Anda di halaman 1dari 14

FILSAFAT PANCASILA

DOSEN PENGAMPU : Ade Evi Fatimah, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD JIKRI
ABDUL RAFIQ
LEO KISDEVITO

SEKOLAH TINGGI ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN AL


MAKSUM LANGKAT
2021

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah
hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga kami diberikan kemampuan
dan kemudahan dalam penyusunan Makalah Filsafat Pancasila.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum cukup baik, kami menyadari masih banyak kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini. kami juga menyadari bahwa kami masih banyak mempunyai
keterbatasan pengetahuan dalam materi, sehingga menjadikan keterbatasan bagi saya pula untuk
memberikan penjelasan yang lebih dalam tentang masalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.

Akhir kata, saya mohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat kekurangan dan kesalahan. semoga
makalah ini membawa manfaat bagi kita dan juga dapat menambah pengetahuan kita agar dapat lebih
luas lagi.

Stabat, 2 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... ………………….. i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... …...........................i

KATA PENGANTAR ................................................................................... …………............. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ………………….iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... …......................... iv

B. Rumusan Masalah ................................................................................. ………………….. v

C. Tujuan Penulisan .................................................................................... ………………..... vi

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pancasila……………………………………………….….………...1

B. Bentuk Perumusan Pancasila………………………………………………………….…2

C. Relasi Kausalitas Dalam Pancasila………………………………………………………6

D. Pengertian Hakikat Pancasila……………………………………………………………8

E. Pancasila Sebagai Suatu Sistem…………………………………………………………9

F. Pancasila Suatu Sistem Filsafat………………………………………………..…….…10

G. Pengertian Filsafat Pancasila…………………………………………………………...10

H. Filsafat Sebagai Ilmu…………………………………………………………………...11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................... ..………………...12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ….……...…….... 12


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia telah dijajah oleh Kerajaan Belanda selama kurang lebih tiga setengah abad lamanya.
Pada tahun 1942 Kerajaan Jepang telah mengakhiri penjajahan Belanda di Indonesia. Dan pada tahun itu
pula mulailah Penjajahan Jepang atas tanah air kita.

Baik penjajahan Belanda maupun Penjajahan Jepang itu membawa penderitaan lahir dan batin pada
rakyat Indonesia. Telah menimbulkan kebencian di samping memupuk rasa persatuan di kalangan
bangsa Indonesia. Hal ini terbukti, ketika Jepang memaksa pemimpin-pemimpin kita kala itu agar mau
bekerjasama melawan sekutu demi kepentingan mereka sendiri. Para pemimpin itu menerima ajakan
Jepang dan menggunakan kesempatan ini sebagai media menggalang persatuan bangsa sehingga lebih
kokoh dalam menyiapkan perjuangan selanjutnya mencapai Indonesia merdeka.

Akhirnya, melalui serangkaian perjuangan berdarah, Indonesia berhasil mendeklarasikan


kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Termasuk Pancasila yang merupakan “produk” kebanggaan
bangsa dengan menjadi ideologi, landasan hidup, dan falsafah negara.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Pengertian Filsafat Pancasila?

b. Apa Bentuk Perumusan Pancasila?

c. Relasi Kausalitas Dalam Pancasila?

d. Pengertian Hakikat Pancasila?

e. Apa maksud Pancasila Sebagai Suatu Sistem?

f. Apa maksud Pancasila Suatu Sistem Filsafat?


g. Pengertian Filsafat Pancasila?

h. Jelaskan Filsafat Sebagai Ilmu?

