Anda di halaman 1dari 35

EKOLOGI PANGAN DAN GIZI

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NI KADEK SUFIADIANI

NPM : 115 018 030

SEMESTER : IV

PRODI : KESEHATAN MASYARAKAT

DOSEN PEMBIMBING :

NI MADE RAI MARLENI SKM,M.KES

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA


JAYA PALU
SUB-SUB MATERI

1. KONSEP DASAR EKOLOGI PANGAN DAN GIZI


2. PROGRAM PANGAN DAN GIZI
3. SISTEM PANGAN DAN GIZI
4. KETAHANAN PANGAN PADA MASA COVID19
5. KONSEP KEAMANAN PANGAN DAN GIZI
6. KONSEP SISTEM KETAHANAN PANGAN
7. SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI
PERTEMUAN KE1

A. Pengertian ekologi
Ekologi pangan adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek lingkungan
yang terkait dengan pangan dan gizi untuk kesehatan masyarakat.
Tujuan dari ekologi pangan dan gizi adalah agar dapat mengetahui berbagai
hubungan dan masalah antar variabel yang berkaitan dengan penyediaan pangan,
sosio ekonomi dan budaya pangan, konsumsi gizi, penggunaan zat gizi dalam tubuh,
status gizi dan status kesehatan masyarakat, serta upaya peningkatan gizi masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah:
1. Faktor External: perndapatan, pendidikan, pekerjaan, budaya.
2.  Faktor Internal: usia, kondisi fisik, infeksi.

B. Dampak ketersediaan pangan terhadap gizi:


1. Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup
makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, tanah, ikan, serta turunannya
bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan
pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai dari Nasional, provinsi,
kabupaten/kota, rumah tangga.
2. Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan,
maupun impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan
seperti untuk bibit, pakan industri makanan/non pangan yang tercecer. Komponen
produksi pangan dapat dipenuhi dari produksi pertanian dan atau industri pangan.
Ketersediaan pangan bergantung pada:
1) Cukupnya lahan untuk menanam tanaman pangan.
2) Penduduk untuk menyediakan tenaga.
3) Uang untuk menyediakan modal pertanian yang dibutuhkan.
4) Tenaga ahli yang trampil untuk membantu meningkatkan hasil produksi maupun
pertanian, distribusi merata..
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan secara umum:
1) Jenis dan banyaknya pangan yang diperlukan dan tersedia.
2) Tingkat pendapatan masyarakat.
3)  Pengetahuan gizi
PERTEMUAN KE-2

A.Pengertian Program pangan dan gizi

Program pangan dan gizi adalah kebijakan yang di buat dengan upaya
memberantas masalah gizi melalui ketahanan,ketersediaan ,dan keamanan pangan
pada tingkat rumah tangga karenan masalah gizi tidak serta merta terjadi ,namun
secara lama dan berangsung barulah timbul masalah gizi disebabkan karena
kurangnya pangan.

B.Tujuan program pangan dan gizi

Tujuan Program Gizi Meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya


meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak balita.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemerataan kegiatan pelayanan gizi ke
seluruh wilayah pedesaan dan perkotaan. Meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik
di puskesmas maupun di posyandu untuk menurunkan prevalensi masalah gizi kurang
dan gizi lebih. Meningkatkan konsumsi energi dan protein pada balita yang gizi buruk
yang benar-benar membutuhkan.

Tujuan program pangan dan gizi yang dikembangkan untuk mencapai Indonesia
Sehat 2010 :

1. Meningkatkan ketersediaan komoditas pangan pokok dengan


jumlah yang cukup, kualitas memadai dan tersedia sepanjang
waktu melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman
serta pengembangan produksi olahan.
2. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk
memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.
3. Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi
yang baik dengan menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi
lebih.
4. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan
status gizi untuk mencapai hidup sehat.
C. Program-program pangan dan gizi

Program pangan pokok pangan ada 2 antara yaitu :


1) pemantapan swasembada
2) diversifikasi pangan
Program penunjang terdiri dari :
1) pendidikan,pelatihan,penyuluhan
2) penelitian pengembangan pangan
3) pengembangan kelembagaan pangan
4) perbaikan gizi
program pokok gizi yaitu terdiri dari :
1) penyuluhan gizi masyarakat
2) usaha perbaikan gizi keluarga
3) usaha perbaikan gizi institusi
4) upaya frotifikasi bahan pangan

D. Kebijakan Pangan

Kebijakan pangan merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan


nasional. Secara spesifik, kebijakan tersebut dirumuskan untuk mengelola potensi
nasional, memanfaatkan peluang, serta mengatasi masalah dan tantangan dalam
mewujudkan ketahanan pangan. Beberapa rekomendasi kebijakan pangan yang perlu
diterapkan dan dilanjutkan adalah sebagai berikut :

1. Adanya jaminan ketersediaan pangan bagi penduduk miskin dan rawan


pangan di seluruh pelosok tanah air termasuk daerah-daerah yang tertimpa
bencana alam.
2. Perlu adanya kebijakan untuk mengelola pertumbuhan penduduk yang
bertujuan mengharmoniskan kualitas dan kuantitas kependudukan
3. Mengefektifkan kebijakan yang mengembangkan sistem insentif untuk
mengendalikan konversi lahan pertanian dan mendorong persebaran penduduk
dengan menyebarkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke luar Jawa.
4. Untuk mengatasi kekeringan, kebijakan yang harus ditempuh antara lain :
upaya-upaya konkret seperti penyiapan dan pemberian bantuan bahan pangan
dan air minum/air bersih; realisasi pemberian kredit pedesaan untuk aktivitas
ekonomi dan alternatif lapangan kerja nonpertanian; disamping itu kebijakan
untuk memperbaiki pengelolaan sumber daya air melalui konservasi air.
5. Pemerintah harus terus menerus memberikan perangsang pada petani
produsen beras domestik agar bergairah meningkatkan produksi beras jika
perlu melalui berbagai subsidi sarana produksi termasuk kredit usaha tani.
6. Melanjutkan pelaksanaan program akselerasi peningkatan produktivitas
industri gula nasional.
7. Di tingkat paling dasar pemerintah dan Bulog beserta jajarannya di daerah
wajib melaksanakan tugasnya, yaitu melaksanakan pengadaan beras, membeli
gabah petani sesuai harga dasar (HPP) atau paling tidak harga di tingkat
petani jangan sampai terlalu jauh dari harga referensi.
8. Pemerintah memberi kemudahan bagi importer dan distributor pada saat
produksi dalam negeri anjlok karena hal-hal yang sukar dihindari, sehingga
impor beras justru sangat diperlukan serta diikuti sanksi hukum bagi semua
pelaku impor illegal.
9. Pemerintah juga harus tetap melaksanakan kebijakan subsidi di daerah-daerah
rawan pangan. Sebaliknya pada musim panen raya atau pada saat produksi
domestik melimpah, pengenaan bea masuk impor jelas sangat relevan, karena
petani harus dilindungi dari ancaman anjloknya tingkat harga.

E. Hubungan Pangan dan Gizi

Pangan menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi.
Pada akhirnya, zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses
dalam tubuh dan memperlancar pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh. Zat
gizi yang disediakan oleh pangan tersebut disebut zat gizi esensial karena dalam
unsur-unsur tersebut tidak dapat dibentuk dalam tubuh dalam jumlah yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan kesehatan normal. Hal ini berarti unsur tersebut harus
disediakan oleh unsur pangan diantaranya adalah asam amino esensial (diperlukan
untuk memperoleh dan memelihara pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang
baik). Ketahanan Pangan Pembangunan Ketahanan Pangan bertujuan untuk menjamin
ketersediaan pangan yang cukup dari segi jumlah, mutu, keamanan dan keragaman
sehingga setiap rumah tangga mampu mengkonsumsi pangan dalam setiap saat,
mampu mengkonsumi pangan yang cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya serta
seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional, sepanjang waktu dan merata
untuk menjalani hidup sehat dan produktif. UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
mengamanatkan pembangunan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia,
dimana pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan
ketahanan pangan. Di Indonesia, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata,dan terjangkau.

F. Program-Program Ketahanan Pangan

1. Peningkatan Produksi dan Ketersediaan Aneka Pangan Tujuan :


Meningkatkan produksi dan diversifikasi ketersediaan aneka ragam pangan.
Kelompok Sasaran : Seluruh wilayah dan lapisan masyarakat Indikator
keberhasilan :
a. Peningkatan produksi aneka pangan
b. Kecukupan pangan di tingkat nasional dan daerah
c. Stabilisasi harga pangan
2. Pengembangan Agribisnis Komoditas Pangan Tujuan : Untuk meningkatkan
dan memantapkan daya saing global produk pangan dan menciptakan iklim
yang kondusif bagi pengembangan agribisnis dan agroindustri pangan.
Kelompok Sasaran :
a. Komoditas pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
b. Wilayah yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif
Indikator Keberhasilan
c. Berkembangnya sentra-sentra komoditas unggulan.
d. Meningkatnya nilai tambah produk-produk pangan melalui perbaikan
kualitas pengolahan dan penanganan pasca panen.
e. Meningkatnya efektifitas pembinaan dan pengawasan, serta
berkurangnya kasus pelanggaran keamanan pangan.
3. Pengembangan Agroindustri Pendukung Ketahanan Pangan Tujuan :
Mengembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM) pangan yang berbasis
potensi lokal untuk menunjang ketahanan pangan. Kelompok Sasaran : Aparat
pemerintah daerah, pengusaha, masyarakat dan lembaga-lembaga LM3
(Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat). Indikator keberhasilan :
a. Teridentifikasinya jenis IKM Pangan yang sesuai dengan potensi lokal dan
dapat mendukung ketahanan pangan.
b. Terinventarisasinya IKM Pangan yang sudah ada dan dapat diberdayakan
menjadi IKM Pangan pendukung ketahanan pangan lokal.
c. Jumlah IKM Pangan yang dibina dalam rangka mendukung ketahahan
pangan.
d. Berdirinya IKM Pangan berbasis potensi lokal yang mendukung
ketahanan pangan yang kuat dan dinamis.
e. Terserapnya produk-produk pertanian lokal secara kontinyu dan harga
yang bersaing.
f. Terjadinya nilai tambah produk pertanian di tingkat lokal.
F. Mutu dan Keamanan Pangan

Gambaran keadaan mutu dan keamanan pangan selama beberapa tahun


terakhir masih menunjukkan adanya permasalahan yang diindikasikan oleh:

a. Masih adanya peredaran produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan,


khususnya dalam penggunaan bahan tambahan makanan seperti pewarna
berbahaya, pemanis buatan yang digunakan untuk makanan jajanan, formalin
dan boraks untuk mengawetkan beberapa produk pangan.
b. Masih banyak label produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan dan
informasi yg kurang lengkap. Disamping label yang tidak memenuhi syarat, di
pasaran juga masih cukup banyak ditemukan beredarnya produk pangan yang
telah kedaluwarsa.
c. Masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan.
d. Masih rendahnya tanggungjawab dan kesadaran produsen serta distributor
tentang keamanan pangan yang diproduksi/diperdagangkannya.
e. Masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan
pangan.

diversifikasi ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan pokok alternatif


selain beras, penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok
alternatif yang berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal. Kantor
Menteri Negara Riset dan Teknologi berperan dalam diversifikasi pangan melalui
penyediaan teknologi diversifikasi pangan pokok alternatif (program RUSNAS).
Koordinator kegiatan ini adalah Kantor Menristek dan Deptan, dibantu oleh P dan K,
Informasi, BKKBN, Sosial dan Kesehatan. Analisis Status Pangan dan Gizi Pada
setiap proses perencanaan program pangan dan gizi setidak-tidaknya terdapat empat
langkah pokok yang harus dilalui.

a. Penilaian status kini


b. Penetapan tujuan dan sasaran
c. Penyusunan strategi program
d. Penahapan pelaksanaan

1. Penilaian Status Kini Pada langkah ini harus dilakukan upaya untuk mengetahui
atau menilai situasi atau masalah yang sedang dihadapi. Pengamatan situasi kini
dapat dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan atau dengan
mengumpulkan informasi/data dari laporan-laporan atau publikasi yang ada.

2. Penetapan Tujuan dan Sasaran Berdasarkan pada penemuan dan pengetahuan yang
dimiliki serta hasil dari analisis situasi kini, maka dapat dirumuskan tujuan yang akan
dicapai serta sasarannya. Sesuatu yang ingin dituju atau tujuan mencerminkan suatu
kebutuhan dasar yang hendak dicapai. Dalam beberapa hal perlu dilakukan proyeksi –
proyeksinya ke masa mendatang. Kemudian dari apa yang ingin dicapai tersebut
dapat dijabarkan ke bentuk sasaran (target) yang merupakan wujud nyata dari
kebutuhan dasar yang harus dicapai oleh pembangunan.

3. Penyusunan Strategi Program Untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran – sasaran
yang diharapkan diperlukan strategi yang kemudian harus dituangkan dalam program
– program. Program – program tersebut perlu mempertimbangkan beberapa hal
sebagai formute of reference point antara lain :

 Sasaran (target)
 Pihak pemakai program atau yang akan dimanfaatkan
 Pihak pelaksana dan organisasinya
 Lokasi prioritas
 Kebutuhan tenaga
 Pembinaan program.

