Anda di halaman 1dari 20

“KATARAK”

Di susun oleh

Kelompok 10

MASLANG (105111102119)

Aisyah Mustika Amrul

PRODI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2019/202


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Katarak merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia memiliki angka
penderita katarak tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1,5 persen atau
lebih dari tiga juta orang menderita katarak. Sebagian besar penderita katarak adalah lansia
berusia 60 tahun ke atas. Lansia yang mengalami kebutaan karena katarak tidak bisa mandiri dan
bergantung pada orang yang lebih muda untuk mengurus dirinya.
Berdasarkan survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996,
menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%, dengan penyebab utama adalah katarak
(0,78%); glaukoma (0,20%); kelainan refraksi (0,14%); dan penyakit-penyakit lain yang
berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).
Dibandingkan dengan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di
Indonesia adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Sedangkan
insiden katarak 0,1% (210.000 orang/tahun), sedangkan operasi mata yang dapat dilakukan lebih
kurang 80.000 orang/ tahun. Akibatnya timbul backlog (penumpukan penderita) katarak yang
cukup tinggi. Penumpukan ini antara lain disebabkan oleh daya jangkau pelayanan operasi yang
masih rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat, tingginya biaya operasi, serta ketersediaan
tenaga dan fasilitas pelayan kesehatan mata yang masih terbatas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pasien dengan
penyakit Katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan katarak.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan katarak.
c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan katarak.
d. Mahasiswa mampu menerapkan implementasi keperawatan pada klien dengan
katarak.

C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang katarak
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien katarak
BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarhakies” yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya
( Anas Tamsuri, 2011 ).
Sedangkan katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata,
yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun
juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat
terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul
lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan
radiasi, pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain
seperti uveitis anterior. (Brunner & Suddart, 2002)

B. Penyebab
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Fisik : Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan mempengaruhi
keadaan lensa.
2. Kimia : Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat paparan
ultraviolet matahari pada lensa mata dapat menyebabkan katarak.
3. Usia : Dengan bertambahnya usia seseorang, maka fungsi lensa juga akan menurun dan
mengakibatkan katarak.
4. Infeksi virus masa pertumbuhan janin : Jika ibu pada saat mengandung terkena atau
terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus tersebut akan mempengaruhi tahap
pertumbuhan janin. Misal ibu yang sedang mengandung menderita rubella.
5. Penyakit : Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis.

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan).
Biasanya terjadi karena adanya infeksi virus pada saat kehamilan/pertumbuhan janin,
infeksi maternal selama masa kehamilan seperti infeksi toksoplasmosis, ibu hamil
dengan diabetes melitus, kelainan genetik ; Trisomi 21, galaktosemia, sindrom lowe..
Lensa terbentuk pada usia kehamilan minggu ke 5 sampai ke 8, pada masa ini belum
terbentuk kapsul pelindung sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa,
seluruh lensa buram tampak abu – abu putih. Katarak congenital digolongkan dalam :
1) Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
2) Katarak lentikuler
Merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln
sampai 9 tahun .
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan dibawah 40 tahun.
Katarak ini pertumbuhannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan.
c. Katarak senile ( 95 % )
Katarak ini disebabkan oleh ketuaan ( lebih 60 tahun ).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65– 74
tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat katarak diduga terjadi
pada semua orang pada usia70 tahun.
Ada 4 stadium katarak senile :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa
yang masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah mengenai seluruh bagian lensa. Lensa sudah
keruh seluruhnya sehingga Katarak ini dapat dioperasi.
d. Katarak hipermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya
terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul
yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar
sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang
disebut katarak Morgageeni.
2. Berdasarkan penyebabnya :
a. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma
tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan
radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam
sampai tahun.
b. Katarak toksik: Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu ( korticostirot,
Klorpromasin / torasin, miotik, agen untuk pengobatan glaucoma).
c. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid, Down sindrom dan
dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan
katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi
alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol
dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat
osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air.
d. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain
(kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa,
glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.
D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nucleus,diperifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nekleus mengalami perubahan warna menjadi cokelat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa menyebabkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus múltiple (zunula) yang memanjang dari badan silier kesekitar daerah diluar
lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influís air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain menyebutkan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
            Katarak biasanya terjadi di lateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemas, seperti diabetes, Namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat
kongenitaldan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Factor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katrak meliputi radiasi sinar ultra violet B, obat-obatan, alcohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin anti oxidan yang kurang dalam jangka waktu lama
            Lensa berisi 65% air, 35% protein, dan mineral penting. Katarak merupakan kondisi
penurunan ambulan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya
protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut. Pada proses penuaan ,lensa secara
bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan
densitasnya.Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi central serat lensa yang lebih
tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi dikortek, serat lensa ditekan menjadi central. Serat-
serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya tranparansi lensa yang tidak terasa
nyeri dan sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan
ganguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini, menyebabkan perubahan
kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan
kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada
gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea dihalangi oleh lensa yang keruh atau buram.
Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibatnya otak
menginterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi,
lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning, bahkan menjadi coklat atau hitam
dan klien mengalami kesulitan dalam membedakan warna.

