari-
hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan
mencegah munculnya halusinasi
- Terapis meminta tiap klien menyampaikan kegiatan yang bisa
dilakukan sehari-hari dan ditulis dan ditulis di whiteboard
- Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis
menulis formulir yang sama di whiteboard
- Terapis membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal
kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien
menggunakan formulir, terapis menggunakan whitebnoard
32
- Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun
- Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang
sudah selesai membuat jadwal dan meperagakan kegiatan
d. Tahap terminasi
- Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai
menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
- Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien melaksanakan 2 cara mengontrol
halusinasi yaitu menghardik dan melakukan kegiatan
- Kontrak yang akan datang
Terapis membuat kesepakan dengan klien untuk TAK
berikutnya yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap
Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat
33
b. Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah
halusinasi
Setting
a. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b. Ruangan nyaman dan tenang
Alat
a. Spidol dan whiteboard/papan tulis/ flipchart
b. Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen
Metode
a. Diskusi kelompok
b. Bermain peran/stimulasi
Langkah kegiatan
a. Persiapan
- Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi
- Terapis membuat kontrak dengan klien
- Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
- Salam terapetik
Salam dan terapis pada klien
Klien dan terapis pakai papan nama
- Evaluasi/validasi
menanyakan perasaan klien saat ini
Terapis menanyakan pengalaman klien setelah
menerapkan 2 cara yang telah dipelajari (menghardik,
menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk
mencegah halusinasi
- Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mengontrol t
halusinasi dengan bercakap-cakap
34
Terapis Menjelaskan aturan main : jika ada klien yang
ingin meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada
terapis, lama kegiatan 45 menit,setiap klien mengikuti
kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
- Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain
untuk mengontrol dan mencegah halusinasi
- Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa
diajak bercakap-cakap
- Terapis meminta tiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang
biasa dan bisa dilakukan
- Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi
muncul “suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan
suster” atau “ suster saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh
pulang”
- Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan
orang disebelahnya
- Berikan pujian atas keberhasilan klien
- Ulangi poin e dan f sampai semua klien mendapat giliran.
d. Tahap terminasi
- Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang
sudah dilatih
Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
- Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan 3 cara mengontrol halusinasi
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian dan bercakap-cakap.
- Kontrak yang akan datang
35
Terapis membuat kesepakan dengan klien untuk TAK
berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan
patuh minum obat
Terapis menyepakati waktu dan tempat
36
Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol
halusinasi setelah menerapkan 3 cara yang telah dipelajari
(menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah,
bercakap-cakap)
- Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mengontrol
halusinasi dengan patuh minum obat
Terapis Menjelaskan aturan main : jika ada klien yang
ingin meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada
terapis, lama kegiatan 45 menit,setiap klien mengikuti
kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
- Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat yaitu mencegah
kambuh karena obat memberi perasaan tenang, dan memperlambat
kambuh
- Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat yaitu
penyebab kambuh
- Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan
waktu memakannya. Buat daftar di whiteboard
- Menjelaskan 5 benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu
minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum
obat, benar dosis obat.
- Minta klien menyebutkan 5 benar cara minum obat, secara
bergiliran
- Berikan pujian pada klien yang benar
- Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat ( catat di
whiteboard)
- Mendiskusikan perasaan klien setelah minum obat (catat di
whiteboard)
37
- Menjelaskan keuntungan patuh minum obat yaitu salah satu cara
mencegah halusinasi kambuh
- Menjelakan kerugian tidak patuh minum obat yaitu kejadian
halusinasi kambuh
- Minta klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dan kerugian
minum obat
- Memberi pujian tiap kali klien benar
d. Tahap terminasi
- Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi
yang sudah dipelajari
Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
- Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan 3 cara mengontrol halusinasi
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap dan
patuh minum obat
- Kontrak yang akan datang
Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk
mengontrol halusinasi
Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan
indikasi klien
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasiennya mengalami perubahan persepsi sensori, serta merasakan
sensasi palsu. Pasien halusinasi menrasakan stimulus yang sebenarnya
38
tidak ada. Pasien gangguan jiwa dengan halusinasi ini mengalami
perubhan dalam orientasi reaitas. Menurut rentang respon
neurologihalusinasi adalah gangguan persepsi sensori. Halusinasi
mengikuti rentan respon neurologi, rentang respon neurologi yang
adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial
yang harmonis. Halusinasi dibagi menjadi Halusinasi pendengaran,
Halusinasi penglihatan, Halusinasi penghidu, Halusinasi peraba,
Halusinasi pengecap, Halusinasi kenestetik, Halusinasi kinestetik
B. Saran
Dalam keluarga jika salah satu anggota keluarga mengalami
gangguan jiwa Halusinasi diharapkan anggota keluarga lainnya dapat
mendukung proses penyembuhan atau perawatanya. Dan ikut andil
dalam perawatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat A. Budi dan Akemat, 2005. Keperawatan jiwa: terapi aktivitas kelompok.
Jakarta: EGC
39
Keliat A. Budi dan Akemat,2014. Model praktik keperawatan profesional jiwa.
Jakarta : EGC
40