Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan bawah yang disebabkan oleh berbagai

infeksi, termasuk virus, bakteri dan jamur. Pneumonia pada anak berusia di bawah lima

tahun. didiagnosis dengan adanya bernafas cepat (sesak) atau adanya retraksi dinding dada

(WHO 2015). Pneumonia dapat diperoleh di komunitas atau diperoleh di lingkungan rumah

sakit, dan dapat ditularkan melalui aspirasi mikroorganisme patogenik atau inhalasi

mikroorganisme pathogen. (Hisato, et al., 2015)

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan global yang sangat penting pada

anak kurang dari 5 tahun terutama di negara berkembang. The Integrated Management of

Childhood Illness (IMCI), yang dikembangkan oleh WHO dan The United Nations

Children’s Fund, meningkatkan manajemen pasien yang lebih baik untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas dari penyakit yang umumnya mengenai anak, termasuk pneumonia.

The Millennium Development Goal 4 (MDG 4) dari PBB mempunyai tujuan untuk

menurunkan angka kematian anak hingga dua pertiga pada tahun 2015 dari 1990. (Hisato, et

al., 2015)

2.2 Etiologi

Beberapa penelitian tentang etiologi mikroba penyebab pneumonia yang di dapat

dalam komunitas (Community Acquired Pneumonia), telah dipublikasikan dalam beberapa

tahun terakhir. Sebuah studi meneliti hubungan antara etiologi mikroba penyebab pneumonia

yang di dapat dalam komunitas dengan tingkat keparahan pneumonia. Menyimpulkan bahwa

pneumokokus adalah patogen yang paling sering di semua tempat perawatan. Kedua
terbanyak adalah mikroorganisme intraseluler, diikuti oleh polimikroba.(Catia Cilloniz, et al.,

2016)

Secara global, Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menjadi patogen yang

paling sering menyebabkan pneumonia yang di dapat dalam komunitas (Community

Acquired Pneumonia), dan biasanya diikuti dengan gejala akut infeksi saluran pernapasan

bagian bawah. .(Catia Cilloniz, et al., 2016)

2.3 Patofisiologi

Pada pneumonia biasanya mikroorganisme dapat masuk secara inhalasi maupun

aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang ada di saluran nafas bagian atas sama dengan

saluran nafas bagian bawah, tetapi pada beberapa penelitian yang telah dilakukan ditemukan

jenis mikroorganisme yang berbeda. Pneumonia bisa terjadi apabila mekanisme pertahanan

paru mengalami gangguan sehingga dapat menyebabkan kuman patogen mencapai saluran

nafas bagian bawah. Agen mikroba yang dapat menyebabkan pneumonia mempunyai tiga

bentuk transmisi primer yakni aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang

berkolonisasi pada orofaring, infeksi aerosol serta penyebaran hematogen dari bagian

ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah cara paling sering yang

menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi.

Menurut WHO (2010), pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara. Virus dan

bakteri biasanya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat menginfeksi paru-

paru jika dihirup. Virus juga dapat menyebar melalui droplet udara lewat batuk atau bersin.

Selain itu, radang paru-paru bias menyebar melalui darah, terutama selama dan segera setelah

lahir.
2.4 Klasifikasi

Klasifikasi pneumonia dapat dibagi berdasarkan anatomi, etiologi, usia, klinis dan

epidemiologi.

Menurut Hockenberry dan Wilson (2009), pneumonia dapat dikelompokkan:

a. Pneumonia lobaris : peradangan pada semua tau sebagian besar jaringan paru,

baik satu ataupun lebih lobus paru-paru

b. Pneumonia intersisial : peradangan pada dinding alveolus dan peribronkial serta

jaringan interlobularis

c. Bronkopneumonia : sumbatan dari cabang akhir bronkiolus yang disebabkan oleh

eksudat mukopurulen dan berkonsolidasi di lobulus yang biasa disebut juga

pneumonia lobularis.

Hariadi, et.al (2011) mengklasifkasikan pneumonia secara klinis dan epidemiologis

serta penyebab dan predileksi infeksi ;

a. Pneumonia komunitas merupakan pneumonia yang didapat pada saat seseorang

tidak menjalan perawatan inap di rumah sakit (community acquired pneumonia).

b. Pneumonia nosokomial merupakan pneumonia yang didapat individu ketika

menjalani perawatan di rumah sakit atau setelahnya dikarenakan penyakit atau

prosedur lainnya (hospital acquired pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi yang biasanya disebabkan oleh aspirasi oral maupun dari

lambung, bisa ketika makan ataupun muntah. Inflamasi yang terjadi pada paru

bukan merupakan infeksi melainkan dapat terjadi infeksi karena makanan

mengandung bakteri atau penyebab pneumonia lainnya.


d. Pneumonia yang terjadi pada immunocompromised ialah pneumonia yang terjadi

pada individu dengan imunitas yang rendah

Macam Pneumonia berdasarkan kuman penyebabnya;

a. Pneumonia Tipikal (bakteri)

Pneumonia ini dapat terjadi pada seluruh usia. Misalnya pada penderita yang

gemar mengkonsumsi alkohol (klebsiella) ataupun pada penderita pasca influenza

(staphylococcus).

b. Pneumonia Atipikal

Merupakan Pneumonia yang disebabkan oleh chlamidia, mycoplasma dan

legionella.

c. Pneumonia oleh Virus

d. Pneumonia oleh Jamur

Merupakan pneumonia yang sering menjadi infeksi sekunder dikarenakan daya

tahan tubuh atau imunitas seseorang yang melemah (immunocompromised)

Klasifikasi pneumonia pada balita berdasarkan umur yang disebutkan oleh Depkes,

2007 ialah sebagai berikut;

1. Usia kurang dari 2 bulan

a. Bukan pneumonia : tidak ada nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian

bawah.

b. Pneumonia berat : daitandai dengan adanya nafas cepat dan tarikan dinding

dada bagian bawah kearah dalam secara kuat.

2. Usia 2 bulan - <5 tahun

a. Batuk, bukan pneumonia : tidak ada nafas cepat dan tarikan dinding dada

bagian bawah
b. Pneumonia : nafas cepat namun tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah

c. Pneumonia berat : nafas cepat disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke

depan

2.5 Gejala klinis pneumonia

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia yang ditemukan pada balita berkisar

antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Namun beberapa kasus

menunjukkan gejala yang berat dan mengancam keselamatan jiwa dengan beberapa

komplikasi yang muncul. Sehingga kemudian perlu dirujuk ke Rumah Sakit untuk

memperoleh perawatan dan terapi yang lebih adekuat.

Gejala yang muncul merupkan gejala infeksi pada umumnya seperti demam, sakit

kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual,

muntah, atau diare. Kemudian disertai dengan adanya gejala gangguan respiratori seperti

batuk, sesak napas, retraksi dinding dada,takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih

dan bisa juga sianosis.

2.6 Faktor Lingkungan Fisik

Faktor lingkungan sangat berperan terhadap timbulnya penyakit infeksi terutma infeksi

yang menular. Lingkungan yang tidak sehat akan memberikan dampak pada status kesehatan

masyarakat yan tinggal di lingkungan tersebut. Manusia dan lingkungan memiliki suatu

hubungan yang saling mempengaruhi. Oleh karenanya salah satu upaya yang dilakukan

manusia untuk menjaga kesehatan dirinya slah satunya adalah dengan senantiasa menjaga

kesehatan lingkungannnya.

Seorang anak balita pada umumnya akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk

berada di dalam lingkungan rumah. Sehingga kondisi rumah juga memberikan dampak

terhadap status kesehatan anak.


a) Tingkat kepadatan hunian

Tingkat kepadatan hunian mempengaruhi kondisi rumah dengan mempengaruhi

kandungan oksigen dalam ruangan sehingga akan menyebabkan penuruna daya tahan tubuh

yang memudahkan terjadinya penyakit. Selain itu penularan penyakit saluran pernafasan akan

mudah terjadi diantara penghuni rumah.Kepadatan penghuni dihitung dengan luas lantai

dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni rumah tersebut. Menurut

Depkes syarat dianggap sehat apabila hasilnya 10 meter persegi perorang.

Menurut teori, kepadatan populasi di rumah yang tinggi akan mempengaruhi suhu di

dalam ruangan yang disebabkan oleh pelepasan panas tubuh. Semakin banyak jumlah

penghuni rumah akan semakin cepat udara di dalam ruangan mengalami polusi, baik polusi

yang disebabkan oleh gas atau disebabkan oleh bakteri atau kuman yang menyebabkan

penyakit. Jumlah penduduk padat penduduk juga akan menghasilkan penurunan tingkat O2

dalam ruangan dan diikuti oleh peningkatan CO2. Dampak peningkatan gas CO2 adalah

berkurangnya kualitas udara dalam ruangan yang memungkinkan kuman berkembang biak

lebih cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa rumah kecil dengan populasi yang lebih padat

akan meningkatkan kemungkinan penularan penyakit melalui tetesan dan kontak langsung.

(Nirmolia N, et al, 2018.)

Lingkungan fisik yang tidak sehat dengan polusi udara dalam ruangan dan kepadatan

penghuni meningkatkan risiko pneumonia. Anggota keluarga > 4 dan ventilasi yang tidak

memadai dapat meningkatkan kelembaban dan menyebabkan pneumonia-menyebabkan

patogen untuk berkembang dengan baik. (Yola, et.al, 2019)

Sementara luas ruang tidur yang baik minimal 8 meter. Kepadatan hunian lebih dari 3

orang dalam satu kamar tidur akan lebih berisiko beberapa kali lipat. Pada kenyataan di

masyarakat seringkali ditemui rumah yang secara standar teknis sudah memenuhi persyaratan
untuk menjadi rumah sehat namun rumah tersebut dihuni oleh jumlah anggota keluarga yang

terlalu banyak. Alasan pendapatan dan faktor ekonomi lainnya menjadi penyebab,

pendapatan keluarga berbanding terbalik dengan jumlah anak atau anggota keluarga.

b) Tingkat kelembaban

Standar kelembaban udara pada lingkungan rumah yang baik adalah sekitar 40% hingga

70%. Kelembaban udara yang kurang baiak akan menyebabkan udara ruangan mengandung

sedikit oksigen sehingga daya tahan tubuh menurun dan menyebabkan mudahnya terjadi

penyakit.

Kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-60% dan buruk jika kurang dari 40% atau

lebih dari 60%. Rumah yang lembab memungkinkan tikus dan kecoak membawa bakteri dan

virus yang semuanya dapat berperan dalam memicu penyakit pernapasan dan dapat

berkembang biak di dalam rumah. Menurut Notoatmodjo, kelembaban udara di dalam rumah

menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri penyebab pneumonia. (Rasyid et.al,

2018)

c) Suhu dalam Ruangan

Dalam sebuah penelitian disebutkan dari faktor-faktor di atas, faktor suhu dalam ruangan

juga dikatakan berpengaruh terhadap suburnya kuman penyebab pneumonia. Suhu udara

dalam ruangan yang tinggi dapat memungkinkan menjadi lahan tinggal bakteri untuk tumbuh

dan bekembang biak. Streptococcus pneumoniae merupakan salah satu bakteri penyebab

pneumonia yang dapat tumbuh dalam kisaran suhu 250C – 400C dan tumbuh optimal di

kisaran 310C-370C.
d) Jenis dinding dan lantai

Insiden peningkatan pneumonia pada anak berhubungan dengan material konstruksi,

dekorasi dan perabotan baru. Penelitian di Nanjing menunjukkan perabotan baru dan bahan

material penutup lantai dan dinding “modern” secara signifikan berpengaruh terhadap

pneumonia. Beberapa bahan yang telah diketahui seperti bahan kayu yang mengeluarkan

formaldehid, beton dan batu yang memancarkan radon, PVC dan cat. Bahan dekorasi dan

perabotan yang baru telah teridentifikasi sebagai sumber emisi utama yang memperburuk

kualitas udara dalam ruangan. Bahan karpet dari wol juga akan menampung debu dalam

rumah, sehingga bias meningkatkan kadar allergen di lingkungan rumah.

Jenis dinding dapat mempengaruhi kualitas udara di rumah. Dinding yang tidak kedap air

menyebabkan kelembaban ruangan menjadi tinggi dan dapat meningkatkan konsentrasi

partikel debu. (Maharani, R., 2019). Berdasarkan peraturan menteri kesehatan no 1077 tahun

2011, lantai rumah harus kedap air dan mudah dibersihkan .Lantai yang baik adalah lantai

yang kedap air dan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat zat yang

membahayakan kesehatan. Dalam hal ini lantai tanah dianggap lantai yang tidak kedap air

dan bisa melepaskan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Lantai tanah dan semen yang

rusak dapat menimbulkan debu yang dapat terhirup dan menempel pada saluran pernafasan.

Akumulasi debu akan menyebabkan elastisitas paru menurun dan kesukaran bernafas.

Jenis lantai rumah tangga dikategorikan sebagai tanah / pasir dan lainnya (papan kayu,

kelapa sawit, bambu, ubin keramik, semen, dan karpet). (Sultana, M., 2019)

e) Ventilasi

Ventilasi rumah berfungsi untuk menjaga aliran udara dan agar tetap segar sehingga kadar

oksigen dan karbondioksida dalam ruangan akan seimbang. Tidak cukupnya ventilasi juga
mempengaruhi kelmbaban, dimana kelembaban udara dalam ruangan akan naik yang

disebabkan oleh proses penguapan cairan pada kulit dan penyerapan. Dimana diketahui

ruanagan dengan tingkat kelembapan tinggi merupakan mediator yang baik untuk

mendukung tumbuh kembangnya bakteri patogen. (Maulana, 2018)

Ventilasi yang baik yaitu dengan ukuran ≥ 10% dari luas lantai . Berdasarkan peraturan

bangunan Nasional ventilasi suatu bangunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut

- Luas bersih dari jendela atau ventilasi sekkurang kurangnya 1/10 dari luas lantai

ruangan

- Jendela atau ventilasi harus meluas ke arah atas sampai setinggi minimal 1,95 m dari

permukaan lantai

- Adanya ventilasi yang berlokasi dibawah langit langit sekurang kurangnya 0,35% luas

lantai yang bersangkutan.

- Ventilasi bermanfaat untuk

penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara dari ruang tertutup. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen dan udara segar di dalam rumah, dan

menyebabkan peningkatan kelembaban udara, selain itu dapat menyebabkan penumpukan

polutan di dalam rumah, terutama di kamar tidur sehingga memudahkan terjadinya penularan

penyakit, terutama gangguan pernapasan. (Hidayah, N. Et.al., 2017)

f) Faktor bahan bakar yang digunakan dalam rumah

Ventilasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kelembaban; ventilasi

yang tidak memenuhi syarat menyebabkan ruang yang lembab. Ruang lembab dapat menjadi

media untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen, salah satu pneumonia streptococcus

yang merupakan mikroorganisme penyebab pneumonia.


Penggunaan bahan bakar yang digunakan dalam rumah mempengaruhi udara yang

terdapat dalam rumah. Asap yang dihasilkan dari kegitan rumah tangga dengan menggunkan

bahan bakar tertentu tentu saja akan berperan menjadi sumber pencemaran udara dalam

rumah. Rumah kecil yang penuh asap baik yang berasal dari penggunaan kayu bakar ,

kompor gas maupun dari asap kendaraan dengan sirkulasi yang tidak memadai akan

menyebabkan penyebaran virus atau bakteri yang dpat mengakibatkan infeksi saluran nafas

berat.Menurut beberapa penelitian pencemara udara memberikan pengaruh terhadap

munculnya penyakit ispa (depkes, 2005).

Masyarakat perkotaan yang terbelakang masih banyak menggunakan kayu kering atau

binatang kering sebagai bahan bakar memasak, dimana tempat memasak dan tempat banyak

menghabiskan waktu sehari-hari merupakan satu ruangan yang berdekatan, maka balita akan

terpapar oleh polusi udara dalam ruangan yang dapat mencetuskan terjadinya ARI dan

pneumonia. (Nirmolia N, et al, 2018)

Penggunaan bahan bakar yang tidak aman seperti sisa tanaman, kotoran, kayu, dan batu

bara di rumah yang berventilasi buruk dapat menyebabkan akumulasi asap di dalam dan di

sekitar rumah. (Jayashree et.al., 2018)

Polutan udara dalam rumah dapat mengandung bahan iritan yang mampu menyebabkan

iritasi pada saluran pernafasan sehingga akan terjadi peningkatan produksi lendir dan dapat

menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan juga dapat merusak silia sehingga bakteri

maupun mikroorganisme tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan.

g) Kebiasaan Merokok

Selain dari penggunaan bahan bakar dalam rumah, adanya anggota keluarga yang

merokok juga turut menentukan kualitas udara dalam rumah. Seperti yang telah banyak
dibahas dalam berbagai literatur, penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok baik pada

perokok maupun perokok pasif, yang hanya menghirup asapnya. Anak anak yang berada

pada lingkungan rumah dengan orangtua merokok memiliki kemungkinan untuk sakit lebih

besar daripada orangtua yang tidak merokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari orangtua perokok

terhadap pneumonia. Anak-anak yang tinggal dengan orangtua yang merokok dapat

meningkatkan risiko pneumonia 1,39 kali dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal

dengan orangtua bukan perokok.(Yola, et.al 2019)

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tazinya, et all menunjukkan bahwa perokok pasif

meningkatkan risiko pneumonia pada balita 4,67 kali dibandingkan dengan bukan perokok

pasif. Hal ini dikarenakan rokok dapat merusak mekanisme dari lapisan pelindung saluran

pernapasan sehingga patogen lebih mudah masuk ke dalam saluran pernapasan sehingga

menimbulkan pneumonia. (Yola, et.al 2019)

h) Pencahayaan yang cukup

Pencahayaan matahari yang cukup di dalam suatu ruangan akan mampu membunuh

kuman kuman patogen yang diantaranya mampu menjadi penyebab terjadinya infeksi

pernafasan berupa pneumonia pada balita. Cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah

minimal -+ 60Lux. Rumah yang sehat mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup 15%

hingga 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan .

Kurangnya sinar matahari yang masuk ke rumah adalah tempat yang baik untuk hidup

dan membiakkan benih penyakit. cahaya alami (sinar matahari) dan cahaya buatan (cahaya)

sangat penting karena dapat membunuh bakteri patogen di rumah, TBC. (Rasyid et.al, 2018)
2.7 Faktor Lain yang Menyebabkan Pneumonia

a) ASI

Data yang dikumpulkan oleh WHO dari sejumlah penelitian atau studi

tentang dampak pemberian ASI pada kelangsungan hidup anak menunjukkan

bahwa ASI memberikan efek perlindungan paling kuat dalam enam bulan

pertama kehidupan, dan memberikan manfaat bertahan hidup 4-6 kali lipat

untuk bayi yang diberikan ASI. Pemberian ASI sepanjang tahun pertama

kehidupan, memberikan efek perlindungan bagi anak 1,4-1,8 kali lipat

terhadap kematian selama enam bulan sampai dua belas tahun. Srivasta et all

melakukan penelitian tentang anak-anak yang usianya kurang dari 1 tahun

dengan kurangnya pemberian ASI eksklusif secara signifikan yang terkait

dengan pneumoni. Demikian pula dalam sebuah penelitian oleh Sham Arifeen

et al. mengamati sebagian anak yang diberikan ASI atau tidak diberikan ASI

dikaitkan dengan risiko kematian akibat ISPA 2,40 kali lebih tinggi

(Srivastava P, et al., 2015)

b) Imunisasi atau Vaksinasi

Pneumonia dapat dicegah dengan memberikan imunisasi Haemophilus

influenzae tipe B (Hib), pneumococcus, campak dan pertusis (batuk rejan)

(WHO2015). Nutrisi termasuk di dalamnya berupa memberikan ASI ekslusif

selama enam bulan pertama kehidupan anak, memainkan peran utama dalam

meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap organisme penyebab pneumonia

(WHO 2015). Kebersihan yang baik dan udara dalam ruangan yang bersih

juga membantu mencegah pneumonia. (Lassi et.all 2016).

Vaksinasi pada balita dapat berefek jangka panjang untuk melindungi anak

saat berusia lebih tua dan dewasa. Vaksinasi dapat mencegah kematian di
seluruh dunia sebesar 34% dan 12% episode penyakit pneumonia pada balita.

(Chen et. all, 2018)

Penelitian lain melaporkan insiden terjadinya ISPA lebih rendah pada anak-

anak yang diimunisasi lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang tidak

diimunisasi lengkap. (Nirmolia et.all, 2018).

