Anda di halaman 1dari 70

MAKALAH

“ ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS


DENGAN TINDAKAN PERAWATAN KAKI UNTUK MENGATASI
RESIKO ULKUS KAKI DIABETIK“

OLEH :
ANGGRIANI PUSPITA AYU
(P07120421002N)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, kami


dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Diabetes Melitus Dengan Tindakan Perawatan Kaki
Untuk Mengatasi Resiko Ulkus Kaki Diabetik“, dalam mata kuliah
Keperawatan Kritis. Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen, khususnya bapak Hadi Kusuma Atmaja,
SST,.M.Kes. selaku dosen keperawatan kritis yang telah memberi
pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat tersusun.
Semoga keberadaan makalah ini dapat menunjang pengetahuan
kita dan dapat digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran kita.
Kami sendiri menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan sehingga dapat menjadi tolok ukur kami dalam
penyusunan makalah yang akan datang.

wassalamu’alaikum wr. Wb

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................6
C. Tujuan Penelitian........................................................................6
D. Manfaat Penelitian.......................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................8
A. Konsep Teori...............................................................................8
B. Konsep Askep...........................................................................39
BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................45
A. Pengkajian Kasus.......................................................................45
B. Diagnose Kaus..........................................................................55
C. Intervensi Kasus.......................................................................55
D. Implementasi Kasus.................................................................56
E. Evaluasi Kasus..........................................................................57
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................59
A. Pengkajian.................................................................................59
B. Diagnosa....................................................................................60
C. Intevensi.....................................................................................60
D. Implementasi.............................................................................62
E. Evaluasi......................................................................................62
BAB V PENUTUP......................................................................................63
A. KESIMPULAN............................................................................64
B. SARAN........................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................65

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat
berpengaruh terhadap kualitas hidup penderitanya. Hal ini turut
dipengaruhi dengan berbagai komplikasi yang ditimbulkan. Salah
satu komplikasi yang terjadi akibat diabetes melitus adalah ulkus
kaki diabetik, dimana kondisi ini jika berlangsung lama dan tidak
dilakukan penatalaksanaan dengan baik, luka akan menjadi
terinfeksi bahkan mengakibatkan amputasi ekstremitas bagian
bawah (WHO, 2016).
Menurut World Health Organization (2017), penderita
diabetes melitus mencapai 171,2 juta orang dan tahun 2030
diperkirakan 366,2 juta orang atau naik sebesar 114% dalam kurun
waktu 30 tahun (Purwanti & Maghfirah, 2016). Data International
Diabetes Federation (IDF) 2017 memprediksi kejadian diabetes
melitus akan meningkat drastis pada tahun 2045 sekitar 629 juta
terdapat pada region South East Asia dan Africa dengan masing-
masing prevalensi meningkat dari 2017 hingga 2045 sebanyak 84%
dan 156%. Selain data tersebut, IDF Diabetes Atlas juga
menunjukan 10 negara yang memiliki jumlah diabetes melitus
terbesar di dunia. Indonesia berada pada peringkat ke-6 setelah
Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko dengan
penyandang DM usia 20-79 Indnesia diperkirakan 10,3 juta (IDF,
2017).
Prevalensi gangren diabetik berkisar antara 2% - 10%
diantara pasien diabetes melitus. Diperkirakan 15 % dari pasein
diabetes melitus berisiko mengalami gangren diabetik pada
beberapa waktu selama perjalanan penyakit diabetes melitus. Tiap
individu dengan gangren diabetik beresiko untuk mengalami

4
amputasi ekstermitas bawah dibandingan dengan individu yang
tidak

5
6

mengalami diabetes melitus (Jude et.al., 2012) Data dari Rumah


Luka Indonesia menunjukan bahwa 60% penderita mengalami
gangguan pada saraf (neuropati) dan 60% memiliki resiko luka
pada kaki. Luka diabetes melitus juga merupakan penyebab
amputasi pada kaki dengan porsentase 40-70% (Rumah Luka
Indonesia, 2013 dalam Maghfuri, 2016). Mayoritas amputasi pada
pasien diabetes melitus didahului oleh ulkus kaki. Insiden ulkus
diabetikum setiap tahunnya adalah 2% diantara semua pasien
dengan diabetes melitus dan diperkirakan mengalami kenaikan
menjadi 4% seiring dengan pengendalian diabetes melitus yang
kurang optimal (Oktorina et al., 2019).
Munculnya luka pada kaki diabetik ditandai dengan adanya
luka terbuka pada permukaan kulit sehingga mengakibatkan infeksi
sebagai akibat dari masuknya kuman atau bakteri pada permukaan
luka. Perawatan kaki yang tidak teratur, penggunaan alas kaki yang
tidak tepat, hal-hal tersebut dapat menjadi faktor pemicu timbunya
luka sebesar 99,9% dari kasus yang ditimbulkan. Peningkatan
terhadap kejadian diabetic foot ulcer dan amputasi secara tidak
langsung dapat mempeburuk keadaan sosial, ekonomi maupun
psikologis penderita. Meskipun kadangkala ulkus berhasil
disembuhkan, hal tersebut tidak menjadikan penderita terbebas
dari resiko kekambuhan. Sekitar 30-40% penderita ulkus kaki
diabetik yang berhasil disembuhkan mengalami kekambuhan pada
tahun pertama kesembuhan. (Tarwoto, 2011).
Pada pasien diabetes melitus akan terjadi hiperglikemia
yang berkepanjangan dan dapat mengakibatkan perubahan
struktur pembuluh darah perifer (angiopati) yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah kearah distal khususnya pada
ekstremitas bawah sehingga akan didapatkan beberapa gejala
meliputi claudication intermittens, jika di raba kaki terasa dingin,
nadi teraba kecil atau hilang, perubahan warna kulit menjadi pucat
atau kebiruan, jika mengalami luka sukar sembuh. DM juga di
7

perberat dengan penurunan sistem immunitas sehingga rentan


terhadap infeksi, sehingga bila pasien diabetes melitus mengalami
luka sedikit saja akan sangat mudah berkembang menjadi ulkus
bahkan mengalami nekrosis jaringan yang berakhir pada amputasi
bila tidak dilakukan dengan penanganan dengan benar (Tarwoto,
Ns, 2011).
Oleh karena itu foot care sangat dibutuhkan oleh para
pasien diabetes melitus. Foot care merupakan sebagian dari upaya
pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetik yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya luka. Foot care mencakup mengetahui
adanya kelainan kaki secara dini, memotong kuku dengan benar,
pemakaian alas kaki yang baik, menjaga kebersihan kaki, mencuci
kaki dengan benar, dan menggunakan pelembab. Hal yang tidak
boleh dilakukan adalah mengatasi sendiri bila ada masalah pada
kaki atau dengan penggunaan alat-alat atau benda yang tajam.
Pasien perlu mengetahui foot care diabetik dengan baik sehingga
tidak terjadi luka kaki (Tambunan, 2011).
Mengingat dampak yang ditimbulkan tersebut, diperlukan
penanganan yang cermat sebelum terjadinya luka kaki diabetik,
yang salah satunya adalah training foot care yang menjadi poin
utama bertujuan meningkatkan perawatan kaki mencakup
mengetahui adanya kelainan kaki secara dini, memotong kuku
dengan benar, pemakaian alas kaki yang baik, menjaga kebersihan
kaki (mencuci kaki dengan benar) serta cara pemakaian lotion pada
daerah kaki yang kering. Merupakan salah satu strategi yang
paling efektif dalam mencegah terjadinya ulkus kaki pada pasien
diabetes melitus (Indonesia & Diani, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat
dirumuskan masalah yaitu: “Asuhan Keperawatan Pada Paien
Diabetes Melitus Dengan Tindakan Perawatan Kaki Untuk
Mengatasi Resiko Ulkus Kaki Diabetik”
8

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui tindakan perawatan kaki terhadap pencegahan
resiko ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes melitus.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menambah tinjauan teoritis sebagai ilmu
keperawatan tentang penyakit diabetes mellitus dan
penanganan yang cermat sebelum terjadinya kejadian ulkus
kaki diabetik pada pasien diabetes melitus dalam melakukan
perawatan kaki.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Responden
Menambah wawasan serta keterampilan dalam melakukan
perawatan kaki sebagai penanganan yang cermat sebelum
terjadinya ulkus kaki diabetik.
b. Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes Mataram
Dapat menambah informasi refrensi dan sebagai masukan
yang berguna atau bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus dengan tindakan perawatan kaki untuk mencegah
ulkus kaki diabetik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Diabetes Melitus
a. Definisi
Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya
pancuran atau curahan, sedangkan melitus atau mellitus
adalah curahan cairan dari tubuh yang banyak mengandung
gula, yang di maksud dalam hal ini adalah kencing. Dengan
demikian, definisi diabetes melitus secara umum adalah
suatu keadaan yakni tubuh tidak dapat memanfaatkan
secara optimal insulin yang dihasilkan. Dalam hal ini, terjadi
lonjakan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes
melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh(Nugroho et al., 2019).
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan
metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa
darah (Hiperglikemi), disebabkan karena ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya
glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme
dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin
menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan
menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel
menjadi kekurangan glukosa yang sangat di butuhkan dalam
kelangsungan dan fungsi sel(Derek et al., 2017).
b. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus dapat dikategorikan
sebagai berikut (Arifah, 2018):

9
10

1) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau
anak, dan terjadi karena kerusakan sel β (beta).
Canadian Diabetes Association (CDA) 2013 juga
menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga
karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak
diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap
ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2.
2) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa.
Seringkali diabetes tipe 2 di diagnosis beberapa tahun
setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga
tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di
seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan
dan kurangnya aktivitas fisik..
3) Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes
yang didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dengan
ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di
atas normal). Wanita dengan diabetes gestational
memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan
dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2
yang lebih tinggi di masa depan.
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe lain khusus merupakan diabetes
yang terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas
yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga
mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin
secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.
11

c. Etiologi
Etiologi Diabetus melitus adalah (Arifah, 2018) :
1) Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe
I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya [ CITATION Eli09 \l
1033 ].
b) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya
suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing [ CITATION Eli09 \l 1033 ].
2) Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Menurut [ CITATION Eli09 \l 1033 ] secara pasti penyebab
dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes
Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya DM
tipe II :
12

a) Usia
Semakin mengalami peningkatan usia, umumnya
seseorang mengalami perubahan fisiologis, maka
terjadi penurunan sekresi insulin dan retensi insulin
yang mengakibatkan glukosa di dalam darah tidak
dapat terkontrol (ADA, 2013).
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin perempuan memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena DM tipe 2 daripada laki-laki
dikarenakan perempuan kurang memahami
pentingnya berolahraga (Laniwaty, 2009).