4. Penahapan Pelaksanaan Langkah ini merupakan rencana implementasi program-


program yang telah disusun, menjadi tahap-tahap yang harus dilalui oleh program
tersebut sehingga merupakan suatu tata waktu atau jadwal kegiatan. Dalam hal ini
teknik – teknik analisis rangkaian kerja, penahapan kerja, kaitan kerja dan sebagainya
merupakan unsur-unsur yang perlu diperhatikan. Teknik untuk mencari saling
ketergantungan satu sektor dengan sektor lainnya harus diciptakan. Sehingga hal-hal
yang mungkin dapat menghambat jalannya pelaksanaan program dapat ditemukan.
PERTEMUAN KE-3

A. Pengertian Sistem Pangan dan Gizi

Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) yang berarti
suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama
untuk memudahkan alira informasi, materi, atau energy untuk mencapai suatu tujuan .
Sementara menurut Ida Farida, 2010 sistem merupakan rangkain komponen atau
unsur yang saling terkait menuju suatu tujuan yang sama.

Secara umum Sistem pangan dan gizi dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang
saling terkait yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi
masyarakat dalam keadaan optimal. Adanya sistem pangan dan gizi ini dapat
membantu kepala daerah, dan pengelola program untuk mengetahui lokasi mana yang
rawan pangan dan gizi, memantau keadaan pangan dan gizi secara
berkesinambungan, dan merumuskan usulan tindakan jangka pendek dan panjang.

B. Kepentingan dan Manfaat

Menurut Departemen Pertanian kepentingan dan manfaat dari sistem pangan dan gizi
yaitu:

1. Kepala Daerah

Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah pangan dan gizi


dalam:

a) Menentukan daerah prioritas


b) Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis pangan dan gizi
c) Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif da efisien
d) Mengkoordinasikan program lintas sektor

2. Pengelola Program

a) Penetapan lokasi dan sasaran


b) Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sector
c) Proses pemantauan pelaksanaan
d) Melaksanakan kerjasama lintas sector
e) Mengevaluasi pelaksanaan program
3. Masyarakat

a) Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat dicegah


b) Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga menigkat
c) Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat memperburuk status
gizi
d) Subsistem dalam Sistem Pangan, Gizi, dan Kesehatan

C. Ada 4 komponen, yaitu:

1.Penyediaan pangan, terdiri dari :

a.Produksi bahan pangan

Adalah penyediaan pangan pertama kearah konsumsi pangan. Seperti pemakaian bibit
unggul, penggunaan pupuk, pemakaian irigasi teknis, penggunaa alat dan obat
pembasmi hama, penerapan teknologi.

b.Pasca panen

Dilihat dari cara pengeringannya dengan tujuan tidak mengalami kerusakan terlalu
banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik.

c.Perdagangan bahan pangan

Bahan pangan yang tidak cukup diproduksi di suatu Negara atau wilayah harus
dimasukkan atau diimpor, sedangkan bahan pangan yang diproduksi berlebih harus
diekspor, agar tidak merugikan para produsen.

d.Teknologi pangan

Di abad teknologi sekarag ini, teknologi pangan juga sangat penting bagi pengadaan
pangan yang mencukupi dan merata sepanjang tahun, serta bias diperoleh di seluruh
daerah / negeri, tidak saja di daerha produksi.

2. Distribusi Pangan

Kelancaran distribusi sangat tergantung pada kondisi sarana transport bahan makanan
seperti dalam dus; kaleng; karung; dsb.pengolahannya,penyimpanan dan
pengemasannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu, terutama bagi bahan makanan
yang mudah rusak. Serta pemasaran pangan tersebut.
3. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan teridiri dari komoditas pangan dalam perdagangan, ialah apa yang
kita beli, kita masak, kita susun sehingga menjadi suatu hidangan dan kebiasaan
makan perorangan.

4. Utilisasi Makanan

Bahan makanan yang sudah dikonsumsi, akan di cerna yang dimulai dari mulut s/d
usus, terjadi penyerapan yaitu proses zat gizi masuk ke dalam darah dan diangkut ke
sel-sel, dan akan terjadi metabolisme yaitu pemecahan dan sintesis zat gizi di dalam
sel penggunaan zat gizi penyimpanan kelebihan zat gizi sebagai cadangan
pembuangan bahan-bahan yang tidak diperlukan.

Keempat subsistem ini dapat menggambarkan status gizi seseorang, apakah kurag,
baik, atau berlebihan.

D. Peran Gizi dalam Pembangunan Nasional, Regional, dan Internasional

Peran pangan dan gizi dalam pembangunan ada 4, yaitu:

1. Pangan dan gizi sebagai kebutuhan dasar manusia


2. Integrasi pangan dan gizi dalam pembangunan
3. Integrasi pangan dan gizi dalam pembanguna pertania
4. “Stakeholders” pangan dan gizi

E.Pendekatan Sistem Dalam Pangan dan Gizi

Pembangunan pangan dan gizi melibatkan banyak pelaku, meliputi berbagai aspek
dan mencakup interaksi antar wilayah. Oleh sebab itu, pemantapan pembangunan
pangan dan gizi hanya dapat diwujudkan melalui suatu kerjasama kolektif dari
seluruh pihak yang terkait (Stakebolders), khususnya masyarakat produsen, pengolah,
pemasar, dan konsumen pangan. Kinerja para pihak tersebut sangat dipengaruhi oleh
kondisi ekonomi sosial, politik dan keamanan, pelayanan prasarana publik sidang
transportasi, perhubungan, telekomunikasi, dan pemodalan, pelayanan kesehatan dan
pendidikan, pengembangan teknologi, perlindungan serta kelestarian sunberdaya
alam dan lingkungan. Dengan demikian, pangan merupakan resultan dari potensi
sumberdaya alam dan sistem sosial yang mencakup jumlah penduduk, manajemen,
iptek, dan kelembagaan.
Mengingat luasnya substansi, faktor-faktor yang berpengaruh serta banyaknya pelaku
yang terlibat dalam pembangunan pangan dan gizi maka diperlukan pendekatan
sistem. Pendekatan tersebut dikenal sebagai sistem panagan dan Gizi.

F.Subsistem Produksi/Ketersediaan Pangan

Ketersdiaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup makanan


dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan serta turunannya bagi
penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun tertentu. Ketersediaan pangan merupakan
suatu sistem yang berjenjang mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal
(kabupaten/kota), dan rumah tangga.

Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun


impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan seperti
untuk bibit, pakan industri makanan/nonpangan dan tercecer. Komponen produksi
pangan dapat dipenuhi dari produksi pertanian dan atau industri pangan.

Sebagai negara agraris yang besar, indonesia mempunyai peluang untuk


meningkatkan produksi dan ketersediaan pangan nasional. Peluang tersebut meliputi :

1) Teknologi lokal spesifik dan ramah lingkungan dapat dikembangkan untuk


mendayagunakan potensi sumberdaya alam (lahan, air, perairan, sumber
hayati)
2) Teknologi agribisnis yang menganut konsep produksi bersih (clean
production) sehingga limbah dapat diminilisasi dengan cara memanfaatkan
limbah dari suatu usaha sebagai input bagi usaha terkait, untuk
memaksimalkan diversifikasi usaha dibidang pangan. Pemanfaatan limbah
pertanian misalnya dapat dilakukan untuk memproduksi pupuk kompos,
bahan pakan, dan bahan bakar.

Tingkat produksi

Tingkat produksi pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

a) cara bertani yang lebih produktif


b) mutu dan luas lahan
c) pola penguasaan lahan
d) pola pertanaman
e) tempat tinggal
f) perangsang berproduksi
g) peranan social
h) tingkat pendapatan.

Dinamika industri

Petani yang berorientasi pada pasar akan terpengaruh oleh dinamika industri.
Petani akan meningkatkan suatu produksi pangan yang sedang banyak dibutuhkan
oleh industri, seperti tomat sebagai bahan dasar pembuatan saos tomat, kentang
sebagai bahan dasar pembuatan makanan ringan seperti potato chips, dan lain
sebagainya.disisi lain, berkembangnya industi memberi dampak pada berkurangnya
lahan produktif. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi pangan perlu
didukung program intensifikasi maupun pembukaan lahan pertanian

Penanganan pasca panen

Dalam usaha tani kecil yang hanya untuk mencukupi pangan sendiri (subsistence
farming) masalah teknologi pascapanen tidak terlalu penting karena bahan makanan
yang dipenen langsung dikonsumsi sendiri. Akan tetapi, pada masa kini, biasanya
produksi pangan terlebih dahulu melewati proses penanganan pasca panen. Banyak
faktor yang mempengaruhi jalur pasca panen, antara lain:

a) mutu produk yang terkait dengan kondisi pascapanen


b) timbulnya penyusutan dan kerusakan selama penyimpanan dan perjalanan dari
produsen ke konsumen, Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap mutu dan
nilai gizi pangan.

Ekspor-impor

Peningkatan produksi dalam negri tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri
saja, tetapi juga untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor-impor. Ekspor-impor
merangsang pertumbuhan ekonomi dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
perorangan, terutama petani, ekspor dapat dilakukan pada saat harga diluar negeri
tinggi dan persediaan pangan dalam negeri mencukupi.

G.Sistem Distribusi dan Pemasaran

Sistem distribusi yang efisien menjadi prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah
tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalam jumlah dan kualitas yang
cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Secara aktual, terdapat
berbagai permasalahan penting dalam mengembangkan distribusi pangan.
Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk menjangkau seluruh
wilayah konsumen belum memadai sehingga terdapat wilayah-wilayah yang
mengalami masalah pasokan pangan pada waktu-waktu tertentu. Hal ini tidak hanya
menghambat aksebilitas masyarakat terhadap pangan secara fisik, tetapi juga secara
ekonomis karena kelangkaan pasokan akan memicu kenaikan harga dan mengurangi
daya beli masyarakat.

Pemasaran pangan biasanya melalui rantai perdagangan yang panjang. Dari petani,
pangan berturut-turut bergerak kepedagang pengumpul di desa, pedagang menengah
di kecamatan, pedagang besar dikota, pengecer, penjaja sampai ke konsumen.
Masing-masing pelaku pada rantai perdagangan tersebut mengambil keuntungan serta
memperhitungkan penyusutan, jasa pengangkutan, jasa penyimpanan, dan jasa
pelayanan sehingga perbedaan harga penjualan oleh produsen dan harga pembelian
oleh konsumen sangat besar.

H.Subsistem Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang
dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial.

Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu
dengan yang lain. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku makanan yang
disebut kebiasaan makan.

Jumlah jenis pangan dan jenis serta banyaknya bahan pangan dalam pola makanan
disuatu negara atau daerah tertentu, biasannya berkembang dari pangan setempat atau
dari pangan yang telah ditanam ditempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang.
Disamping itu, kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja dari keluarga juga
berpengaruh terhadap pola makan.

Pangan pokok yang digunakan dalam suatu negara biasannya menempati kedudukan
tinggi. Penggunaan pangan tersebut lebih luas dari semua pangan yang lainnya, besar
kemungkinannya berkembang karena dihasilkan dari tanaman asal setempat atau
setelah dibawa ketempat tersebut tumbuh dengan cepat, kecuali itu, tanaman
tersebuat menghasilkan pangan dalam jumlah besar selama musim tanam yang
panjang atau yang dapat disimpan dengan mudah untul jangka waktu yang lama.
I.Subsistem Gizi

Subsistem gizi merupakan resultante dari subsistem sebelumnya, subsistem ini


dicerminkan oleh status gizi yang berkaitan dengan penyerapan dan penggunaan zat
gizi oleh tubuh. Dalam hal ini, pangan akan mengalami berbagai tahapan, yaitu
pencernaan yang terjadi dari mulut sampai usu, penyerapan (proses zat gizi masuk
kedalam darah dan diangkut kesel-sel), pemecahan dan sintesis dalam sel dan
pembuangan bahan-bahan yang tidak diperlukan.

Mulai proses pencernaan dalam tubuh, makanan dipecah menjadi zat gizi, kemudian
diserap kedalam aliran darah yang mengangkutnya ke berbagai bagian tubuh. Zat gizi
yang tidak diperlukan setelah diserap segera disimpan dalam tubuh untuk penggunaan
dikemudian hari.

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan proses
penggunaan zat gizi oleh tubuh.

1) Kelebihan makan melampaui kebutuhan tubuh akan menyebabkan


kegemukan.
2) Kekurangan energi didalam makanan akan menyebabkan protein makanan
(jika perlu juga protein jaringan) dipergunakan sebagai sumber tenaga. Ini
sangat merugikan karena pangan sumber protein sangat mahal dan
pengurangan jaringan protein akan melemahkan tubuh.
3) Semua zat gizi sangat penting dalam proses pemecahan dan sintesis zat gizi.
Jika makanan tersusun secara seimbang maka akan dihasilkan kesehatan yang
sempurna.

PERTEMUAN KE-4
KETAHANAN PANGAN PADA MASA PANDEMI COVID19

Ketahanan pangan dan gizi menjadi hal yang penting bagi kesehatan
masyarakat ,dimana pada masa pandemi covid 19 ini pemerintah harus menyiapkan
berbagai langkah untuk mengatasi hal ini yaitu memastikan gizi masuk ke dalam
perencanaan darurat sampai tingkat daerah dan mengutamakan kelompok rentan .
melihat luasnya wilayah dan jumlah penduduk masalah ketahanan pangan tidak akan
dapat teratasi semuanya terhitung dengan wilayah-wilayah terpencil lainya .
pemerintah telah membuat berbagai kebijakan dan cara unttuk mengatasi hal ini .
mengingat sulitnya memutus rantai penyebaran covid19 , jika masalah ini terus
berkelanjutan tidak menutup kemungkinan ketahanan pangan akan terus
bermasalah ,yang akan berkelanjutan pada peningkatan masalah gizi kesehatan
masyarakat . maka dari itu pemerintah harus bekerjasama dengan baik untuk
mengatasi masalah ini agar tidak terus berkelanjutan , salah satu nya itu memberikan
bantuan social berupa sembako atau uang tunai yang merata untuk masyarakat . tetapi
melihat situasi saat ini adanya pandemic covid19 ini yang memberi dampak buruk
bagi semua masyrakat Indonesia tentu sangat sulit di atasi dan semakin
berkelanjutan , pemerintah sangat perlu bekerja sama dengan baik untuk mengatasi
masalah yg terjadi pada masa pandemic ini ,agar masalah ini cepat berlalu ketahanan
pangan pada masyarakat tetap terjaga ,ekonomi masyarakat tidak lumpuh sehingga
tidak menimbulkan masalah pada gizi kesehatan masyarakat.

PERTEMUAN KE-5
A.Pengertian keamanan pangan

Keamanan Pangan (Food Safety) menurut Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan adalah
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia.

Keamanan pangan (food safety) mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan


No.1096 Tahun 2011 tentang HigieneSanitasi Jasaboga dan belum berkaitan dengan
sertifikasi halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait peraturan
SK DirekturLPPOM MUI tentang ketentuan pengelompokan produk bersertifikat
halal MUI. Ada beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan dalam
peningkatan keamanan pangan (food safety).

B.Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan (Cleaning and Sanitation)

Ruang Lingkup Higiene dan Sanitasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan


No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga adalah upaya untuk
mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang
berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi.

Higiene dan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan
individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring
untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk
melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan
dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang
dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi,
selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat
dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau
konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan
kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan
makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan makanan.

Tujuan utama dari penerapan aspek higiene sanitasi kantin di perusahaan adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

C.Higiene Makanan
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan higienis serta
berguna bila dimasukan ke dalam tubuh, dan makanan jadi adalah makanan yang
telah diolah dan atau langsung disajikan/dikonsumsi.

Usaha untuk meminimalisasi dan menghasilkan kualitas makanan yang memenuhi


standar kesehatan, dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sanitasi. Secara
lebih terinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah,
penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari
lingkungan, peralatan, dan pekerja, pada semua tahap proses.

Menurut WHO (2006), sanitasi makanan dapat diartikan pula sebagai upaya
penghilangan semua faktor luar makanan yang menyebabkan kontaminasi dari bahan
makanan sampai dengan makanan siap saji. Tujuan dari sanitasi makanan itu sendiri
adalah mencegah kontaminasi bahan makanan dan makanan siap saji sehingga aman
dikonsumsi oleh manusia.

Ada lima langkah berikut ini harus dilakukan dalam upaya pemeliharaan sanitasi
makanan:

1) penggunaan alat pengambil makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab


yang paling umum terjadinya pencemaran makanan. Mikroorganisme yang
melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang
biak dalam makanan, terutama dalam makanan jadi.
2) penjagaan makanan dari kemungkinan pencemaran. Makanan atau bahan
makanan harus disimpan di tempat yang tertutup dan terbungkus dengan baik
sehingga tidak memungkinkan terkena debu.
3) penyediaan lemari es, Banyak bahan makanan dan makanan jadi yang harus
disimpan dalam lemari es agar tidak menjadi rusak atau busuk.
4) pemanasan makanan yang harus dimakan dalam keadaan panas. Jika makanan
menjadi dingin mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang biak dengan
cepat.
5) jangan menyimpan makanan tidak terlalu lama. Jarak waktu penyimpanan
makanan selama 3 atau 4 jam sudah cukup bagi berbagai bakteri untuk
berkembang

D.Higiene Sarana dan Peralatan


Menurut Rauf (2013), pemilihan peralatan yang digunakan dalam pengolahan pangan
dengan mempertimbangkan bahan yang digunakan dan kemudahan pembersihan.
Bahan yang digunakan untuk peralatan pengolahan pangan merupakan bahan yang
tidak

Bereaksi dengan bahan pangan. Pertimbangan kemudahan pembersihan peralatan


tergantung pada konstruksi alat tersebut. Beberapa persyaratan lain terkait sarana dan
peralatan untuk pelaksanaan sanitasi makanan antara lain sebagai berikut:

1) tersedia air bersih dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan dan memenuhi
syarat Peraturan Menteri Kesehatan RI.Nomor 01/Birhukmas/I/1 975.
2) alat pengangkut/roda/kereta makanan dan minuman harus tertutup sempurna,
dibuat dari bahan kedap air, permukaannya halus dan mudah dibersihkan.
3) rak penyimpanan bahan makanan/makanan harus mudah dipindah
menggunakan roda penggerak untuk kepentingan proses pembersihan.
4) Peralatan yang kontak dengan makanan, harus memenuhi syarat antara lain
,Permukaan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan. Lapisan permukaan
tidak mudah rusak akibat dalamasam/basa atau garam-garam yang lazim
dijumpai dalam makanan Tidak terbuat dari logam berat yang dapat
menimbulkan keracunan, misalnya Timah hitam (Pb), Arsenium
(As),Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd) dan Antimoni(Stibium).
Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi harus bertutup.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga, tempat pencucian peralatan dan bahan makanan harus memperhatikan
syarat berikut :

Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat


pencucian bahan pangan. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan
pembersih/deterjen.

Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus dicuci
dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) dengan konsentrasi
0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi 70% selama 2 menit
atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80°C -100°C) selama 1 – 5 detik.
Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang
terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.

D.Higiene Perorangan/Penjamah Makanan (Food Handler)


Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan
dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan
sampai dengan penyajian. Peran penjamah makanan sangat penting dan merupakan
salah satu faktor dalam penyediaan makanan/minuman yang memenuhi syarat
kesehatan. Personal higiene dan perilaku sehat enjamah makanan harus diperhatikan.
Seorang penjamah makanan harus beranggapan bahwa sanitasi makanan harus
merupakan pandangan hidupnya serta menyadari akan pentingnya sanitasi makanan,
higiene perorangan dan mempunyai kebiasaan bekerja, minat maupun perilaku sehat.
Pemeliharaan kebersihan penjamah makanan, penanganan makanan secara higienis
dan higiene perorangan dapat mengatasi masalah kontaminasi makanan. Dengan
demikian kebersihan penjamah makanan adalah sangat penting untuk diperhatikan
karena merupakan sumber potensial dalam mata rantai perpindahan bakteri ke dalam
makanan sebagai penyebab penyakit (WHO, 2006). WHO juga menyebutkan
penjamah makanan menjadi penyebab potensial terjadinya kontaminasi makanan
apabila menderita penyakit tertentu, kulit, tangan, jari-jari dan kuku banyak
mengandung bakteri. Menderita batuk, bersin juga akan menyebabkan kontaminasi
silang apabila setelah memegang sesuatu kemudian menyajikan makanan, dan
memakai perhiasan.

PERTEMUAN KE-6
A.Pengertian ketahanan pangan

Menurut UU pangan No.7 tahun 1996 konsep ketahanan pangan yaitu kondisi
terpenuhinya kebutuhanpangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan secara cukup,baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai aksessecara fisik
dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidupsehat dan
produktif. USAID 1992 situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik
fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya,
dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
FAO (1997) Definisi

kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik,social dan ekonomi
memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergiziuntuk pemenuhan
kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan
yang aktif dan sehat FIVIMS 2005 keadaan ketika semua orang pada setiap saat
mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan,
aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup
produktif dan sehat Mercy Corps (2007)

B.Unsur-unsur yang harus dipenuhi

Ada 5 unsur yang harus dipenuhi :

1) Berorientasi pada rumah tangga dan individu


2) Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
3) Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik,
ekonomi dan social
4) Berorientasi pada pemenuhan gizi
5) Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif

C.Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup

Diartikan ketersediaanpangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein,
lemak,vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi
pertumbuhankesehatan manusia. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman,
diartikan bebas dari cemaranbiologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, danmembahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang
harustersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air. Terpenuhinya pangan
dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudahdiperoleh rumah tangga dengan
harga yang terjangkau. Mewujudkan ketahananpangan

D.Subsistem ketahanan pangan

ketersediaan penyerapan pangan akses status gizi Salah satu subsistemtersebut tidak
dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyaiketahanan pangan
yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional danregional, tetapi
jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata,maka
ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.

Ketersediaan pangan dalamjumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang
dalam suatu negara baikyang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan
maupun bantuanpangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan
yangdidefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yangaktif
dan sehat Sub sistem ketersediaan (food availability)

Kemampuan semua rumah tangga danindividu dengan sumberdaya yang dimilikinya


untuk memperoleh pangan yangcukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh
dari produksi pangannyasendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses
pangan (food access)

penggunaan pangan untukkebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan
gizi, air dan kesehatanlingkungan. Penyerapan pangan (food utilization)

E.Dimensi waktu dari ketahanan pangan

Dimensi waktu ketahanan pangan terbagi dalam :

1) kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawananpangan


sementara (transitory food insecurity)
2) Stabiltas (stability) adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan
pangan setiap saat Kerawanan pangan kronis kerawanan pangan yang terjadi
secarasementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan banjir, bencana,
maupunkonflik sosial kerawanan pangan sementara

F.Outcome ketahanan pangan


Outcome ketahanan pangan yang merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang.
Status gizi (Nutritional status ) satus gizi angka harapan hidup kematian bayi tingkat
gizi balita

G.Subsistem ketersediaan pangan

Subsistem ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untukseluruh
penduduk distribusi pangan yang lancar dan merata konsumsi pangansetiap individu
yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada status gizi
masyarakat.

H.Konsep ketahanan pangan

Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan daristatus
gizi masyarakat aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti
banyak diketahui, baikstatus gizi masyarakat secara nasional maupun global,
ketersediaan pangan yang melimpah melebihistatus gizi masyarakat kebutuhan
pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas daristatus gizi
masyarakatstatus gizi masyarakatkelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan
pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat
kesejahteraan manusia. Oleh karena itu,sasaran pertama Millenium Development
Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksiatau penyediaan pangan, tetapi
menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagaiindikator kesejahteraan masyarakat.
MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan.
PERTEMUAN KE-7

A. Pengertian Sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)


Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah sistem informasi yang dapat
digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengetahui situasi pangan dan
gizi masyarakat.

B.Tujuan Sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)

SKPG bertujuan untuk :

1) Membangun atau menyediakan data dan informasi situasi pangan yang


mempengaruhi status gizi pada skala rumah tangga, wilayah dan nasional
2) Membangun atau menyediakan isyarat dini kemungkinan terjadinya ganguan
ketersediaan pangan yang dapat mengakibatkan kerawanan pangan dan gizi
3) Membangun atau menyediakan  kebijakan penyediaan kecukupan pangan
4) Membangun atau menyediakan kebijakan serta tindakan penanggulangan
kerawanan pangan
5) Menfasilitasi institusi lintas sektoral maupun swasta dalam  menyusun
program-program yang mendukung ketahanan pangan
6)  C.Manfaat Sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)

 Bagi Kepala Daerah :


Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah pangan dan gizi
dalam:

1. Menentukan daerah prioritas


2. Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis pangan dan gizi
3. Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien
4. Mengkoordinasikan program lintas sektor.

 Bagi pengelola program :


1. Penetapan lokasi dan sasaran
2. Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sektor
3. Proses pemantauan pelaksanaan.
4. Pelaksanakan kerjasama lintas sektor.
5. Mengevaluasi pelaksanaan program
 Bagi masyarakat :
1. Kemungkinan kejadian krisis pangan di masyarakat dapat dicegah
2. Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga meningkat
3. Melindungi golongan rawan dari keadaan yang dapat memperburuk status
gizi.
D.Indikator Sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)
Sesuai dengan fungsi dan kegunaannya indikator SKPG dikategorikan
dalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu:

1). Indikator untuk pemetaan situasi pangan dan gizi 1 tahun di kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi maupun nasional dengan menggunakan 3 indikator
yang digabungkan secara komposit yaitu :

a) Indikator pertanian, dengan memperhatikan bahwa potensi pertanian pangan


antar wilayah sangat beragam maka akan didekati dengan beberapa alternatif
yang mungkin dan cocok diterapkan pada suatu wilayah pengamatan
b) Indikator kesehatan, yaitu Prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP)
c) Indikator sosial, yaitu persentase keluarga miskin
2). Indikator untuk peramalan produksi secara periodik (bulanan, triwulan,musiman
atau tahunan) khusus untuk kondisi produksi pertanian yaitu :

a) luas tanam
b) luas kerusakan
c) luas panen dan produktivitas

3). Indikator untuk pengamatan gejala kerawanan pangan dan gizi, yaitu :

kejadian-kejadian yang spesifik lokal (indikator lokal) yang dapat dipakai


untuk mengamati ada/tidaknya gejala rawan pangan dan gizi.

E.Langkah-langkah SKPG di kabupaten / kota

Langkah-langkah SKPG di kabupaten/kota yaitu:

a) Mengumpulkan dan menyajikan data pangan dan gizi dari sektor terkait
b) Menyiapkan analisis hasil kajian data pemetaan,peramalan dan pemantauan
pangan dan gizi
c) Menyampaikan hasil analisis pada setiap kesempatan pertemuan koordinasi

F.Kewenangan SKPG
Kewenangan daerah dalam pelaksanaan SKPG yaitu :
a) SKPG adalah salah satu system surveilens yang menjadi kewenangan
pemerintah dan daerah dalam bidang kesehatan dan pertanian
b) SKPG merupakan kegiatan yang wajib tetap dilaksanakan prov/kab
c) Daerah berwenang menyesuaikan SKPG sesuai keadaan setempat .

G.Keluaran SKPG
Keluaran SKPG disuatu Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
 Tersedianya Peta kecamatan daerah rawan pangan dan gizi
 Adanya ramalan produksi dan ketersediaan makanan pokok
 Diketahuinya perkembangan pola konsumsi dan status gizi
 Adanya rumusan kebijakan bidang pangan dan gizi
H. Pengertian Kerawanan Pangan
Rawan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk
memperoleh pangan yang cukup dan sesuai utnuk hidup sehat dan beraktivitas
dengan baik untuk sementara waktu dalam jangka panjang. Kondisi ini dapat saja
sedang terjadi atau berpotensi untuk terjadi (Kompas, 2004).

Rawan pangan juga didefinisikan kondisi didalamnya tidak hanya mengandung unsur
yang berhubungan dengan state of poverty saja seperti masalah kelangkaan sumber
daya alam, kekurangan, modal, miskin motivasi, dan sifat malas yang disebabkan
ketidakmampuan mereka mencukupi konsumsi pangan. Namun, juga mengandung
unsur yang bersifat dinamis yang berkaitan dengan proses bagaimana pangan yang
diperlukan didistribusikan dan dapat diperoleh setiap individu/rumah tangga melalui
proses pertukaran guna mempengaruhi kebutuhan pangannya.
Istilah “Rawan Pangan” (food insecurity) merupakan kondisi kebalikan dari
ketahanan pangan (food security). Istilah ini sering diperhalus dengan istilah
“terjadinya penurunan ketahanan pangan”, meskipun pada dasarnya pengertiannya
sama. Ada dua jenis kondisi rawan pangan, yaitu yang bersifat kronis (chronical food
insecurity) dan bersifat sementara (transitory food insecurity).
Rawan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah
tangga, berarti kepemilikan pangan lebih sedikit dari pada kebutuhan dan untuk
tingkat individu, konsumsi pangan lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang
terjadi sepanjang waktu. Sedangkan pengertian rawan pangan akut atau transitory,
mencangkup rawan pangan musiman. Rawan pangan ini terjadi karena adanya
kejutan yang sangat membatasi kepemilikan pangan oleh rumah tangga, terutama
mereka yang berada di pedesaan. Bagi rumah tangga diperkotaan rawan pangan
tersebut disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja dan pengangguran.

I.Indikator Rawan Pangan

Tanda-tanda rawan pangan yang erat kaitannya dengan usaha individu/rumah tangga
untuk mengatasi kerawanan pangan (Sapuan, 2001) yaitu :

 Tanda-tanda pada kelompok pertama, berhubungan dengan gejala kekurangan


produksi dan cadangan pangan suatu tempat yaitu :
1) Terjadinya eksplosi hama dan penyakit pada tanaman
2) Terjadi bencana alam berupa kekeringan, banjir, gempa bumi, gunung
meletus, dan sebagainya
3) Terjadi kegagalan tanaman pangan makanan pokok
4) Terjadinya penurunan persediaan bahan pangan setempat
 Sedangkan tanda-tanda rawan pangan kedua yang terkait akibat rawan pangan
yaitu kurang gizi dan gangguan kesehatan meliputi :
1) Bentuk tubuh individu kurus
2) Ada penderita kurang kalori protein (KKP) atau kurang makanan (KM)
3) Terjadinya peningkatan jumlah orang sakit yang dicatat di Balai Kesehatan
Puskesmas
4) Peningkatan kematian bayi dan balita
5) Peningkatan angka kelahiran dengan angka berat badan dibawah standar
 Tanda-tanda yang ketiga yang erat hubungannya dengan masalah sosial
ekonomi dalam usaha individu atau rumah tangga untuk mengatasi masalah
rawan pangan yang meliputi :
1) Bahan pangan yang kurang biasa dikonsumsi seperti gadung yang sudah
mulai makan sebagian masyarakat
2) Peningkatan jumlah masyarakat yang menggadaikan asset
3) Peningkatan penjualan ternak, peralatan produksi (bajak dan sebagainya)
4) Meningkatkan kriminalitas
Indikator yang digunakan dalam Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) oleh
Departemen Kesehatan terdiri dari 3 variabel yaitu presentase penduduk miskin,
presentase balita gizi buruk, dan luas kerusakan tanaman pangan (Depkes RI, 1999).
Indikator ini lebih tepat jika ditempatkan untuk daerah agraris.

J. Penyebab Rawan Pangan


Kerawanan terjadi mana kala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu
mengalami ketidak cukupan pangan untuk memenuhi standart kebutuhan fisiologis
bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggota. Ada tiga hal penting yang
mempengaruhi tingkat rawan pangan, yaitu :

 Kemampuan penyediaan pangan kepada individu/rumah


 Kemampuan individu / rumah tangga untuk mendapatkan pangan
 Proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya
yang dimiliki oleh individu/rumah tangga
Ketiga hal tersebut pada kondisi rawan pangan yang akut atau kronis, dapat muncul
secara stimultan dan bersifat relatif permanen. Sedang pada kasus rawan pangan yang
musiman dan sementara, faktor yang berpengaruh kemungkinan hanya salah satu atau
dua faktor saja yang sifatnya tidak permanen. Permasalahan rawan pangan yang
muncul bukan persoalan produksi pangan semata. Kerawanan pangan merupakan
masalah multidimensional, bukan hanya urusan produksi saja. Dari berbagai indikator
itu, maka kerawanan pangan mencakup masalah pendidikan, tenaga kerja, kesehatan,
kebutuhan dan prasarana fisik. Kerawanan pangan di Indonesia diakui masih
mengakibatkan impor pangan semakin meningkat.
K. Peta Kerawanan Pangan
Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur telah melakukan pemetaan kerawanan
pangan tingkat kecamatan di seluruh Kabupaten di Jawa Timur pada tahun 2006.
Pemetaan kerawanan pangan tersebut menggunakan indikator FIA (Food Security
Atlas).

Menurut FIA, Indikator Ketahanan Pangan terdiri dari :

a) Ketersediaan Pangan
b) Akses Pangan
c) Kesehatan dan Gizi
d) Kerentangan Pangan
Dimensi ini mencerminkan kondisi rawan pangan sementara (transient) dan resiko
yang disebabkan oleh faktor lingkungan, yang mengancam kelangsungan kondisi
tahan pangan baik pada jangka pendek maupun jangka panjang.
L. Kerentangan Pangan
Indikator yang digunakan adalah fluktuasi curah hujan, persentase penutupan hutan
terhadap luas total wilayah, persentase lahan yang rusak terhadap luas total wilayah,
dan persentase luas panen tanaman padi yang rusak akibat kekeringan, banjir, longsor
dan hama (daerah puso).

M. Kerentangan Pangan Terhadap Kerawanan Pangan Sementara


Kerentanan terhadap bencana alam dan gangguan mendadak lainnya dapat
mempengaruhi ketahanan pangan suatu wilayah baik sementara ataupun dalam
jangka waktu panjang. Ketidak-mampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara
sementara dikenal sebagai kerawanan pangan sementara (transient food insecurity).
Kerawanan pangan sementara dapat juga dibagi menjadi dua sub-kategori: menurut
siklus, dimana terdapat suatu pola yang berulang terhadap kondisi rawan pangan,
misalnya, “musim paceklik” yang terjadi dalam periode sebelum panen, dan
sementara, yang merupakan hasil dari suatu gangguan mendadak dari luar pada
jangka pendek seperti kekeringan atau banjir.

Faktor lingkungan dan kemampuan masyarakat untuk mengatasi goncangan sangat


menentukan apakah suatu negara atau wilayah dapat mempertahankan ketahanan
pangan secara berkelanjutan. Tinjauan ketahanan pangan dan gizi dari sudut pandang
lingkungan hidup meliputi perhatian terhadap pengelolaan tanah, konservasi dan
pengelolaan air, konservasi anekaragam hayati, peningkatan teknologi pra-panen,
pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan hutan.

Deforestasi hutan melalui eksploitasi sumber daya alam, fluktuasi curah hujan,
persentase daerah “puso”dan persentase daerah yang terkena banjir dan tanah longsor,
merupakan beberapa indikator yang digunakan dalam bab ini untuk menjelaskan
kerawanan pangan sementara di Indonesia.

N. Penanganan Daerah Rawan Pangan


Mengacu kepada konsep ketahanan pangan dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang
pangan yaitu :

1. Tidak adanya kasus secara fisik maupun ekonomi bagi individu/rumah tangga
untuk memperoleh pangan yang cukup
2. Tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, beragam, aman
dan terjangkau
3. Tidak tercukupnya pangan untuk kehidupan yang produktif individu/rumah
tangga.
Secara konseptual, terdapat 2 jenis kondisi Rawan Pangan yaitu :

a) Rawan pangan Kronis


Suatu keadaan rawan pangan berkelanjutan yang terjadi sepanjang waktu,
disebabkan karena keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) dan keterbatasan
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengakses pangan dan
gizi.
b) Rawan Pangan Transien

Suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan sementara yang disebabkan
oleh kejadian berbagai musibah yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti:
bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, banjir bandang, tsunami) dan konflik
sosial.

Sungguh sangat perlu  dilakukan intervensi, baik oleh pemerintah maupun


masyarakat, untuk  menangani masalah kerawanan pangan. Urgensi penanganan
kerawanan pangan merupakan hal yang sangat  serius untuk dilakukan, karena
berdasarkan peta kerawanan pangan yang  diterbitkan Badan Ketahanan Pangan
Departemen Pertanian bersama World Food Program, masih terdapat 100 kabupaten
di Tanah Air yang rawan pangan dan  memerlukan penanganan secara komprehensif.

Terjadinya kerawanan pangan, baik kronis maupun transien, harus secepatnya 


mendapat perhatian dan bantuan pemerintah. Jika tidak segera ditangani dengan  baik,
dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap masyarakat yang  mengalaminya.
Misalnya, terjadi penurunan tingkat kesehatan, kelaparan, gizi  buruk sampai
kematian.

Melihat masih adanya kerawanan pangan di Tanah Air, untuk mencegah dan 
menanggulanginya perlu strategi yang tepat dan komprehensif. Beberapa hal yang 
dapat dilakukan antara lain :

 
O.  Revitalisasi Kelembagaan SKPG dan Kelembagaan Masyarakat Lainnya
Hal tersebut sangat penting dilakukan, karena  SKPG merupakan suatu sistem
pendeteksian secara dini dalam pengelolaan  informasi tentang situasi pangan dan gizi
yang berjalan terus menerus. Hal ini  harus menjadi tugas utama pemerintah daerah.
Informasi yang dihasilkan sangat penting sebagai dasar dalam perencanaan, 
penentuan kebijakan, koordinasi pelaksanaan program dan kegiatan  penang-gulangan
kerawanan pangan dan gizi.

Kelembagaan lain yang tidak kalah pentingnya untuk direvitalisasi adalah pusat 
kesehatan masyarakat, kegiatan posyandu dan sebagainya yang peranannya dalam
memberikan pelayanan kesehatan sangat dekat dengan masyarakat, terutama bagi 
wanita hamil, ibu-ibu menyusui dan balita. Kegiatan pemberian makanan tambahan 
anak sekolah (PMTAS) pun perlu terus dilakukan, terutama terhadap anak-anak 
sekolah dasar dan pra sekolah.

P. Pemberdayaan Masyarakat
Kelembagaan nonformal yang tumbuh dan  berkembang dengan baik sampai di
pedesaan seperti kelompok wanita (pemberdayaan  kesejahteraan keluarga, kelompok
wanita tani, dan lainnya) sangat penting dilibatkan dalam memperbaiki tingkat
kesehatan dan gizi masyarakat/keluarga. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan seperti
pemanfaatan lahan pekarangan dengan  pertanian terpadu, tanaman obat, sayur-
sayuran dan buah-buahan perlu terus dikembangkan. Dengan begitu, tentu dapat
meningkatkan pendapatan dan ekonomi rumah  tangga.

Hal yang tidak kalah penting dalam pemberdayaan masyarakat ini adalah  pentingnya
tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk dilibatkan dalam  pemantapan
ketahanan pangan rumah tangga. Melalui ceramah yang ditujukan  terutama kepada
bapak-bapak diharapkan pemahaman tentang pangan dan gizi  masyarakat akan
meningkat, sehingga anak-anak yang masih dalam proses  pertumbuhan dan ibu-ibu
hamil atau menyusui mendapat prioritas dalam  mengonsumsi makanan yang lebih
beragam dan bergizi seimbang.

Anda mungkin juga menyukai