Dalam skema penulis, Presiden berperilaku berbeda dari konsep skema Nawacita yang
dirumuskannya. Penulis memaparkan sejumlah argumen yang memperkuat
penilaiannya. Pertama, perilaku presiden yang tidak sesuai dengan skema kognitif Nawacita adalah liberalisasi harga BBM oleh pemerintah. Liberalisasi diyakini menyebabkan SPBU asing masuk ke dalam negeri, yang berdampak pada SPBU lokal. SPBU lokal terancam kehilangan pelanggan karena pelepasan harga BBM di pasar dunia cenderung menguntungkan SPBU asing. Hal ini tidak sesuai dengan aspek kemandirian dalam Nawacita. Penetapan harga BBM yang mengikuti harga pasar, namun tidak diikuti dengan pengendalian harga kebutuhan pokok, justru akan memicu ketidakpastian ekonomi. Misalnya, penurunan harga BBM belakangan ini tidak berdampak pada penurunan biaya angkutan umum dan harga kebutuhan pokok. Selain kenaikan BBM, juga terjadi kenaikan harga elpiji. Kedua, perpanjangan kontrak kerja PT Freeport Indonesia yang semula diputus pada 2021 menjadi 2041. Hal ini juga bertentangan dengan skema kognitif nawacita, yaitu Indonesia yang berdaulat. Hal ini menunjukan kuatnya intervensi asing terhadap Indonesia. Ketiga adalah keputusan Jokowi dalam reformasi penegakan hukum. Dimulai dari keputusan pengangkatan jaksa agung yang berasal dari partai politik koalisi Jokowi. Kemudian, contoh kasus yang tidak kalah menjadi sorotan publik, adalah polemik BG dan penangkapan BW. Kasus ini menimbulkan kericuhan antara dua institusi, yakni KPK dan kepolisian. Kasus ini dikatakan sengaja dibuat, untuk melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Padahal Jokowi sudah berjanji akan memperkuat KPK. Dan ini juga bertentangan dengan skema kognitif Nawacite. Keempat, keputusan Jokowi tentang pengangkatan menteri kabinetnya. Jokowi diyakini tidak akan menepati janjinya untuk berhemat dan tidak akan ada penyelesaian politik dalam penetapan menteri tersebut. Padahal, jumlah menteri dan menteri koordinator sama seperti pada masa pemerintahan SBY, sehingga pembagian kursi menteri dengan partai pendukung terlihat jelas. Hal ini menghasilkan kabinet kerja yang kurang optimal. Berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan, penulis menyatakan bahwa nawacita masih merupakan harapan. Oleh karena itu penulis mengusulkan skema kognitif, permintaannya adalah untuk mencapai nawacita, yaitu menurunkan harga, membatalkan liberalisasi harga BBM, nasionalisasi aset penting negara, tegas dalam reformasi hukum dan mengganti menteri yang tidak memenuhi kompetensi. .nawacita. Berikut petikan surat terbukanya: Pemerintah Joko WidodoJK berdinas selama 100 hari pada Rabu, 28 Januari 2015. Seperti setiap pemimpin di dunia, JokowiJK memiliki visi bahwa menjadi prioritas di awal hari administrasi mereka. Namun, popularitas 4.444 Jokowi yang semula dielu-elukan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik, justru semakin surut. Salah satu dasarnya adalah kebijakan pemotongan subsidi BBM untuk 4.444 minyak karena jatuhnya harga minyak dunia. Presiden Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh, Darlis Aziz, S.Pd.I, S.I.Kom memaparkan beberapa dari 100 hari pertunjukan JokowiJK yang dianggap apa adanya kecuali disangrai dengan api. Berikut kutipan lengkap surat KAMMI Aceh selama 100 hari kerja JokowiJK: #100 JokowiJK Hari: "Keragu-raguan Presiden mengakibatkan instabilitas negara" Bismillahirrahmanirrahim. 444 siswa harus diingatkan sekali lagi akan sebuah kesadaran. Kesadaran akan pentingnya mengingatkan para pemimpin untuk selalu mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan golongan atau kepentingan lain yang justru berdampak negatif bagi bangsa Indonesia. Kita ingat, Presiden kita memiliki beberapa visi yang kemudian menjadi prioritas kerja pemerintahan Jokowi. Sembilan perubahan agenda , disebut Nawa Cita, ini menunjukkan komitmen pemerintahan Jokowi JK untuk membawa Indonesia menjadi negara yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. Namun, seiring berjalannya waktu, harapan akan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berwibawa mulai pudar. Harapan itu mulai pudar dalam hitungan minggu setelah dilantik, presiden kita menaikkan harga BBM akibat kerugian negara yang besar akibat subsidi BBM . Padahal, kita semua tahu bahwa saat itu harga minyak dunia menurun drastis. Alasan ambruknya anggaran pemerintah juga tidak terbukti karena dasar dari kebijakan pemerintah adalah subsidi bahan bakar, termasuk dana yang dikeluarkan oleh 4.444 pemerintah untuk membeli bahan bakar dari hasil pengeboran Pertamina di Indonesia. Banyak masyarakat dari kalangan bawah meneriaki kenaikan harga BBM yang berdampak langsung pada kenaikan harga kebutuhan pokok, namun Jokowi tidak bergeming. Jokowi yang konon populis menjadi pemimpin yang tidak mendengar suara rakyat kecil. Parahnya, saat menjadi korban 4.444 pengunjuk rasa, Jokowi hanya berkomentar: itu #NotMy Business.