Nye Rise Car A Um Um General Pain 2015
Nye Rise Car A Um Um General Pain 2015
net/publication/326438503
CITATION
READS
1
26,252
1 author:
Shahdevi Nandar
Brawijaya University
58 PUBLICATIONS 33 CITATIONS
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Shahdevi Nandar on 17 July 2018.
GENERAL PAIN
Latar Belakang
Nyeri merupakan alasan yang paling umum bagi pasien-pasien untuk
mendatangi tempat perawatan kesehatan dan merupakan alasan yang paling umum
diberikan untuk pengobatan terhadap diri sendiri. Menurut The International
Association for the Study of Pain dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan
jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan.1
Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Nyeri akut seringkali
adaptif karena mengingatkan indvidu mengenai kehadiran dan lokasi dari cedera pada
lapisan jaringan dan mengkoreksi perilaku yang dapat menyebabkan atau
berkontribusi terhadapnya. Nyeri kronik, disisi lain merujuk pada nyeri yang
berkelanjutan lebih ringan dari tiga bulan walaupun terapi dan usaha-usaha untuk
mengatasinya telah dilakukan oleh pasien. Nyeri dapat berdampak pada semua area
kehidupan seseorang dan seringkali berasosisi dengan masalah-masalah fungsional,
psikologis, dan sosial. Lebih lanjut lagi, nyeri kronik dapat memiliki dampak yang
signifikan terhadap keluarga dan rekan-rekan penderita.1
Nyeri itu sendiri bisa disebabkan oleh beberapa peristiwa, salah satunya
tindakan injeksi. Nyeri adalah komplikasi yang secara umum terjadi ketika
dilakukannya tindakan injeksi. Nyeri pada pasien yang dilakukan karena tindakan
injeksi merupakan kategori nyeri nosiseptor mekanis yang diakibatkan oleh kerusakan
mekanis berupa tusukan jarum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 125 laki-
laki, 80% melaporkan nyeri setelah tindakan injeksi diberikan.1
Nyeri digolongkan sebagai gangguan sensorik positif. Pada hakikatnya nyeri
tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat diukur, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan bahkan menyakitkan. Nyeri
adalah suatu sensasi yang unik. Keunikannya karena derajat berat dan ringan nyeri
yang dirasakan tidak ditentukan hanya oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh
perasaan dan emosi pada saat itu.2
Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena reaksi protektif untuk
menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap berlangsung
walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi perubahan
patofisiologis yang justru merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri karena
pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pasca bedah ketika pembedahan sudah
selesai. Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan tidak nyaman, tetapi juga
reaksi stres, yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat
proses penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri klinik inilah yang membutuhkan
terapi.3
Tinjauan pustaka
1
Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain
adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan
dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Sebagai mana
diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan
yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar
belakang kultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks
nyeri dan hanya bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium
mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri,
terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan
pasien dengan gangguan komunikasi.3
Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau paska
pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari
nyeri itu sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan
mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan
merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu
sendiri, seperti :
Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus
asa.
Perubahan neurohumoral : hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka.
Plastisitas neural (kornudorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi
sehingga meningkatkan kepekaan nyeri.
Aktivasi simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi.
Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme.
Mekanisme nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang
diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif.Sistem ini berjalan mulai dari perifer
melalui medulla spinalis, batang otak, talamus dan korteks serebri. Apabila telah
terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi
protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak.3
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan
kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius atau
noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri
inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.3
Nosiseptor (reseptor nyeri)
Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot,
persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab
terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin),
atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai
adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui ambang batas
stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak (skrining fungsi) ke
system saraf pusat untuk interpretasi nyeri.1,3
Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal
interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang
lebih
tinggi pada batang otak dan talamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya,
reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri dalam beradaptasi
adalah untuk proteksi, karena hal tersebut bisa menyebabkan individu untuk tetap
awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri
biasanya minimal. Rasa nyeri yang didapat dari jaringan karena iskemi akut
berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat
beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia
kulit bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.4
Carpal tunnel syndrome (CTS) dan trigger finger merupakan dua penyakit
pada ekstremitas atas yang cukup sering terjadi.CTS merupakan kondisi dimana
terjadi jepitan saraf dan biasanya berhubungan dengan pekerjaan.Insiden CTS dalam
satu tahun sekitar 1 diantara 1000 penduduk. Pada pekerja di Washington terdapat
sekitar 4 sampai 10 juta kasus CTS pada tahun 2005 dan diperkirakan 5 juta pekerja
terkena CTS pada tahun 2010.1 Sedangkan trigger finger atau stenosing tenosinovitis
memiliki insiden sekitar 28 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Prevalensi CTS dan trigger finger lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki. Angka kejadian tertinggi pada usia antara 45 sampai 60 tahun.
