Anda di halaman 1dari 7

ASPEK SOSIAL BUDAYA KESEHATAN DALAM

PEAYANAN KEBIDANAN

1. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Perkawinan

Perkawinan merupakan wujud menyatukan dua sijoli ke dalam satu tujuan yang sama. Salah satu
tujuan perkawinan adalah mencapai kebahagiaan yang langgeng bersama pasangan hidup. Namun, jalan
menuju kebahagiaan tak selamanya mulus. Banyak hambatan, tantangan, dan persoalan yang terkadang
menggagalkan jalannya rumah tangga. Dalam aspek sosial budaya perkawinan, ada faktor pendukung dan
penghambat.
Pernikahan merupakan suatu sarana untuk menyatukan 2 insan manusia. Berdasarkan pada aspek
social budaya, maka ada 4 proses/fase yang akan dihadapi :
 Fase pertama yaitu bulan madu, pada masa ini semua terasa indah dan menyenangkan.
 Fase kedua yaitu pengenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik serta kebiasaan yang
sebenarnya dari pasangan.
 Fase ketiga mulai terjadi krisis perkawinan, proses peyesuaian akan adanya perbedaan yang akan
terjadi.
 Fase keempat yaitu fase mulai menerima kenyataan, apabila sukses menerima kenyataan maka
pasangan tersebut akan mulai mendapatkan kebahagiaan.

Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal saling
memberi dan menerima cinta, ekspresi afeksi, saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara
suami dan istri. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami-istri menjaga kualitas hubungan
antar pribadi dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri, serta kemampuan
menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagiaan dalam hidup berumah tangga
akan tercapai.
Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal
baik suami maupun istri tidak dapat menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal perkawinan, suami
maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya dan agama di antara suami dan
istri, suami maupun istri tidak tau peran dan tugasnya dalam rumah tangga. Hal tersebut tercermin pada
bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan, perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan
munculnya hal-hal baru dalam perkawinan, yang kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan
hidup berumah tangga, sehingga masing-masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.
2. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Kehamilan

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga
pertumbuhan dan kesehatan janin.. Memahami perilaku perawatan kehamilan antenatal care adalah
penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Fakta di berbagai kalangan
masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa,
alamiah dan kodrati.
Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku). Masyarakat nuaulu
mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai Sembilan
bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat
yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang
dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya,khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari
pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di
posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru
tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan.
Jadi dalam hal ini masa kehamilan 1-8 bulan oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu
proses dimulainya bentuk kehidupan. Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada
kehamilan adalah masalah gizi hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya
sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan
janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan.
Mitos-mitos yang beredar dilingkungan masyarakat seperti:
1. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit
persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
2. Di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya
agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
3. Di Jakarta, masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting
karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
4. Tidak boleh makan makanan yang berbau amis.
5. Tidak boleh mempersiapkan keperluan untuk bayi sebelum lahir.
6. Anak laki-laki diberi makan lebih dulu dari pada anak perempuan dan lain sebagainya.
Budaya Masyarakat Daerah Pada Masa Kehamilan :
1.Upacara Mengandung Empat Bulan.
Sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat
bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah
SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk
membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat,
dan selamat.
2.Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal
itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Di dalam
upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman
dan surat Maryam. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin
seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap
guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai
mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan
lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh
wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang
tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah
airnya bersih dan manis.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini
diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah
waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya
mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng
atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan
bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut
Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar
perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan.Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh
indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup
dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau
dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk.
Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh
masuk ke dalam rumah.
Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Persalinan

Persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir secara spontan dengan presentasi
belakang kepala dan tanpa komplikasi. Persalinan/partus .
dibagi menjadi 4 kala, yaitu kala I, II, III, dan IV.
1. Kala I
Periode persalinan ini dimulai dari pembukaan 1 cm sampai 10 cm (lengkap).
Dalam kala ini ada beberapa fase, yaitu :
a. Fase laten : pembukaan servik kurang dari 3 cm, servik membuka perlahan selama fase ini dan
biasanya berlangsung tidak lebih dari 8 jam
b. Fase aktif : kontraksi di atas 3 kali dalam 10 menit, lama kontraksi 40 detik atau lebih dan mulas,
pembukaan dari 4 cm sampai 10 cm (lengkap) dan terdapat penurunan bagian terbawah janin.
2. Kala II
Periode ini dimulai dari ketika pembukaan lengkap sampai lahirnya seluruh tubuh janin.
Tanda dan gejala persalinan kala II meliputi :
a. Ibu ingin mengejan.
b. Perineum menonjol.
c. Vulva dan anus membuka.
d. Meningkatnya pengeluaran darah dan lender.
e. Kepala telah turun didasar panggul.
3. Kala III
Periode ini dimulai sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Normalnya pelepasan plasenta
berkisar 15-30 menit setelah bayi lahir. Pada persalinan kala III miometerium akan
berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus ini menyebabkan pula
berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjadi kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, plasenta akan terlepas dari dinding uteri.
Setelah lepas, plasenta akan turun ke segmen bawah rahim.
Tanda-tanda pelepasan plasenta meliputi:
a. Bentuk uterus globuler.
b. Tali pusat bertambah panjang (tanda afeld).
c. Semburan darah tiba-tiba.
b. Cara Ducan
Pelepasan dimulai dari tepi plasenta. Darah mengalir antara selaput janin dan dinding rahim, jadi
pendarahan sudah ada sejak sebagian dari plasenta lepas dan terus berlangsung sampai plasenta lepas
secara keseluruhan. Pelepasan secara Ducan sering terjadi pada plasenta letak rendah.
4. Kala IV
Periode ini dimulai setelah lahinya plasenta sampai 1 jam setelah itu.
Pemantauan pada kala IV meliputi:
a. Kelengkapan plasenta dan selaput ketuban,
b. Perkiraan pengeluaran darah,
c. Laserasi atau luka episiotomy pada perineum dengan pendarahan aktif, dan
d. Keadaan umum serta tanda-tanda vital ibu
Data survey kesehatan rumah tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh
dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat
praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan ibu.
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan oleh beberapa
alasan antara lain:
1. Dikenal secara dekat.
2. Biaya murah.
3. Mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran
anak.
4. Dapat merawat ibu dan bayi sampai 40 hari di samping akibat keterbatsan
jangkauan pelayanan kesehatan yang ada.
Selain faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan faktor ekonomi,
keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala
sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tidak dapat dihindari. Selain pada masa hamil, pantangan
atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan.
Secara tradisional ada praktik-praktik yang dilakukan dukun beranak untuk mengembalikan kondisi
fisik dan kesehatan ibu. Misalnya;
1. Mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula.
2.Memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan ke dalam vagina dengan maksud untuk
membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan.
3. Member jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.
Aspek Sosial Budaya Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Anak

Kesehatan anak sekarang ini sangat memprihatinkan. Banyak sekali kasus anak-anak yang
terkena penyakit tertentu karena tidak tercukupi kebutuhan gizinya. Seperti banyak anak-anak di
pelosok desa yang orangtuanya hanya sekedar memberi kebutuhan gizi sekedarnya saja pada anak
mereka. Terutama mitos mengenai kesehatan anak, orang zaman dahulu mempercayai bahwa jika
melakukan sesuatu yang telah lama dilakukan oleh pendahulunya maka mereka juga akan melakukan
itu pada anak-anak mereka.
Aspek budaya (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan anak :
1. Jika rambut anak anda basah maka anak anda akan masuk angin. Seorang Pakar Kesehatan Jims
Scars mengatakan "Kedinginan belum tentu mempengaruhi sistem kekebalan tubuh secara langsung".
2. Anak perlu makan ketika kedinginan dan meminum banyak air ketika demam
Hal yang seharusnya dilakukan adalah menjaga keseimbangan komposisi cairan tubuh . Jika seseorang
banyak cairan maka akan mudah terserang penyakit begitupun sebaliknya. Meskipun demikian anak
tidak perlu mengkonsumsi minuman elektrolit bila tidak mengalami dehidrasi ataupun diare.
3. Anak akan kehilangan 75% panas melalui kepala
Mitos ini berkembang karena keharusan bahwa kepala bayi yang baru lahir ditutupi ketika cuaca
dingin ataupun panas. Hal tersebut dibenarkan karena kepala bayi memiliki presentasi lebih besar
daripada bagian tubuh yang lainnya. Tetapi saat beranjak dewasa , keluarnya panas melalui kepala
hanya10%, sisanya keluar melalui kaki, lengan , dan tangan.
4. Makanan yang keluar dari mulut ibu yang terbaik bagi bayi
Suku Sasak di Lombok, para ibu nifas biasa memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh
ibunya terlebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat . Mereka percaya bahwa
apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi.
5. Asupan lain ketika ASI belum keluar
Masyarakat Kerinci di Sumatera Barat , pada usia 1 bulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi,
pisang , dan lain-lain. Dan ada juga kebiasaan memberikan roti,nasi yang sudah dilumatkan ataupun
madu, dan teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar.
6. Kolostrum dianggap sebagai susu yang sudah rusak
Masyarakat tradisional menganggap kolostrum sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan
pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap kolostrum
dapat menyebabkan diare, muntah, dan masuk angin pada bayi.
7. Timbulnya penyakit sebagai pertanda
Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi tersebut akan bertambah
kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk berjalan.
Peran Petugas Kesehatan (Bidan)
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalahsebagai berikut:
1.Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,mengenai persalinan, pelayanan
keluarga berencana, dan pengayoman mediskontrasepsi.
2.Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidangkesehatan, dengan melakukan
penyuluhan kesehatan yang sesuai denganpermasalahan kesehatan setempat.
3.Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukunbayi.
4.Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5.Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadayamasyarakat.
6.Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya.
7.Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaiankontrasepsi serta adanya penyakit-
penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuaidengan kemampuannya

Anda mungkin juga menyukai