E. Manifestasi Klinik
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
 Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
 Peka terhadap sinar atau cahaya.
 Dapat melihat dobel pada satu mata ( diplopia )
 Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
 Lensa mata berubah menjadi buram atau keruh seperti kaca susu.
Pada katarak senil(usia lebih dari 40 tahun) dikenal 4 stadium:
INSIPIEN IMATUR MATUR HIPERMATUR
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans(hanya bila
zonula putus)
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis, glaukoma

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai
berikut:
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : untuk pemeriksaan visus, mungkin terganggu
dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : untuk mengetahui tekanan intra okuler, TIO normal 12 – 25
mmHg.
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit untuk mengetahui segmen anterior dan derajat kekeruhan lensa
12. Biometri untuk mengukur power IOL
13. Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
14. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
15. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak dan menyingkirkan adanya
kelainan selain katarak.

G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Sebelum Pembedahan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang
dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi. Pencegahan
terjadinya injury atau cidera karena adanya penurunan fungsi penglihatan dan kaji fungsi
mobilitas dan aktifitas dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Modifikasikan
lingkungan sekitar klien dan lingkungan tempat tinggal klien untuk menghindarkan klien
dari cidera agar klien mampu beradaptasi dengan kondisinya dan memudahkan klien
dalam aktifitas dan mobilitas untuk memenuhi kebutuhannya sehari – hari. Berikan
edukasi tentang kondisi, resiko yang mungkin terjadi serta perlunya klien untuk periksa
ke fasilitas kesehatan.
Periksa kesehatan secara umum untuk menentukan kondisi klien, dilakukan
pemeriksaan mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti; adanya
infeksi, glaukoma serta penyakit lain.
b. Setelah Pembedahan
Cegah terjadinya infeksi, cegah terjadinya komplikasi setelah pembedahan;
edema kornea, inflamasi, uveitis, atonik pupil, kekeruhan kapsul posterior, ablasio retina,
endoftalmus, sisa massa lensa. Anjurkan klien untuk memakai penutup mata ( kaca mata
hitam ), berikan tetes mata sesuai anjuran, dan anjurkan klien untuk menghindari
menggosok mata yang sakit, tidak membungkuk terlalu lama, membaca yang berlebih,
tidak menonton TV, mengejan keras sewaktu BAB, bersin, batuk, tidur pada sisi yang
sakit, mencuci muka.

2. Medis
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa
mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak
perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea)
terdiri dari 3 struktur:
a. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
b. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa
fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada
objek jauh
c. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf
optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas
pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan
dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan
katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
a. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan
rutinitas pekerjaan.
b. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
c. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m
didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:


1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun
1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis ini lensa
diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan proses ini
dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami retinal
detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler.
Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan
probe super dingin dan kemudian diangkat.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manualsetelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehinggapenyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti
nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang
telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai
waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi
telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih
cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah
mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai
95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk
membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

H. Komplikasi
1. Sebelum Pembedahan
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan
mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan
Uveitis.

2. Setelah Pembedahan
a. Edema kornea
b. Inflamasi dan uveitis
c. Atonik pupil
d. Papillary captured
e. Kekeruhan kapsul posterior
f. TASS ( Toxic Anterior Segment Syndrom )
g. Ablasio retina
h. Endoftalmus
i. Sisa massa lensa

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien, meliputi :
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Status Perkawinan, Suku Bangsa, Pendidikan,
Pekerjaan, Tgl. Masuk RS, No. Register Serta Penanggung Jawab.
b. Keluhan utama ; fugsi penglihatan yang menurun
c. Riwayat Kesehatan ; adanya trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit
diabetes, hipothyroid, uveitis, glaukoma, stadium katarak.
d. Pengkajian khusus mata ; adanya gambaran kekeruhan lensa, diplopia, pandangan
berkabut, penurunan tajam penglihatan, bilik mata depan menyempit, tanda
glaukoma.
e. Psikososial ; kemampuan aktifitas, gangguan membaca, resiko jatuh
f. Pemeriksaan penunjang yang mendukung
1. Pengkajian Pre Operatif
a. Subyektif : keluhan penglihatan

1. Kabur secara total


2. Hanya melihat baik pada tempat yang redup
3. Hanya dapat melihat rangsangan cahaya saja
4. Ganda / majemuk pada satu mata.
Indikator verbal dan non verbal dari ansietas.

Pemahaman tentang pembedahan katarak termasuk :

1. Sifat prosedur
2. Resiko dan keuntungan
3. Obat anestesi
4. Pilihan untuk rehabilitasi visual setelah pembedahan, seperti implan lensa intraokuler,
kontak lensa dan kacamata katarak (kacamata afakia).
Jumlah informasi yang dicari klien.

b. Obyektif :

1. Tidak terdapat tanda-tanda peradangan kecuali pada katarak komplikata yang penyakit
intra okulernya masih aktif.
2. Pada pemeriksaan penyinaran lensa tampak kelabu atau kekeruhan yang memutih.
3. Pada pemeriksaan optalmoskop pada jarak tertentu didapatkan kekeruhan yang
berwarna hitam dengan latar belakang berwarna merah.
4. Pada pemeriksaan refraksi meningkat. Pada penderita yang tadinya menderita
presbiopia kemudian menderita katarak, pada stadium awal dapat membaca tanpa
menggunakan kacamata baca.
5. Observasi terjadinya tanda-tanda glaucoma karena komplikasi katarak, tersering adalah
glaucoma seperti adanya rasa nyeri karena peningkatan TIO, kelainan lapang pandang.

2. Pengkajian Post Operatif


a. Data Subyektif
1. Nyeri
2. Mual
3. Riwayat jatuh sebelumnya
Data Obyektif
1. Perubahan tanda-tanda vital
2. Respon yang lazim terhadap nyeri.
3. Tanda-tanda infeksi
1) Kemerahan
2) Oedema
3) Infeksi kojunctiva (pembuluh darah konjunctiva menonjol).
4) Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
5) Zat purulen
6) Peningkatan suhu
7) Nilai lab; peningkatan leukosit, perubahan leukosit, hasil pemeriksaan kultur sensitifitas
abnormal.
4. Ketajaman penglihatan masing-masing mata
5. Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasive.


2. Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan).
4. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan
kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

1.Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasive.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 60 menit diharapkan nyeri
dapat berkurang dengan kriteria hasil :

-Klien dapat menunjukan perubahan skala nyeri


-Klien merasa nyaman
-Klien dapat menjelaskan factor-faktor penyebab nyeri
-Klien tidak menunjukan rasa sakit akibat nyerinya (rileks)

Intervensi :
1. Kaji nyeri secara komperehenssif (P,Q,R,S,T)
R : Untuk mengetahui Paliatif : yang bisa mengurangi nyeri, Quality : nyeri yang
dirasakan seperti apa , Region : areanya menyebar atau menetap, Skala : dengan
mendeskripsikan skala nyeri 0-10, Tiem : kapan dan berapa lama nyeri timbul.
2. Lakukan distraksi dan relaksasi
R : Membantu klien mengurangi persepsi nyeri atau mengalihkan perhatian klien dari
nyeri.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic
R : Membantu mengurangi nyeri
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk pasien
R : Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk pasien

2. Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan ketajaman


penglihatan, penglihatan ganda.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
gangguan persepsi sensori teratasi dengan kriteria hasil :
-Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negative
-Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan

Intervensi :
1. Bedakan kemampuan lapang pandang diantara kedua mata
R : Menentukan kemampuan lapang pandang tiap mata
2. Anjurkan pasien menggunakan kacamata katarak, cegah lapang pandang perifer dan
catat terjadinya bintik buta.
R : Menurunkan penglihatan perifer dan gerakan.
3. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sederhana seperti menonton TV, radio, dll.
R : Meningkatkan input sensori, dan mempertahankan perasaan normal, tanpa
meningkatkan stress.
4. Observasi tanda disorientasi dengan tetap berada di sisi pasien.
R : Mengurangi ketakutan pasien dan meningkatkan stimulus.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah pengangkatan).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
infeksi tidak terjadi dengan criteria hasil :
-Tanda-tanda infeksi tidak terjadi
-Penyembuhan luka tepat waktu
-Bebas drainase purulen , eritema, dan demam
Intervensi :
1. Tingkatkan penyembuhan luka dengan :
- Beri dorongan untuk mengikuti diet seimbang dan asupan cairan yang adekuat
- Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama setelah operasi
atau sampai diberitahukan.
R : - Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan,
meningkatkan penyembuhan luka pembedahan.
- Memakai pelindung mata meingkatkan penyembuhan dan menurunkan kekuatan
iritasi kelopak mata terhadap jahitan luka.
2. Tekankan pentingnya tidak menyentuh / menggaruk mata yang dioperasi.
R : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

3. Observasi tanda dan gejala infeksi seperti : kemerahan, kelopak mata bengkak,
drainase purulen, injeksi konjunctiva (pembuluh darah menonjol), peningkatan suhu.

R : Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan


keseriusan infeksi.
4. Gunakan tehnik aseptic untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu
basah / bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan memasukkan lensa bila
menggunakan
R : Tehnik aseptic menurunkan resiko penyebaran infeksi/.bakteri dan kontaminasi
silang.
5. Kolaborasi obat sesuai indikasi :
Antibiotika (topical, parental atau sub conjunctiva)
Steroid
R : - Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif
diperlukan bila terjadi infeksi
- Menurunkan inflamasi.

4. Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan kegagalan
untuk memperoleh penglihatan kembali.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
kecemasan pasien teratasi dengan kriteria hasil :
-Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang akan
dijalani.
-Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan perawatan.

Intervensi :

1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan relaks, berikan dorongan untuk verbalisasi dan
mendengarkan dengan penuh perhatian

R : Membantu mengidentifikasi sumber ansietas.


2. Yakinkan klien bahwa ansietas mempunyai respon normal dan diperkirakan terjadi
pada pembedahan katarak yang akan dijalani.
R : Meningkatkan keyakinan klien
3. Jelaskan kepada klien aktivitas premedikasi yang diperlukan.
R : Pengetahuan yang meningkat akan menambah kooperatif klien dan menurunkan
kecemasan.
4. Sajikan informasi menggunakan metode dan media instruksional
R : Meningkatkan proses belajar dan informasi tertulis mempunyai sumber rujukan
setelah pulang.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yaitu katarak senile, kongenital,
traumatic, toksik, asosiasi, dan komplikata.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan
mengganti kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat
bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang
paling sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Tamsuri. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta : EGC.

Sidarta, llyas. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI.

Wilkinson, Judith M. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA


Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC

Suddart, Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol.3. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai