OLEH :
ANGGRIANI PUSPITA AYU
(P07120421002N)
Assalamu’alaikum Wr. Wb
wassalamu’alaikum wr. Wb
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................6
C. Tujuan Penelitian........................................................................6
D. Manfaat Penelitian.......................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................8
A. Konsep Teori...............................................................................8
B. Konsep Askep...........................................................................39
BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................45
A. Pengkajian Kasus.......................................................................45
B. Diagnose Kaus..........................................................................55
C. Intervensi Kasus.......................................................................55
D. Implementasi Kasus.................................................................56
E. Evaluasi Kasus..........................................................................57
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................59
A. Pengkajian.................................................................................59
B. Diagnosa....................................................................................60
C. Intevensi.....................................................................................60
D. Implementasi.............................................................................62
E. Evaluasi......................................................................................62
BAB V PENUTUP......................................................................................63
A. KESIMPULAN............................................................................64
B. SARAN........................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................65
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat
berpengaruh terhadap kualitas hidup penderitanya. Hal ini turut
dipengaruhi dengan berbagai komplikasi yang ditimbulkan. Salah
satu komplikasi yang terjadi akibat diabetes melitus adalah ulkus
kaki diabetik, dimana kondisi ini jika berlangsung lama dan tidak
dilakukan penatalaksanaan dengan baik, luka akan menjadi
terinfeksi bahkan mengakibatkan amputasi ekstremitas bagian
bawah (WHO, 2016).
Menurut World Health Organization (2017), penderita
diabetes melitus mencapai 171,2 juta orang dan tahun 2030
diperkirakan 366,2 juta orang atau naik sebesar 114% dalam kurun
waktu 30 tahun (Purwanti & Maghfirah, 2016). Data International
Diabetes Federation (IDF) 2017 memprediksi kejadian diabetes
melitus akan meningkat drastis pada tahun 2045 sekitar 629 juta
terdapat pada region South East Asia dan Africa dengan masing-
masing prevalensi meningkat dari 2017 hingga 2045 sebanyak 84%
dan 156%. Selain data tersebut, IDF Diabetes Atlas juga
menunjukan 10 negara yang memiliki jumlah diabetes melitus
terbesar di dunia. Indonesia berada pada peringkat ke-6 setelah
Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko dengan
penyandang DM usia 20-79 Indnesia diperkirakan 10,3 juta (IDF,
2017).
Prevalensi gangren diabetik berkisar antara 2% - 10%
diantara pasien diabetes melitus. Diperkirakan 15 % dari pasein
diabetes melitus berisiko mengalami gangren diabetik pada
beberapa waktu selama perjalanan penyakit diabetes melitus. Tiap
individu dengan gangren diabetik beresiko untuk mengalami
4
amputasi ekstermitas bawah dibandingan dengan individu yang
tidak
5
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui tindakan perawatan kaki terhadap pencegahan
resiko ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes melitus.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menambah tinjauan teoritis sebagai ilmu
keperawatan tentang penyakit diabetes mellitus dan
penanganan yang cermat sebelum terjadinya kejadian ulkus
kaki diabetik pada pasien diabetes melitus dalam melakukan
perawatan kaki.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Responden
Menambah wawasan serta keterampilan dalam melakukan
perawatan kaki sebagai penanganan yang cermat sebelum
terjadinya ulkus kaki diabetik.
b. Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes Mataram
Dapat menambah informasi refrensi dan sebagai masukan
yang berguna atau bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien diabetes
mellitus dengan tindakan perawatan kaki untuk mencegah
ulkus kaki diabetik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Diabetes Melitus
a. Definisi
Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya
pancuran atau curahan, sedangkan melitus atau mellitus
adalah curahan cairan dari tubuh yang banyak mengandung
gula, yang di maksud dalam hal ini adalah kencing. Dengan
demikian, definisi diabetes melitus secara umum adalah
suatu keadaan yakni tubuh tidak dapat memanfaatkan
secara optimal insulin yang dihasilkan. Dalam hal ini, terjadi
lonjakan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes
melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh(Nugroho et al., 2019).
Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan
metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa
darah (Hiperglikemi), disebabkan karena ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya
glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme
dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin
menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan
menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel
menjadi kekurangan glukosa yang sangat di butuhkan dalam
kelangsungan dan fungsi sel(Derek et al., 2017).
b. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus dapat dikategorikan
sebagai berikut (Arifah, 2018):
9
10
1) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau
anak, dan terjadi karena kerusakan sel β (beta).
Canadian Diabetes Association (CDA) 2013 juga
menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga
karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak
diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap
ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2.
2) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa.
Seringkali diabetes tipe 2 di diagnosis beberapa tahun
setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga
tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di
seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan
dan kurangnya aktivitas fisik..
3) Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes
yang didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dengan
ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di
atas normal). Wanita dengan diabetes gestational
memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan
dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2
yang lebih tinggi di masa depan.
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe lain khusus merupakan diabetes
yang terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas
yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga
mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin
secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.
11
c. Etiologi
Etiologi Diabetus melitus adalah (Arifah, 2018) :
1) Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe
I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya [ CITATION Eli09 \l
1033 ].
b) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya
suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing [ CITATION Eli09 \l 1033 ].
2) Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Menurut [ CITATION Eli09 \l 1033 ] secara pasti penyebab
dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes
Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya DM
tipe II :
12
a) Usia
Semakin mengalami peningkatan usia, umumnya
seseorang mengalami perubahan fisiologis, maka
terjadi penurunan sekresi insulin dan retensi insulin
yang mengakibatkan glukosa di dalam darah tidak
dapat terkontrol (ADA, 2013).
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin perempuan memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena DM tipe 2 daripada laki-laki
dikarenakan perempuan kurang memahami
pentingnya berolahraga (Laniwaty, 2009).
c) Obesitas
Pada penderita obesitas, insulin yang dihasilkan oleh
pankreas terganggu oleh komplikasi-komplikasi
obesitas sehingga tidak dapat bekerja maksimal untuk
membantu sel-sel menyerap glukosa. Karena kerja
insulin menjadi tidak efektif maka pankreas terus
berusaha untuk menghasilkan insulin lebih banyak
yang akibatnya kemampuan pankreas semakin
berkurang untuk menghasilkan insulin [ CITATION Eli09 \l
1033 ].
d) Riwayat keluarga
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
13
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam
pemeriksaan diabetes melitus menurut [ CITATION Joh14 \l
1033 ] adalah sebagai berikut:
1) Glukosa Urine
Secara umum jumlah glukosa yang dikeluarkan
melalui urine orang sukar dihitung, sedangkan pada
kasus diabetes, glukosa yang dilepasakan jumlahnya
dapat sedikit sampai banyak sekali, sesuai dengan
berat penyakitnya dan asupan karbohidratnya
2) Kadar Glukosa darah puasa dan kadar insulin
Kadar glukosa darah puasa pada saat pagi hari,
normalnya adalah 80 sampai 90mg/100 ml dan
110mg/100 ml dipertimbangkan sebagai batas atas
kadar glukosa normal. Kadar glukosa darah puasa
diatas nilai ini, sering kali menunjukan adanya
penyakit diabetes melitus atau setidaknya resistensi
insulin.
3) Tes Toleransi Insulin
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam
kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
g. Komplikasi
Menurut Riyadi (2008) komplikasi diabetes melitus adalah:
1) Komplikasi yang bersifat akut
18
a) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian
obat-obat diabetik yang melebihi dosis yang
dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa
dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar
difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.
b) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan
mengakibatkan sel mencari sumber alternatif untuk
dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada
glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel.
Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu
pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan
yang dapat mengakibatkan asidosis.
c) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi
cairan intrasel dan ekstrasel karena banyak
diekskresi lewat urin.
2) Komplikasi yang bersifat kronik
a) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah
besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah
tepi, pembuluh darah otak.
b) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah
kecil, retinopati diabetika, nefropati diabetik.
Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskulr
pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan
komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan
glomerulus penyakit ginjal dapat berkembang dari
proteinuria ringan ke ginjal. Retinopati adanya
perubahan dalam retina karena penurunan protein
dalan retina. Perubahan ini dapat berakibat
gangguan dalam penglihatan.
19
c) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan
perubahan metabolik mengakibatkan fingsi sensorik
dan motorik saraf menurun kehilangan sensori
mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
d) Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis,
dan infeksi saluran kemih.
e) Ulkus diabetik
Perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati menyebabkan perubahan pada
ekstermitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi
gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren,
penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf
sensorik dapat menunjang terjadi trauma atau tidak
terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.
h. Penatalaksanaan
Mellitus Menurut [ CITATION Soe15 \l 1033 ]
penatalaksanaan diabetes melitus dimulai dengan
menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan
aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau
suntikan. Penatalaksanaan pada pasien Diabetes melitus
terdiri dari 5 pilar utama yaitu edukasi, terapi nutrisi, jasmani,
farmakologis dan Monitoring [ CITATION Per15 \l 1033 ].
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
Diabetes Mellitus secara holistik. Materi edukasi terdiri
dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi
tingkat lanjutan
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
20
3) Jenis kelamin
Klien diebetes yang berjenis kelamin perempuan
biasanya lebih menunjukkan perilaku self care diabetes
lebih baik dibandingkan laki – laki. Perempuan akan lebih
peduli untuk melakukan perawatan mandiri terhadap
penyakit yang dialaminya (Tommey & Alligood, 2006).
4) Pendidikan
Tingkat Pendidikan berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam melakukan perubahan perilaku sehat.
Semakin tinggi tingkat Pendidikan seseorang maka perilaku
kesehatan lebih mengarah terhadap kemampuan perilaku
kesehatan yang positif. Pendidikan kesehatan mengenai
perawatan kaki secara mandiri perlu diberikan sejak dini
kepada pasien yang menderita diabetes melitus sebagai
upaya dalam pencegahan komplikasi kronik ulkus kaki
diabetik.
5) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan faktor penentu penting dari
kesehatan. Jenis pekerjaan seseorang dan kondisi kerja
yang dilakukan akan mempengaruhi kesehatan seseorang
karna pekerjaan seseorang dapat mencerminkan sedikit
banyaknya informasi yang diterima (Arianti, 2009).
6) Penyuluhan
Perawatan kaki pasien diabetes melitus dipengaruhi
oleh keterpaparan inormasi yang didapatnya dari
penyuluhan. Ekore et al (2010) kurangnya pendidikan atau
penyuluhan tentang perawatan kaki disebabkan karena
responden belum pernah mendapatkan penyuluhan
khususnya perawatan kaki dirumah sakit pada saat berobat,
29
a. Definisi
Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian
(partial thickness) atau keseluruhan (full thickness) pada kulit
yang dapat meluas ke jaringan dibawah kulit, tendon, otot,
tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit Diabetes melitus, kondisi ini timbul
sebagai akibat terjadinya peningkatan kadar gula darah yang
tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung lama dan tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan baik, luka akan menjadi terinfeksi
bahkan mengakibatkan gangren dan amputasi ekstremitas
bagian bawah (Parmet, 2005; Frykberg, et al, 2006).
b. Etiologi
Etiologi ulkus kaki diabetik biasanya memiliki banyak
komponen meliputi neuropati sensori perifer, trauma,
deformitas, iskemia, pembentukan kalus, infeksi dan
edema (Oguejiofor, Oli, & Odenigbo, 2009; Benbow, 2009).
Sedangkan menurut Oguejiofor, Oli, dan Odenigbo
(2009) selain disebabkan oleh neuropati perifer ( sensorik,
motorik, otonomik) dan penyakit pembuluh darah perifer
(makro dan mikro angiopati). Faktor lain yang berkontribusi
terhadap kejadian ulkus kaki adalah deformitas kaki (yang
dihubungkan dengan peningkatan tekanan pada plantar),
gender laki-laki, usia tua, kontrol gula darah yang buruk,
hiperglikemia yang berkepanjangan dan kurangnya
perawatan kaki.
c. Patofisiologi
Neuropati pada pasien diabetes melitus
dimanifestasikan pada komponen motorik, autonomik dan
sensorik sistem saraf. Kerusakan innervasi sistem saraf
pada otot-otot kaki menyebabkan ketidakseimbangan
antara fleksi dan ekstensi kaki yang dipengaruhi. Hal ini
mengakibatkan deformitas anatomi kaki dan menimbulkan
31
e) Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren
pada satu jari atau lebih, gangren dapat pula terjadi
pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada
ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah
satu dari dua cara, yaitu gangren menyebabkan
insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin
terdapat suatu area focal dari nekrosis yang apabila
tidak dikoreksi akan menimbulkan peningkatan
kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi
atau peradangan yang terus-menerus. Derajat V
ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-
gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai
bawah.
e. Faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik
Menurut Hastuti (2008), Purwanti (2013), dan Ferawati
(2014), menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus dapat
mengalami ulkus diabetik apabila memiliki faktor resiko
antara lain:
34
1) Usia
Pada usia tua pada usia ≥45 tahun, kejadian kaki
diabetik sangat tinggi pada usia ini fungsi tubuh secara
fisiologis menurun karena proses aging terjadi sehingga
penurunan sekresi atau resistensi insulin dan
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal serta
menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin
yang mengakibatkan timbulnya makroangiopati, yang
akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah yang
salah satunya pembuluh darah besar atau sedang pada
tungkai yang lebih mudah untuk terjadinya kaki
diabetik.
2) Jenis kelamin
Review dalam penelitian disebutkan bahwa
prevalensi diabetes melitus diantara pria dan wanita,
namun sedikit lebih tinggi pada pria yang berusia
kurang dari 60 tahun dan wanita pada usia yang lebih
tua. Penyebab perbedaan prevalensi kaki diabetik
diantara pria dan wanita dalam penelitian lainnya
antara lain dapat disebabkan oleh beberapa alasan
yaitu: faktor hormonal (adanya hormon estrogen pada
wanita yang dapat mencegah komplikasi vaskuler yang
berkurang seiring bertambahnya usia), perbedaan
kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok dan
konsumsi alkohol pada laki-laki.
3) Lama menderita diabetes mellitus
Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita
diabetes melitus yang telah menderita 10 tahun atau
lebih dengan kadar glukosa darah tidak terkendali yang
menyebabkan munculnya komplikasi yang
35
B. Konsep Askep
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah salah satu komponen dari
proses keperawatan, yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh
perawat dalam menggali permasalahan yang meliputi usaha
41
2) Pemeriksaan vaskuler
Test vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen
transkutaneus, ankle brankial index (ABI), absolute toe
systolic pressure.
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologis
Gas subkutan, benda asing, osteomyelitis
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah meliputi : GDS >200mg/dL, gula
darah puasa >120mg/dL dan jam post pradial
>200mg/dL.
43
3. Perencanaan keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2016).
Selama membuat intervensi prioritas untuk
berkolaborasi dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain,
modifikasi asuhan keperawatan dan catat informasi yang
relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan pasien dan
penatalaksanaan medis.
44
4. Pelaksanaan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap kelima dari proses
keperawatan. Pada tahap evaluasi perawat membandingkan
hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang
sudah ditetapkan dan menilai apakah masalah yang terjadi
sudah teratasi sepenuhnya, hanya sebagian, atau bahkan
belum teratasi semua (Oda, 2013).
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang
pasien hadapi yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan
kriteria hasil. Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada
pasien diabetes melitus tipe II dengan gangguan integritas kulit
b. Riwayat Penyakit
Keluhan utama
Kulit kering
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 2 Agustus 2021 pukul 09:00 WIB
keluarga membawa Ny.I ke IGD RS karena mengalami
bengkak pada kaki kanan, kuku panjang, kulit kering,
sedikit bersisik dan sedikit mengelupas pada bagian
kaki, serta mual dan muntah sejak sudah 2 hari. Di IGD
didapatkan hasil pemeriksaan TD 180/110 mmHg, nadi
100x/menit, suhu 36,2°C, RR 26 x/i,
47
saturasi 89% . Klien tidak mengeluhkkan rasa gatal
pada kulit. Saat dilakukan penilaian untuk skrining ulkus
kaki didapatkan skor 15 tinggi
Riwayat penyakit dahulu
Klien dan keluarga mengatakan 6 bulan yang lalu
pernah masuk rumah sakit di RS Kota karena DM yang
diderita selama 2 tahun dan ada riwayat ulkus kaki.
Riwayat penyakit keluarga
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Klien
: Pernikahan
: Tinggal bersama
: Keturunan
Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan
maupun obat.
c. Pola Konsep Diri
1. Gambaran diri
Klien mengatakan bersyukur dengan anggota tubuhya
dari ujung kepala sampai kaki namun klien merasa
tidak nyaman saat tubuh mulai mengalami perubahan
seperti kulit kering dan terkelupas, kering yang terasa
kasar saat disentuh.
2. Peran diri
Klien mengatakan seorang ibu rumah tangga
3. Harga diri
Klien mengatakan semenjak sakit sudah tidak bekerja
lagi sehingga yang bekerja mengurus rumah adalah
anaknya. Klien merasa sedih karena dengan sakitnya
menambah biaya pengeluaran. Setelah sakit klien juga
mengalami perubahan pada kulit kering kusam dan
sempat bersisik sehingga klien merasa sedikit malu.
4. Hubungan social
Di rumah: Klien memiliki hubungan yang baik dengan
saudara, keluarga dan tetangga sekitar rumah.
Keluarganya selalu meluangkan waktu unuk berkunjung
dan membantu jika butuh bantuan
Di rumah sakit: Klien memiliki hubungan yang baik
dengan teman sekamar dan terutama pada tenaga
kesehatan klien sangat kooperatif saat dilakukan
tindakan
5. Spiritual
Di rumah: Klien beragama Islam dan rutin mengikuti
ibadah baik pengajian ataupun ke masjid
Di rumah sakit: Klien berdoa di atas tempat tidur untuk
diberikan kelancaran selama menjalani
pengobatan dan diberikan kesembuhan serta kekuatan
6. Kecemasan
Klien mengatakan pasrah akan penyakitnya dan bisa
menerima karena atas saran dari dokter agar tetap
melakuan perawatan kaki secara rutin di rumah.
d. Pola Kesehatan
1. Nutrisi
Di rumah: Klien makan 2-3x sehari tidak teratur hanya
menghabiskan setengah porsi sedang atau sekitar 5-7
sendok. Dalam sehari klien juga bisa minum kopi 4-6
gelas sedang sehari.
Di rumah sakit: Klien makan 3x sehari dengan diit nasi
tim rendah purin dan selama 2 hari hanya
menghabiskan sekiatr 4-6 sendok karena merasa mual.
Jenis makanan: nasi tim, tempe, tahu goreng dan tidak
mau ikan serta ayam. Klien minum air
2. Eliminasi
Di rumah: Klien BAB sekitar 1x sehari dengan
konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan dan berbau
khas BAB. BAK 3- 5x sehari dan berwarna kuning
keruh, bau khas urine.
Di rumah sakit: klien BAB 1x selama 3 hari setelah di
RS dengan konsistensi kuning kecoklatan, lunak dan
berbau khas BAB. Untuk BAK sekitar 4-6x sehari
3. Personal hygiene
Di rumah: klien mandi 2x sehari saat sore hari dengan
menggunakan sabun antibakteri yang mengandung
gliserin dan alkohol. Klien menggosok gigi 2x sehari dan
keramas 3x seminggu. Pola kebersihan diri dilakukan
secara mandiri.
Di rumah sakit: klien mandi 1x sehari dengan
diseka oleh
keluarga, dan menggosok gigi 1x sehari saat pagi.
4. Aktivitas
Di rumah: klien hanya beraktivitas ringan mengerjakan
pekerjaan rumah tangga banyak beristirahat karena
kondisi tubuh yang kurang sehat.
Di rumah sakit: klien hanya menghabiskan harinya
dengan berbaring di atas tempat tidur dan duduk karena
kondisi tubuh klien yang lemas
5. Istirahat tidur
Di rumah: klien selama 2 bulan terakhir tidur siang
sekitar ±1-2 jam. Dan saat malam hari 7-8 jam.
Di rumah sakit: klien selama di rumah sakit biasanya
tidur siang sekitar 1 jam dan saat malam hari 7-8 jam
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : composmentis
GCS : E 4, V 5, M 6
TTV : TD: 140/70 mmHg
Suhu: 36 °C
Nadi: 83 x/i
RR: 20 x/i
Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala
Inspeksi: Klien memiliki bentuk kepala bulat, tidak
tampak massa dan lesi, kulit wajah tampak kering, kulit
kepala tampak bersih..
Palpasi: Tidak teraba massa
2. Mata
Inspeksi: Mata klien tampak simetris kiri dan kanan, tidak
tampak massa dan lesi.
Palpasi: Tidak teraba massa atau nyeri tekan
3. Telinga
Inspeksi: Kedua telinga klien tampak simetris kiri dan
kanan. Tidak ada pendarahan, tidak tampak massa dan
lesi.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan pada tragus, tidak
teraba massa
4. Hidung
Inspeksi: Tidak tampak massa atau lesi, tidak terdapat
pernapasan cuping hidung
Palpasi: Tidak teraba massa dan nyeri tekan pada sinus,
tidak ada dislokasi tulang hidung.
5. Bibir
Inspeksi: Bibir simetris kiri dan kanan, bibir tampak
kering.
6. Leher
Inspeksi: Tidak tampak deformitas pada trakea, tidak
tampak massa dan lesi, tampak agak kekuningan, tidak
tampak pembesaran pada vena jugularis dan kelenjar
limfe
Palpasi: Trakea tepat berada di tengah dan tidak teraba
deformitas, tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran
pada vena jugularis dan kelenjar limfe, kulit tidak terasa
kasar
7. Dada
Inspeks : tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
8. Abdomen
Inspeksi: Persebaran warna kulit tidak merata, kulit
tampak kering, tidak tampak massa atau lesi, tidak
tampak asites
Auskultasi: Bising usus 10 x/i
Perkusi: Tidak terasa adanya gelombang cairan,
terdengar timpani
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba adanya
massa
9. Ekstremitas
Atas:
Inspeksi: Tidak tampak massa dan lesi, tidak tampak
odem.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat piting
edema, turgor kulit kembali dalam 2 detik, tidak teraba
massa, kulit teraba kasar pada, CRT 2 detik
Bawah:
Inspeksi: Kulit tampak kering, sedikit mengelupas pada
area kaki kanan bagian bawah luar kuku tampak
panjang, tampak bekas luka bakar terkena air panas
pada kaki kanan sejak 1 tahun yang lalu, tampak
hiperpigmentasi, tidak tampak massa dan lesi, tidak
tampak deformitas, kedua kaki tampak simetris, tidak
tampak odem
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa,
tidak teraba deformitas, tidak terdapat pitting edema,
turgor kulit kembali dalam 2 detik, CRT 2 detik
f. Pemeriksaan Penunjang
8
3
.
7
Limfosit L 9.9 % 20-40
g. Terapi obat
Nama obat dan Rute Fung
Dosis Pemberian si
Ns 10 tetes/ menit IV Cairan ini untuk mengganti
elektrolit dan cairan yang sudah
hilang, mengganti cairan saat
diare, menjaga cairan ekstra
seluler dan elektrolit serta
membuat peningkatan pada
metabolit nitrogen berupa ureum
dan kreatinin pada penyakit ginjal
Furosemide 3 x 2 IV Obat ini digunakan untuk
amp membuang cairan atau garam
berlebih di dalam tubuh melalui
urine dan meredakan
pembenngkakan yang
disebabkan oleh gagal jantung,
penyakit
hati, penyakit ginjal atau kondisi
terkait.
Ondansentron 3 x IV Obat yang digunakan untuk
4 mg mencegah serta mengobati mual
dan muntah
Ranitidin 3 x 50 IV Obat untuk mencegah dan
mg mengatasi mual
Muntah
Valsartan 1 x 160 PO Obat untuk mengatasi hipertensi
mg dan gagal jantung serta untuk
melindungi jantung pasien yang
baru mengalami serangan
1. Analisa Data
Analisa Data Etiologi Masalah
Ds : Respon integumen Resiko
Klien pada jaringan kulit gangguan
mengatakan integritas kulit
bengkak pada
kaki kanan serta Hiperpigmentasi
mual dan , kulit kering
muntah sejak
sudah 2 hari.
Klien tidak
Resiko gangguan
mengeluhkkan
integritas kulit
rasa gatal pada
kulit.
Do :
Tampak kuku
panjang, kulit
kering, sedikit
bersisik dan
sedikit
mengelupas
pada bagian
kaki
TD 180/110
mmHg nadi
100x/menit suhu
36,2°C
RR 26 x/i
Saturasi 89% .
Saat dilakukan
penilaian untuk
skrining ulkus
kaki didapatkan
skor 15 tinggi
-
B. Diagnose Kaus
Resiko gangguan integritas kulit b.d neuropati perifer ditandai
dengan kerusakan lapisan kulit
C. Intervensi Kasus
D. Implementasi Kasus
E. Evaluasi Kasus
A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada Ny. I sesuai
dengan teori yang telah di jabarkan tersebut di atas dengan
menggunakan format pengkajian keperawatan menurut Gordon
(2011) dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
dan juga menggali informasi dari pengalaman anggota keluarga
untuk memenuhi data dan informasi yang diperlukan dalam proses
asuhan keperawatan. Berdasarkan anamnesa Ny. I mengatakan
bengkak pada kaki kanan serta mual dan muntah sejak sudah 2
hari, klien tidak mengeluhkkan rasa gatal pada kulit. Tampak kuku
panjang, kulit kering, sedikit bersisik dan sedikit mengelupas pada
bagian kaki sesuai dengan teori kulit tanpa ulserasi dengan satu
61
atau lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan
komponen primer penyebab ulkus, kondisi kulit yaitu kulit kering
dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi
hipertropik dan anastesi) hal tersebut dikarenakan gangguan
otonom menyebabkan bagian kaki mengalami penurunan eksresi
keringat sehingga kaki menjadi kering dan mudah retak. Saat
terjadi mikro trauma keadaan kaki yang mudah retak
meningkatkan risiko ulkus diabetikum (Roza, 2015). Artinya
sebagian besar responden memiliki peluang terjadinya ulkus yang
diakibatkan karena kondisi kulit yang kering serta adanya infeksi
pada kaki.
TTV :
TD 180/110 mmHg
nadi 100x/menit suhu 36,2°C
RR 26 x/i
Saturasi 89% .
Saat dilakukan penilaian untuk skrining ulkus kaki
didapatkan skor 15 tinggi Selain itu Ny. I mengatakan kram pada
62
63
67
DAFTAR PUSTAKA
Arianti, Yetti, K., & Nasution, Y. (2015). Hubungan Antara Perawatan Kaki
dengan Risiko Ulkus Kaki Diabetes di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Muhammadiyah Journal of Nursing,
2008, 9–18.
Boulton, A.J.M., Kirsner, R.S., Vileikyte, L. (2004). Neuropathic Diabetic
foot ulcers.NEJM. 351: 48-55
Derek, M., Rottie, J., & Kallo, V. (2017). Hubungan Tingkat Stres Dengan
Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii Di Rumah
Sakit Pancaran Kasih Gmim Manado. Jurnal Keperawatan
UNSRAT, 5(1), 105312.
KEMENKES RI. (2019). Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pusat Data
Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 1–8.