Penelitian yang dilakukan Savitha et.all menjelaskan bahwa balita yang tidak

di imunisasi secara lengkap secara bermakna dapat menimbulkan pneumonia.

( Srivastava , et al., 2015).

Sebagai cara untuk mencegah terjadinya pneumonia komunitas, WHO

merekomendasikan program imunisasi diantaranya vaksin measles, pertussis

dan influenza serta haemophilus influenza type B dan PCV (pneumococcal

conjugate vaccines). (Lima Fonseca, et.all, 2016)

c) BBLR

Balita yang memiliki berat badan lahir normal memiliki risiko lebih rendah

untuk mengalami pneumonia 0,13 kali dibandingkan dengan anak balita yang

berat lahir rendah. Sebaliknya, anak-anak yang kekurangan berat badan

(<2.500 gram) memiliki risiko 7,69 kali terkena radang paru-paru

dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan normal (≥ 2.500

gram). Hasil ini konsisten dengan penelitian oleh Stekelenburg et al (2002),

yang melaporkan bahwa berat badan lahir rendah pada anak berisiko terjadi

pneumonia. Balita dengan berat badan lahir rendah cenderung succeotible

terhadap penurunan fungsi pernapasan sehingga memiliki risiko penyakit

pernapasan selama masa kanak-kanak. Balita dengan berat badan lahir rendah

memiliki gangguan fungsi kekebalan tubuh. Semakin parah retardasi

pertumbuhan yang dialami janin, semakin parah kerusakan pada struktur dan
fungsi paru-paru. Gangguan imunokomplit akan menetap selama masa kanak-

kanak.(Luthfiyana, et al., 2018)

d) Jenis Kelamin

Anak laki-laki memiliki insiden pneumonia yang lebih tinggi daripada anak

perempuan, karena terdapat perbedaan dalam respon imun atau inflamasi

intrinsik, atau perbedaan dalam struktur atau fungsi paru-paru. Pendidikan ibu

yang lebih tinggi secara signifikan dikaitkan dengan penurunan kejadian

pneumonia, menunjukkan bahwa pendidikan ibu dapat memiliki efek langsung

pada kesehatan anak. (Roux, et al., 2015).

Pengaruh jenis kelamin sebagai faktor resiko terjadinya pneumonia masih

belum jelas. Laki-laki mungkin lebih banyak mempunyai faktor predisposisi

terhadap pneumonia. Sedangkan perempuan memiliki ketahanan yang lebih

besar terhadap pneumonia, hal ini dijelaskan oleh peningkatan respon imun

TH1. (Lima Fonseca, et.all, 2016)

e) Malnutrisi

Pneumonia yang terjadi pada masa kanak-kanak sangat terkait dengan

malnutrisi. Malnutrisi merupakan penyebab utama terjadinya defisiensi imun

di seluruh dunia. Ada hubungan yang adekuat antara malnutrisi dengan infeksi

dan kematian bayi. Nutrisi yang buruk akan membuat anak-anak kekurangan

berat badan, lemas, dan rentan terhadap infeksi, terutama karena integritas

epitel dan peradangan. Pada malnutrisi, sel mediator imunitas, sistem

komplemen, dan sekresi Ig A menjadi lebih sedikit. Sehingga menyebabkan

kekebalan humoral sangat rentan. Dan juga dapat menyebabkan gangguan

regenerasi epitel di saluran pernapasan. (Wicaksono, et.al. 2015)


f) Pendidikan Ibu

Ibu yang berpendidikan dapat mengenali atau mengetahui tanda-tanda dan

gejala pneumonia pada anak sejak dini. Sehingga Ibu dapat membawa

anaknya segera ke tempat pelayanan kesehatan lebih awal, sehingga hasilnya

dari anak mereka lebih baik daripada yang lain. (Nirmolia, et.all, 2018)

g) Usia

Usia telah dikaitkan dengan tingginya insiden dari infeksi saluran pernafasan

pada populasi anak, terutama anak yang berusia dibawah 18 bulan, sangat

rentan terkena pneumonia komunitas. Dalam penelitian ini 41% adalah

kelompok kasus anak-anak dibawah 1 tahun, dan pada kelompok kontrol

hanya 20,4 % yang berusia kurang dari 1 tahun. (Lima Fonseca, et.all, 2016)

Anda mungkin juga menyukai