CTS terjadi akibat berbagai kondisi seperti inflammatory atau noninflammatory
arthropaty, trauma atau fraktur, diabetes mellitus, obesitas, hipotiroidism, kehamilan
dan faktor genetik. Resiko untuk terkena CTS meningkat dengan bertambahnya usia
dan kondisi perimenopause. Aktivitas kerja juga berperan pada terjadinya
CTS.Trigger finger sering terjadi berhubungan dengan penyakit lain seperti
rheumatoid arthritis, gout, carpal tunnel syndrome, de quervain disease, dan
diabetes.2
Terapi carpal tunnel syndrome dan trigger finger secara umum dibagi menjadi
terapi non farmakologi, terapi farmakologi dan terapi pembedahan. Pada terapi non
farmakologi bisa dilakukan splinting, heating, stretching. Sedangkan terapi
farmakologi untuk mengontrol nyeri bisa menggunakan oral NSAID, injeksi
steroid.Pada kasus tertentu terapi pembedahan bisa menjadi pilihan untuk tatalaksana
CTS dan trigger finger. Setelah terapi pada umumnya akan sembuh dalam waktu 6
minggu tetapi beberapa kasus bisa muncul kembali gejala ulangan. Oleh karena itu
perlu dicari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi serta prognosis
penyakit.1
Definisi
Epidemiologi
Faktor Resiko
Ada sejumlah faktor risiko yang terkait dengan terbentuknya CTS, faktor
risiko terbesar termasuk perempuan dan/atau kelebihan berat badan. Faktor-faktor ini
berhubungan kembali terhadap anatomi carpal tunnel. Telah dikemukakan bahwa
perempuan mungkin lebih rentan untuk mengalami CTS karena mereka cenderung
memiliki carpal tunnel yang lebih sempit dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu,
kelebihan berat badan atau obesitas lebih lanjut membuat kanal menjadi stenosis
karena jaringan adiposa terakumulasi dan menekan kanal dari luar, menciptakan
ruangan yang semakin terbatas. Faktor risiko penting lainnya termasuk kehamilan
(yang diduga disebabkan oleh meningkatnya beban cairan yang terjadi pada
kehamilan), diabetes, rheumatoid arthritis, hipotiroidisme, penyakit jaringan ikat,
mononeuropati median yang sudah ada sebelumnya, predisposisi genetik, penggunaan
aromatase inhibitor, dan faktor pekerjaan. Fakta bahwa obesitas, diabetes, dan
rheumatoid arthritis merupakan faktor risiko juga memberikan alasan penting lain
mengapa menemukan rencana pengobatan hemat biaya yang berhasil untuk CTS
adalah penting.3
Etiologi
Manifestasi Klinis
Gejala yang menggambarkan penyakit ini termasuk mati rasa, kesemutan, atau
nyeri terbakar di bagian volar dari satu atau kedua tangan, terutama terasa setelah
bekerja atau di malam hari. Gejala nokturnal menonjol pada 50% sampai 70% pasien.
Pasien sering terbangun di malam hari atau pagi hari dan menggoyangkan tangan
mereka untuk meringankan gejala-gejala tersebut.Gejala-gejala ini dapat dilaporkan
melibatkan seluruh tangan atau terlokalisasi ke ibu jari dan 2 atau 3 jari. Jika gejala
saraf menonjol hanya pada jari keempat dan kelima, diagnosis yang berbeda
(misalnya, neuropati ulnar atau C8 radikulopati) harus dipertimbangkan. Meskipun
rasa sakit terbakar sering menonjol di tangan dan telapak sisi pergelangan tangan,
nyeri sakit dapat menyebar ke daerah siku medial atau lebih proksimal ke bahu.
Gejala proksimal, terutama kesemutan di bagian radial tangan, dikombinasikan
dengan nyeri siku lateral harus memunculkan kemungkinan radikulopati C6.4
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan CTS mungkin memiliki tangan yang secara
klinis tampak normal. Namun, dalam kasus kompresi saraf lanjut, kelemahan dan
atrofi otot-otot tenar dapat terlihat. Perubahan sensorik dapat diperiksa dengan
mengevaluasi tes diskriminasi 2-titik, tes getaran, dan tes monofilamen. Perubahan
motorik dapat ditimbulkan oleh pengujian abduksi jempol. Manuver provokatif
termasuk tes kompresi Durkan, tes Phalen, dan tanda Tinel.
a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan
diagnosa CTS.
b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan
sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosa.
c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal
dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit
Raynaud.
e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
f) Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dynamometer.
g) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini
menyokong diagnosa CTS.
h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala
seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita idak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosis.
j) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-
point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnosis.
k) Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis CTS.
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah tes yang
patognomonis untuk CTS.
Pemeriksaan Penunjang
Namun, kecuali jika ada kejadian intervensi yang signifikan atau perubahan
substansial dalam penilaian klinis, harus dilakukan penundaan minimal 1 tahun
sebelum mengulangi tes NCV, karena tidak mungkin perbedaan akan terlihat pada
interval waktu yang lebih singkat. Teknik NCV bersama dengan nilai-nilai referensi
dan batas atas dari nilai normal biasa digunakan untuk menguatkan diagnosis CTS
meliputi:
1. Latensi distal motorik median (8 cm). Catatan: Jika latensi distal motorik median
tidak normal, maka latensi distal motorik ulnar pada 8 cm harus berada dalam
batas normal (<3,9 ms). Kurang dari 4.5 ms.
2. Latensi distal sensorik median 8 cm yang tercatat (kelapa untuk pergelangan
tangan) atau 14 cm yang tercatat (indeks, panjang, atau jari manis untuk
pergelangan tangan).Jika salah satu dari tes ini digunakan sendirian, setidaknya
satu saraf sensorik lainnya di sisi ipsilateral harus normal.
3. Perbedaan latensi motorik median ulnar (abduktor polisis brevis [APB] vs
abduktor digiti minimi (ADM]) (8 cm).Kurang dari 1,6ms.
4. Perbedaan latensi sensorik median ulnar terhadap digiti (14 cm), jari telunjuk
atau jari panjang dibandingkan dengan ulnaris tercatat pada jari kecil, atau
perbedaan median _ ulnaris yang tercatat di jari manis.Kurang dari 0,5 ms.
5. Perbedaan latensi sensorik median ulnar terhadap telapak tangan (8 cm).Kurang
dari 0,3 ms.
6. Perbedaan latensi sensorik medial radial terhadap jempol (10 cm).Kurang dari 0,6
ms.
7. Indeks sensorik gabungan (CSI).5
Needle electromyography
Beberapa tes fungsi sensorik (getaran, suhu, tekanan) telah dilaporkan dalam
literatur ilmiah yang berguna dalam situasi penyelidikan untuk membedakan antara
pasien dengan dan tanpa neuropati. Namun, karena teknik ini tidak bisa melokalisasi
lesi saraf tepi, hal ini tidak berguna untuk mendiagnosa penjepitan neuropati tertentu.
