Anda di halaman 1dari 2

Berdasarkan framing kognisi kompas.

com di atas, pengamat mengatakan bahwa

sebagian besar netizen di media sosial mempertanyakan pola perilaku Jokowi

dalam manajemen pemerintahan, yang tidak sesuai dengan pola kognitif

Nawacita yang dianut selama kampanye. Pengamat menggambarkan kinerja

Jokowi tidak fokus pada Nawacita. Puncak konflik ketidaksesuaian kognitif dan

perilaku Jokowi dengan nawacita terjadi saat situasi konflik antara KPK dan Polri.

Sedangkan menurut pola kognitif pengamat lain, penyebabnya adalah Jokowi

mengalami perilaku penyanderaan. Ada dua hal yang mengingat perilaku Jokowi,

yakni anggaran negara yang masih tersisa dari pemerintahan lama, dan

intervensi partai politik yang mendukung pemerintah. Pengamat ketiga lebih

deskriptif dalam mengkritisi kesenjangan antara skema kognitif dan perilaku

pemerintahan JokowiJK. Disebutkannya, ada dua skema kognisi Nawacite yang

tidak diterapkan pemerintah dalam menyikapi kontroversi antara Polri dan KPK.

Nawacita yang dimaksud adalah poin 2 dan 4. Nawacita poin 2 menyatakan: kita

akan mencegah absennya pemerintah dengan membangun pemerintahan yang

bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Isi Nawacita ke-4: Kami akan menolak

negara-negara lemah dengan mereformasi sistem dan penegakan hukum yang

bebas korupsi, bermartabat dan amanah. Selain kontroversi Polri, pemerintah

juga melakukan kesalahan besar, melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Yasonna Hamonangan Laoly yang mengumumkan akan meninjau kembali

Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 yang berisi tentang pengetatan

pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana luar

biasa, termasuk korupsi, terorisme, dan narkoba. Redaksi Kompas.com


membingkai kontroversi KPK dan Polri sebagai kasus yang bukan yang pertama.

Namun ironisnya, pertukaran kasus justru terjadi di era pemerintahan yang

berkonsep nawacita, membangun pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis

dan terpercaya. Pidato untuk mencabut pengetatan remisi bagi koruptor bukanlah

bentuk reformasi untuk membangun sistem yang bebas korupsi dan amanah.

Namun kesimpulan tertulis, pemerintahan Jokowi-Kalla baru berusia sekitar lima

bulan. Masih ada waktu dan kesempatan kepada pemerintahan untuk

membuktikan kinerjanya, terutama dalam pemberantasan korupsi. Selain itu,

terdapat catatan berupa peringatan bahwa kondisi polemik agar tidak

berlarutlarut, karena kesabaran rakyat bisa habis. Kesimpulan Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nawacita sebagai program unggulan dari kabinet kerja

JokowiJK, bertujuan untuk menbangun Indonesia yang berdaulat secara politik,

mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Namun

dalam 100 hari kerja kabinat kerja, banyak menteri di kabinet kerja yang belum

memahami secara kognitif, sehingga belum dapat menjalankan nawacita di dalam

kinerja 100 hari tersebut. Masih ada waktu dan kesempatan kepada pemerintahan

untuk memperbaiki

Anda mungkin juga menyukai