c) Obesitas
Pada penderita obesitas, insulin yang dihasilkan oleh
pankreas terganggu oleh komplikasi-komplikasi
obesitas sehingga tidak dapat bekerja maksimal untuk
membantu sel-sel menyerap glukosa. Karena kerja
insulin menjadi tidak efektif maka pankreas terus
berusaha untuk menghasilkan insulin lebih banyak
yang akibatnya kemampuan pankreas semakin
berkurang untuk menghasilkan insulin [ CITATION Eli09 \l
1033 ].
d) Riwayat keluarga
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
13

jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun


lainnya [ CITATION Eli09 \l 1033 ].
e) Kelompok etnik
Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik,
kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia. Orang-
orang Asia Selatan, Afrika, Afrika-Karibia, Polinesia,
dan Timur Tengah keturunan Amerika dan India yang
lebih besar beresiko diabetes mellitus tipe 2,
dibandingkan dengan penduduk kulit putih [ CITATION
Eli09 \l 1033 ].
f) Aktifitas Fisik
Ketika seseorang beraktivitas fisik, terjadi
peningkatan kepekaan reseptor insulin di otot yang
aktif. Masalah utama yang terjadi pada diabetes
melitus tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin yang
menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam
sel. Saat seseorang melakukan aktivitas fisik, akan
terjadi kontraksi otot yang pada akhirnya akan
mempermudah glukosa masuk ke dalam sel. Hal
tersebut berarti saat seseorang beraktivitas fisik, akan
menurunkan resistensi insulin dan pada akhirnya
akan menurunkan kadar gula darah (ADA, 2013).
d. Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan
sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi
kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui
bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat
dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver
dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin),
sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya
14

ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan


toleransi glukosa pada diabetes melitus tipe-2.
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2
disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1) Kegagalan sel beta pancreas
Ketika diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta
sudah sangat berkurang.
2) Liver
Ketika penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang
berat dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi
glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic
glucose production) meningkat.
3) Otot
Penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin
yang multiple di intramioselular, akibat gangguan
fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
4) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari
insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan
kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam
plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di
liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi
insulin.
5) Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih
besar dibanding kalau diberikan secara intravena.
6) Sel Alpha Pancreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan
dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970.
15

Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam


keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal..
7) Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163
gram glukosa sehari. Dan 90% dari glukosa terfiltrasi ini
akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose co- Transporter) pada bagian convulated tubulus
proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui
peran SGLT pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine.
8) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat.
Pada individu yang obes baik yang DM maupun non-DM,
didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang
bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin.(Pencegahan & Indonesia, 2015).
e. Manifestasi klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit DM diantaranya, menurut American Diabetes
Associate / Word Healt Organization 2010. Beberapa
keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah
sebagai berikut:
1) Banyak kencing (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam
24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul
16

sebagai gejala diabetes melitus dikarenakan kadar gula


dalam tubuh relatif tinggi sehingga akan menghabiskan
banyak kencing. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering
terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan
mengandung glukosa.
2) Banyak minum (Polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita diabetes
mellitus karena banyak cairan yang keluar melalui
kencing. Keadaan ini justru sering disalah artikan,
dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau
beban kerja yang berat, untuk menghilangkan rasa haus
tersebut penderita diabetes mellitus banyak minum.
3) Banyak makan (Polifagia)
Pasien diabetes mellitus akan merasa cepat lapar dan
lemas, hal tersebut disebabkan karena penderita
diabetes mellitus mengalami keseimbangan kalori
negative, sehingga timbul rasa lapar itu enderita diabetes
mellitus akan mengalami banyak makan.
4) Penurunan berat badan
Glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedaam sel,
sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga, untuk keberlangsungan hidup sel.
Sumber tenaga diambil dari cadangan lain yaitu sel
lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan
lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
5) Gangguan syaraf tepi dan kesemutan
Penderita diabetes mellitus mengeluh rasa sakit dan
kesemutan terutama pada kaki dimalam hari.
6) Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes mellitus sering dijumpai
gangguan penglihatan seperti pandangan kabur.
7) Gangguan fungsi seksual
17

Dapat beruba gangguan ereksi, keputihan, impoten yang


disebabkan gangguan syaraf bukan karena kekurangan
hormone testoteron.

f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam
pemeriksaan diabetes melitus menurut [ CITATION Joh14 \l
1033 ] adalah sebagai berikut:
1) Glukosa Urine
Secara umum jumlah glukosa yang dikeluarkan
melalui urine orang sukar dihitung, sedangkan pada
kasus diabetes, glukosa yang dilepasakan jumlahnya
dapat sedikit sampai banyak sekali, sesuai dengan
berat penyakitnya dan asupan karbohidratnya
2) Kadar Glukosa darah puasa dan kadar insulin
Kadar glukosa darah puasa pada saat pagi hari,
normalnya adalah 80 sampai 90mg/100 ml dan
110mg/100 ml dipertimbangkan sebagai batas atas
kadar glukosa normal. Kadar glukosa darah puasa
diatas nilai ini, sering kali menunjukan adanya
penyakit diabetes melitus atau setidaknya resistensi
insulin.
3) Tes Toleransi Insulin
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam
kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
g. Komplikasi
Menurut Riyadi (2008) komplikasi diabetes melitus adalah:
1) Komplikasi yang bersifat akut
18

a) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian
obat-obat diabetik yang melebihi dosis yang
dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa
dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar
difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.
b) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan
mengakibatkan sel mencari sumber alternatif untuk
dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada
glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel.
Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu
pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan
yang dapat mengakibatkan asidosis.
c) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi
cairan intrasel dan ekstrasel karena banyak
diekskresi lewat urin.
2) Komplikasi yang bersifat kronik
a) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah
besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah
tepi, pembuluh darah otak.
b) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah
kecil, retinopati diabetika, nefropati diabetik.
Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskulr
pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan
komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan
glomerulus penyakit ginjal dapat berkembang dari
proteinuria ringan ke ginjal. Retinopati adanya
perubahan dalam retina karena penurunan protein
dalan retina. Perubahan ini dapat berakibat
gangguan dalam penglihatan.
19

c) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan
perubahan metabolik mengakibatkan fingsi sensorik
dan motorik saraf menurun kehilangan sensori
mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
d) Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis,
dan infeksi saluran kemih.
e) Ulkus diabetik
Perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati menyebabkan perubahan pada
ekstermitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi
gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren,
penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf
sensorik dapat menunjang terjadi trauma atau tidak
terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.
h. Penatalaksanaan
Mellitus Menurut [ CITATION Soe15 \l 1033 ]
penatalaksanaan diabetes melitus dimulai dengan
menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan
aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau
suntikan. Penatalaksanaan pada pasien Diabetes melitus
terdiri dari 5 pilar utama yaitu edukasi, terapi nutrisi, jasmani,
farmakologis dan Monitoring [ CITATION Per15 \l 1033 ].
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
Diabetes Mellitus secara holistik. Materi edukasi terdiri
dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi
tingkat lanjutan
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
20

TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan


DMT2 secara komprehensif. Kunci keberhasilannya
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi,petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya). Penyandang Diabetes Mellitus
perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan
kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat
yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu
sendiri
3) Jasmani Latihan
Jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
DMT2 apabila tidak disertai adanya neoropati. Kegiatan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45
menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah 250 mg/dL
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah.
4) Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup
sehat).
2. Foot care ( Perawatan Kaki)
a. Definisi
21

Perawatan kaki merupakan salah satu bentuk edukasi


untuk pencegahan primer terjadinya luka pada kaki diabetik
(Arifah, 2018).
Setiap pasien dengan diabetes perlu dilakukan pemeriksaan
kaki secara lengkap, minimal sekali setiap satu tahun
meliputi:
inspeksi, perabaan pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis
posterior, dan pemeriksaan neuropati sensorik.
Deteksi dini kelainan kaki dengan risiko tinggi dapat
dilakukan melalui pemeriksaan karakteristik kelainan kaki:
1) Kulit kaku yang kering, bersisik, dan retak-retak serta
kaku.
2) Rambut kaki yang menipis.
3) Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal,
rapuh,
ingrowing nail).
4) Kalus (mata ikan) terutama di bagian telapak kaki.
5) Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-
tulang
kaki yang menonjol.
6) Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari.
7) Kaki baal, kesemutan, atau tidak terasa nyeri.
8) Kaki yang terasa dingin.
9) Perubahan warna kulit kaki (kemerahan, kebiruan, atau
kehitaman).
b. Elemen – elemen dalam foot care
Pada penderita diabetes melitus adalah sebagai
berikut (Arifah, 2018):
1) Perawatan kulit kaki ( Mencuci kaki)
Penderita diabetes melitus wajib secara rutin
membersihkan kakinya dan setelah itu harus
mengeringkan kakinya dengan hati-hati,
22

mengeringkannya dengan menggunakan handuk yang


lembut terutama pada daerah sela-sela jari. Suhu harus
dibawah 37 derajat celcius ketika membersihkan kaki.
(Bakker et al, 2012 ; Tambunan & Gultom, 2015).
Perawatan kaki mandiri yang harus dilakukan salah
satunya adalah mencuci kaki secara rutin setiap hari
minimal 1x sehari dan mengeringkan seluruh permukaan
kaki terutama di sela jari. (May, 2008). Manfaat tindakan
mencuci dan mengeringkan kaki harian agar kondisi kaki
tetap bersih (Bakker et al, 2012)
2) Pemberian pelembab kaki
Elemen selanjutnya setelah mencuci kaki yaitu pasien
harus tetap menjaga kelembaban kulit kaki dengan
mengoleskan lotion atau pelembab ke seluruh bagian
kaki kecuali sela-sela. Memberikan pelembab atau lotion
pada daerah kaki bermanfaat untuk mencegah kulit kaki
agar tidak kering dan pecah-pecah (Gultom, 2015).
Pemberian lotion tidak disarankan pada sela-sela jari kaki
dikarenakan sela-sela jari kaki akan menjadi sangat
lembab dan dapat menimbulkan terjadinya jamur pada
kaki dan pemakaian pelembab dianjurkan rutin setelah
melakukan cuci kaki (Tambunan & Gultom, 2015).

Pemberian pelembab selain dengan


menggunakan lotion dapat diganti dengan menggunakan
alternatif lain misalnya olive oil (minyak zaitun), Aloe vera
(lidah buaya), dan virgin coconut oil (VCO). Aloe vera
dalam formulasi ini pelembab yang efektif dalam
mengatasi kekeringan kulit. Aloe vera mengandung
muko-polisakarida yang membantu dalam mengikat
kelembaban kulit. Hal tersebut dapat digunakan sebgai
lotion pelembab kulit alami karena mampu mencegah
kerusakan jaringan dan memberikan perlindungan
23

terhadap kulit serta kulit menjadi lebih kenyal dan lembab


Linda (2017).
3) Memotong kuku kaki dengan benar
Semua penderita diabetes melitus harus selalu
memperhatikan tata cara pemotongan kuku kaki dengan
benar. Dengan cara menggunting kuku kaki lurus
mengikuti bentuk normal jari kaki, jangan terlalu pendek
atau terlalu nempel dengan kulit, kemudian kikir kuku
kaki agar tidak tajam setiap dua hari sekali. Hal ini
bermanfaat untuk menghindari terjadinya luka pada
jaringan sekitar kuku, apabila kuku terasa keras dan sulit
untuk dipotong, rendam kaki dengan air hangat (37
derajat C) ± 5 menit, lalu bersihkan dengan
menggunakan sabun dan air bersih. Bersihkan kuku bisa
dilakukan bersamaan dengan mencuci kaki secara rutin
(Tambunan & Gultom, 2015).
4) Pemakaian alas kaki yang tepat
Penggunaan alas kaki yang tidak tepat dapat
menyebabkan ulkus kaki diabetes. Seibel (2009)
menjelaskan bahwa diabetisi tidak diperbolehkan
bertelanjang kaki saat bepergian. Sepatu yang
dianjurkan adalah sepatu tanpa “hak” tinggi,
menampakkan jari-jari dan tumit. Untuk itu bagi pasien
diabetes melitus diusahakan selalu menggunakan alas
kaki sepatu yang pas dan nyaman saat di pakai atau
sandal dengan sol karet, insol yang tebal supaya empuk
dapat melindungi kaki agar tidak terjadi luka akibat
penekanan. Pemakaian alas kaki yang tepat bertujuan
mencegahan /melindungi kaki dari trauma kaki. Hal
tersebut dilakukan untuk melindungi kaki dari trauma
atau dari benda tajam kecil yang tidak disadari
(Tambunan & Gultom, 2015).
24

5) Pertolongan pada cedera kaki


Penderita diabetes melitus dapat memperhatikan jika
terdapat luka pada kaki, baik luka kecil atau besar. Bila
terdapat luka kecil obati luka dan tutup luka dengan
pembalut bersih (Tambunan & Gultom, 2015).
Menurut Smeltzer & Bare (2008), apabila terjadi
luka, responden dianjurkan untuk segera memeriksakan
kondisi kakinya segera ke petugas kesehatan yang
bertujuan agar kejadian ulkus kaki tidak terjadi. Penderita
diabetes dianjurkan untuk segera
memeriksakan/memberi tahu pelayanan kesehatan jika
terjadi luka, lecet atau bengkak yang tidak kunjung
sembuh selama 1 hari untuk mendapatkan pengobatan
yang tepat. Penderita diabetes juga tidak disarankan
untuk melakukan perawatan sendiri pada masalah kaki .
c. Elemen Foot Care yang akan dilakukan
1. Perawatan kulit kaki ( Mencuci kaki)
2. Pemberian pelembab kaki
3. Memotong kuku kaki dengan benar
Adapun prosedur pelaksanaan ketiga point tersebut dapat
dilihat melalui gambar dibawah ini :
a) Persiapkan alat dan bahan
Keterangan : Siapkan alat
dan bahan yaitu: baskon
berisi air, sabun,
lotion/pelembab, perlak
pengalas, handuk,
handscoon,
spons pembersih, guntig
kuku
Gambar 7 : Alat dan bahan
b) Mencuci tangan
Keterangan : Mencuci
tangan dengan
handwash/handsanitize
dengan 6 langkah.
25

Gambar 8 : Cara Cuci tangan

c) Memakai sarung tangan


Keterangan : Memakai
handscoon sesuai ukuran

Gambar 9 : Cara memakai handscoon


d) Siapkan baskom yang berisi air biasa, lalu masukkan
kaki kedalamnya dan rendam kaki.
Keterangan : Kaki di
rendam selama 1 menit

Gambar 10 : Rendam kaki


e) Setelah itu bersihkan kaki menggunakan spons lembut
yang sebelumnya sudah di basahkan
Keterangan : Area kaki
yang di bersihkan meliputi
bagian atas kaki, samping
kanan dan kiri, dan bawah
kaki

Gambar 11 : Membersih kaki


f) Kemudian sabun seluruh kaki menggunakan spons
lembut
26

Keterangan : Area kaki


yang di sabuni meliputi
bagian atas kaki, samping
kanan dan kiri, sela-sela
jari dan bawah kaki

Gambar 12 : Memberi sabun pada kaki

g) Masukkan kembali kaki kedalam baskom berisi air lalu


bersihkan kaki menggunakan permukaan spons yang
kasar
Keterangan : Area kaki
yang di bersihkan meliputi
bagian atas kaki, samping
kanan dan kiri, sela-sela
jari dan bawah kaki
Gambar 13 : Membilas kaki
h) Keluarkan kaki dari baskom berisikan air, lalu keringkan
kaki secara perlahan
Keterangan : Keringkan
kaki dengan menggunakan
handuk bersih

Gambar 14 : Mengeringkan kaki


i) Gunakan lotion/pelembab di seluruh permukaan kaki,
tidak di anjurkan memberikan lotion/pelembab di bagian
sela-sela kaki.
Keterangan : Area kaki yang di
berikan lotion/pelembab
27

meliputi bagian atas kaki,


samping kanan dan kiri dan
bawah kaki

Gambar 15 : pemberian lotion/pelembab

j) Setelah itu , langkah terakhir foot care yaitu memotong


kuku. Pada pasien DM tata cara memotong kuku
berbeda dengan pasien lainnya, kuku yang di potong
tidak boleh terlalu pendek
Keterangan : Memotong kuku
kaki dengan cara lurus
mengikuti bentuk normal jari
kaki

Gambar 16 : Memotong kuku


d. Faktor-faktor yang berhubungan dengan foot care
1) Usia
Yusra (2009) mengatakan secara normal seiring
bertambahnya usia seseorang akan terjadi perubahan fisik,
psikologis, bahkan intelektual. Hal ini tentunya dapat
menimbulkan berbagai keterbatasan dalam melakukan
perawatan kaki.
2) Lama menderita diabetes melitus
Seseorang yang menderita diabetes mellitus lebih
lama sudah dapat beradaptasi terhadap perawatan diabetes
mellitus nya dibandingkan dengan orang dengan lama
Diabetes Mellitus lebih pendek (Albikawi dan Abuadas,
2015).
28

3) Jenis kelamin
Klien diebetes yang berjenis kelamin perempuan
biasanya lebih menunjukkan perilaku self care diabetes
lebih baik dibandingkan laki – laki. Perempuan akan lebih
peduli untuk melakukan perawatan mandiri terhadap
penyakit yang dialaminya (Tommey & Alligood, 2006).

4) Pendidikan
Tingkat Pendidikan berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam melakukan perubahan perilaku sehat.
Semakin tinggi tingkat Pendidikan seseorang maka perilaku
kesehatan lebih mengarah terhadap kemampuan perilaku
kesehatan yang positif. Pendidikan kesehatan mengenai
perawatan kaki secara mandiri perlu diberikan sejak dini
kepada pasien yang menderita diabetes melitus sebagai
upaya dalam pencegahan komplikasi kronik ulkus kaki
diabetik.
5) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan faktor penentu penting dari
kesehatan. Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi kerja
yang dilakukan akan mempengaruhi kesehatan seseorang
karna pekerjaan seseorang dapat mencerminkan sedikit
banyaknya informasi yang diterima (Arianti, 2009).
6) Penyuluhan
Perawatan kaki pasien diabetes melitus dipengaruhi
oleh keterpaparan inormasi yang didapatnya dari
penyuluhan. Ekore et al (2010) kurangnya pendidikan atau
penyuluhan tentang perawatan kaki disebabkan karena
responden belum pernah mendapatkan penyuluhan
khususnya perawatan kaki dirumah sakit pada saat berobat,
29

sehingga pasien tidak mengetahui bahwa perawatan kaki


sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus
dilakukan sesegera mungkin. Komponen penting dalam
manajemen kaki diabetik dengan ulkus
1) Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian
keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian
kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin dan
sebagainya.
2) Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan
vaskular (dengan operasi atau angioplasti), biasanya
dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
3) Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda
klinis infeksi harus diberikan pengobatan infeksi secara
agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada
hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan
merupakan infeksi).
4) Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan
terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan lokal pada
luka, termasuk kontrol infeksi.
5) Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan
pada kaki, karena tekanan yang berulang dapat
menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Mengurangi
tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada
ulkus neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu
dengan ukuran yang sesuai diperlukan untuk mengurangi
tekanan.
6) Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik.
Seluruh pasien dengan diabetes perlu diberikan edukasi
mengenai perawatan kaki secara mandiri.
3. Ulkus Kaki Diabetik ( Luka Kaki Diabetik)
30

a. Definisi
Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian
(partial thickness) atau keseluruhan (full thickness) pada kulit
yang dapat meluas ke jaringan dibawah kulit, tendon, otot,
tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit Diabetes melitus, kondisi ini timbul
sebagai akibat terjadinya peningkatan kadar gula darah yang
tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung lama dan tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan baik, luka akan menjadi terinfeksi
bahkan mengakibatkan gangren dan amputasi ekstremitas
bagian bawah (Parmet, 2005; Frykberg, et al, 2006).
b. Etiologi
Etiologi ulkus kaki diabetik biasanya memiliki banyak
komponen meliputi neuropati sensori perifer, trauma,
deformitas, iskemia, pembentukan kalus, infeksi dan
edema (Oguejiofor, Oli, & Odenigbo, 2009; Benbow, 2009).
Sedangkan menurut Oguejiofor, Oli, dan Odenigbo
(2009) selain disebabkan oleh neuropati perifer ( sensorik,
motorik, otonomik) dan penyakit pembuluh darah perifer
(makro dan mikro angiopati). Faktor lain yang berkontribusi
terhadap kejadian ulkus kaki adalah deformitas kaki (yang
dihubungkan dengan peningkatan tekanan pada plantar),
gender laki-laki, usia tua, kontrol gula darah yang buruk,
hiperglikemia yang berkepanjangan dan kurangnya
perawatan kaki.
c. Patofisiologi
Neuropati pada pasien diabetes melitus
dimanifestasikan pada komponen motorik, autonomik dan
sensorik sistem saraf. Kerusakan innervasi sistem saraf
pada otot-otot kaki menyebabkan ketidakseimbangan
antara fleksi dan ekstensi kaki yang dipengaruhi. Hal ini
mengakibatkan deformitas anatomi kaki dan menimbulkan
31

penonjolan tulang yang abnormal dan penekanan pada


satu titik, yang akhirnya menyebabkan kerusakan kulit dan
ulserasi.
Neuropati otonomik menyebabkan penyusutan fungsi
kelenjar minyak dan kelenjar keringat. Sebagai akibatnya,
kaki kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan
permukaan kulit dan menjadi kering dan meningkatkan
kemungkinan untuk robek/luka dan menjadi penyebab
perkembangan infeksi.
Saat trauma terjadi pada daerah yang terpengaruh
tersebut, pasien sering tidak dapat mendeteksi kerusakan
yang terjadi pada ekstremitas bawahnya. Akibatnya
banyak luka tidak diketahui dan berkembang menjadi lebih
parah karena mengalami penekanan dan pergesekan
berulang-ulang dari proses ambulasi dan pembebanan
tubuh. Penyakit pembuluh arteri perifer (PAD) merupakan
faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan ulserasi
kaki sampai 50% kasus. Selain itu juga terjadi penurunan
fungsi matriks ekstraseluler pembuluh darah yang memicu
terjadinya stenosis lumen arteri. Akumulasi kondisi tersebut
memicu terjadinya penyakit obstruksi arteri yang pada
akhirnya mengakibatkan iskemia pada ekstremitas bawah
dan meningkatkan risiko ulserasi pada pasien diabetes
melitus (Clayton, Warren & Elasy, 2009).
d. Klasifikasi
1) Klasifikasi Menurut Wagner
Sedangkan menurut Wagner pada tahun 1987 yang
dikutip oleh Frykberg (2002; Yuanita, 2013), ulkus
diabetik diklasifikasikan berdasarkan kedalaman ulkus
dan ada tidaknya osteomyelitis atau gangren, yaitu:
a) Derajat 0
32

Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa


ulserasi dengan satu atau lebih faktor risiko berupa
neuropati sensorik yang merupakan komponen
primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease;
kondisi kulit yaitu kulit kering dan terdapat callous
(yaitu daerah yang kulitnya menjadi hipertropik dan
anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu
suatu kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan
metatarsal phalangeal joint, proximal
interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.
Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal,
depresi caput longitudinalis dan penonjolan tulang
karena arthropati charcot.
b) Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada
grade 0 dan menunjukkan terjadinya neuropati
sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko
seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang
terbatas dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka,
yang hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat
bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang
superfisial terbatas pada kulit).
c) Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila
terdapat tanda-tanda pada grade I dan ditambah
dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus.
Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi.
Dasar ulkus dapat bersih atau purulen, ulkus yang
lebih dalam sampai menembus tendon dan tulang
tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.
d) Derajat III
33

Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II


ditambah dengan adanya abses yang dalam
dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan
terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya
disebabkan oleh bakteri yang agresif yang
mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka
tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu
diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah sakit
karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon
dan tulang serta terdapat abses dengan atau tanpa
osteomielitis.

e) Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren
pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi
pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada
ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah
satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan
insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin
terdapat suatu area focal dari nekrosis yang apabila
tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan
kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi
atau peradangan yang terus-menerus. Derajat V
ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-
gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai
bawah.
e. Faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik
Menurut Hastuti (2008), Purwanti (2013), dan Ferawati
(2014), menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus dapat
mengalami ulkus diabetik apabila memiliki faktor resiko
antara lain:
34

1) Usia
Pada usia tua pada usia ≥45 tahun, kejadian kaki
diabetik sangat tinggi pada usia ini fungsi tubuh secara
fisiologis menurun karena proses aging terjadi sehingga
penurunan sekresi atau resistensi insulin dan
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal serta
menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin
yang mengakibatkan timbulnya makroangiopati, yang
akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah yang
salah satunya pembuluh darah besar atau sedang pada
tungkai yang lebih mudah untuk terjadinya kaki
diabetik.

2) Jenis kelamin
Review dalam penelitian disebutkan bahwa
prevalensi diabetes melitus diantara pria dan wanita,
namun sedikit lebih tinggi pada pria yang berusia
kurang dari 60 tahun dan wanita pada usia yang lebih
tua. Penyebab perbedaan prevalensi kaki diabetik
diantara pria dan wanita dalam penelitian lainnya
antara lain dapat disebabkan oleh beberapa alasan
yaitu: faktor hormonal (adanya hormon estrogen pada
wanita yang dapat mencegah komplikasi vaskuler yang
berkurang seiring bertambahnya usia), perbedaan
kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol pada laki-laki.
3) Lama menderita diabetes mellitus
Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita
diabetes melitus yang telah menderita 10 tahun atau
lebih dengan kadar glukosa darah tidak terkendali yang
menyebabkan munculnya komplikasi yang
35

berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami


makroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan
neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi
darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita
diabetik yang sering tidak dirasakan.
4) Kontrol glikemik
Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa
darah pada penderita diabetes melitus dilihat dari dua
hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa darah
jangka panjang.
Pemantauan glukosa darah sesaat dilihat dari
glukosa darah puasa dan 2 jam PP, sedangkan
pengontrolan glukosa darah jangka panjang dapat
dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c.
5) Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak di badan
secara abnormal atau berlebihan yang dapat
mengganggu kesehatan seseorang, dikatakan obesitas
apabila Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥23 untuk wanita
dan IMT≥25 untuk laki-laki. Hal ini akan membuat
resistensi insulin yang menyebabkan aterosklerosis,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah pada kaki
yang dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik.
6) Hipertensi
Hipertensi (TD >130/80mmHg) pada penderita
diabetes melitus karena adanya viskositas darah yang
tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah
sehingga terjadi defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi
dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel
pembuluh darah. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses
adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler
36

defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan


yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.
7) Kebiasaan merokok
Merokok merupakan faktor kuat menyebabkan
penyakit arteri perifer yang mana sudah dibuktikan
berhubungan dengan kaki diabetik. Nikotin yang
dihasilkan dari rokok akan menempel pada dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan insufisiensi
dari aliran pembuluh darah ke arah kaki yaitu arteri
dorsalis pedis, poplitea dan tibialis menjadi menurun.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥12
batang per hari mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi
ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan penderita
diabetes mellitus yang tidak merokok.
8) Riwayat ulserasi pada kaki
Riwayat ulserasi yang ditandai dengan luka
terbuka pada permukaan kulit, nekrosis jaringan karena
gangguan peredaran darah ke organ perifer ditandai
dengan menurunnya pulsasi arteri dorsalis pedis dan
neuropati ditandai dengan menurunnya sensasi rasa
pada penderita diabetes melitus tipe 2. Beberapa
penelitian mempunyai hasil yang sama bahwa riwayat
kaki diabetik sebelumnya mempunyai faktor risiko
terhadap ulkus kaki diabetik.
f. Penilaian ulkus kaki diabetikum
Penilaian risiko ulkus kaki diabetik merupakan hal
yang sangat penting untuk menentukan penanganan atau
tindakan yang tepat bagi pasien diabetes melitus. Penilaian
tersebut dapat dilakukan melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik pasien, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Anamnesa
dapat dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan
terkait aktivitas keseharian pasien, alas kaki yang sering
37

digunakan, keluhan yang muncul, penyakit yang pernah


diderita, lama menyandang diabetes melitus, dan usaha apa
saja yang telah dilakukan pasien. Wijonarko (2010)
menyatakan bahwa karakteristik ulkus kaki diabetik dan
penanganan yang tepat dapat dilakukan melalui
pemeriksaan fisik dan penunjang. Menurut Canadian
Association of Wound Care (2011), lembar observasi inlow’s
60-second diabetic foot screen tool merupakan alat atau
instrument yang dapat digunakan untuk skrining dan menilai
risiko ulkus kaki diabetik sehingga dapat dilakukan
pencegahan dan pengobatan yang tepat. Berikut ini adalah
lembar observasi inlow’s 6-second diabetic foot screen tool
beserta cara penilaiannya.

Cara penilaian lembar observasi inslow’s 60-second


diabetic foot screen tool
a. Indikator 1 : Kondisi kulit
Kaji kulit bagian atas, telapak, samping dan sela-sela jari.
0 : Kulit utuh dan tidak ada tanda-tanda trauma. Tidak ada
tanda-tanda infeksi jamur atau pembentukan kalus
1 : Kulit kering, ada jamur seperti moscain foot atau
interdigital yeast, mulai terbentuk kalus.
2 : Kalus semakin menebal
3 : Muncul pembentukan kulit ulkus atau pasien memiliki
riwayat ulkus sebelumnya
b. Indikator 2 : Kondisi kuku
Kaji kuku jari kaki untuk menentukan seberapa baik
perawatan diri yang telah dilakukan oleh pasien
0 : Kuku terawatt dengan baik
1 : Kuku tidak terawat dan kasar
2 : Kuku tebal, rusak, atau terinfeksi
c. Indikator 3 : Ada tidaknya deformita
38

Amati adanya perubahan struktur tulang yang dapat


mengindikasi pasien berisiko tinggi dan mecegah pemakaian
alas kaki yang tidak layak
0 : Tidak ada deformitas
2 : Deformitas ringan seperti MTHs ( dropped metatarsal
heads) atau bunions
4 : Deformitas berat ( charchot ) atau amputasi
d. Indikator 4 : Kelayakan kaki
Amati sepatu ( alas kaki ) yang sedang digunakan pasien dan
diskusikan/tanyakan alas kaki yang biasa dugunakan pasien
dalam kehidupan sehari-hari
0 : Sepatu ( alas kaki ) layak digunakan. Aman, sesuai dengan
ukuran kaki dan tidak ada kemerahan pada area yang
tetekan saat alas kaki dilepas
1 : Sepatu ( alas kaki ) tidak layak digunakan, tidak aman dan
tidak sesuai dengan ukuran kaki
2 : Sepatu ( alas kaki ) dapat menyebabkan trauma
( kemerahan atau ulkus)
e. Indikator 5 : Suhu kaki – dingin
Raba kaki dan rasakan apakah kaki lebih dingin dari kaki yang
lain atau suhu lingkungan. Hal tersebut mengindikasikan
penyakit arteri
0 : Kaki teraba hangat ( norma/sama dengan kaki lain/suhu
lingkungan)
1 : Kaki teraba lebih dingin dari kaki lain/suhu lingkungan
f. Indikator 6 : Suhu kaki – panas
Raba kaki dan rasakan apakah kaki lebih panas dari aki yang
lain atau suhu lingkungan. Hal tersebut mengindikasikan
infeksi pada kaki atau perubahan charcot
0 : Kaki teraba hangat (normal/sama dengan kaki lain/suhu
lingkungan)
1 : Kaki teraba lebih panas dari kaki lain/suhu lingkungan
39

g. Indikator 7 : Rentang gerak kaki


Gerakan jempol kaki ke depan dan ke belakang. Plantar fleksi
dan dorsal fleksi
0 : Jempol kaki mudah digerakkan
1 : Jempol kaki terbatas untuk begerak ( hallux limitus)
2 : Jempol kaki kaku dan tidak dapat digerakkan ( hallux
ringidus )
3 : Jempol kaku diamputasi ( hallux amputation)
h. Indikator 8 : Tes sensasi dengan monofilament
Gunakan monofilament 10g, tusuk kaki dengan monofilament
pada 10 tempat. Jangan menuruk terlalu dalam pada bagian
kalus yang menebal atau skar. Lokasi tersebut adalah jari kaki
pertama ( jempol kaki), jari kaki ke-3, jari kaki ke-5, tumit,
midfoot bagian medial, midfoot bagian lateral dan bagian
dorsal kaki
0 : Pasien dapat merasakan sensasi pada 10 tempat
2 : Pasen dapat merasakan sensasi 7-9 tempat
4 : Pasen dapat merasakan sensasi 0-6 tempat
i. Indikator 9 : Tes sensasi dengan 4 pertanyaan
Tanyakan 4 pertanyaan ini kepada pasien
1) Apakah anda pernah merasakan kaki anda mati rasa ?
2) Apakah anda pernah merasakan kaki anda gatal ?
3) Apakah anda pernah merasakan kaki anda seperti terbakar
?
4) Apakah anda pernah merasakan kaki anda kesemutan ?
0 : Pasien menjawab “tidak” untuk seluruh jawaban
2 : Pasien menjaban “iya” untuk salah satu atau lebih
pertanyaan
j. Indikator 10 : Denyut nadi pada kaki
Palpasi ( rasakan) denyut nadi dorsalis pedis yang berada di
atas kaki. Jika denyut nadi dorsalis pedis tidak dapat
40

dirasakan, maka palpasi (rasakan) denyut nadi posterior tibial


yang berada dibawah malleolus bagian medial
0 : Denyut nadi teraba
1 : Denyut nadi tidak teraba
k. Indikator 11 : Ada tidaknya kemerahan sesaat pada kaki
Amati adanya kemerahan pada kaki ketika kaki diturunkan
dan pucat Ketika dinaikan, hal tersebut mrngindikasikan
penyakit arteri
0 : Tidak ada kemerahan sesaat pada kaki
1 : Ada kemerahan sesaat pada kaki
l. Indikator 12 : Ada tidaknya erythema
Amati adanya kemerahan pada kulit kaki yang tidak berubah
saat kaki dinaikan, hal tersebut mengindikasikan adanya
infeksi atau perubahan cgarcot
0 : Tidak ada kemerahan pada kaki
1 : Ada kemerahan pada kaki

Kriteria skor skrinning:


Total Skor Skrining
0-5 = Sangat Rendah
5-10 = Rendah
10-15 = Sedang
15-20 = Tinggi
20-25 = Sangat Tinggi

( Canadian Association of Wound Care, 2011 dalam (Dafianto,


2016)

B. Konsep Askep
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah salah satu komponen dari
proses keperawatan, yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh
perawat dalam menggali permasalahan yang meliputi usaha
41

pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien


secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan
berkesinambungan (Muttaqin, 2014). Pengkajian pada pasien
diabetes melitus dengan gangguan resiko integritas kulit
menurut (Andara & Yessie, 2013), sebagai berikut :
a. Identitas pasien
Nama, No RM, usia: tipe 1 < 30 tahun, tipe 2 >30 tahun
cenderung meningkat pada usia 68 tahun, kelompok etnis
golongan hispanik memiliki kecenderungan lebih besar untuk
terkena diabetes melitus, jennis kelamin, status perkawinan,
agama, diagnosa masuk, pendidikan dan pekerjaan,
pendapatan tinggi cenderung mempunyai pola hidup dan
pola makan yang salah. Penyakit diabetes juga banyak
dialami oleh orang yang pekerjaannya kurang aktifitas fisik.
b. Keluhan utama
Adanya kerusakan lapisan kulit, adanya rasa nyeri pada
luka, perdarahan pada luka, kemerahan pada luka,
hemaoma pada luka. Pada kondisi hiperglikemia,
penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing,
dehindrasi, suhu tubuh dan sakit kepala menjadi keluhan
yang dapat dirasakan. Pada kondisi hipoglikemia, tremor,
persipitasi, takikardia, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit
kepala, suuah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya
ingat, matirasa didaerah bibir, pelo, perubahan emosional
dan penurunan kesadaran.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : Gejala yang dominan
timbul adalah sering kencing, sering lapar, dan haus,
berat badan berlebih, biasanya penderita belum tahu kala
sudah menderita diabetes dan baru mengetahui setelah
memeriksakan diri di pelayanan kesehatan
42

2) Riwayat kesehatan terdahulu : adanya riwayat penyakit


diabetes melitus atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin, misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas
maupun tindakan medis yang pernah didapat maupun
obat – obatan yang biasa digunakan oleh pasien.
3) Riwayat kesehatan keluarga : dari genogram keluarga
biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita diabetes melitus atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya , defisiensi misalnya
hipertensi, jantung.
d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat
menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari
(-), kalus, claw toe, ulkus tergantung saat ditemukan (0-
5).

2) Pemeriksaan vaskuler
Test vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen
transkutaneus, ankle brankial index (ABI), absolute toe
systolic pressure.
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologis
Gas subkutan, benda asing, osteomyelitis
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah meliputi : GDS >200mg/dL, gula
darah puasa >120mg/dL dan jam post pradial
>200mg/dL.
43

b) Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.


Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict
(reduksi). Hasil dapat dilihat perubahan warna pada
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah
bata (++++).
c) Kultur pus untuk mengetahui jenis kuman pada luka
dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya, baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons pasien secara individu, keluarga, dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang difokuskan adalah
resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi ditandai dengan neuropati perifer ditandai
dengan kerusakan lapisan kulit.

3. Perencanaan keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016).
Selama membuat intervensi prioritas untuk
berkolaborasi dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain,
modifikasi asuhan keperawatan dan catat informasi yang
relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan pasien dan
penatalaksanaan medis.
44

Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah resiko gangguan


integritas kulit mengacu pada standar intervensi keperawatan
Indonesia mengenai aspek – aspek yang dapat diobservasi
meliputi, kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau
komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan
adalah sebagai berikut Perencanaan Keperawatan Pada
Pasien Diabetes Melitus dengan Resiko Gangguan Integritas
Kulit :

Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan


Keperawata
n
Resiko Setelah dilakukan Intervensi utama :
gangguan intervensi Perawatan kaki
integritas keperawatan selama 1. Monitor karakteristik kaki ( mis.
kulit b.d 3 x 24 jam, kondisi kulit dan kuku, bentuk
neuropati diharapkan resiko kaki, suhu kaki dll)
perifer gangguan integritas 2. Lakukan tes sensasi
ditandai kulit menurun monofilament
dengan dengan kriteria hasil : 3. Bersihkan kaki dengan air
kerusakan a. Tidak ada 4. Keringkan kaki dengan handuk
lapisan kulit kerusakan lapisan lembut

kulit 5. Potong kuku

b. Merasakan sensasi 6. Oleskan pelembab pada kaki

nyeri Intervensi pendukung :


Pendidikan kesehatan
c. Perdarahan tidak
1. Jelaskan tentang Diabetes
ada
melitus
d. Kemerahan tidak
2. Tujuan perawatan pada kaki
ada
3. Jelaskan akibat/bahaya yang
e. Memahami penkes
ditimbulkan jika tidak melakukan
yang disampaikan
perawatan kaki
4. Jelaskan pencegahan / upaya
45

untuk menghindari terjadinya luka


5. Anjurkan melakukan secara
mandiri perawatan kaki dirumah.

4. Pelaksanaan keperawatan

Implementasi atau pelaksanaan adalah proses


keperawatan di mana rencana diterapkan dalam tindakan.
Implementasi dari rencana membutuhkan suatu kombinasi dari
keterampilan berpikir kritis, keterampilan psikomotor, dan
keterampilan komunikasi (Bennita, 2013)

Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas


spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018). Intervensi keperawatan yang telah
direncanakan berdasarkan SIKI dilaksanakan pada tahap
implementasi keperawatan.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap kelima dari proses
keperawatan. Pada tahap evaluasi perawat membandingkan
hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan dan menilai apakah masalah yang terjadi
sudah teratasi sepenuhnya, hanya sebagian, atau bahkan
belum teratasi semua (Oda, 2013).
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang
pasien hadapi yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan
kriteria hasil. Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada
pasien diabetes melitus tipe II dengan gangguan integritas kulit

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) adalah :


a. Tidak ada kerusakan lapisan kulit
b. Merasakan sensasi nyeri
46

c. Perdarahan tidak ada


d. Kemerahan tidak ada
e. Kuku tidak panjang
f. Memahami Penkes yag diberikan.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian Kasus
a. Identitas Klien

Identitas Klien Klien 1


Nama Ny. I
Umur 66 tahun
Jenis Perempuan
kelamin Sasak
Suku Pekerjaan Ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir SD
Agama Islam
Status Perkawinan Kawin
Alamat Gunungsari
Tanggal MRS/ pukul 2 Agustus 2021/ 09:00
Tanggal pengkajian/ pukul 2 Agustus 2021/ 14.45
Diagnosa medis Hipoglikemia +, Diabetes
Mellitus+

b. Riwayat Penyakit
 Keluhan utama
Kulit kering
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 2 Agustus 2021 pukul 09:00 WIB
keluarga membawa Ny.I ke IGD RS karena mengalami
bengkak pada kaki kanan, kuku panjang, kulit kering,
sedikit bersisik dan sedikit mengelupas pada bagian
kaki, serta mual dan muntah sejak sudah 2 hari. Di IGD
didapatkan hasil pemeriksaan TD 180/110 mmHg, nadi
100x/menit, suhu 36,2°C, RR 26 x/i,

47
saturasi 89% . Klien tidak mengeluhkkan rasa gatal
pada kulit. Saat dilakukan penilaian untuk skrining ulkus
kaki didapatkan skor 15 tinggi
 Riwayat penyakit dahulu
Klien dan keluarga mengatakan 6 bulan yang lalu
pernah masuk rumah sakit di RS Kota karena DM yang
diderita selama 2 tahun dan ada riwayat ulkus kaki.
 Riwayat penyakit keluarga

: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Klien
: Pernikahan
: Tinggal bersama
: Keturunan

 Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan
maupun obat.
c. Pola Konsep Diri
1. Gambaran diri
Klien mengatakan bersyukur dengan anggota tubuhya
dari ujung kepala sampai kaki namun klien merasa
tidak nyaman saat tubuh mulai mengalami perubahan
seperti kulit kering dan terkelupas, kering yang terasa
kasar saat disentuh.
2. Peran diri
Klien mengatakan seorang ibu rumah tangga
3. Harga diri
Klien mengatakan semenjak sakit sudah tidak bekerja
lagi sehingga yang bekerja mengurus rumah adalah
anaknya. Klien merasa sedih karena dengan sakitnya
menambah biaya pengeluaran. Setelah sakit klien juga
mengalami perubahan pada kulit kering kusam dan
sempat bersisik sehingga klien merasa sedikit malu.
4. Hubungan social
Di rumah: Klien memiliki hubungan yang baik dengan
saudara, keluarga dan tetangga sekitar rumah.
Keluarganya selalu meluangkan waktu unuk berkunjung
dan membantu jika butuh bantuan
Di rumah sakit: Klien memiliki hubungan yang baik
dengan teman sekamar dan terutama pada tenaga
kesehatan klien sangat kooperatif saat dilakukan
tindakan
5. Spiritual
Di rumah: Klien beragama Islam dan rutin mengikuti
ibadah baik pengajian ataupun ke masjid
Di rumah sakit: Klien berdoa di atas tempat tidur untuk
diberikan kelancaran selama menjalani
pengobatan dan diberikan kesembuhan serta kekuatan
6. Kecemasan
Klien mengatakan pasrah akan penyakitnya dan bisa
menerima karena atas saran dari dokter agar tetap
melakuan perawatan kaki secara rutin di rumah.
d. Pola Kesehatan
1. Nutrisi
Di rumah: Klien makan 2-3x sehari tidak teratur hanya
menghabiskan setengah porsi sedang atau sekitar 5-7
sendok. Dalam sehari klien juga bisa minum kopi 4-6
gelas sedang sehari.
Di rumah sakit: Klien makan 3x sehari dengan diit nasi
tim rendah purin dan selama 2 hari hanya
menghabiskan sekiatr 4-6 sendok karena merasa mual.
Jenis makanan: nasi tim, tempe, tahu goreng dan tidak
mau ikan serta ayam. Klien minum air
2. Eliminasi
Di rumah: Klien BAB sekitar 1x sehari dengan
konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan dan berbau
khas BAB. BAK 3- 5x sehari dan berwarna kuning
keruh, bau khas urine.
Di rumah sakit: klien BAB 1x selama 3 hari setelah di
RS dengan konsistensi kuning kecoklatan, lunak dan
berbau khas BAB. Untuk BAK sekitar 4-6x sehari
3. Personal hygiene
Di rumah: klien mandi 2x sehari saat sore hari dengan
menggunakan sabun antibakteri yang mengandung
gliserin dan alkohol. Klien menggosok gigi 2x sehari dan
keramas 3x seminggu. Pola kebersihan diri dilakukan
secara mandiri.
Di rumah sakit: klien mandi 1x sehari dengan
diseka oleh
keluarga, dan menggosok gigi 1x sehari saat pagi.
4. Aktivitas
Di rumah: klien hanya beraktivitas ringan mengerjakan
pekerjaan rumah tangga banyak beristirahat karena
kondisi tubuh yang kurang sehat.
Di rumah sakit: klien hanya menghabiskan harinya
dengan berbaring di atas tempat tidur dan duduk karena
kondisi tubuh klien yang lemas
5. Istirahat tidur
Di rumah: klien selama 2 bulan terakhir tidur siang
sekitar ±1-2 jam. Dan saat malam hari 7-8 jam.
Di rumah sakit: klien selama di rumah sakit biasanya
tidur siang sekitar 1 jam dan saat malam hari 7-8 jam

e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : composmentis
GCS : E 4, V 5, M 6
TTV : TD: 140/70 mmHg
Suhu: 36 °C
Nadi: 83 x/i
RR: 20 x/i
Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala
Inspeksi: Klien memiliki bentuk kepala bulat, tidak
tampak massa dan lesi, kulit wajah tampak kering, kulit
kepala tampak bersih..
Palpasi: Tidak teraba massa
2. Mata
Inspeksi: Mata klien tampak simetris kiri dan kanan, tidak
tampak massa dan lesi.
Palpasi: Tidak teraba massa atau nyeri tekan
3. Telinga
Inspeksi: Kedua telinga klien tampak simetris kiri dan
kanan. Tidak ada pendarahan, tidak tampak massa dan
lesi.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan pada tragus, tidak
teraba massa
4. Hidung
Inspeksi: Tidak tampak massa atau lesi, tidak terdapat
pernapasan cuping hidung
Palpasi: Tidak teraba massa dan nyeri tekan pada sinus,
tidak ada dislokasi tulang hidung.
5. Bibir
Inspeksi: Bibir simetris kiri dan kanan, bibir tampak
kering.
6. Leher
Inspeksi: Tidak tampak deformitas pada trakea, tidak
tampak massa dan lesi, tampak agak kekuningan, tidak
tampak pembesaran pada vena jugularis dan kelenjar
limfe
Palpasi: Trakea tepat berada di tengah dan tidak teraba
deformitas, tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran
pada vena jugularis dan kelenjar limfe, kulit tidak terasa
kasar
7. Dada
Inspeks : tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
8. Abdomen
Inspeksi: Persebaran warna kulit tidak merata, kulit
tampak kering, tidak tampak massa atau lesi, tidak
tampak asites
Auskultasi: Bising usus 10 x/i
Perkusi: Tidak terasa adanya gelombang cairan,
terdengar timpani
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba adanya
massa
9. Ekstremitas
Atas:
Inspeksi: Tidak tampak massa dan lesi, tidak tampak
odem.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat piting
edema, turgor kulit kembali dalam 2 detik, tidak teraba
massa, kulit teraba kasar pada, CRT 2 detik
Bawah:
Inspeksi: Kulit tampak kering, sedikit mengelupas pada
area kaki kanan bagian bawah luar kuku tampak
panjang, tampak bekas luka bakar terkena air panas
pada kaki kanan sejak 1 tahun yang lalu, tampak
hiperpigmentasi, tidak tampak massa dan lesi, tidak
tampak deformitas, kedua kaki tampak simetris, tidak
tampak odem
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa,
tidak teraba deformitas, tidak terdapat pitting edema,
turgor kulit kembali dalam 2 detik, CRT 2 detik

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaa Tanggal Hasil Satua Nilai


n n Rujukan
Faal Ginjal
Ureum 04-03- H mg/Dl 18-55
2019 2
6
3
.
6
BUN (Pre HD) H mg/Dl 10.0-
1 20.0
2
3
.
2
Kreatinin H mg/Dl < 1.20
1
3
.
0
7
Ureu 04-03- H 126.4 mg/d 18-55
m 2019 H 59.1 L 10.0-
BUN (Post H 5.68 mg/d 20.0
Kreatinin HD) L < 1.20
mg/Dl
Ureu 07-03- 45.0 mg/d 18-55
m 2019 H L 10.0-
BUN (Post 21.0 mg/d 20.0
Kreatinin HD) H L < 1.20
2.53 mg/Dl
Elektrolit
SE
Natrium (Na) 04-03- 136 mEq/L 135-145
Kalium (K) 2019 5.29 mEq/L 3.50-
5.50
Klorida (Cl 98 mEq/L 94-110
Hematologi
Darah
Lengkap
Jumlah 6.96 10^3/µ 4.0-11.0
Leukosit L
Jumah L 10^6/µ 4.50-
Eritrosit L 5.50
2
.
5
5
Hemoglobin L7.4 g/Dl 13.0-
17.0
Hematokrit L % 40.0-
50.0
2
1
.
1
MCV 82.7 Fl 82.0-
92.0
MCH 29.0 Pg 27.0-
31.0
MCHC 35.1 g/Dl 32.0-
37.0
Jumlah 04-03- 168 10^3/ 150-400
Trombosit 2019 44 µL 35-47
RDW-SD Fl
RDW-CV H % 11.5-
14.5
1
4
.
6
PDW 11.2 Fl 9.0-13.0
MPV 10.4 Fl 7.2-11.1
P-LCR H % 15.0-
25.0
2
8
.
5
PCT 0.180 % 0.150-
0.400
Hitung Jeis
Neutrofil H % 50-70

8
3
.
7
Limfosit L 9.9 % 20-40

g. Terapi obat
Nama obat dan Rute Fung
Dosis Pemberian si
Ns 10 tetes/ menit IV Cairan ini untuk mengganti
elektrolit dan cairan yang sudah
hilang, mengganti cairan saat
diare, menjaga cairan ekstra
seluler dan elektrolit serta
membuat peningkatan pada
metabolit nitrogen berupa ureum
dan kreatinin pada penyakit ginjal
Furosemide 3 x 2 IV Obat ini digunakan untuk
amp membuang cairan atau garam
berlebih di dalam tubuh melalui
urine dan meredakan
pembenngkakan yang
disebabkan oleh gagal jantung,
penyakit
hati, penyakit ginjal atau kondisi
terkait.
Ondansentron 3 x IV Obat yang digunakan untuk
4 mg mencegah serta mengobati mual
dan muntah
Ranitidin 3 x 50 IV Obat untuk mencegah dan
mg mengatasi mual
Muntah
Valsartan 1 x 160 PO Obat untuk mengatasi hipertensi
mg dan gagal jantung serta untuk
melindungi jantung pasien yang
baru mengalami serangan

1. Analisa Data
Analisa Data Etiologi Masalah
Ds : Respon integumen Resiko
 Klien pada jaringan kulit gangguan
mengatakan integritas kulit
bengkak pada
kaki kanan serta Hiperpigmentasi
mual dan , kulit kering
muntah sejak
sudah 2 hari.
 Klien tidak
Resiko gangguan
mengeluhkkan
integritas kulit
rasa gatal pada
kulit.
Do :
 Tampak kuku
panjang, kulit
kering, sedikit
bersisik dan
sedikit
mengelupas
pada bagian
kaki
 TD 180/110
mmHg nadi
100x/menit suhu
36,2°C
RR 26 x/i
Saturasi 89% .
 Saat dilakukan
penilaian untuk
skrining ulkus
kaki didapatkan
skor 15 tinggi
-

B. Diagnose Kaus
Resiko gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer ditandai
dengan kerusakan lapisan kulit
C. Intervensi Kasus

Diagnosa Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan


Keperawata
n
Resiko Setelah dilakukan Intervensi utama :
gangguan intervensi Perawatan kaki
integritas keperawatan selama 1) Monitor karakteristik kaki ( mis.
kulit b.d 3 x 24 jam, kondisi kulit dan kuku, bentuk kaki,
neuropati diharapkan resiko suhu kaki dll)
perifer gangguan integritas 2) Lakukan tes sensasi monofilament
ditandai kulit menurun 3) Bersihkan kaki dengan air
dengan dengan kriteria hasil : 4) Keringkan kaki dengan handuk
kerusakan a. Tidak ada lembut
lapisan kulit kerusakan lapisan 5) Potong kuku
kulit 6) Oleskan pelembab pada kaki
b. Merasakan sensasi Intervensi pendukung :
monofilamen Pendidikan kesehatan
c. Perdarahan tidak 1) Jelaskan tentang Diabetes melitus
ada 2) Tujuan perawatan pada kaki
d. Kemerahan tidak 3) Jelaskan akibat/bahaya yang
ada ditimbulkan jika tidak melakukan
e. Kuku tidak panjang perawatan kaki
f. Memahami penkes 4) Jelaskan pencegahan / upaya
yang disampaikan untuk menghindari terjadinya luka
5) Anjurkan melakukan secara
mandiri perawatan kaki dirumah.

D. Implementasi Kasus

Dx Hari/tanggal Jam Intervensi


Resiko Rabu 16:00 1) Menjelaskan tentang
gangguan 5/8/21 Diabetes melitus
integritas kulit 2) Menjelaskan tujuan
b.d neuropati perawatan pada kaki
perifer 3) Menjelaskan
ditandai akibat/bahaya yang
dengan ditimbulkan jika tidak
kerusakan melakukan perawatan kaki
lapisan kulit 4) Menjelaskan pencegahan /
upaya untuk menghindari
terjadinya luka
5) Menganjurkan melakukan
secara mandiri perawatan
kaki dirumah.
Kamis 16:00 1) Monitor karakteristik kaki
6/8/21 ( mis. kondisi kulit dan kuku,
bentuk kaki, suhu kaki dll)
2) Lakukan tes sensasi
monofilament
3) Bersihkan kaki dengan air
4) Keringkan kaki dengan
handuk lembut
5) Memotong kuku
6) Oleskan pelembab pada
kaki

Jumat 16:00 1) Monitor karakteristik kaki


7/8/21 ( mis. kondisi kulit dan
kuku, bentuk kaki, suhu
kaki dll)
2) Lakukan tes sensasi
monofilament
3) Bersihkan kaki dengan air
4) Keringkan kaki dengan
handuk lembut
5) Oleskan pelembab pada
kaki

E. Evaluasi Kasus

Rabu 5/8/21 Kamis 6/8/21 Jumat 7/8/21


S : S : S :
 Pasien mengatakan  Pasien mengatakan  Pasien mengatakan
memahami tentang telah melakukan telah melakukan
Diabetes mellitus, perawatan kaki perawatan kaki yaitu
tujuan perawatan yaitu dengan dengan mencuci kaki
pada kaki, mencuci kaki dengan asbun,
akibat/bahaya yang dengan asbun, mengeringkan dengan
ditimbulkan jika mengeringkan handuk lembut serta
tidak melakukan dengan handuk memberikan pelembab
perawatan kaki, lembut serta pada kaki dilakukan
cara pencegahan / memberikan setiap hari pada pagi
upaya untuk pelembab pada kaki dan sore hari
menghindari  Pasien mengatakan  Pasien mengatakan
terjadinya luka dan masih merasakan kakinya terasa lembab
melakukan secara kering di kedua
mandiri perawatan kakinya O:
kaki dirumah.  Tampak kulit tidak
O: O : kering pada kedua kaki
 Pasien tampak  Tampak kulit kering  Hasil monofilament
memahami dan pada kedua kaki merasakan tes sensasi
dapat  Hasil monofilament pada 7 titik
mengaplikasikan merasakan tes  Tampak kuku tidak
apa yang telah sensasi pada 5 titik panjang
dijelaskan  Tampak kuku masih  Tidak adanya
A : intervensi teratasi terlihat panjang kemerahan disekitar
P : Intervensi  Tidak adanya kulit dan perdarahan di
dihentikan kemerahan area kulit yang sudah
disekitar kulit yang mengelupas
mengelupas  Tidak terdapat
A : intervensi teratasi kerusakan integritas
P : Intervensi kulit yang akan menjadi
dihentikan ulkus
A : intervensi teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada Ny. I sesuai
dengan teori yang telah di jabarkan tersebut di atas dengan
menggunakan format pengkajian keperawatan menurut Gordon
(2011) dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
dan juga menggali informasi dari pengalaman anggota keluarga
untuk memenuhi data dan informasi yang diperlukan dalam proses
asuhan keperawatan. Berdasarkan anamnesa Ny. I mengatakan
bengkak pada kaki kanan serta mual dan muntah sejak sudah 2
hari, klien tidak mengeluhkkan rasa gatal pada kulit. Tampak kuku
panjang, kulit kering, sedikit bersisik dan sedikit mengelupas pada
bagian kaki sesuai dengan teori kulit tanpa ulserasi dengan satu
61
atau lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan
komponen primer penyebab ulkus, kondisi kulit yaitu kulit kering
dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi
hipertropik dan anastesi) hal tersebut dikarenakan gangguan
otonom menyebabkan bagian kaki mengalami penurunan eksresi
keringat sehingga kaki menjadi kering dan mudah retak. Saat
terjadi mikro trauma keadaan kaki yang mudah retak
meningkatkan risiko ulkus diabetikum (Roza, 2015). Artinya
sebagian besar responden memiliki peluang terjadinya ulkus yang
diakibatkan karena kondisi kulit yang kering serta adanya infeksi
pada kaki.
TTV :
 TD 180/110 mmHg
 nadi 100x/menit suhu 36,2°C
 RR 26 x/i
 Saturasi 89% .
Saat dilakukan penilaian untuk skrining ulkus kaki
didapatkan skor 15 tinggi Selain itu Ny. I mengatakan kram pada

62
63

pergelangan kaki. Hal ini sesuai pernyataan bahwa gejala lain


yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM.
B. Diagnosa

Dari hasil pengkajian pada klien dapat ditegakkan diagnosa


yaitu gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati
perifer. Menurut teori neuropati pada pasien diabetes melitus
dimanifestasikan pada komponen motorik, autonomik dan sensorik
sistem saraf. Kerusakan innervasi sistem saraf pada otot-otot kaki
menyebabkan ketidakseimbangan antara fleksi dan ekstensi kaki
yang dipengaruhi. Hal ini mengakibatkan deformitas anatomi kaki
dan menimbulkan penonjolan tulang yang abnormal dan
penekanan pada satu titik, yang akhirnya menyebabkan
kerusakan kulit dan ulserasi.
Neuropati otonomik menyebabkan penyusutan fungsi
kelenjar minyak dan kelenjar keringat. Sebagai akibatnya, kaki
kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan permukaan
kulit dan menjadi kering dan meningkatkan kemungkinan untuk
robek/luka dan menjadi penyebab perkembangan infeksi.
C. Intevensi
Intervensi utama :
Perawatan kaki
1) Monitor karakteristik kaki ( mis. kondisi kulit dan kuku, bentuk
kaki, suhu kaki dll)
2) Lakukan tes sensasi monofilament
3) Bersihkan kaki dengan air
4) Keringkan kaki dengan handuk lembut
5) Oleskan pelembab pada kaki
6) Potong kuku jika panjang
Intervensi pendukung :
Pendidikan kesehatan
1) Jelaskan tentang Diabetes melitus
2) Tujuan perawatan pada kaki
64

3) Jelaskan akibat/bahaya yang ditimbulkan jika tidak melakukan


perawatan kaki
4) Jelaskan pencegahan / upaya untuk menghindari terjadinya
luka
Anjurkan melakukan secara mandiri perawatan kaki dirumah

Sesuai dengan teori yang ada elemen dalam perawatan


kaki antara lain yaitu,
 Perawatan kulit kaki ( Mencuci kaki)
 Pemberian pelembab kaki

 Memotong kuku kaki dengan benar

 Pemakaian alas kaki yang tepat

 Pertolongan pada cedera kaki

Penderita diabetes melitus wajib secara rutin


membersihkan kakinya dan setelah itu harus mengeringkan
kakinya dengan hati-hati, mengeringkannya dengan menggunakan
handuk yang lembut terutama pada daerah sela-sela jari. Suhu
harus dibawah 37 derajat celcius ketika membersihkan kaki.
(Bakker et al, 2012 ; Tambunan & Gultom, 2015).
Elemen selanjutnya setelah mencuci kaki yaitu pasien
harus tetap menjaga kelembaban kulit kaki dengan mengoleskan
lotion atau pelembab ke seluruh bagian kaki kecuali sela-sela.
Memberikan pelembab atau lotion pada daerah kaki bermanfaat
untuk mencegah kulit kaki agar tidak kering dan pecah-pecah
(Gultom, 2015).
Semua penderita diabetes melitus harus selalu
memperhatikan tata cara pemotongan kuku kaki dengan benar.
Dengan cara menggunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk
normal jari kaki, jangan terlalu pendek atau terlalu nempel dengan
kulit, kemudian kikir kuku kaki agar tidak tajam setiap dua hari
sekali. Hal ini bermanfaat untuk menghindari terjadinya luka pada
65

jaringan sekitar kuku


Interevnsi pendukung pemberian pendidikan kesehatan
sangat penting karena Tingkat Pendidikan berkaitan dengan
kemampuan seseorang dalam melakukan perubahan perilaku
sehat. Semakin tinggi tingkat Pendidikan seseorang maka perilaku
kesehatan lebih mengarah terhadap kemampuan perilaku
kesehatan yang positif. Pendidikan kesehatan mengenai
perawatan kaki secara mandiri perlu diberikan sejak dini kepada
pasien yang menderita diabetes melitus sebagai upaya dalam
pencegahan komplikasi kronik ulkus kaki diabetik.
D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan megacu pada intervensi yang
telah disusun yaitu perawatan kaki dan intervensi pendukung
pendidikan kesehatan.
Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan melalui rencana asuhan
keperawatan dalam bentuk intervensi (Asmadi, 2008).
Implementasi adalah tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan ini mencangkup tindakan mandiri
dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2011).
E. Evaluasi
Pada klien dihari perawatan saat diberikan pendidikan
kesehatan mengenai perawatan kaki, klien mampu memahami
tentang pengertian Diabetes mellitus, tujuan perawatan pada kaki,
akibat/bahaya yang ditimbulkan jika tidak melakukan perawatan
kaki, cara pencegahan / upaya untuk menghindari terjadinya luka
dan melakukan secara mandiri perawatan kaki dirumah. Faktor
penyebab dari masalah pada kulit dan mampu menunjukan cara
perawatan kulit yaitu mencucui kaki, mengeringgkan kaki dengan
handuk lembut, pemberian pelembab seerta memotong kuku jika
panjang. Di hari perawatan kedua klien mampu melakukan
perawatan kaki dengan benar. Di hari perawatan ketiga klien
66

dilakukan perawatan kaki dan didapatkan tampak kulit tidak kering


pada kedua kaki, hasil monofilament merasakan tes sensasi pada 7
titik, tampak kuku tidak panjang, idak adanya kemerahan disekitar
kulit dan perdarahan di area kulit yang sudah mengelupas, tidak
terdapat kerusakan integritas kulit yang akan menjadi ulkus.
Untuk mencapai tujuan yang sudah disesuaikan dengan
kriteria hasil selama tahap perencanaan yang dapat dlihat melalui
kemampuan klien untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2012).
Kriteria hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi
keperawatan pada saat evaluasi menurut Ackley & Ladwiq (2017),
Black & Hawks (2014), dan Muttaqin & Sari (2014), yaitu Tidak ada
kerusakan lapisan kulit , merasakan sensasi nyeri, Perdarahan tidak
ada, kemerahan tidak ada, kuku tidak panjang, memahami Penkes
yag diberikan.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus dengan
tindakan perawatan kaki untuk mengatasi resiko ulkus kaki diabetik
selama 3x24 jam. Dengan masalah resiko gangguan integritas kulit
tidak terjadi dengan tercapainya kriteria hasil yang telah ditetapkan
yaitu tidak ada kerusakan lapisan kulit , merasakan sensasi nyeri,
Perdarahan tidak ada, kemerahan tidak ada, kuku tidak panjang,
memahami Penkes yag diberikan.
B. SARAN
1. Bagi Responden
Disarankan kepada responden untuk menjadikan foot care
sebagai rutinitas kegiatan harian.
2. Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes Mataram
Disarankan penelitian ini dapat menambah informasi dan
dijadikan salah satu referensi yang berguna bagi mahasiswa
yang ingin mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Diabetes Melitus Dengan Tindakan Perawatan Kaki Untuk
Mengatasi Resiko Ulkus Kaki Diabetik.

67
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetic Assosiation (ADA). (2013). Diagnosis And


Classification Of Diabetic Mellitus. Diabetes Care, 36:67-74.

Arifah, N. (2018). Pengaruh Program Training Foot Care Terhadap


Perilaku Perawatan Kaki Diabetes Melitus Anggota Prolanis
Puskesmas Kasihan Ii.

Arianti, Yetti, K., & Nasution, Y. (2015). Hubungan Antara Perawatan Kaki
dengan Risiko Ulkus Kaki Diabetes di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Muhammadiyah Journal of Nursing,
2008, 9–18.
Boulton, A.J.M., Kirsner, R.S., Vileikyte, L. (2004). Neuropathic Diabetic
foot ulcers.NEJM. 351: 48-55

Canadian Association of Wound Care. 2004. 60 Second Diabetic Foot


Screen Screening Tool.

Dafianto, R. (2016). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Risiko


Ulkus Kaki Diabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember.

Derek, M., Rottie, J., & Kallo, V. (2017). Hubungan Tingkat Stres Dengan
Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii Di Rumah
Sakit Pancaran Kasih Gmim Manado. Jurnal Keperawatan
UNSRAT, 5(1), 105312.

Dewi, A. 2007. Hubungan Aspek–Aspek Perawatan Kaki Diabetes


Dengan Kejadian Ulkus Kaki Diabetes Pada Pasien Diabetes
Mellitus. Jurnal Mutiara Medika. Vol. 7 No. 1:13-12.

Dramawan, A. (2017). Perawatan Kaki Dan Risiko Ulkus Pada Pasien


Diabetes Mellitus. Keperawatan, 1(1), 99–117.
Hastuti, R. T. (2008). Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes Mellitus. Tesis, 1–167.
Indonesia, U., & Diani, N. (2013). Pengetahuan Dan Praktik Perawatan
Kaki Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kalimantan Selatan
Tesis.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Profil Kesehatan


Indonesia 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

KEMENKES RI. (2019). Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pusat Data
Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 1–8.

Mahfud, M. U. (2012). Hubungan Perawatan Kaki Pasien Diabetes Melitus


Tipe 2 Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Di RSUD Dr. Moewardi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 5.
May, K. (2008).Preventing Foot Ulcers. Aust Prescr, 31:94-6.

Nugroho, K. P. A., Kurniasari, R. R. M. D., & Noviani, T. (2019). Gambaran


Pola Makan Sebagai Penyebab Kejadian Penyakit Tidak Menular
(Diabetes Mellitus, Obesitas, Dan Hipertensi) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cebongan, Kota Salatiga. Jurnal Kesehatan Kusuma
Husada, 15–23. Https://Doi.Org/10.34035/Jk.V10i1.324

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Keperawatan Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2016. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2017). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan


Praktis Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Oktorina, R., Wahyuni, A., & Harahap, E. Y. (2019). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus Diabetikum
Pada Penderita Diabetes Mellitus. Real In Nursing Journal, 2(3),
108. Https://Doi.Org/10.32883/Rnj.V2i3.570

Pencegahan, P. D. A. N., & Indonesia, D. I. (2015). Pengelolaan Dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015.

Purwanti, L. E., & Maghfirah, S. (2016). Faktor Risiko Komplikasi Kronis


(Kaki Diabetik) Dalam Diabetes Mellitus Tipe 2 Lina Ema
Purwanti*, Sholihatul Maghfirah*. 7(1), 26–39.

Mahfud, M. U. (2012). Hubungan Perawatan Kaki Pasien Diabetes Melitus


Tipe 2 Dengan Kejadian Ulkus Diabetik Di RSUD Dr. Moewardi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 5.
Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS).
Journal Of Physics A: Mathematical And Theoretical, 44(8), 1–200.
Https://Doi.Org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia


Press
Setiadi, 2007. Konsepdan Penulisan Riset Keperawatan. Cetakan
Pertama. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Sugiarto. 2001. Teknik Sampling. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Alfabeta, cv.


Bandung.

Tambunan, M. 2011. Perawatan Kaki Diabetes, Dalam : Soegondo, S.,


Soewondo,P., Subekti, I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tarwoto, Ns, S. Kep. M. K. Dk. (2011). Keperawatan Medikal Bedah


Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:Team.

Anda mungkin juga menyukai