Terapi konservatif
Sebuah elemen penting untuk setiap intervensi CTS konservatif adalah untuk
mendokumentasikan perbaikan fungsi dan kemampuan untuk kembali bekerja. Karena
temuan keterlibatan saraf median di NCV sangat memprediksi hasil yang baik
terhadap operasi CTS, setiap pekerja yang diduga memiliki keterlibatan saraf median
atau dengan dokumentasi peningkatan latensi saraf median yang tidak mendapatkan
perbaikan fungsional yang berarti dan berkelanjutan dalam 6 sampai 8 minggu dari
berbagai intervensi konservatif atau kombinasi intervensi harus dirujuk ke spesialis
atau ahli bedah. Untuk saat ini, meskipun sebagian besar penelitian telah
menunjukkan manfaat jangka pendek yang berarti dan signifikan, studi tindak lanjut
jangka panjang yang dirancang lebih baik diperlukan untuk memperjelas
keberlanjutan pereda gejala. Dekompresi bedah lebih efektif secara umum dari
tindakan konservatif tetapi dengan potensi komplikasi dan efek samping yang lebih
besar.3
Beberapa intervensi konservatif telah menunjukkan manfaat dalam
mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi dalam jangka pendek:
1. Posisi netral bidai pergelangan tangan yang digunakan secara nokturnal dan
intermitten selama paparan kerja telah terbukti efektif dalam mengurangi
gejala, meningkatkan kekuatan pegangan, dan dalam memperbaiki NCV.
Penelitian melaporkan bahwa 30% sampai 70% dari pasien merespon positif
dalam beberapa bulan setelah memulai intervensi ini. Tidak ada bukti jelas
pada efektivitas desain sebuah bidai dengan lainnya.Jenis splints yang
digunakan dalam praktek klinis untuk CTS :
Pergelangan tangan dalam posisi netral dan jari bebas.
Pergelangan tangan dalam posisi netral dengan jari terbidai.
Bidai cock-up, yaitu pergelangan tangan dalam keadaan sedikit ekstensi
dan jari bebas.
Bidai cock-up dengan jari terbidai.
2. Glukokortikoid : suntikan steroid lokal ke dalam terowongan karpal telah
dibuktikan memberikan bantuan jangka pendek yang baik terhadap CTS.
Sekitar setengah dari semua pasien yang menerima pengobatan ini
memerlukan operasi dalam waktu 1 tahun. Suntikan tidak boleh lebih dari 2
suntikan. Steroid oral tidak dianjurkan. Meskipun dapat memiliki manfaat
jangka pendek dari steroid oral, risiko efek samping yang serius (misalnya,
nekrosis avaskular) mungkin akan melebihi manfaat. Sebuah larutan 40 mg
(1ml) metilprednisolon dan 0,5 mL 1% lidokain harus disiapkan. Sebelum
memberikan injeksi, pasien diberitahu akan ada perasaan tebal di telapak
tangan seiring cairan disuntikkan, tetapi mereka harus mengomunikasikan
setiap mengalami parestesia pada digiti. Tendon palmaris diidentifikasi
dengan menginstruksikan pasien untuk mencubit ibu jari dan jari kecil
sementara pergelangan tangan sedikit diregangkan. Sebuah jarum 25-gauge
dimasukkan ke distal lipatan fleksi pergelangan tangan secara ulnar dari
palmaris longus dan kemiringan 45° secara distal. Jarum dapat dimasukkan
sedikit ke ulnar dari garis tengah sesuai dengan jari manis jika tendon palmaris
longus tidak teraba atau tidak dapat diidentifikasi. Jarum dimajukan sampai
menyentuh lantai kanal. Jarum segera ditarik sepenuhnya dan diarahkan ke
tempat lain jika parestesia saraf median terasa dengan insersi. Jika ada gejala
saraf median yang timbul, larutan yang disiapkan sebelumnya disuntikkan.
Suntikan kortikosteroid dari tangan dan pergelangan tangan berhubungan
dengan tingkat komplikasi yang rendah. Beberapa laporan kasus telah
mendokumentasikan robekan tendon setelah penyuntikan, meskipun tidak ada
hubungan antara penyebab pemberian kortikosteroid dan robekan tendon yang
telah teridentifikasi.Kebanyakan menyarankan injeksi intratendinous dihindari
untuk mencegah gangguan yang dimediasi kortikosteroid dari kolagen dalam
tendon. Pasien diabetes harus diperingatkan bahwa kadar glukosa serum
mereka dapat meningkat untuk jangka waktu 2 sampai 3 hari setelah injeksi;
mendorong pasien untuk rajin memantau kadar glukosa darah mereka selama
periode itu dan memodifikasi rejimen kontrol glikemik mereka atau mencari
bantuan medis yang tepat jika kadarnya meningkat. Meskipun beberapa
preparat kortikosteroid tersedia, preparat yang kurang larut diyakini lebih
mudah mengiritasi jaringan lunak dan telah mengakibatkan depigmentasi serta
atrofi jaringan subkutan, terutama pada pasien berkulit gelap dan tipis.
Perlakuan berikut ini tidak dianjurkan untuk CTS karena tidak ada bukti bertentangan
yang memadai mengenai keefektifan :
1. Vitamin B6 (pyridoxine)
2. Diuretik oral
3. Magnet
4. Laser
5. Suntikan botulinum toxin
6. Iontophoresis
Pembedahan
Prognosis
Epidemiologi
Trigger finger merupakan salah satu kelainan patologis yang paling sering
terjadi pada ekstremitas atas (28 kasus per 100.000 per tahun). Lebih sering terjadi
pada wanita (wanita : laki-laki = 4:1). Penyakit ini dapat ditemukan ditemukan pada
semua usia tetapi umumnya ditemukan pada usia >45 tahun.
Frekuensi kejadian trigger finger secara berurutan sering mengenai ibu jari,
annular, jari tengah, jari kelingking dan jari telunjuk.8 Pada dewasa jari tengah yang
paling sering terkena sedangkan pada anak-anak ibu jari yang paling sering terkena.
