Sudah 1 tahun lebih COVID-19 merebak ke seluruh penjuru
dunia tanpa memandang negara maju, negara miskin maupun negara berkembang belum ada tandatanda akan flatten curve dan mereda. Slavoj Zizek melalui bukunya "Pandemic!: Covid- 19 Shakes the World" mencoba untuk memberi pandangan yang unik tentang bagaimana virus baru ini telah mengubah sikap dunia dan manusia sebagai homo socius. Zizek di dalam bukunya memberikan analisis yang bisa menjadi perenungan buat manusia di dunia "Kita tidak dapat kembali dari 'the new normal', justru harus membangun hidup yang baru di atas reruntuhan kehidupan lama, atau kita akan menemukan diri kita dalam barbarisme baru yang tanda-tandanya sudah jelas terlihat yaitu komunisme mungkin merupakan satu-satunya cara untuk mencegah penurunan kondisi sosial menjadi barbarisme global.
Zizek melihat bahwa epidemi virus corona dapat memberikan
nafas segar untuk komunisme dan kekalahan telak bagi kapitalisme karena keserakahan terhadap alam dan keegoisan sesama manusia. Dia merujuk pada bagaimana negara seperti Cina dianggap berhasil melalui pandemi ini karena kepatuhan terhadap pemerintah, penguatan jaringan sosial dan kesehatan, pengalokasikan anggaran untuk konsumsi dalam negeri, pelunakan moneter dan fiskal, dan kebijakan proteksi dan inovasi bagi industri dalam negeri. Menurutnya, dengan melihat bagaimana Cina mengisolasi warga Kota Hubei, jauh dari kebebasan untuk beraktivitas selama pandemi berlangsung, menunjukkan kekuatan otoritas yang tinggi dan kepedulian kepada masyarakat dalam mitigasi bencana seperti kasus SARS 2002. Perlu dicermati, analisis Zizek sangat mengarah kepada kelompok kiri dalam menginterpretasi pandemi COVID-19. Jadi tidak selamanya, analisis Zizek itu benar karena yang menjadi key point Zizek yang seharusnya diterapkan oleh negaranegara di dunia adalah ketahanan sosial berbasis komunitas dan keterjangkauan pangan serta keseriusan pemerintah mengelola dan menyelamatkan ekonomi, gizi, kesehatan, dan sosial masyarakat.
Meskipun demikian, negara-negara di dunia dan masyarakat
global sedang menghadapi deglobalisasi sehingga negara- negara dan masyarakat global sedang fokus mengurusi rumah tangga dan sektor dalam negerinya. Ketahanan pangan berbasis komunitas, bisa diterapkan oleh pemerintah Joko Widodo dan K.H. Ma’ruf Amin dengan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa. Strateginya adalah melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 terkait dengan Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maka perlu ditetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021. Selain itu, Indonesia masih memberikan perhatian yang sangat tinggi pada stunting dan malnutrisi selama era Orde Reformasi. Namun, Indonesia juga memiliki kontradiksi antara kawasan pedesaan dan perkotaan yang mengalami obesitas dan juga penganekaragaman pangan serta kendala teknologisasi pangan dan pertanian. Indonesia juga masih harus meningkatkan baik produksi maupun konsumsi secara output dan input. Itu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Joko Widodo dan K.H. Ma'ruf Amin terutama Kementerian Pertanian Republik Indonesia di bawah komando Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, S.H., M.Si., M.H. dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, Dr. Drs. H. Abdul Halim Iskandar, M.Pd. serta Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia, Teten Masduki dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Sri Mulyani Indrawati ketika menjadi pembicara pada the IMF-World Bank Group Annual Meetings Virtual Food Security Roundtable: Streghtening Food Systems in 2020 and Beyond yang merupakan bagian dari rangkaian World Bank-IMF Annual Meeting 2020 melalui video conference pada Jum’at (09/10/2020).
"Fokus pemerintah adalah meningkatkan dan meningkatkan
produktivitas pangan. Untuk pertanian dan petani di Jawa karena merupakan pulau terpadat maka Anda tidak dapat memperluas lahan tetapi dapat meningkatkan produktivitas. Itulah mengapa dukungan pemerintah baik dalam bentuk teknologi serta prasarana atau irigasi serta jalan penghubung antara persawahan atau persawahan dengan pasar menjadi sangat penting. Pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur dalam rangka meningkatkan produktivitas sawah dan sawah di Indonesia sangat penting. Secara statistik yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada kuartal/semester 1 tahun 2020, penduduk Indonesia terkonsentrasi berada di Jawa dan Kepulauan Nusa Tenggara (dari Banten hingga Nusa Tenggara Timur)
Berdasarkan data infografis, salah satu ciri penduduk
Indonesia adalah persebaran antar pulau dan provinsi yang tidak merata. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari 7% dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun, secara perlahan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 57,4% pada tahun 2010 menjadi 54,7% pada tahun 2035. Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau-pulau lain meningkat, seperti, Pulau Sumatera naik dari 21,3% menjadi 22,4%, Kalimantan naik dari 5,8% menjadi 6,6% pada periode yang sama. Selain pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan distribusi dan komposisi penduduk melalui urbanisasi dan transmigrasi.
Dalam jangka menengah dan panjang, Indonesia juga berupaya
menangani masalah ketersediaan pangan dengan memperluas wilayah atau membuka lahan tambahan baru tidak hanya untuk padi tetapi juga untuk perkebunan hortikultura. Indonesia juga memperkenalkan program food estate di luar pulau Jawa di mana ini adalah sesuatu hal yang baru sehingga tercipta lapangan pekerjaan baru. Tentunya ini semua adalah upaya untuk menciptakan ketahanan pangan jangka panjang bagi Indonesia dengan meningkatkan produktivitas di luar Pulau Jawa. Pandemi virus Corona telah membawa masa-masa sulit bagi banyak petani dan membahayakan ketahanan pangan bagi jutaan orang, baik di kota maupun di pedesaan karena orang menerapkan work and learn from home. Masalah ini dipersulit oleh hilangnya jutaan pekerjaan karena krisis sosial dan pangan. Pembatasan aktivitas sosial dan bisnis dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ataupun Karantina Wilayah (Lockdown) telah membuat produktivitas sektor pangan menurun. Banyak komoditas akhirnya tidak dipanen karena para pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena berbagai hambatan dan banyak sayuran, ikan, dan buah yang kelebihan stock dan pada akhirnya membusuk karena tidak ada yang membeli akibat menerapkan protokol kesehatan COVID- 19 yang mengharuskan menjaga jarak fisik 1-2 meter.
Solusi yang ditawarkan agar ketahanan pangan bisa terealisasi
di masa COVID-19 adalah modernisasi pertanian dengan kearifan lokal berbasis komunitas, perluasan akses alat-alat berteknologi tinggi seperti drone, traktor bersubsidi dari APBN/APBD, dan aplikasi smartphone untuk memantau tanaman, hama dan kondisi pertanian lainnya. Ini dilakukan sebagai bagian dari transformasi sistem pangan untuk membuatnya lebih tangguh dan mengurangi risiko gagal panen di saat musim kemarau dan musim penghujan. Menggunakan e- commerce dan data digital untuk menyempurnakan penanaman dan aspek pertanian lainnya termasuk pemasaran (marketing). Pergeseran status yang tadinya berdasarkan keturunan (kerajaan) karena perkembangan kepemilikan alat-alat produksi dan relasi-relasi yang terjadi diantara komunitas petani, maka pelapisan sosial pun telah terbentuk dengan sendirinya. Misalnya, munculnya pelapisan sosial masyarakat petani di mana dalam struktur sosial terbagi pada tiga lapisan yaitu; (1). Petani pemilik; anggota masyarakat yang menguasai sejumlah lahan pertanian, (2). Petani penggarap; anggota masyarakat yang menggarap atau menyewa lahan orang lain dan (3). Buruh tani; anggota masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani pada lahan orang lain. Perbedaan ketiga status dalam lapisan sosial masyarakat, selain dapat dilihat dari kepemilikan harta benda masingmasing kelompok masyarakat, juga ditemukan adanya perbedaan nilai penghormatan kepada mereka yang mempunyai status sosial tinggi. Perbedaan ini terlihat sangat jelas apabila terdapat upacara-upacara adat dan acara seremonial lainnya yang dilaksanakan di Desa Sereang. Salah satu, modernisasi pertanian menggunakan kearifan lokal berbasis komunitas juga dialami oleh Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Stevanus Rangga Santoso, Founder CV Santoso Agro yang berhasil menanam melon menggunakan inovasi greenhouse tanpa pestisida, di Jalan Lingkar Barat, Desa Pasuruhan Lor, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Pertanian di dalam greenhouse adalah sistem produksi pertanian yang mengabungkan pemanfaatan perlindungan tanaman dari intensitas hujan, sinar matahari dan iklim mikro, yang mengoptimalkan pemeliharaan tanaman, pemupukan dan irigasi mikro, sehingga mampu meningkatkan produksi buah. Stevanus Rangga menjelaskan, konsep pertanian melon yang dia pakai merupakan wujud aplikasi teknologi di pertanian, yakni dia menanam dengan sistem hidroponik, tanpa tanah supaya tidak mengandung kadar pupuk sama sekali.
Pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa sebagai
strategi dan solusi selama COVID-19 maupun pasca COVID-19 agar tak terjadi kemiskinan dan kelaparan di pedesaan dan kesenjangan tenaga kerja dan kesejahteraan antara pedesaan dan perkotaan, maka desa bisa membangun wisata, mengembangkan UMKM dan koperasi, atau mengembangkan potensi lain yang ada di desa itu. Tanpa keterlibatan desa, maka pasokan rantai pangan dan pengurangan pengangguran akan semakin sulit karena keterbatasan lahan yang berada di perkotaan dan adanya PHK yang dilakukan selama pandemi COVID-19. Dengan demikian, pembangunan desa sesungguhnya merupakan upaya-upaya sadar dari masyarakat dan pemerintah baik dengan menggunakan sumberdaya yang bersumber dari desa, bantuan pemerintah maupun bantuan organisasi- organisasi/lembaga domestik maupun internasional untuk menciptakan perubahanperubahan ke arah yang lebih baik.