Laporan Pendahuluan Hivaids Mitha
Laporan Pendahuluan Hivaids Mitha
HIV-AIDS
A. Defenisi HIV-AIDS
B. Etiologi HIV-AIDS
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah
diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2.Infeksi yang terjadi
sebagianbesar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat
di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama,
hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa
inkubasisejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek
(Martono, 2006).HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia
atau virus limfadenopati(LAV), adalah suatu retrovirusmanusia
sitopatikdari famili lentivirus. Retrovirusmengubah
asamribonukleatnya(RNA) menjadi asam deoksiribonukleat(DNA)
setelahmasuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik,dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh
dunia(Sylvia& Wilson, 2005).
Ciri khas morfologi yang unik dari virus HIV adalah adanya
nukleoid yang berbentuk silindr is dalam virion matur. Virus ini
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag,
pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang
penting dalam pathogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal
yaitu protein tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus
terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya.Transaktivasi
pada hiv sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV.
Proteinrev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein
nefmenginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat
menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
C. Klasifikasi
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa
keadaan dalam kategori klinis B dan C.
2. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a. Angiomatosis Baksilaris
b. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya
jelek terhadap terapi
c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1
bulan.
e. Leukoplakial yang berambut
f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada
lebih dari satu dermaton saraf.
g. Idiopatik Trombositopenik Purpura
h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
3. Kategori Klinis C
D. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun )
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus
HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi
limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau
fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius.
Menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag
dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun
akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.
Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS
apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
E. Manifestasi Klinik
Menurut KPA (2007), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala
mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi).
1. Gejala mayor:
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala Minor
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Dermatitis generalisata
Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
Kandidias orofaringeal
Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)
(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau
lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun
tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis
seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang
khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan
berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
Menurut Sylvia& Wilson (2005) AIDS memiliki beragam manifestasi
klinis meliputi:
1. Keganasan
Sarkoma Kaposi (SK) adalah jenis keganasan yang tersering di jumpai
pada laki -laki homoseks atau biseks yang terinfeksi oleh HIV(20%),tetapi
jarang pada orang dewasa lain (kurang dari 2%) dansangat jarang pada anak.
Tanda lesi berupa bercak-bercak merahkekuningandi kulit,tetapi warna juga
mungkin bervariasi dari ungutua, merah muda, sampai merah coklat.Gejala
demam, penurunan berat badan, dan keringat malam.
2. Sistem Syaraf Pusat (SSP)
Gejala tanda awal limfoma sistem syaraf pusat (SSP) primer mencakup
nyeri kepala, berkurangnya ingatan jangka pendek, kelumpuhan syaraf
kranialis, hemiparesis, dan perubahan kepribadian.
3. Respiratorius
Pneumonia pneumocystis carini gejala: demam, batuk kering
nonproduktif, rasa lemah, dan sesak nafas.Gastro Intestinal Manifestasi
gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera makan, mual,
vomitus, kandidiasis oral serta esophagus dan diare kronis.
4. Neurologik
Manifestasi dini nerologik penyakit AIDS ensefalopati HIV mencakup
gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi
progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
5. Integumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunis serta
malignasi. Infeksi oportunistik seperti herpes zoster dan herpes simpleks
akan di sertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas
kulit. Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan
indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang
kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti exzema atau
psoriasis.
F. Stadium HIV-AIDS
Perjalanan penyakit HIV/AIDS dibagi dalam tahap -tahap berdasarkan
keadaan klinis dan jumlah CD4(Cluster of Differentiaton). Menurut WHO (2006)
tahapan infeksi HIV/AIDS terbagi menjadi 4 stadium klinis:
1. Stadium klinis (1)
Sejak virus masuk sampai terbentuk anti body (berlangsung 15 hari – 3
bulan).
Keluhan yang sering muncul seperti sakit flu biasa dan bila diberi obat
akan berkurang atau sembuh, kadang terdapat limfadenopati generalisata.
Hasil tes negatif, namun orang yang sudah terinfeksi ini sudah dapat
menularkan pada orang lain.
CD4 nya 500-1000.
2. Stadium klinis II
Waktunya antara 3 bulan s/d 5-10 tahun.
Hasil tes positif.
Tidak ada keluhan.
CD4 nya 500-750.
3. Stadium klinis III (pra AIDS)
Sudah tampak gejala tetapi masih umum seperti penyakit lainnya.
Keluhan yang sering muncul : sariawan, kandidiasis mulut persisten,
selera makan hilang, demam berkepanjangan > 1 bulan, diare kronis > 1
bulan, kehilangan BB > 10%, timbul bercak-bercak merah di bawah
kulit, TB paru, anemia yang tidak diketahui sebabnya, trombositopenia,
limfisitopenia, pneumobakterial.
CD4 nya 100-500
4. Stadium klinis IV
Penderita tampak sangat lemah sekali.
Daya tahan tubuh menurun.
Munculnya beberapa penyakit yang sangat fatal seperti pneumonia
bacterial berulang, herpes simpleks kronis, toksoplasmosis otak, cito
megalo virus, mikobakteriosis, tuberkolosis luar paru, ensefalopati HIV,
timbul tumor atau kanker (limfoma dan sarkoma kaposi).
G. WOC
(Terlampir)
H. Cara Penularan
Empat prinsip dasar penularan HIV/AIDS (KPAD, 2010) adalah :
1. Exit yakni terdapat virus yang keluar tubuh
2. Survival yakni virus bertahan hidup
3. Suffient yakni jumlah virus yang cukup
4. Enter yakni terdapat pintu masuk bagi virus ke dalam tubuh
Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara
yaitu :
1. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan seksual secara
vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat pada darah,
sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang paling umum
terjadi. Sekitar 70-80% total kasus HIV/AIDS di dunia (hetero seksual
>70% dan homo seksual 10%) disumbangkan melalui penularan seksual
meskipun resiko terkena HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-
1,0%.
2. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari darah
penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi HIV,
resiko penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah menyumbang
kasus HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV,
penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan
tubuh lain (cerebrospinal fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja).
Kelebihan teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100%
(Kresno). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes
ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik
terhadap envelope dan core (Hanum, 2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif
dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau
molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran
adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan
gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%.
Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24
jam (Hanum, 2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat
antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan
secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4
dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow
cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting
(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan
kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel
dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi
menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah,
yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas
sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen
sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian,
alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan
menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran
(Kresno, 2001).
J. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah
pemenuhan kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala
yang terjadi. Aspek perawatan fisik meliputi :
a) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan,
untuk semua pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan
dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh
perawat, keluraga, dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di
tunjukkan untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila
mengenai cairan tubuh pasien menggunakan alat
pelindung, seperti sarung tangan, masker, kacamata
pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot.
Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.
2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
termasuk setelah melepas sarung tangan.
3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi
semua alat kedokteran yang dipakai (tercemar).
5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh
secara benar dan aman.
b) Peran perawat dan pemberian ARV
1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
(a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya resistensi.
(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan
aktivitas virus. Bila timbul efek samping, bisa
diganti dengan obat lainnya, dan bila virus mulai
rasisten terhadap obat yang sedang digunakan bisa
memakai kombinasi lain.
1. Identitas Klien
Nama
No RM
Usia
Jenis Kelamin
Diagnosa
Hari rawat
Tanggal masuk rumah sakit
2. Pengkajian
Keluhan masuk
Penyebab pasien dibawa ke rumah sakit apakah pasien mengalmai
penurunan kesadaran, sesak nafas, muntah darah, batuk dengan dahak
berdarah, demam atau nyeri pada kepala atau bagian tubuh lain
Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang
disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa
sakit/tidak nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan,
pusing, sakit kepala, tidak mampu mengingat sesuatu, konsentrasi
menurun, tidak merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot
menurun, ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada ekstremitas,
nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis, nafas
pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang, berkeringat
malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak
lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan terlalu sakit
untuk melakukan hubungan seksual.
Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual multiple,
aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal, homoseksual,
penggunaan kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah
kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang
terpajan karena peningkatan kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-
obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani
transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit defesiensi im
Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.
3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum/ kesadaran
Tanda- tanda Vital (TTV)
Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan
Pemeriksaan head to toe
a. Kepala : simteris atau tidak, normochepal
b. Mata :konjungtiva anemis (+), sclera Ikterik (+)
c. Hidung : sekret(+)
d. Telinga : nyeri tekan, kesimetrisan
e. Mulut : mukosa mulut kering(-),
f. Kulit : turgor kulit jelek(-)
g. Paru-paru :I simetris atau tidak
P fremitus atau tidak
P redup/sonor
A bronkovesikuler, ronkhi, whezzing
h. Jantung :I Iktus terlihat atau tidak
P Iktus teraba atau tidak
P Batas jantung
A Irama jantung
i. Abdomen :I Membuncit atau tidak
P H/L teraba atau tidak
P tympani
A bunyi bising usus norma/tidak
j. Ekstremitas : edema, nyeri tekan
Pemeriksaan
a. Aktivitas dan istirahat
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
dan pernafasan.
b. Sirkulasi
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume
nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
c. Integritas ego
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut,
perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata
kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
d. Eliminasi
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan
abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai
mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan
karakteristik urine.
e. Makanan/cairan
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan: parawakan
kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit buruk;
lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna;
kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal; edema.
f. Higiene
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon melambat.Ide paranoid, ansietas
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul refleks
tidak normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia.
Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis,
hemiparase, kejangHemoragi retina dan eksudat (renitis CMV).
h. Nyeri/kenyamanan
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak,
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
i. Pernapasan
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas
adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah)
produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum).
j. Keamanan
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah
terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rektum luka,
luka-luka perianal atau abses. Timbulnya nodul-nodul, pelebaran
kelenjar limfe pada dua/lebih area tubuh (leher, ketiak, paha)
Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya
berjalan.
k. Seksualitas
Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
l. Interaksi social
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang
tak terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.
5. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d: penurunan energi, kelelahan,
infeksi respirasi, sekresi trakheobronkhial, keganasan paru,
pneumothoraks
b. Kekurangan volume cairan b/d diarhe, disphagia, muntah, penurunan
intakecairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
intake nutrisi , mual/ muntah, kurang kemampuan
menelan/mengunyah, gangguan intestinal
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d immunodefisiensi,malnutrisi,
pertahanan primer tak efektif (kulit rusak, traumatik)
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit dan kebutuhan pengobatan
b/d kesalahan interpestasi, keterbatasan kognitif
f. Perubahan proses pikir b/d hipoksemia, infeksi SSP
g. Ansietas, ketakutan b/d ancaman kematian, perubahan konsep diri,
perubahan peran, status sosioekonomi
DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA NOC NIC)
N Diagnosa NOC NIC
O
1 Ketidakefektifan Intervensi keperawatan yang disarankan:
Hasil yang disarankan:
bersihan jalan Airway management (Pengaturan jalan napas)
a.Status pernapasan :Jalan napas
napas b.d Defenisi : fasilitasi patensi dari saluran udara
paten
penumpukan Aktivitas :
Indikator :
sekret Buka jalan napas; dengan teknik chin lift atau jaw
Batuk tidak muncul trust
Tingkat pernapasan posisikan pasien pada posisi ventilasi yang
dalam rentang yang maksimal
diharapkan (normal) mengidentifikasi pasien yang membutuhkan aktual
Irama pernapasan / penyisipan potensi jalan nafas
dalam rentang yang tunjukkan terapi fisik dada yang cepat
diharapkan (normal) keluarkan secret dengan mendorong batuk atau
Bebas dari suara suctioning
pernapasan yang tidak dorongan pelan, pernapasan dalam, pemutaran, dan
disengaja batuk
Mengeluarkan sputum instruksikan bagaimana batuk yang efektif
dari jalan napas dengarkan suara pernapasan
Status Pernapasan :Ventilasi atur posisi untuk mengurangi sesak napas
Indikator : pantau status pernapasan dan oksigenasi dengan
Tingkat pernapasan tepat
dalam rentang yang Airway Suctioning
diharapkan (normal) Defenisi : penghapusan sekresi saluran napas dengan
Irama pernapasan memasukkan kateter isap ke nafas mulut pasien dan / atau
dalam rentang yang trakea
diharapkan (normal) Aktivitas :
Kemudahan bernapas Tentukan kebutuhan untuk kateter isap mulut
Mengeluarkan sputum dan/atau trakea
DAFTAR PUSTAKA