Etiologi
Gambar 4. Frekuensi jari yang sering terkena pada trigger finger dewasa.6
Klasifikasi
Stage Gejala
1 Normal
2 Nodul yang nyeri saat dipalpasi
3 Mencetuskan
4 Sendi proximal interphalang (PIP) yang terkunci/flexi
terbuka dengan extensi aktif
5 Sendi proximal interphalang (PIP) yang terrkunci/flexi
terbuka dengan extensi pasif
6 Sendi PIP tetap terkunci/deformitas
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang bisa didapatkan pada trigger finger baik dari
anamnesis maupun pemeriksaan fisik antara lain :
Tenosinovitis dari tendon flexor selalu mendahului gejala mekanik dari
trigger finger, mengakibatkan nyeri di atas tendon saat palpasi, peregangan
pasif, atau melawan flexi secara isometris.
Nodul lunak terpalpasi pada bagian palmar dari sendi metacarpopalangeal
dari jari yang terkena.
Nyeri dicetuskan oleh flexi dari jari yang terkena.
Terkunci atau hilangnya gerak ekstensi aktif dari jari.
Jari dapat tetap pada posisi flexi.
Biasanya mengenai satu jari. Jika lebih dari satu jari terkena, kemungkinan
terdapat penyebab sistemik seperti diabetes, rheumatoid arthritis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah lengkap
Elektrolit, ureum, kreatinin
Gula darah, Hb A1c
Fungsi thyroid : T3, T4, TSH
Rheumatoid factor/ anti CCP antibody
Asam urat
Pemeriksaan Radiologi :
Pemeriksaan foto polos kurang membantu jika penyebab sekunder tidak
mengenai organ lain ( misalnya rheumatoid lung).
Pemeriksaan USG musculoskeletal dapat berguna untuk mengetahui
karakteristik lesi dan sebagai guiding terapi.
Differensial diagnosis
Dupuytren’s contracture
De quervain tenosynovitis
Acute digital tenosynovitis
Proliferative tenosynovitis
Ulnar collateral ligament injury (gamekeeper’s thumb)
Carpal tunnel syndrome
Flexor tendon rupture
MCP osteoarthritis
Terapi
Tujuan terapi pada trigger finger adalah untuk mengurangi edema dan
inflamasi pada selubung tendon flexor dan mempermudah gerakan tendon dibawah
A1 pulley pada sendi metacarpophalangeal.
Terapi akut :
- Pada idiopatik trigger finger, injeksi steroid dengan anestesi lokal dapat
digunakan jika pasien tidak berespon dengan terapi konservatif. Injeksi yang
digunakan yaitu 1 ml lidocain 0,5% dicampur dengan 1 ml triamcinolone
40mg/ml. Jika gejala tidak membaik dalam 6 minggu, injeksi ulangan dapat
dilakukan.
- Kontrol nyeri : NSAID oral, NSAID topikal.
Setelah injeksi steroid, gejala biasanya membaik dalam 3-5 hari, jari yang
mengunci akan kembali normal pada 60% kasus dalam 2-3 minggu. Jika gejala
berulang, injeksi ulang steroid memperbaiki gejala pada ≥ 80% pasien. Faktor yang
mempengaruhi kegagalan terapi injeksi steroid antara lain usia muda, insulin
dependent diabetes mellitus, multipel jari, dan riwayat tendinopati lainnya pada
ekstremitas atas.9 Jika dipertimbangkan untuk injeksi steroid maka perlu konsul atau
rujuk ke dokter spesialis reumatologi atau bedah ortopedi. Komplikasi injeksi steroid
jarang terjadi. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain fat necrosis, depigmentasi
kulit, dan rupture spontan tendon flexor.6
Terapi kronis :
- Operasi diindikasikan pada pasien dengan gejala yang refrakter (locked digits).
Meskipun sudah diberi terapi non farmakologi dan terapi akut.
- Operasi juga diindikasikan pada pasien dengan gejala berulang meskipun telah
dilakukan injeksi steroid 2 kali.
Operasi merupakan gold standard terapi dan memiliki angka kesuksesan yang
tinggi dengan morbiditas yang minimal. Kekambuhan dan gejala yang persisten dapat
terjadi, sering akibat kesalahan teknis dari release A1 pulley yang tidak adekuat.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah nyeri, scar, infeksi, dan kerusakan nervus.
Operasi bisa dilakukan dengan 2 macam cara yaitu open dan percutaneus. Percutaneus
release A1 pulley dapat dilakukan pada pasien dengn trigger finger klasifikasi
Quinnell tipe II sampai IV.7
Gambar 7. Landmark A1 pulley (A) Jari tengah, (B) jari telunjuk, jari kelingking.7
2. Persiapan pasien
Peralatan yang digunakan antara lain duk steril, jarum ukuran 19 gauge, marking
pen, larutan antiseptic, 2 ml anestesi. Setelah pasien diberikan inform consent,
pasien diposisikan dengan tangan yang sakit dalam posisi supinasi. Telapak
tangan dan jari yang terken diolesi dengangan larutan antiseptik.Jari yang terken
diletakkan diatas duk steril.
3. Prosedur operasi
A1 pulley dipalpasi diatas caput metacarpal saat fleksi–ekstensi aktif. Dengan
marking pen, gambar garis longitudinal axis di jari dan injeksikan 2 ml anestesi
local secara subkutan di sekitar A1 pulley.
3. Jarum ukuran 19 gauge ditusuk tegak lurus terhadap kulit pada lokasi A1 pulley.
4. Lokasi jarum di tendon flexor dikonfirmasi dengan memfleksikan jari dan secara
simultan akan bergeser.
Gambar 12. Jarum berrgeser ketika jari difleksikan.7
DAFTAR PUSTAKA
Latar Belakang
Guyon’s canal syndrome adalah kompresi neuropati dari saraf ulnar yang pada
pergelangan tangan atau tangan yang bisa meyebabkan gangguan motorik, sensorik
atau kombinasi dari sensorik dan motorik tergantung dari lokasi salurannya. Faktor
etiologi yang sering terjadi adalah kompresi saraf ulnaris di pergelangan tangan
dengan ganglion. Bagaimanpun, kondisi lainnya seperti anomali lengkungan
muskulotendineus, penyakit arteri ulnar, lipoma, fraktur, trauma langsung dari sisi
ulnar pergelangan tangan, kegiatan yang hiperekstensi pergerangan tangan yang
berlebihan dan trauma kerja yang mungkin adanya penekanan pada saraf ulnar
dipergelangan tangan.1,2
Guyon’s canal syndrome merupakan penyakit tersering yang kedua yang
disebabkan kompresi pada daerah pergelangan tangan atau tangan. Mekanisme
kerusakan pada Guyon’s canal syndrome terletak pada pergelangan tangan berdekatan
dengan carpal tunnel, dibatasi dengan ligament carpal transversal.1,3
Guyon’s canal syndrome pertama kali dijelaskan oleh Guyon pada tahun 1861,
sebua fibro-osseus terletak pada palmar dari sisi ulnar pergelangan tangan. Didalam
canal,arteri unlaris dan saraf ulnaris yang berdampingan dari proximal kedistal,
keduanya dilindungi oleh canal fibro-osseus.3
Kompresi saraf ulnaris dapat terjadi dimana saja yang berhubungan langsung
ke kanal Guyon, yang ditandai adanya gejala sensoris dan motorik. Ada beberpa
kemungkinan penyebabnya yang mencakup ganglia, fraktur tulang carpal, penyakit
arteri ulnar, otot anomalus, rheumatoid arthritis dan lipoma.2
Definisi
Guyon’s canal syndrome merupakan suatu kelainan karena kompresi saraf dari
saraf ulna pada pergelangan tangan atau tangan sehingga menyebabkan gangguan
motorik, sensorik atau kombinasi dari motorik dan sensorik tergantung dari
salurannya. Saraf ulnaris merupakan perpanjangan dari pleksus brakilais medialis. Ini
merupakan saraf gabungan yang memasok persarafan ke otot-otot lengan bawah dan
tangan serta memerikan sensasi selama setengah medial keempat dan digit kelima dan
bagian dari ulnar aspek posterior tangan.3
Tekanan atau cedera saraf pada saraf ulnaris dapat menyebabkan denervasi
dan kelumpuhan otot-otot yang disediakan oleh saraf. Pasien yang sering terkana
sering mengalami mati rasa dan kesemutan di sepanjang jari kelingking dan setengah
ulnar dari jari manis. Salah satu konsekuensi paling berat adalah hilangnya fungsi otot
intrinsik di tangan. Ketika saraf ulnaris dibagi di pergelangan tangan, hanya opponens
polisis, fleksor polisis brevis superfisial dan lateral 2 lumbrical berfungsi.3
Penekanan saraf ini dapat menimbulkan suatu masalah, jika penghimpitan
berlangsung lama, aliran darah dan nutrisi ke sel saraf terganggu akibatnya sel saraf
akan mati dan menimbulkan kerusakan permanen. Kerusakan tersebut dapat berupa
hilangnya sensasi atau fungsi.3
Nervus ulnaris merupakan cabang utama dari fasiculus medialis berada
disebelah medial a.axilaris, selanjutnya berada di sebelah medial a.brachialis.pada
pertengahan brachium, saraf ini berjalan kearah dorsal menembus septum
intramusculare medial, berjalan terus ke caudala dan berada pada pada facies dorsalis
epicondylus medialis humeri, yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris humeri. Di daerah
brachium n.ulnaris tidak memberi percabangan.3
Nervus ulnaris adalah bagian akhir dari plexus brachialis medialis, setelah
cabang medial dari nervus medianus terpisah dari nervus ulnaris dengan saraf dari
cervical 8-thoracal 1. Awalnya nervus ulnaris terletak dimedial arteri axilaris dan
kemudian disebelah arteri brcahialis sampai kebagian tengah lengan, menembus
septum intramuscular dan mengikuti ujung medial dari otot tricep sampai berada
diantara olecranon dan epicondilus medialis humeri.Selanjutnya, menyilang pada siku
membentuk percabangan pada flexor carpi ulnaris dan setengah medial flexor
digitorum profundus. Nervus ini terdapat diantara 2 flexor carpi ulnaris yang berjalan
sampai ketangan diantara 2 otot dan flexor digitorum profundus.4,5
Disebelah distal pertengahan antebrachium, n.ulnaris memberi 2 cabang
cutaneous, sebagai berikut :
1. Ramus dorsalis yang berjalan kedorsal, berada disebelah profunda tendo
m.flexor carpi ulnaris, mempersarafi kulit pada sisi ulnaris manus dan
facies dorsalis 1 jari sejauh plannx intermedia.
2. Ramus palmaris, yang mempersarafi kulit sisi ulnaris pergelangan tangan
dan manus.
Pada ujung distal antebrachium n.ulnaris berjalan berdampingan dengan arteri
ulnaris. Pada proksimal pergelangan tangan memberi percabangan dorsal yang
memberi persarafan sensoris. Nervus ulnaris bersama-sama a.ulnaris masuk kedaerah
manus melalui Guyon canal membentuk persarafan sensoris atau superfisial.
Nervus ulnaris dan cabang-cabangnya menginervasi otot-otot pada lengan
bawah dan tangan yaitu :
1. Pada daerah lengan bawah, melalui ramus muskular n.ulnaris, mempersarafi
:
a. Flexor carpi ulnaris
b. Flexor digitorum profundus.
2. Pada daerah tangan (manus), melalui cabang motorik n.ulnaris
mempersarafi :
Otot-otot hypothenar :
Opponens digiti minimi
Abductor digiti minimi
Flexor dgiti minimi brevis
Adductor pollicis
Muskulus lumbricalis 3 dan 4
Interosseus dorsal
3. Pada daerah tangan (manus), melalui cabang sensoris n.ulnaris
mempersarafi palmaris brevis.
Gambar 1. Saraf ulnaris2
Saraf ulnaris
Secara umum neuropati adalah terjepitnya saraf ulnaris disiku seperti CTS.
Terjepitnya saraf ulnaris mungkin melemahkan dan mematahakan semangat karena
nyeri dan gangguan pada fungsi tangan. Laporan pertama dari pengobatan secara
pembedahan pada saraf ulnaris yang terkompresi pada siku dikaitkan oleh Henry
Earle pada tahun 1816, yang mana saraf ulnaris dipotong proksimal kesiku untuk
pengobatan nyeri berat pada disribusi saraf ulnaris. Pada abad ke 19 dan 20 beberapa
laporan yang yang diterbitkan menjelasakn kelumpuhan saraf ulnaris sesudah trauma
siku.Pada 1898, Curtis melaporkan subkutan anterior pertama transposisi saraf ulnaris
pada seorang pasien yang mengalami ulnaris neuritis setelah fraktur condylar
bilateral.Pada tahun 1922, Buzzard menjelaskan neuritis kronis pada siku dan
menghubungkannya dengan dengan penggunaan lengan yang berlebihan dan tangan
dalam posisi tertekuk. Pada tahun 1956 Feindel dan Stratford mengusulkan
penunjukan terowongan kubiti untuk menggambarkan situs kompresi saraf ulnaris di
siku dan dibandingkan dengan saraf median yang terkompresi di pergelangan tangan.5
Gambar 2. Saraf medial antebrachial cutaneous2
Etiologi
Etiologi dari Guyon’s canal syndrome ada beberapa macam penyebab yaitu :
Ganglion krista (80% dari penyebab non traumatic)
Lipoma
Trauma berulang
Thrombosis arteri ulnaris atau aneurisma
Fraktur
Dislokasi
Arthritis inflamasi
Palmaris brevis hypertrophy.5
Patofisiologi
Pada Guyon’s canal syndrome secara patofiologi hampir bersamaan dengan
Cubital tunnel syndrome. Berdasarkan posisi antominya, maka dapat dengan mudah
nervus ulnaris untuk terperangkap dan mengalami trauma karena sebab yang
bervariasi.3
Cubital tunnel syndrome berkembang terjadi sebagai akibat trauma akut
maupun kronik. Meskipun tidak biasa, Cubital tunnel syndrome akut mungkin terjadi
akibat benturan langsung pada siku bagian posterior sehingga menyebabkan
berkembangnya jaringan parut didalam tunner (terowongan) yang selanjutnya
menimbulkan kompresi. Bisa juga benturan tersebut merusak tulang atau ligament di
daerah yang menekan saraf, atau menyebabkan saraf sangat peka terhadap penekanan
yang lebih lanjut.3,5
Pada trauma kompresi kronik, cubital tunnel syndrome biasanya berkembang
dari kekuatan m.fleksor carpi ulnaris atau periode panjang dimana siku dalam posisi
fleski.Selama siku dalam fleksi, kedua ujung fleksor carpi ulnaris tertarik secara
terpisah seperti halnya processus olecranon bergerak menjauh dari humerus. Tunnel
menjadi lebih sempit dan akibatnya terjadi peningkatan tekanan pada saraf ulnaris.5
Mekanisme kerusakan pada Guyon’s canal syndrome sedikit berbeda. Guyon
canal terletak pada pergelangan tangan berdekatan dengan carpal tunnel. Dibatasi oleh
ligament carvap tranversal. Nervus ulnar dan arterinya berjalan melalui Guyon canal.
Karena tidak ada tendon yang berjalan melalui guyon canal yang dapat menekan
saraf, maka kompressi patologis pada Guyon’s canal syndrome berasal dari faktor
ekstrinsik, berupa kompressi neuropati akut ataupun kronik dimana pergelangan
tangan berada dalam posisi hiperekstensi.3
Seddon pada tahun 1972 dan Sunderland pada tahun 1978 telah
mengklasifikasikan patofisiologi terjadinya penjepitan saraf ulnaris berdasarkan
trauma saraf, dimana terdapat 3 jenis trauma :
1. Neuropraxia, merupakan episode transien dari paralis motoric komplit
dengan sedikit keterlibatan sensoris atau otonomik. Hal ini biasanya
sekunder karena tekanan mekanik transien. Bila tekanan ini dihilangkan
maka dapat dikembalikan fungsi normalnya.
2. Axonotmesis adalah trauma yang lebih parah yang menyebabkan hilangnya
kontinuitas akson tapi tetap ada kontinuitas selaput Schwann. Terdapat
paralisis komplit pada motoris, sensoris, otonomik, dan denervasi atrofi otot
bisa terjadi progresif. Penyembuhan tergantung oleh bebepara faktor,
termasuk menghilangkan kompresi secara bertahap dan regenarasi akson.
Waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan fungsi tergantung pada jarak
antara denervasi otot dan regenarasi akson proksimal. Dapat terjadi
penyembuhan komplit
3. Neurotmesis adalah trauma yang paling berat, hal ini menyebabkan
kehilangan seluruh kontinuitas akson dan lapisan schwann. Jarang terjadi
penyembuhan komplit, dan jumlah kehilangan hanya dapat ditentukan
selama beberapa waktu. Regenarasi akson tanpa lempeng saraf yang intak
mempersarafi kembali serat otot yang bukan bagian jaringan awalnya.5
Tanda dan Gejala
Temuan fisik termasuk rasa tebal sekitar saraf ulnaris pada pergelangan
tangan. Tanda Tinel positif saraf ulnar melintang carpal ligamen. Jika cabang sensoris
terkena, berkurangnya sensasi terjadi pada sisi ulnar pada tangan dan jari kelingking
dan ulnar pada setengah jari manis. Tergantung pada lokasi saraf yang terkena, pasien
dapat mengalami kelemahan pada otot instrinsik pada tangan yang ditandai dengan
ketidakmampuan membuka jari-jari, kelemahan pada otot hipotenar, maupun
keduanya.1,2,6
Pemeriksaan Penunjang
Elektromiografi membantu menyingkirkan adanya radiculopaty cervical,
polyneuropaty diabetes, dan tumor Pancoast dari sindrom ulnar tunnel. Foto polos
radiografi diindikasikan pada semua pasien yang mengalami Guyon’s canal syndrome
untuk menyingkirkan adanya proses patologi dari tulang. Berdasarkan keadaan klinis
pasien, pemeriksaan tambahan termasuk tes darah lengkap, tingkat keasaman urin,
laju sedimen eritrosit, dan antinuclear antibody test mungkin diindikasikan. Magnetic
resonance imaging (MRI) pada pergelangan tangan diindikasikan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan apakah ketidakstabilan sendi.1,2,6
Diagnosis Banding
Guyon cannal syndrome sering disalah diagnosa sebagai artritis pada sendi
carpometacarpal, cervical radiculopathy, tumor Pancoast’s dan neuropaty
diabetes.Pasien dengan arthritis pada sendi carpometacarpal biasanya mempunyai
bukti radiografi dan temuan klinis yang mengarah pada arthritis. Kebanyakan pasien
dengan cervical radiculopathy mempunyai perubahan refleks, motorik, dan sensoris
terkait dengan nyeri leher, dimana pasien dengan Guyon’s canal syndrome tidak
mengalami perubahan refleks, motorik maupun sensorik yang terbatas pada saraf
ulnar distal.3,5
Diabetes polineuropathy secara umum bermanifestasi sebagai defisit sensoris
simetris termasuk pada seluruh tangan, dibanding dengan keterbatasan distribusi pada
saraf ulnar.Cervical radiculopathy dan penjepitan saraf ulnar dapat disebut sebagai
sindrom “double crush”. Dikarenakan guyon cannal syndrome sering terdapat pada
pasien dengan diabetes, diabetes polineuropathy biasanya terjadi pada pasien diabetes
dengan guyon cannal syndrome. Tumor Pancoast’s menyerang medial cord pada
plexus brachialis yang juga dapat menyebabkan terjepitnya saraf ulnar dan harus
disingkirkan dengan foto thorax lordotic apical.3
Terapi
Terapi awal pada nyeri dan ketidakmampuan fungsional dikaitkan dengan
guyon cannal syndrome harus termasuk dalam kombinasi obat non steroid anti
inflamasi (NSAIDs) atau cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor dan terapi fisik.
Aplikasi lokal panas dan dingin dapat berguna.Gerakan berulang yang memicu
sindrome harus dihindari. Pada pasien yang tidak respon pada modalitas terapi ini,
penyuntikan pada saraf di terowongan ulnar dengan anestesi lokal dan steroid dapan
menjadi langkah yang masuk akal. Jika gejala guyon cannal syndrome muncul
kembali, tindakan pembedahan dan dekompresi pada saraf ulnar dapat
diindikasikan.1,6
Komplikasi
Komplikasi utama berkaitan dengan guyon cannal syndrome adalah pada
diagnosis dan terapi yang terlambat. Keterlambatan ini dapat menyebabkan defisit
saraf secara permanen yang merupakan hasil dari lamanya jepitan saraf ulnaris yang
tidak ditangani. Kegagalan klinisi untuk mengenali inflamasi akut atau infeksi
arthritis pada pergelangan tangan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada sendi
dan nyeri kronis dan ketidakmampuan fungsional.1,6
DAFTAR PUSTAKA
DE QUERVAIN’S SYNDROME
De Quervain’s syndrome dikenal dengan beberapa macam cara penulisan.
Pada beberapa referensi seperti pada kamus Dorland tertulis de Quervain’s disease,
pada kamus Stedman tertulis de Quervain disease, pada kamus M-W medical
dictionary tertulis de Quervain’s disease dan pada kamus Wikipedia tertulis de
Quervain’s syndrome. Sebagian besar referensi menuliskan penyakit ini dengan de
Quervain’s disease. Penyakit ini disebut juga dengan de Quervain’s
tenosynovitis atau de Quervain’s syndrome. Ada pula yang menyebut penyakit ini
dengan nama washerwoman’s sprain karena lebih banyak menyerang wanita daripada
pria.1,2,3
Definisi
Epidemiologi
Angka kejadian di USA untuk penyakit ini relatif, terutama di antara orang-
orang yang menunjukkan aktivitas yang menggunakan tangan berulang-ulang, seperti
pekerja pemasangan bagian-bagian mesin tertentu dan sekretaris.3
Mortalitas tidak berhubungan dengan kondisi penyakit ini.Beberapa
morbiditas yang dilaporkan mungkin terjadi pada pasien dengan riwayat nyeri
progresif di mana berhubungan dengan aktivitas yang memerlukan penggunaan
tangan yang terkena. De Quervain’s syndrome lebih banyak diderita oleh orang
dewasa dibanding pada anak- anak.3
Hingga saat ini belum ditemukan adanya korelasi yang nyata antara insiden de
Quervain’s syndrome dengan sejumlah ras tertentu. Meskipun penyakit seperti ini
sering dijumpai pada pria dan wanita, tetapi de Quervain’s syndrome menunjukkan
jumlah yang signifikan di mana lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria. Beberapa sumber bahkan memperlihatkan rasio yang sangat tinggi pada wanita
dibandingkan pada pria, yaitu 8 : 1. Menariknya, banyak wanita yang menderita de
Quervain’s syndrome selama kehamilannya atau selama periode postpartum.3
Etiologi
Tendon adalah penghubung antara tulang dan otot. Tendon ada yang
dibungkus dengan pembungkus tendon (tendon sheath), ada pula yang tidak dan
langsung melekat pada tulang. 8,9
Gambar 4. Tendon otot abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis.4
Patofisiologi
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus
radius, kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat penebalan
pembungkus fibrosa pada sedikit proksimal prosesus stiloideus radius, serta rasa nyeri
pada adduksi pasif dari pergelangan tangan dan ibu jari. Bila tangan dan seluruh jari-
jari dilakukan deviasi ulnar, penderita merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di
atas dan disebut uji Finkelstein positif.4,5,6,7,16
Pengobatan
Pada tahap awal diberikan analgetik atau injeksi lokal kortikosteroid serta
mengistirahatkan pergelangan tangan, tetapi kadang-kadang penyembuhan hanya
bersifat sementara. Operasi dilakukan pada penderita yang resisten atau untuk
meredakan nyeri secara permanen dengan membuka bagian sarung tendon yang
sempit. 4,5
Rehabilitatif
Fisioterapi : dengan memberikan modalitas terapi berupa stimulasi listrik TENS untuk
mengurangi nyeri dan terapi panas SWD yang juga digunakan untuk
mengurangi nyeri serta mengurangi inflamasi yang terjadi.
Ortotik-Prostetik : dengan memberikan splint untuk mengistirahatkan ibu jari dan
pergelangan tangan.
Gambar 14.Splint.7
Splint tidak diperkenankan dipakai sepanjang hari secara terus menerus, pasien perlu
membuka splint minimal 2 kali dalam sehari. Saat splint dilepas, pasien dapat
melakukan latihan-latihan sebagai berikut :
Opposition stretch : letakkan tangan anda di atas meja, angkat pergelangan
tangan. Kemudian ujung ibu jari menyentuh ujung jari kelingking. Tahan posisi
tersebut selama kurang lebih 6 detik. Ulangi 10 kali.
Wrist stretch : dengan tangan yang lain, Bantu tangan sisi yang lain untuk
menahan dalam posisi fleksi selama 15-30 detik. Kemudia dengan cara yang
sama, tahan dalam posisi ekstensi dalam rentang waktu yang sama. Lakukakan
masing-masing 3 kali untuk tiap tangan. Sendi siku tetap dalam kondisi lurus.
Wrist flexion : genggam sebuah sabun dalam posisi tangan supinasi. Lakukan
gerakan fleksi pada sendi pergelangan tangan secara perlahan. Lakukan 10 kali.
Beban dapat secara perlahan ditingkatkan.
Wrist radial deviation strengthening : tangan diposisikan miring, sehingga
ibu jari berada di bagian atas. Genggan sabun. Lakukan gerakan deviasi kea rah
radial tanpa menggerakkan lengan. Lakukan 10 kali.
Wrist extension : genggam sebuah sabun dalam posisi tangan pronasi. Lakukan
gerakan fleksi pada sendi pergelangan tangan secara perlahan. Lakukan 10 kali.
Beban dapat secara perlahan ditingkatkan.
Grip strengthening : genggam sebuah bola. Lalu remas-remas selama 5 detik.
Lakukan 10 kali.
Finger spring : letakkan karet gelang sehingga melingkari semua jari-jari
tangan. Lakukan gerakan abduksi dan aduksi. Ulangi 10 kali.
Intervensi bedah diperlukan jika terapi konservatif tidak efektif lagi terutama
pada kasus-kasus lanjut di mana telah terjadi perlengketan padatendon sheath.
Prosedur operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :3,10,14,18
Digunakan anestesi lokal dan turniket. Setelah kulit disterilkan, gunakan
turniket dan infiltrasi kulit pada daerah kompartemen dorsal pertama dengan
menggunakan anestesi lokal secukupnya. Lalu dibuat insisi pada kulit yang mulai dari
dorsal ke volar dalam arah transversal-oblik, sejajar dengan lipatan-lipatan kulit
melewati daerah yang lunak dari kompartemen dorsal pertama. Insisi longitudinal
dianjurkan untuk membuat area yang lebih panjang di mana skar kulit mungkin saja
melekat pada nervus kutaneus dan tendon. Tindakan diseksi tajam hanya sampai pada
lapisan dermis dan tidak sampai ke lapisan lemak subkutaneus, menjauhi cabang-
cabang nervus radialis superfisialis. Setelah menarik tepi kulit, gunakan diseksi
tumpul pada lemak subkutaneus. Kemudian cari dan lindungi cabang-cabang sensoris
dari nervus radialis superfisialis, biasanya terletak di bagian dalam dari vena-vena
superfisialis. Kenali tendon proksimal sampai penyempitan ligamen dorsal dan
tendon sheath, kemudian buka kompartemen dorsal pertama pada sisi dorsoulnar.
Dengan ibu jari yang abduksi dan pergelangan tangan yang fleksi, angkat tendon otot
abduktor polisis longus dan otot ekstensor polisis brevis dari tempatnya. Jika tendon
otot-otot tersebut sulit untuk dibebaskan, carilah additional “aberrant” tendons dan
kompartemen-kompartemen yang terpisah. Kemudian tutup insisi kulit dan
menggunakan balutan dengan tekanan yang rendah.
Gambar 15. Teknik operasi pada de Quervain’s Syndrome.8
Prognosis
Prognosis penyakit ini umumnya baik. Pada kasus-kasus dini, biasanya
berespon dengan baik pada terapi konservatif. Sedangkan pada kasus-kasus lanjut dan
tidak memberikan respon yang baik dengan terapi konservatif, dilakukan tindakan
bedah untuk dekompresi pada kompartemen dorsal pertama dari pergelangan tangan.
Umumnya berlangsung dengan baik, morbiditas dapat terjadi jika terjadi komplikasi
pasca operasi misalnya adhesi tendo atau subluksasi volar tendon.3,10,11,12,13,14,15
Pasien dengan de Quervain’s syndrome perlu untuk menghindari aktivitas-
aktivitas repetitif tertentu dari pergelangan tangan atau dari ibu jari hingga pengobatan
yang adekuat tercapai.3
DAFTAR PUSTAKA
53