C. TUJUAN PENULISAN

a. Untuk mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila.

b. Untuk mengetahui Bentuk Perumusan Pancasila.

c. Untuk mengetahui Relasi Kausalitas Dalam Pancasila.

d. Untuk mengetahui Pengertian Hakikat Pancasila.

e. Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Suatu Sistem.

f. Untuk mengetahui Pancasila Suatu Sistem Filsafat.

g. Untuk mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila.

h. Untuk mengetahui Filsafat Sebagai Ilmu.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA

Pengertian Filsafat Pancasila adalah pembahasan pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila
sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang terdalam). Maka pengertian tentang
pengetahuan pancasila yang demikian itu juga merupakan suatu pengetahuan yang terdalam yang
merupakan hakikat pancasila yang bersifat essensial, abstrak, umum universal, tetap dan tidak berubah
(Notonagoro, 1966:34). Hal ini juga sering di sebut pengertian dari segi obyek formalnya. Dari obyek
materialnya maka pengertian fisafat pancasila yaitu suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis,
terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, Negara dan masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya
telah ada dan digali dari bangsa Indonesia sendiri. (Notonegoro,966:35).

Pengertian lain dari Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir atau pemikiran yang sedalam-dalamnya dari
bangsa Indonesia yang oleh bangsa Indonesia dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai suatu
kenyataan, norma-norma, nilai-nilai yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik, dan
paling sesuai bagi bangsa Indonesia.

Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dan non-religius. Maka filsafat Pancasila tergolong ke dalam
filsafat religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal
adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran Religius) dan sekaligus
mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan pemikirnya.

Begitupun kalau filsafat dibedakan dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, maka filsafat
Pancasila termasuk dalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan
pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak
sekedar memenuhi hasrat ingin tahu, tetapi sebagai pedoman hidup sehari-hari (filsafat hidup, way of
life, dan sebagainya).

Sebagaimana diungkapkan Ruslan Abdul Gani, bahwa Pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir
collective ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan filsafat karena
merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa
Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat.

B. BENTUK PERUMUSAN PANCASILA

Rumusan I: Moh. Yamin

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota
BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue
print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin
menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

Rumusan II: Ir.Soekarno,

Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, di antaranya
adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir
Pancasila. Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu
Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi
Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon
dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan
menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran
seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan
Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.

Rumusan III: Piagam Jakarta


Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi
pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, 9 orang anggota
BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul
anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan
dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu
panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk
menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.

Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang
menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara
sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di
antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”.

Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan
rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri
Bangsa".

Rumusan IV: BPUPKI

Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno
tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan
diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf
1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan
sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda
dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat
terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi
pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.

Rumusan V: PPKI

Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara
Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari
tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan), di antaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan
dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut
disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan,
Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil
golongan Islam, di antaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo,
keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka
menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi keutuhan Indonesia.

Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat
pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan
dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan
rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang
nantinya dikenal dengan UUD 1945.

Rumusan VI: Konstitusi RIS

Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesia semakin kecil dan
terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta)
terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang
disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri
mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian
dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan)
paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan
satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.

Rumusan VII: UUD Sementara

Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan
negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei
1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT[13], dan NST[14]. Setelah
melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST,
menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD
Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang
Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
(LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar
negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara
Tahun 1950.

Rumusan VIII: UUD 1945

Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang
disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959
Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah
satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945
menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD
1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi
yang digunakan.
Rumusan IX: Versi Berbeda

Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak
sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang
Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundangan Republik Indonesia.

Rumusan X: Versi Populer

Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh
masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas
di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan
dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu”
pada sub anak kalimat terakhir. Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)

C. RELASI KAUSALITAS PANCASILA

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara
mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan terbentuknya melalaui proses yang
cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.

Ditinjau dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu: asal mula yang
langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. ASAL MULA YANG LANGSUNG

Asal mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai
dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang proklamasi kemerdekaan. Adapun
rincian asal mula langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro (1975) adalah sebagai berikut:

a. Asal mula bahan (Kausa Materialis)

Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan
hidup. Unsure-unsur Pancasila tersebut dapat berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai
religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

b. Asal mula bentuk (Kausa Formalis)

Asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh. Hatta serta anggota
BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama
Pancasila.

c. Asal mula karya (Kausa Effisien)

Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara
yang sah. Adapun asal mula Pancasila adalah PPKI sebagai pembentuk negara dan atas kuasa
pembentuk negara yang mengasahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakukan
pembahasan baik dalam siding-sidang BPUPKI maupun oleh Panitia Sembilan.

d. Asal mula tujuan (Kausa Finalis)

Tujuan dirumuskan dan dibahasnya Pancasila adalah untuk dijadikan sebagai dasar negara. Adapun asal
mula tujuannya yaitu para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta yang menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar
negara yang sah.

2. ASAL MULA YANG TIDAK LANGSUNG

Asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan yang terdapat
pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia. Adapun rincian asal mula
tidak langsung Pancasila adalah sebagai erikut:

a. Nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar
negara yaitu: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan
telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.

b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk
negara dan dijadikan pedoman dalam memecahkan problema kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

c. Dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri sebagai Kausa
Materialis yaitu sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.

Berdasarknan tinjauan kausalitas tersebut, pada hakikatnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk Negara, nila-nilai tersebut telah tercermin dan
teramalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu tinjauan tersebut memberikan bukti bahwa
terbentuknya pancasila bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok
orang dan bukan hasil pengaruh dari paham-paham besar dunia, melainkan nilai-nilai Pancasila secara
tidak langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia.

D. PENGERTIAN HAKIKAT PANCASILA

Bicara tentang hakikat berarti membicarakan tentang hal-hal yang hakiki atau mendasar. Demikian juga
halnya dengan upaya memehami hakikat pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karena pancasila memiliki keluasan arti filosofis, maka dari dua pengertian pokok tersebut dapat di beri
arti yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut;

a. Pancasila sebagai dasar Negara

Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan proses panjang yang di dasari oleh
sejarah perjuangan bangsa Indonesia serta malihat pengalaman bangsa-bangsa lain, kedudukan
pancasila sebagai dasar Negara, sebagai mana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, merupakan
sumber tertib hokum tertinggi yang mengatur kehidupan Negara dan masyarakat.

b. Pancasila sebagai pandangan hidup

Fungsi pokok pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah sebagai pegangan hidup,
pedoman hidup, dan petunjuk arah bagi semua kegiatan hidup dan penghidupan bangsa Indonesia
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

c. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia

Kepribadian, artinya gambaran tentang sikap dan prilaku, atau amal perbuatan manusia, yang khas yang
membedakan dengan bangsa-bangsa lain. Ciri-ciri khas kepribadian bangsa Indonesia tercermin dalam
sila-sila pancasila, yaitu bahwa bangsa Indonesia bangsa yang:

 Berketuhanan yang maha esa


 Berkemanusiaan yang adil dan beradab
 Berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa
 Berjiwa musyawarah mufakat untuk mencapai hikmat kebilaksanaan, dan
 Bercita-cita mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

d. Pancasila sebagai pejanjian luhur bangsa Indonesia

Istilah ‘’pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa indonesia’’ ini muncul dalam pidato kenegaraan
presiden soekarno di depan siding dewan perwakilan rakyat gotong royong (DPR-GR). Pada tanggal 16
agustus 1967. Pancasila dinyatakan sebagai perjanjian luhur seluruh rakyat Indonesia.

e. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia

Untuk lebih jelasnya, ganbaran pancasila sebagai citi-cita dan tujuan bangsa Indonesia akan tampak
pada rincian dan tujuan bangsa dan Negara Indonesia dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945,
yaitu;

 Melindungi segenap bangsa Indonesia da seluruh tumpah darah Indonesia


 Mumajukan kesejahteraan umum
 Mencerdaskan kehidupan bangsa
 Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan social.

f. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum

Mengandung pengertian dijadikan pancasila sebagai dasar aturan bagi seluruh peraturan hukum di
Indonesia bahwa segala peraturan hukum berlaku harus selalu bersumber berdasar kepada pancasila
berjunjung dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri tidak boleh bertentangan.
E. PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM

Pancasila terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan system
adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh sistem lazimnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:

Ø Suatu kesatuan bagian-bagian

Ø Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri

Ø Saling berhubungan, saling ketergantungan

Ø Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)

Ø Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (shore dan voich, 1974:22).

Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan
suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri tujuan tertentu, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan pancasila.

Isi sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri
atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asa peradaban. Namun demikian sila-sila panasila
itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur (bagian
yang mutlak) dari kesatuan pancasila. Maka dasar filsafat negara pancasila adalah merupakan sutau
kesatuan yang bersifat majemuk tunggal (majemuk artinya jamak) (tunggal artinya satu).
Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpaiah dari sila yang lainnya.

F. PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat Adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuksatu tujuan
tertentu, dan saling berkualifikasi yang tidak terpiahkan satu dengan yang lainnya. Jadi pancasila pada
dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama lain, dan memiliki fungsi serta tugas
masing-masing.

DEFINISI SISTEM :

Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian dan unsurnya saling berkaitan (sinkron),
saling berhubungan (konektivitas), dan saling bekerja sama satu sama lain untuk satu tujuan tertetu dan
meupakan keseluruhan yang utuh.

DEFINISI FILSAFAT :
Filsafat dalam bahasa inggris yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu
philosophia, yang terdiri atas dua kata yaitu philos (cinta) atau philia (persahabatan) dan shopos
(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengetahuaan, keterampilan, intelegensi). Jadi
secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut
filosof yang dalam bahasa arab disebut failasuf. Dalam pengertian lain filsafat adalah pemikiran
fundamental dan monumental manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan),
karenanya kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan hidup.

G. PENGERTIAN SISTEM FILSAFAT PANCASILA

Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu tujuan
tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi Pancasila pada
dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama lain,dan memiliki fungsi serta tugas
masing-masing.

H. FILSAFAT SEBAGAI ILMU

Dikatakan filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian filsafat mengandung empat pertanyaan
ilmiah, yaitu bagaimanakah, mengapakah, kemanakah, dan apakah.

 Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap atau yang tampak oleh
indra. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
 Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau
pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).
 Pertanyaan ke mana menanyakan apa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa
yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu: pertama
pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan), yang nantinya
pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk
mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang
terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak
dipermasalahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atau tidak. Pedoman yang selalu
dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum)
sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari jawaban
kemanakah adalah pengetahuan yang bersifat normatif.
 Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat
ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengerti
oleh akal. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita akan dapat mengetahui hal-hal
yang sifatnya sangat umum, universal, sangat abstrak.
Dengan demikian, kalau ilmu-ilmu yang lain (selain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu,
sedang ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat. Untuk mencari
/memperoleh pengetahuan hakikat, haruslah dilakukan dengan abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal
untuk menghilangkan keadaan, sifat-sifat yang secara kebetulan (sifat-sifat yang harus tidak
ada/aksidensia), sehingga akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus ada (mutlak) yaitu substansia, maka
pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengertian Filsafat Pancasila adalah pembahasan pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila
sampai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya yang terdalam).

 Rumusan pancasila Rumusan I: Moh. Yamin, Mr., Rumusan II: Soekarno, Ir. Rumusan III: Piagam
Jakarta, Rumusan IV: BPUPKI, Rumusan V: PPKI, Rumusan VI: Konstitusi RIS, Rumusan VII: UUD
Sementara, Rumusan VIII: UUD 1945, Rumusan IX: Versi Berbeda, Rumusan X: Versi Populer.
 Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk
secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan terbentuknya melalaui
proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
 Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk satu
tujuan tertentu,dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi
Pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama lain,dan memiliki
fungsi serta tugas masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Kaelan .M.S., 2002, Filsafat Pancasila, Buku I, Paradikma, Yogyakarta.

https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=LPQZVsLSE8i30gT-pqLoDA#

https://www.google.com/search?q=filsafat+sebagai+ilmu&ie=utf-8&oe=utf-8# diakses pada tanggal 12


oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai