Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

KATARAK DIABETIKA

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior


Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Anthony Susilo
22010114210046

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes adalah sekumpulan penyakit endokrin yang ditandai dengan hiperglikemia


yang merupakan manifestasi dari defek pada sekresi insulin, aksi insulin, atau
keduanya. Dalam bidang oftalomologi, komplikasi yang terpenting adalah retinopati
diabetik dan peningkatan progresifitas katarak yang telah terjadi. Adapun bentuk
katarak diabetik murni namun kejadiannya jarang.

Katarak berasal dari bahasa Yunani yaitu Kataarhakies, Inggris Cataract dan


Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), katarak merupakan penyebab


kebutaan dan gangguan penglihatan terbanyak di dunia. Dengan proses penuaan
populasi umum, prevalensi keseluruhan kehilangan penglihatan sebagai akibat dari
kekeruhan lensa meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan
jumlah katarak yang mengakibatkan kebutaan reversible melebihi 17 juta (47,8%)
dari 37 juta penderita kebutaan di dunia, dan angka ini diperkirakan mencapai 40 juta
pada tahun 2020.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'katarraktes' yaitu air terjun karena
pada awalnya katarak dipikirkan sebagai cairan yang mengalir dari otak ke depan
lensa. Menurut WHO, katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata sehingga menyebabkan penurunan atau
gangguan penglihatan. Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi
untuk menangkap cahaya. Retina pula merupakan jaringan yang berada di bagian
belakang mata dan bersifat sensitif terhadap cahaya. Pada keadaan normal, cahaya
atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke
retina. Rangsangan cahaya tersebut selanjutnya akan diubah menjadi sinyal atau
impuls yang diteruskan ke otak. Di otak, imej tersebut akan diterjemahkan dan dapat
dilihat oleh mata.1

Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa normal pada manusia adalah jernih dan bikonveks. Lensa tidak mengandungi
pembuluh darah setelah perkembangan fetus dan bergantung sepenuhnya kepada
cairan akuous untuk kebutuhan metaboliknya. Sebuah lensa mempunyai diameter
9mm dan ketebalan sekitar 5mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan
nukleus. Bagian depan lensa berhubungan dengan cairan bilik dan bagian belakang
lensa berhubungan dengan badan kaca. Bagian belakang iris, lensa digantung pada
prosesus siliaris oleh Zonula Zinn(ligamentum suspensorium lentis), yang melekat
pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula Zinni
berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula Zinni
melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, dengan ukuran sekitar 1,5mm pada bagian
anterior dan 1,25 pada bagian posterior. Permukaan lensa pada bagian posterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor
akuous dan disebelah posteriornya korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsular lentis,
yang bekerja sebagai membran semi permeabel, yang melalukan air dan elektrolit
untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator.2

3
Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam
proses metabolism dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel termasuk RNA,
protein dan lipid. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
pertambahan usia, serat-serat lamella terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan
menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamella
konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di
bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsular.
Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior.3

Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella ini ujung-ke-


ujung terbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak dianterior dan
terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik). Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri
dari air, sekitar 35% protein(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan
tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein
lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein
intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedangkan yang
termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble. Konsentrasi
natrium dan kalium dalam humor akuous dan humor viterous berbeda dan ini
diseimbangkan oleh permeabilitas membran sel dan pompa NaKATP-ase yang
meduduki lensa epitel dan setiap serat lensa.4

Etiologi dan Patogenesis Katarak Diabetik


Peningkatan kadar glukosa dalam darah memainkan peran penting dalam
perkembangan katarak. Efek patologi hiperglikemia dapat dilihat jelas pada jaringan
tubuh yang tidak bergantung pada insulin untuk kemasukan glukosa dalam selnya,
misalnya pada lensa mata dan ginjal, sehingga mereka tidak mampu mengatur
transportasi glukosa seiring dengan peningkatan konsentrasi gula di ekstraselular.
Menurut beberapa penelitian, jalur poliol dikatakan memainkan peran dalam
perkembangan katarak pada pasien diabetes. Enzim aldose reduktase (AR) yang
terdapat dalam lensa mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur
poliol. Akumulasi sorbitol intrasel menyebabkan perubahan osmotic sehingga
mengakibatkan serat lensa hidropik yang degenerasi dan menghasilkan gula katarak.
Dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat daripada diubah menjadi fruktosa oleh
enzim sorbitol dehydrogenase (SD), dan sifat sorbitol yang sukar keluar dari lensa
4
melalui proses difusi menyebabkan peningkatan akumulasi sorbitol. Ini menciptakan
efek hiperosmotik yang nantinya menyebabkan infuscairan untuk menyeimbangkan
gradien osmotik. Keadaan ini menyebabkan keruntuhan dan pencairan serat lensa
yang akhirnya membentuk kekeruhan pada lensa. Selain itu, stres osmotik pada lensa
yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa
yang mengarah ke pengembangan katarak.

Jalur poliol telah digambarkan sebagai mediator utama diabetes-induced oxidative


stress pada lensa. Stres osmotik yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol
menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (RE), situs utama sintesa protein,
yang akhirnya menyebabkan generasi radikal bebas. RE stres juga dapat disebabkan
dari fluktuasi kadar glukosa initiating an unfolded protein response (UPR), yang
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) dan menyebabkan kerusakan stres
oksidatif dengan serat lensa. Ada banyak publikasi terbaru yang menggambarkan
kerusakan stres oksidatif pada serat lensa oleh pemulung radikal bebas pada penderita
diabetes. Namun, tidak ada bukti bahwa radikal bebas memulai proses pembentukan
katarak melainkan mempercepat dan memperburuk perkembangannya. Hidrogen
peroksida (H2O2) meningkat pada aqueous humor dari penderita diabetes dan
menginduksi generasi radikal hidroksil (OH-) setelah memasuki lensa melalui proses
digambarkan sebagai reaksi Fenton. Radikal bebas nitrat oksida (NO), yaitu faktor
lain yang meningkat dalam lensa diabetes dan dalam aqueous humor, dapat
mengakibatkan pembentukan peroxynitrite meningkat, yang pada nantinya
menyebabkan kerusakan sel karena sifat oksidasi.

Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat menyebabkan


glikasi protein lensa, dimana proses tersebut akan menghasilkan radikal superoksida
(O2-) dan dalam pembentukan advanced glycation endproducts (AGE). Interaksi
AGE dengan reseptornya di permukaan sel akan memproduksi O2- dan H2O2.
Dengan peningkatan radikal bebas, lensa diabetes sering menunjukan gangguan pada
kapasitas antioksidan dan kerentanan mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya
antioksidan diperparah oleh proses glikasi dan inaktivasi enzim antioksidan seperti
superoksida dismutase lensa. Tembaga-zink superoxide dismutase 1 (SOD1) adalah
superoksida dismutase isoenzim yang paling dominan dalam lensa, dimana ia penting
untuk degradasi radikal superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan
5
oksigen. Kesimpulannya, pembentukan katarak diabetes adalah hasil generasi jalur
poliol dari glukosa oleh AR, yang mengakibatkan peningkatan stres osmotik dalam
serat lensa dan mengarahkan ke pembengkakan dan perpecahan lensa.5

Klasifikasi dan Stadium


Katarak pada diabetes biasanya terbagi kepada 2 yang utama yaitu:

a. True diabetic cataract, atau snowflake cataract


- Dapat bilateral, onset terjadi secara tiba-tiba dan menyebar sampai lensa
subkapsular
- Biasanya terjadi pada usia muda dengan diabetes melitus yang tidak
terkontrol.
- Pada awalnya berlaku kekeruhan menyeluruh pada subkapsular seperti
tampilan kepingan salju di superfisial anterior dan korteks posterior lensa.
- Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak
kortikal terjadi segera sesudahnya.

b. Senescent cataract
Katarak Nuklear :
- Tekanan yang dihasilkan dari serat lensa peripheral menyebabkan pemadatan
pada seluruh lensa, terutama nucleus. Nukleus memberi warna coklat kekuningan. Ini
menyebabkan batas tepi dari coklat kemerahan hingga mendekati perubahan warna
hitam diseluruh lensa (katarak hitam). Karena mereka meningkatkan tenaga refraksi
lensa, katarak nuclear menyebabkan miopia lentikular dan kadang menimbulkan fokal
point kedua didalam lensa yang menyebabkan diplopia monocular.

Katarak Kortikal :
- Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi
miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-
akan mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.
- Beberapa perubahan morfologi yang akan terlihat pada pemeriksaan slip
lamp dengan midriasis maksimum :
 Vacuoles: akumulasi cairan akan terlihat sebagai bentuk vesicle
cortical sempit yang kecil.
6
 Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan
terlihat diantara fiber.

 Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissureI, ini berisi suatu
zona cairan diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber
kortikal).

 Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opasitas radier dari


lensa peripheral seperti jari-jari roda.

Katarak Subkapsular Posterior :


- Terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa.
- Menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang serta
pandangan baca menurun.
- Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma.3

Manifestasi Klinis
1. Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
a. Penurunan tajam penglihatan dan silau serta gangguan fungsional akibat
kehilangan penglihatan.
b. Silau pada malam hari.

2. Gejala objektif biasanya meliputi:


a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil. Ketika lensa sudah
menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam

7
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur
atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

3. Gejala umum gangguan katarak meliputi:


a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
b. Gangguan penglihatan bisa berupa :
i. Peka terhadap sinar atau cahaya.
ii. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplopia).
iii. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
iv. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
v. Kesulitan melihat pada malam hari
vi. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa
menyilaukan mata
vii. Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari)

4. Gejala lainya adalah :


a. Sering berganti kaca mata
b. Penglihatan sering pada salah satu mata.
c. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan
tekanan di dalam mata (glukoma) yang bias menimbulkan rasa nyeri.6

Diagnosis
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar katarak
tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau
hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium
perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi
maksimum dengan ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp. Fundus okuli
menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa,
sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah
matang dan pupil mungkin tampak putih. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien
8
katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-lamp), funduskopi pada kedua mata bila
mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya
seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang
berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum. Pada pasien diabetes,
diperiksa juga kadar glukosa darahnya.7

Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak
tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan
mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa
yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam
pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti
termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen
glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.4

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang
kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi
IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra
capsular cataract extraction (ICCE) dan extra capsular cataract extraction (ECCE).7

9
BAB III
PENUTUP

Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Pada dasarnya katarak dapat terjadi karena proses kongenital atau
karena proses degeneratif. Proses degeneratif pada lensa disebut juga katarak senilis
yang dibagi menjadi empat stadium : insipient immature, matur, dan hipermatur.
Begitu banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya katarak ini, diabetes adalah
salah satu faktor penyakit sistemik yang mempercepat proses timbulnya katarak ini.

Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada katarak dengan diabetes
adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk dari aktivasi jalur polyol pada keadaan
hiperglikemia yang mana lebih lanjut akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik air
kedalam lensa sehingga terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar patofisiologi
terbentuknya katarak. Dan yang kedua adalah teori glikosilasi protein, dimana adanya
AGE akan menganggu struktur sitoskeletal yang dengan sendirinya akan berakibat
pada turunnya kejernihan lensa.

Operasi katarak dengan diabetes bukanlah suatu kontraindikasi jika terdapat retinopati
diabetik non-proliferatif. Didasarkan pada penelitian-penelitian yang ada, didapatkan
bahwa tehnik fakoemulsifikasi memberikan hasil yang lebih baik dengan komplikasi
post operasi yang lebih kecil. Pada adanya retinopati diabetic lanjut, pasien perlu
dijelaskan akan kemungkinan hasil postoperasi yang tidak optimal.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,


2008.
2. Putra, M. Agung Eka 2011. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Poliklinik
Mata RSUP Haji Adam Malik. Available from: repository. usu.
ac.id/bistream/123456789/24653/3chapterIIpdf. [Accesed 31 Desember 2014].
3. Rosenfeld, S., I., Mark H. Blecher, James C. Bobrow, Cynthia A. Bradford,
2007. Lens and Cataract. USA : American Academy of Ophthalmology.
4. Kyselova, Z., M. Stefek, V. Bauer 2004. Pharmacological prevention of
diabetic cataract. Slovakia: Journal of Diabetes and Its Complications.
Available from : http://www.uef.sav.sk/Kyselova_files/JDC-cataract
%20review.pdf [Accesed 31 Desember 2014].
5. Pollreisz, A. and Ursula Schimidt-Erfurth 2010. Diabetic Cataract
Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Austria : Hindawi Publishing
Corporation. Available from : http:// www. hindawi. com/ journals/
jop/2010/608751/[Accesed 31 Desember 2014].
6. Brunner dan Suddarth 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3 EGC. Jakarta:
Keperawatan Bedah Jilid 3.
7. Murrill, C., A., David L. Stanfield, Michael D. VanBrocklin, Ian L. Bailey,
Brian P. DenBeste, Ralph C. DiIorio et al 2004. USA Optometric Clinical
Practice Guideline Care of the Adult Patient with Cataract. USA: American
Optometric Association Consensus Panel. Available from :
http://www.aoa.org/documents/CPG-8.pdf [Accesed31 Desember 2014].

11

Anda mungkin juga menyukai