Anda di halaman 1dari 7

Accelerat ing t he world's research.

Komunikasi Bisnis Antarbudaya


dalam Era Globalisasi
jihan ramadhanailah

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

EKMA4116 Manajemen
Handika Set yawan

Hak Cipt a dan Hak Penerbit an dilindungi Undang-undang ada pada


Faradiba Berliana

Universit as Kat olik SOEGIJAPRANATA


Angelina Rahut ami
Komunikasi Bisnis Antarbudaya
dalam Era Globalisasi
NinaW.Syam

lmplikasi dari perdagangan bebas (baca:persaingan global) adalah bahwa Indonesia tidak lagi
sekadar 'jago kandang ". Bebas dan terbukanya pasar. berarti timbal balik. Pasar Indonesia
terbuka, dan terbuka pula bagi pasar negara lain. Dibukanya pasar negara lain tanpa macam-
macam hambatan, yang diskriminatifmaupun nontarif itulah yang dapat dan mesti kita
manfaatkan. Hal ini berarti bahwa ekonomi Indonesia harus menghasilkan produk barang dan
jasa yang mampu bersaing karena mutu, harga, dan pelayanan. Di samping itu, tentu saja
memiliki kemampuan memasarkannya secara global. Lewat survey yang dilakukan
Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional (MITI) Jepang, disimpulkan bahwa
sebagian kegagalan hubungan bisnis antara pebisnis asing dengan orang Jepang, disebabkan
tidak dipahaminya karakteristik kepribadian dan budaya komunikasi bisnis masyarakat
Jepang. Dari kenyataan di atas, maka jelas pemahaman dan penerapan pengetahuan
komunikasi bisnis antarbudaya dalam interaksi bisnis internasional menjadi begitu diperlukan.
Persaingan dagang global bukan semata-mata persaingan mutu produk dan jasa, melainkan
juga persaingan takiik dan pemasaran. Kesanggupan kita untuk bersaing dalam gelanggang
perdagangan bebas dunia, mensyaratkan kepekaan dan pemahaman terhadap perbedaan
budaya bisnis yang ada. Tiap budaya harus diperlakukan sebagaimana adanya, bukan
sebagaimana dimaui. Di sinilah pentingnya peranan komunikasi bisnis antarbudaya, karena
komunikasi antarbudaya mengajarkan dan menganggap setiap budaya sebagai entitas yang
sederajat dan harus dipahami secara empatik.

Pendahuluan
Dalamdasawarsatahun 1990 -an, duniatengah interaksi antarnegara akan semakin dipengaruhi
memasuki periode kemakmuran ekonomi. Tiada oleh faktor ekonomi ketimbang politik. Malah,
faktor tunggal di balik faktor boom ekonomi. secara lebih tajam, Masaki Itagaki dan Hisane
Demikian papar John Naisbitt dalam Megatrend Masaki (1989) menyebutkan bahwa dalam
2000, mengawali pembicaraannya mengenai globalisasi ekonomi negara diseret dalam perang
"Boom EkonomiGlobal." dagang (trade war). Era hegemoni politik,
Globalisasi telah menjadi konsep fenomenal karenanya, menjadi tersisih. Bila masa lampau
dalam diskursus pemikiran dewasa ini. Istilah ini ketakutan berbagai negara terpaku pada
mampu menyelinap ke dalam berbagai aspek konfrontasi politik/ideologi antara blok Barat vs
kehidupan, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Timur, maka setelah runtuhnya Uni Soviet,
Kekuatan-kekuatan ekonomi dunia melanda, ketakutan berbagai negara, khususnya Amerika
melintasi batas negara, menghasilkan demokrasi Serikat, terarah kepada ekspansi dagang Jepang.
yang lebih besar, kebebasan yang lebih besar Dalam pandangan Kenichi Ohmae (konsultan
perdagangan yang lebih besar, peluang, dan pembangunan/pakar manajemen Jepang),
tantangan yang lebih besar, dan kemakmuran yang globalisasi dipersepsi sebagai dunia tanpa batas,
lebih besar pula. mengubahpola nasionalisme ekonomi berakar kuat
Oleh karenanya, dalam era globalisasi, berabad-abad (yang mengkotak-kotakan pasar)

Nina W. Syam. Komunikasi Bisnis Antarbudaya dalam Era Globalisasi 41


menjadi globalisasi ekonomi (yang bebas dan tetangga terdekat yang relatif sarna
terbuka). Pada pola ini diasumsikan kemampuannya, sebelum kita masuk dalam kancah
kesalingtergantungan antamegara semakin nyata persaingan mahaberat di wilayah Asia Pasifik
dan menguat. Akibatnya, hubungan dagang tidak (AFEC) dan lingkungan dunia (GATIIWTO).
lagi mengenal batas-batas geografis dan Mengapa kita mesti ambil bag ian dalam
kedaulatan negara. Dunia menjadi pasar terbuka persaingan global tersebut? Trend globalisasi
yang sepenuhnya menyerahkan kendall pada perdagangan dewasa ini telah menjadi arus besar
dinamika dan kekuatan pasar. yang tidak dapat dielakkan. Karenanya, cepat atau
Ekonomi global tidak dapat dianggap sekadar lambat dan mau tidak mau, kita akan terlibat di
perdagangan yang semakin besar di antara 160 dalamnya. Keikutsertaan Indonesia tersebut
negara. Ekonomi global hams dipandang sebagai merupakan langkah antisipatif yang strategis.
dunia yang bergerak dari perdagangan antamegara Dalam kancah persaingan tersebut, kita dapat
ke ekonomi tunggal. Satu Ekonomi - Satu Pasar. menguji sejauh mana kemajuan, kemandirian, dan
Ini merupakan tingkat alamiah berikutnya dalam daya kompetitif bangsa kita dalam arena
sejarah ekonomi peradaban. Di dalam ekonomi glo- intemasional. Lewat persaingan global, kitajuga
bal, pertimbangan ekonomi hampir selalu melebihi akan mendapatkan umpan balik (feedback) berupa
pertimbangan politis. kelemahan-kelemahan yang hams kita benahi.
Pemusatan ekonomi pada kekuatan pasar, Implikasi dari perdagangan bebas (baca:
tentu saja membawa implikasi kompetisi; bahkan persaingan global) adalah bahwa Indonesia tidak
hiperkompetisi. Persaingan menjadi dinamis. Tak lagi sekadar "jago kandang." Bebas dan
ada perusahaan yang akan unggul secara terbukanya pasar, berarti timbal balik. Pasar Indo-
berkelanjutan. Pada era ini, berbagai produk nesia terbuka, namun terbuka pula bagi pasar
industri yang masuk pasar global dipatok dengan negara lain. Dibukanya pasar negara lain tanpa
standar intemasional. Standardisasi seperti ini mac am-macam hambatan, yang diskriminatif
membuat setiap produk menjadi bersaing, karena maupun nontarif, itulah yang dapat dan meski kita
itu mampu berkompetisi dalam gelanggang manfaatkan. Hal ini berarti bahwa ekonomi Indo-
internasional Kita tidak cukup hanya nesia harus menghasilkan produk barang dan jasa
mengandalkan produk yang kompetitif, harga yang yang mampu bersaing karena mutu, harga, dan
bersaing, iklan dan promosi yang menggebu-gebu, pelayanan. Di samping itu, tentu saja memiliki
kemampuan memetakan kebutuhan potensi kemampuan memasarkannya secara global
konsumen, menghindari pemborosan/kebocoran, (Kompas, 17/11/1994).
dan melakukan kebijakan-kebijakan deregulasi Michael Porter, dalam Competitive Advantage
semata, tetapi kita juga dituntut untuk memiliki (1985), menekankan pentingnya mutu dan
keahlian dalam mengamati karakteristik pasar, dan kemampuan lobby (komunikasi) dalam persaingan
kemampuan persuasi pemasaran/negosiasi bisnis global. Menurutnya, bangsa yang kompetitif
lewat ancangan komunikasi antarbudaya. adalah bangsa yang memiliki komitmen dan sikap
kritis terhadap mutu, penguasaan teknologi,
Persaingan Global intensifikasi penelitian, dan pengembangan yang
berorientasi pasar, serta keterampilan dalam
Sistem perdagangan bebas dunia akan melakukan pemasaran negosiasi bisnis yang
terealisasi secara bertahap. Pertemuan puncak mendunia,
pemimpin Asean di Bangkok, beberapa waktu lalu, Dengan demikian, berarti terdapat tiga aspek
menyepakati untuk mempercepat perdagangan yang mesti dipacu dalam menghadapi persaingan
bebas Asean (AFTA) dari jadwal yang telah global, yakni aspek ekonomi, teknologi, dan
ditentukan(taboo 2003). Hal ini merupakan Iangkah komunikasi. Aspek ekonomi dan teknologi,
tepat. Kita mesti belajar bersaing dulu dengan tampaknya telah mendapat perhatian yang begitu

42 MEDIAToR, Vol. 1 .. No.1" 2000


besar.Lembaga-lembagayangmenanganinyapun orang Jepang - dikarenakan mereka terlalu
telah mapan dan berserakan. Sedangkan bidang memaksakan "cara" Amerika. Mereka tidak
komunikasi, yang mencakup komunikasi berusaha untuk memahami karakteristik dan
pemasaran, periklanan,negosiasi, public relations, budaya komunikasi bisnis masyarakat Jepang.
dan komunikasibisnis antarbudaya,terlihat masih Kebanyakan pebisnis asing yang datang ke
terpinggirkan. Padahal, untuk membentuk Jepang, tanpa pengetahuan tentang karakteristik
pebisnis-pebisnis lintas budaya (internasional), bangsa Jepang, gaya manajemen, dan model
kemampuan berkomunikasi mutlakdiperlukan. pemasaran khas Jepang, diakibatkan ketiadaan
Dalamkonstelasipersainganekonomiglobal, pemahaman ini. Sebagai contoh kecil, pernah
kemampuankita memasarkanbarang tidak cukup terjadi seorang pengusaha wan ita Amerika
hanyamenghandalkan naluri''berjualan'',tapi perlu mengeluh karena pembicaraan bisnisnya yang
dibentuk budaya bisnis profesional yang pertama terasa sia-sia. Selama pembicaraan bisnis
mencakupkomitmenmutu, etos kerja, kompetisi, tersebut, calon mitra Jepangnya lebih banyak
orientasi pasar, sikap kreatif dan inovatif, serta berdiam diri, Selama dua puluh menit berlalu,
kemampuankomunikasibisnis antarbudaya.Jadi, pengusaha wanita Amerika itu lebih banyak
bisnis global harus concern terhadap karakteristik mengambil inisiatifbicara, itu pun hanya membahas
dan perbedaan budaya. masalah cuaca, makanan, dan pembicaraanremeh
lainnya. Anehnya, pembicaraan seperti itu justru
PersektifKomunikasi Antarbudaya yang ditanggapi oleh calon mitra bisnis Jepang
tersebut. Sedangkan pembicaraan "pokoknya"
Secara mencolok, tampak bahwa persaingan sendiridibiarkan mengambang.Pengusahawanita
dan antisipasi menghadapi perdagangan bebas tersebut berkesimpulanbahwa mitra bisnisnya itu
dunialebihdidominasi oleh ancanganekonomidan tidak menyukai rencana bisnis yang diajukan.
teknologi. Seolah-olah keberhasilan menembus Masalahsebenarnyatidaklahsesederhanaitu.Bagi
pasar dunia dan memenangkan persaingan orang Jepang, kontak pertama dengan calon mitra
perdaganganglobal dapat dilakukan semata-rnata bisnis, biasanya, didahului dengan pembicaraan
oleh kedua aspek tersebut. Padahal, sebagaimana ringan. Pembicaraan seperti itu diperlukan untuk
diungkapJohn W. Gold (1989), pakar komunikasi membangun kenyamanan dan kesiapan berbicara
bisnis University ofSouthern California, sebagian secara serius, Pembicaraan ringan tersebut
besar kemampuan penetrasi pasar luar negeri merupakanpenjajakanawaluntukmengetahuidan
(internasional) oleh negara-negara maju menilai, apakah calon mitra bisnisnya itu cocok
dipengaruhi secara signifikan oleh pemahaman dan bersahabat,ataumalahsebaliknya. Ritualkecil
pebisnis mereka terhadap budaya komunikasi sepertiini merupakanbagiandari gayakomunikasi
bisnismasyarakatsasaran (baca: mitrabisnis).dan khas Jepang.
itu tentu saja mensyaratkan kemampuan Lewat survey yang dilakukan Kementerian
berkomunikasi (communication skills), khususnya Perdagangan dan Industri Internasional (MITI)
keterampilankomunikasibisnis antarbudaya. Jepang, juga disimpulkan bahwa sebagian
Banyak pakar komunikasi dan pemasaran kegagalan hubungan bisnis antara pebisnis asing
yang sependapat dengan Gold. Takashi Inoue, dengan orang Jepang, disebabkan tidak
dalam Cross Cultural Communication.' A Japa- dipahaminyakarakteristikkepribadiandan budaya
nese Viewpoint (1989), juga menekankan komunikasi bisnis masyarakat Jepang.
pentingnyapemahamanantarbudayadalam bisnis Lalu, apa aspek-aspek budaya komunikasi
yang berorientasi ekspor. Setelah melakukan bisnis yang perlu dipahami tersebut? Christopher
berbagai evaluasi, Inoue berkesimpulan bahwa (1989), memaparkan secara lebih rinci, meliputi
banyak kegagalan bisnis yang diderita pebisnis pemilihan kata, komunikasi nonverbal, suara
Amerika (dan Eropa) - ketika berbisnis dengan (paralinguistik), gerak tubuh (gestura!), gerak dan

Nina W. Syam. Komunikasi Bisnis Antarbudaya dalam Era Globalisasi 43


posisi tubuh (postural), kontak mata, sentuhan, intemasional/pengelola ekonomi, mesti
pakaian, air muka ifasia/), waktu, c1anjarak bicara memperhitungkan hal ini bila ingin tampil dan
(prolrsemik). unggul dalam persaingan global. Kemampuan
Dari pelbagai kenyataan di atas, maka jelas memahami perbedaan budaya merupakan elemen
pemahaman dan penerapan pengetahuan peneguh yang akan memperkuat daya saing clan
komunikasi bisnis antarbudaya dalam interaksi bargaining dalam pemasaran/negosiasi bisnis
bisnis intemasional menjadi begitu diperlukan. intemasional.
Persaingan dagang global bukan semata-mata Walhasil, persiapan memasuki perdagangan
persaingan mutu produk c1anjasa, melainkanjuga bebas, mesti dilakukan secara menyeluruh
persaingan taktik dan strategi pemasaran. Dalam (holistik). Tidaksemata-mata dari segi ekonomidan
kontekspasarglobal- yang sangat beragamsecara teknologi (parsial), tetapi juga mencakup aspek
kultural, tentu aspek keadaban/sopan santun (po- budaya. Dengan kata lain, komitmen liberalisasi
liteness) dalam berkomunikasibisnis antarbudaya perdagangan, mestidisertaikomitmenpemahaman
perlu dicermatidan dipahami sebaik-baiknya. Bila dan penerapan pengetahuan komunikasi bisnis
hal ini diabaikan, maka bukan mustahil para antarbudaya. Dengan begitu, diharapkan para
pebisnis kita akan menjadi pincang dan gamang- pebisniskitadapatefektifbekeJjadalamlingkungan
karena tidak dipahaminya etika dan etiket - lintas budaya.
berinteraksi bisnis dengan pengusaha
mancanegara. Karena itu, setiap pebisnis harus Jepang sebagai Model
melek budaya (cultural literacy) dan berorientasi
pada wawasan global (outlook world). Di sini, Jepangmemiliki sumberdayaalamyangsangat
ungkapan think globally, act locally (berpikir glo- terbatas. Kemiskinan sumber alam ini, membuat
bal dan bertindak sesuai dengan karakteristik Jepang lebih banyak menggantungkan hidupnya
budaya Mitrabisnis), menjadi begitu pas. pada aktivitas ekspor-impor. Karenanya, tidak
Liberalisasiperdagangan, memang bertujuan mengherankanbila intemasionalisasiperdagangan
membebaskan hambatan-hambatan nyata dalam Jepang sudah teJjadi jauh sebelum Perang Dunia
perdagangan dan investasi. Khususnya, yang Kedua.
berkaitan dengan tarif clan nontarif. Tapi, di luar Kekalahan pada Perang Dunia Kedua,
itu, masih ada hambatan lain yang tidak kentara, membuat struktur dan fasilitas industri Jepang
yaitu hambatan budaya. Untuk mengatasi hal ini, hancur. Tapi, dalam kurun waktu sepuluh taboo,
maka mempelajari komunikasi antarbudaya dan Jepangtelah dapat membangunnyakembalisecara
mencari informasi tentang karakteristik budaya lebih modem. Pada kurun waktu 1955-1964,
calon Mitrabisniskita mutlak diperlukan. lompatan ekonomi Jepang terjadi, sehingga
Ada sementara anggapan yang beredar intensitas penetrasi pasar kian diarahkan ke
bahwa globalisasi (perdagangan) akan berbagai penjuru dunia.
menyeragamkan masyarakat budaya, di mana Pengintemasionalan produk Jepang, sebagai
munculmanusia-manusia yang tercerabut dariakar gerakannasional,dengansendirinyameningkatkan
negaranya (stateless) dan akar budayanya (split kontak antara bangsa Jepang dengan berbagai
personality). Anggapanini ditampik John Naisbitt bangs a asing. Dengan demikian, dibutuhkan
(1989), Toffler (1989), Kumabara (1987), dan Ohmae banyak informasi untuk mengidentifikasi dan
(1990).Toffiermenyebutkan bahwaparaleldengan mengefektifkan komunikasi pemasaran Jepang.
globalisasibudaya(barat), terjadi diversifikasidan Dalam kaitan ini, pemerintah Jepang, melalui
segmentasikultur/subkultur,yang mengarah pada Kementrian Perdagangan dan. Industri
penguatan identitas hakiki suatu komunitas. Intemasional (MITI), menyusun kebijaksanaan
Jadi jelas, aspek budaya tidak dapat industri Jepang dengan memperhitungkan
dikesampingkan begitu saja. Para pebisnis kecenderungan-kecenderungan yang ada. Di

44 MEDIAToR, Vol. I • No.1 • 2000


antaranya, karakteristik negara konsumen, disebarkan ke berbagai penjuru dunia (baik orang
permintaan konsumen, pembaruan teknologi, Jepang atau nonJepang) untuk memahami secara
strategi pemasaran, hingga budaya "komunikasi mendalam karakteristik negara konsumen yang
bisnis" negara konsumen. Pemerintah, kemudian, menjadi sasaran. Sebagian dari mereka sengaja
menggalang kerjasama dengan industri-industri dididik untuk menjadi spesialis budaya negara-
spesifik untuk menunjang terjadinya suatu negara tertentu yang potensial bagi pemasaran
tanggapan yang lancar terhadap perubahan yang produk-produk industri Jepang. Di antara mereka,
diperkirakan (Pedoman Saku, 1985). Begitu ada yang ahli dalam adat istiadat dan pola-pola
pemerintah menetapkan kebijaksanaan industrinya bisnis Timur- Tengah, Kawasan Asia Tenggara,
secara menyeluruh, pemerintah mengambil Cina, Rusia, dan Amerika Serikat. Ribuan orang
langkah-Iangkah untuk mengarahkan sektor lainnya sibuk melakukan lobi-lobi dengan
swasta ke arah pencapaian sasarannya dengan pengambil keputusan di negara-negara konsumen.
berfungsi sebagai information clearing house Di kongres AS, misalnya, diketahui bertebaran
(bursa informasi) yang mensuplai data kepada para ribuan pelobi Jepang. Tugas mereka tidak hanya
pebisnis/sektor swasta. mempengaruhi kongres agar membuat kebijakan-
Peran pemerintah, dan keJjasamamerekadalam kebijakan yang dapat mempermudah dan
sektor swasta, membuat akselarasi perdagangan menguntungkan bisnis Jepang, tapi juga untuk
Jepang meningkat hebat. Bila pada paruh pertama kepentingan intemasional lainnya. Jadi, usaha
tahun I980-an Jepang masih digolongkan sebagai pemasaran Jepang,jugamelibatkan aktivitas "lobi-
negara dagang terbesar ketiga (setelah AS dan lobi" antarbudaya di tingkat elit.
Jerman), maka di penghujung dasawarsa 1980-an Penerjemahan buku-buku dari berbagai
Jepang muncul sebagai kekuatan yang seimbang negara (maju dan berkembang), terutama yang
dengan Amerika Serikat. Bahkan, pada beberapa berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan, secara
sektor industri, di antaranya mobil, baja, dan tidak langsungjuga memudahkan pebisnis Jepang
sepeda motor, Jepang telah mengungguli Amerika. dalam memahami berbagai karakteristik pasar di
Apa rahasia sukses Jepang tersebut? Salah berbagai penjuru dunia. Dengan demikian,
satu jawabannya adalah bahwa Jepang temyata kegiatan mengumpulkaninformasimenjadi gerakan
unggul dalam informasi perdagangan kolektifpengusaha dan pemerintah Jepang.
internasional. Bahkan, Tokyo disebut-sebut Banyaknya informasi, membuat pemerintah
sebagai ibukota "informasi dagang" dunia karena dan pebisnis/pelobi Jepang pandai meraba tanda-
begitu lengkapnya dan melimpahnya informasi tanda zaman, mengantisipasi kecenderungan pasar,
perdagangan, mulai dari produk-produk yang peka terhadap kebutuhan dan kepentingan
dibutuhkan konsumen globaillokal, pola-pola konsumen, serta mampu memahami karakteristik
budaya bisnis berbagai komunitas, hingga strategi dan perbedaan budaya yang ada. Semua itu,
pemasarannya sekaligus. menj adi landasan yang baik bagi pemasaran
Berbagai universitas di Jepang, juga turut produk-produk Jepang dan hubungan bisnis antara
dimanfaatkan untuk pengelolaan informasi bisnis, Jepang dengan negara-negara konsumen (mitra
terutama yang berkaitan dengan aspek bisnis).
kebudayaan. Universitas Tokyo, misalnya, sangat
terkenal dengan kajian Amerikanya, Universitas Penutup
Kyoto dengan spesialisasi wilayah Pasifik,
demikian pula dengan universitas-universitas Pembentukan pasar bersama, baik regional
lainnya. maupun intemasional, membuka ruang peJjumpaan
Di samping itu, karena begitu pentingnya arti antarbudaya. Karena itu, hubungan bisnis global
informasi, Jepang mencarinya hingga ke seluruh pad a esensinya adalah interaksi bisnis
pelosok dunia. Para pengumpul informasi antarbudaya. Kesanggupan kita untuk bersaing

Nina W. Syam. Komunikasi Bisnis Antarbudaya dalam Era Globalisasi 4S


dalam gelanggang perdagangan bebas dunia, Daftar Pus taka
mensyaratkan kepekaan dan pemahaman terhadap
perbedaan budaya bisnis yang ada. Setiap budaya Asante, M.K., Newark, E. & Blake, c., (ed.). 1979
harus diperlakukan sebagaimana adanya, bukan Handbook ofIntercultural Communication, Sage,
sebagaimana dimaui. Di sinilah pentingnya peranan Beverly Hills.
komunikasi bisnis antarbudaya, karena komunikasi
antarbudaya mengajarkan dan menganggap setiap Boulding, K. 1965. The Image, Universityof Michigan
budaya sebagai entitas yang sederajat dan harus Press, Ann Arbor.
dipahami secara empatik. Kita harus melakukan
Brooks, W.O., dan Emmert, P., 1976. Interpersonal
hubungan dalam kapasitas I Thou Relationship Communication, Wm. C. Brown Company Pub-
dan bukan It I relationship. Artinya, memandang lisher, IOWA.
hubungan dalam komunikasi antarbudaya,
memandang partner komunikasi sebagai subjek Hymess Dell. 1973. "Toward Ethnographies of Com-
yang terhormat dan bukan objek yang bisa main munication",dalam M.N. Prosser (ed.), Intercom-
seenaknya. Demikian pula pendekatan Quid quid munication among Nation and People, Harper &
recipitur secundum modum recipientis, yaitu Row, New York.
segala sesuatu diterima menurut karakteristik si
Saral, T.B. 1979. Intercultural Communication Theory
penerima, demikian menurut ungkapan Latin.•
and Research: An Overview, dalam B.D. Ruben
(ed.), Communication Yearbook 3, NewBrunswick,
New Jersey.

Tyler, V. Lynn. 1978. "Intercultural Communication


Indicators (A "Languetics Model"), dalam Brent
O. Ruben, Communication Handbook 2, Transac-
tion Books, N.J.

•••

46 MEDIAToR, Vol. 1 .. No.1 .. 2000

Anda mungkin juga menyukai