Anda di halaman 1dari 2

Minggu, 10 Mei 2020

HARI MINGGU PASKAH V (P). E KemSyah PrefPaskah. BcE Kis. 6:1-7; Mzm. 33:1-2,4-
5,18-19; 1Ptr. 2:4-9; Yoh. 14:1-12.

Menjadi “Batu Hidup”


Dalam terang kebangkitanNya, Kristus menghendaki kita untuk pergi ke rumah Bapa;
bersatu dalam kemuliaanNya, dan mencapai kebahagian sejati dan abadi bersama-Nya. Adapun,
satu-satunya cara ialah melalui Kristus sendiri.
Berjalan melalui Kristus berarti mengikuti cara hidup Kristus yang adalah batu penjuru
Gereja; yang mengarahkan Gereja untuk sampai kepada Allah. Berjalan melalui Kristus berarti
juga meneladani Pribadi Kristus yang adalah saluran cinta kasih Allah bagi umat manusia.
Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita sebagai anggota Gereja untuk menjadi “Batu Hidup”
Dalam Bacaan pertama rasul Petrus berbicara mengenai batu. Batu dapat dengan mudah
kita jumpai di mana saja. Batu merupakan benda mati, yang bersifat keras, kering dan seringkali
dipandang tidak penting. Menarik bahwa meskipun batu adalah benda mati, namun Petrus justru
mengajak kita untuk menjadi batu, menjadi “Batu yang Hidup”.
Dalam perjanjian lama, batu bukan hanya digambarkan sebagai benda mati, yang keras,
dan kering, namun batu juga digambarkan sebagai tempat berteduh para musafir yang
memberikan kesejukan. Batu sering dipakai sebagai fondasi rumah yang kokoh. Dalam ibadat
orang Israel, batu menjadi sangat penting untuk membuat mezbah yang menjadi sarana untuk
mempersembahkan kurban pada Allah. Bahkan dalam beberapa teks kitab perjanjian lama
ditemukan bahwa batu-batu yang memiliki lubang merupakan tempat berdiam burung merpati.
Bacaan kedua hari ini pun mengingatkan kita bahwa untuk menjadi rahmat bagi sesama,
pertama-tama kita harus menjadi batu hidup.“Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai
batu hidup…” (1 Petrus 2:5)
Saudaraku terkasih,
Menjadi “Batu yang Hidup” berarti pertama-tama membuat diri kita menjadi batu
mezbah yang merupakan sarana rahmat dan pengudusan Allah bagi sesama, serta sarana umat
Allah berhubungan dengan Allah. Layaknya batu yang memberikan naungan dan memberikan
kesejukan bagi para musafir, kita juga dituntut menjadi batu hidup yang memberikan naungan
dan kesejukan kepada sesama kita dalam tutur kata, tingkah laku, dan cara hidup kita sehari-hari.
Kita pun hanya akan menjadi “batu yang hidup” jikalau kita juga senantiasa memelihara roh
kudus yang ada dalam diri kita. Setia dalam hidup doa, ekaristi, dan senantiasa berpikir positif
kepada sesama, demikianlah kita menjaga roh Allah yang ada dalam diri kita. (Fr. Micky
Kojongian)
“Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu
rumah rohani, bagi suatu imamat kudus ,untuk mempersembahkan persembahan rohani yang
karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah”. (1 Petrus 2:5)
Tuhan, semoga aku pun bisa menjadi batu yang hidup. Amin.

Anda mungkin juga menyukai