Anda di halaman 1dari 5

Nama : Tova Wipangga

Program Studi : Agribisnis


Kelompok :1

Ketahanan pangan Indonesia di Masa Pandemi

Sudah 1 tahun lebih COVID-19 merebak ke seluruh penjuru


dunia tanpa memandang negara maju, negara miskin maupun
negara berkembang belum ada tandatanda akan flatten curve
dan mereda. Slavoj Zizek melalui bukunya "Pandemic!: Covid-
19 Shakes the World" mencoba untuk memberi pandangan yang
unik tentang bagaimana virus baru ini telah mengubah sikap
dunia dan manusia sebagai homo socius. Zizek di dalam
bukunya memberikan analisis yang bisa menjadi perenungan
buat manusia di dunia "Kita tidak dapat kembali dari 'the new
normal', justru harus membangun hidup yang baru di atas
reruntuhan kehidupan lama, atau kita akan menemukan diri kita
dalam barbarisme baru yang tanda-tandanya sudah jelas
terlihat yaitu komunisme mungkin merupakan satu-satunya cara
untuk mencegah penurunan kondisi sosial menjadi barbarisme
global.

Zizek melihat bahwa epidemi virus corona dapat memberikan


nafas segar untuk komunisme dan kekalahan telak bagi
kapitalisme karena keserakahan terhadap alam dan keegoisan
sesama manusia. Dia merujuk pada bagaimana negara seperti
Cina dianggap berhasil melalui pandemi ini karena kepatuhan
terhadap pemerintah, penguatan jaringan sosial dan kesehatan,
pengalokasikan anggaran untuk konsumsi dalam negeri,
pelunakan moneter dan fiskal, dan kebijakan proteksi dan
inovasi bagi industri dalam negeri. Menurutnya, dengan
melihat bagaimana Cina mengisolasi warga Kota Hubei, jauh
dari kebebasan untuk beraktivitas selama pandemi berlangsung,
menunjukkan kekuatan otoritas yang tinggi dan kepedulian
kepada masyarakat dalam mitigasi bencana seperti kasus SARS
2002. Perlu dicermati, analisis Zizek sangat mengarah kepada
kelompok kiri dalam menginterpretasi pandemi COVID-19.
Jadi tidak selamanya, analisis Zizek itu benar karena yang
menjadi key point Zizek yang seharusnya diterapkan oleh
negaranegara di dunia adalah ketahanan sosial berbasis
komunitas dan keterjangkauan pangan serta keseriusan
pemerintah mengelola dan menyelamatkan ekonomi, gizi,
kesehatan, dan sosial masyarakat.

Meskipun demikian, negara-negara di dunia dan masyarakat


global sedang menghadapi deglobalisasi sehingga negara-
negara dan masyarakat global sedang fokus mengurusi rumah
tangga dan sektor dalam negerinya. Ketahanan pangan berbasis
komunitas, bisa diterapkan oleh pemerintah Joko Widodo dan
K.H. Ma’ruf Amin dengan pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan desa. Strateginya adalah melaksanakan ketentuan
Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015
terkait dengan Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara maka perlu ditetapkan
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun
2021.
Selain itu, Indonesia masih memberikan perhatian yang sangat
tinggi pada stunting dan malnutrisi selama era Orde Reformasi.
Namun, Indonesia juga memiliki kontradiksi antara kawasan
pedesaan dan perkotaan yang mengalami obesitas dan juga
penganekaragaman pangan serta kendala teknologisasi pangan
dan pertanian. Indonesia juga masih harus meningkatkan baik
produksi maupun konsumsi secara output dan input. Itu
menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Joko Widodo
dan K.H. Ma'ruf Amin terutama Kementerian Pertanian
Republik Indonesia di bawah komando Dr. H. Syahrul Yasin
Limpo, S.H., M.Si., M.H. dan Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, Dr.
Drs. H. Abdul Halim Iskandar, M.Pd. serta Kementerian
Koperasi dan UMKM Republik Indonesia, Teten Masduki dalam
mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan
desa.

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Republik


Indonesia Sri Mulyani Indrawati ketika menjadi pembicara
pada the IMF-World Bank Group Annual Meetings Virtual
Food Security Roundtable: Streghtening Food Systems in 2020
and Beyond yang merupakan bagian dari rangkaian World
Bank-IMF Annual Meeting 2020 melalui video conference pada
Jum’at (09/10/2020).

"Fokus pemerintah adalah meningkatkan dan meningkatkan


produktivitas pangan. Untuk pertanian dan petani di Jawa
karena merupakan pulau terpadat maka Anda tidak dapat
memperluas lahan tetapi dapat meningkatkan produktivitas.
Itulah mengapa dukungan pemerintah baik dalam bentuk
teknologi serta prasarana atau irigasi serta jalan penghubung
antara persawahan atau persawahan dengan pasar menjadi
sangat penting. Pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur
dalam rangka meningkatkan produktivitas sawah dan sawah di
Indonesia sangat penting. Secara statistik yang dikeluarkan
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Kementerian
Dalam Negeri Republik Indonesia pada kuartal/semester 1
tahun 2020, penduduk Indonesia terkonsentrasi berada di Jawa
dan Kepulauan Nusa Tenggara (dari Banten hingga Nusa
Tenggara Timur)

Berdasarkan data infografis, salah satu ciri penduduk


Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang
tidak merata. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk
Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang
dari 7% dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun,
secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di
Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 57,4% pada tahun 2010
menjadi 54,7% pada tahun 2035. Sebaliknya persentase
penduduk yang tinggal di pulau-pulau lain meningkat, seperti,
Pulau Sumatera naik dari 21,3% menjadi 22,4%, Kalimantan
naik dari 5,8% menjadi 6,6% pada periode yang sama. Selain
pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih
tinggi dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor arus perpindahan
yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan
distribusi dan komposisi penduduk melalui urbanisasi dan
transmigrasi.

Dalam jangka menengah dan panjang, Indonesia juga berupaya


menangani masalah ketersediaan pangan dengan memperluas
wilayah atau membuka lahan tambahan baru tidak hanya untuk
padi tetapi juga untuk perkebunan hortikultura. Indonesia juga
memperkenalkan program food estate di luar pulau Jawa di
mana ini adalah sesuatu hal yang baru sehingga tercipta
lapangan pekerjaan baru. Tentunya ini semua adalah upaya
untuk menciptakan ketahanan pangan jangka panjang bagi
Indonesia dengan meningkatkan produktivitas di luar Pulau
Jawa. Pandemi virus Corona telah membawa masa-masa sulit
bagi banyak petani dan membahayakan ketahanan pangan bagi
jutaan orang, baik di kota maupun di pedesaan karena orang
menerapkan work and learn from home. Masalah ini dipersulit
oleh hilangnya jutaan pekerjaan karena krisis sosial dan
pangan. Pembatasan aktivitas sosial dan bisnis dalam bentuk
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ataupun Karantina
Wilayah (Lockdown) telah membuat produktivitas sektor
pangan menurun. Banyak komoditas akhirnya tidak dipanen
karena para pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena
berbagai hambatan dan banyak sayuran, ikan, dan buah yang
kelebihan stock dan pada akhirnya membusuk karena tidak ada
yang membeli akibat menerapkan protokol kesehatan COVID-
19 yang mengharuskan menjaga jarak fisik 1-2 meter.

Solusi yang ditawarkan agar ketahanan pangan bisa terealisasi


di masa COVID-19 adalah modernisasi pertanian dengan
kearifan lokal berbasis komunitas, perluasan akses alat-alat
berteknologi tinggi seperti drone, traktor bersubsidi dari
APBN/APBD, dan aplikasi smartphone untuk memantau
tanaman, hama dan kondisi pertanian lainnya. Ini dilakukan
sebagai bagian dari transformasi sistem pangan untuk
membuatnya lebih tangguh dan mengurangi risiko gagal panen
di saat musim kemarau dan musim penghujan. Menggunakan e-
commerce dan data digital untuk menyempurnakan penanaman
dan aspek pertanian lainnya termasuk pemasaran (marketing).
Pergeseran status yang tadinya berdasarkan keturunan
(kerajaan) karena perkembangan kepemilikan alat-alat produksi
dan relasi-relasi yang terjadi diantara komunitas petani, maka
pelapisan sosial pun telah terbentuk dengan sendirinya.
Misalnya, munculnya pelapisan sosial masyarakat petani di
mana dalam struktur sosial terbagi pada tiga lapisan yaitu; (1).
Petani pemilik; anggota masyarakat yang menguasai sejumlah
lahan pertanian, (2). Petani penggarap; anggota masyarakat
yang menggarap atau menyewa lahan orang lain dan (3). Buruh
tani; anggota masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani pada
lahan orang lain. Perbedaan ketiga status dalam lapisan sosial
masyarakat, selain dapat dilihat dari kepemilikan harta benda
masingmasing kelompok masyarakat, juga ditemukan adanya
perbedaan nilai penghormatan kepada mereka yang mempunyai
status sosial tinggi. Perbedaan ini terlihat sangat jelas apabila
terdapat upacara-upacara adat dan acara seremonial lainnya
yang dilaksanakan di Desa Sereang. Salah satu, modernisasi
pertanian menggunakan kearifan lokal berbasis komunitas juga
dialami oleh Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Stevanus Rangga
Santoso, Founder CV Santoso Agro yang berhasil menanam
melon menggunakan inovasi greenhouse tanpa pestisida, di
Jalan Lingkar Barat, Desa Pasuruhan Lor, Kecamatan Jati,
Kabupaten Kudus. Pertanian di dalam greenhouse adalah sistem
produksi pertanian yang mengabungkan pemanfaatan
perlindungan tanaman dari intensitas hujan, sinar matahari dan
iklim mikro, yang mengoptimalkan pemeliharaan tanaman,
pemupukan dan irigasi mikro, sehingga mampu meningkatkan
produksi buah. Stevanus Rangga menjelaskan, konsep pertanian
melon yang dia pakai merupakan wujud aplikasi teknologi di
pertanian, yakni dia menanam dengan sistem hidroponik, tanpa
tanah supaya tidak mengandung kadar pupuk sama sekali.

Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa sebagai


strategi dan solusi selama COVID-19 maupun pasca COVID-19
agar tak terjadi kemiskinan dan kelaparan di pedesaan dan
kesenjangan tenaga kerja dan kesejahteraan antara pedesaan
dan perkotaan, maka desa bisa membangun wisata,
mengembangkan UMKM dan koperasi, atau mengembangkan
potensi lain yang ada di desa itu. Tanpa keterlibatan desa,
maka pasokan rantai pangan dan pengurangan pengangguran
akan semakin sulit karena keterbatasan lahan yang berada di
perkotaan dan adanya PHK yang dilakukan selama pandemi
COVID-19. Dengan demikian, pembangunan desa sesungguhnya
merupakan upaya-upaya sadar dari masyarakat dan pemerintah
baik dengan menggunakan sumberdaya yang bersumber dari
desa, bantuan pemerintah maupun bantuan organisasi-
organisasi/lembaga domestik maupun internasional untuk
menciptakan perubahanperubahan ke arah yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai