Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

WAWASAN KEPENDIDIKAN

Dosen Pengampu :

Dr. I Gede Sudirtha, S.Pd, M.Pd.

Oleh:

GUSTI AYU PERMATA SARI (1715051045)

PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2018
Artikel

Periodisasi dan Kebijakan Pendidikan dari Era Orde Lama,

Orde Baru, sampai Era Reformasi

Pendidikan merupakan hal yang sangat dijunjung tinggi di seluruh dunia


karena pendidikan adalah yang sangat penting untuk mencerdaskan bangsa demi
memajukan kesejahteraan umum. Melalui dunia pendidikan seseorang bisa
berbagi ilmu dan menerima ilmu, menambah wawasan serta dapat menambah
pengalaman. Kini pendidikan tidak hanya sebatas mempelajari ilmu tetapi juga
membentuk pribadi yang lebih baik secara mental dan spiritual. Seiring
perkembangan jaman, dunia pendidikan juga banyak mengalami perubahan dari
era orde lama, era orde baru hingga era reformasi demi mewujudkan cita-cita
nasional.

Indonesia di era Orde Lama merupakan negara yang sarat dengan cita-cita
sosialisme. Cita-cita sosialisme ini termasuk juga dalam bidang pendidikan.
Sosialisme Indonesia yang dijalankan oleh pemerintah, di tingkatan kebijakan,
sampai penerapannya dilingkungan pendidikan formal, SMP, SMA, dan
perguruan tinggi, merupakan salah satu cara menyelaraskan tujuan pendidikan
dengan tujuan negara. Pemerintah membuat suatu kurikulum yang sesuai dengan
tujuan tersebut, dan lahirlah mata pelajaran Ilmu Kewargaan Negara atau Civics,
yang diajarkan di tingkat SMP dan SMA. Kebijakan pendidikan pada masa ini
disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu pendidikan sosialisme Indonesia oleh
pemerintahan Ir. Soekarno (1961-1966) (Hartono, 1999). Di era orde lama, (masa
awal kemerdekaan) urusan pendidikan dan kebijakan didalamnya diserahkan pada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hanya saja penamaan kementeriannya
berbeda-beda. Perbedaan penamaan seolah menjadi tanda bahwa arah dan tujuan
pendidikan nasional acapkali “tidak konsisten” dari kabinet satu ke kabinet
lainnya. Alih kata, arah dan tujuan pendidikan nasional dimasa orde lama tengah
mencari performa terbaiknya. Menteri pendidikan pertama Ki Hajar Dewantara
beberapa bulan sesudah proklamasi kemerdekaan mengeluarkan Instruksi Umum,
yang isinya menyerukan kepada para pengurus upaya membuang sistem
pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme (Tilaar, 1995). Semangat
diskriminatif di dalam sekolah formal mulai dikikis. Anak-anak dari kalangan
buruh dan tani mulai bisa menikmati dan mengenyam bangku pendidikan. Secara
yuridis, pemikiran tentang pendidikan nasional dapat dilacak dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), yang pelaksanaannya
ditegaskan dalam UU No.12 Tahun 1954, tentang pernyataan berlakunya UU
No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
Untuk Seluruh Indonesia (lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38. Tambahan
lembaran Negara Nomor 550). Tujuan dan dasar pendidikan pada Orde Lama
dapat dilihat pada pasal 3 dan 4. Pasal 3:“ Tujuan pendidikan dan pengajaran
adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis
serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakatdan tanah air ”Pasal 4:
“Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam
Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan
Indonesia”. Konsep pendidikan ini akhirnya berakhir ketika pada tahun 1965.

Menurut (Tilaar, 1995) orde baru menandakan lahirnya suatu orde


pembangunan yang ingin membawa bangsa dan masyarakat Indonesia menuju
suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan pelaksanaan
UUD 1945 secara konsekuen. Kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru
diarahkan pada penyeragaman. Tilaar (2002:3) menjelaskan pendidikan di masa
ini diarahkan kepada uniformalitas atau keseragaman di dalam berpikir dan
bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah tunggal dari organisasi sosial
masyarakat, semuanya diarahkan kepada terbentuknya masyarakat yang homogen.
Pada masa ini tidak ada tempat bagi perbedaan pendapat, sehingga melahirkan
disiplin semu dan melahirkan masyarakat peniru. Pada masa ini pertumbuhan
ekonomi yang dijadikan panglima. Hal ini membuat seseorang berpikir
menyedihkan karena dari kebijakan pemerintahan orde baru terhadap pendidikan
adalah sistem doktrinisasi. Yaitu sebuah sistem yang memaksakan paham-paham
pemerintahan orde baru agar mengakar pada benak anak-anak. Bahkan dari sejak
sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi , diwajibkan untuk mengikuti
penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila. Proses
indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham-paham orde baru, tetapi juga
sistem pendidikan masa orde baru yang menolak segala bentuk budaya asing, baik
itu yang mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Paham orde baru
yang membuat kita takut untuk melangkah lebih maju. Sebagai akibat dari
kebijakan pemerintah tersebut, pendidikan yang maju hanya di pulau Jawa
sementara di daerah lain sistem pendidikannya kurang maju karena kurangnya
keberterimaan masyarakat terhadap sistem pendidikan. Akhirnya, penerapan
pendidikan tidak diarahkan pada kualitas melainkan pada kuantitas. Hal ini
menimbulkan peningkatan pengangguran dari berbagai jenjang. Banyak lulusan,
tetapi tidak punya pekerjaan. Pada masa itu akuntabilitas pendidikan masih sangat
rendah.

Era reformasi merupakan era perubahan dimana dengan adanya masa ini
menandakan adanya ketidakpuasan terhadap pelaksaan kebijakan orde baru. Era
reformasi dimulai pada tahun 1998 sampai dengan saat ini. Era reformasi
memberi ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan pendidikan baru yang
bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis
kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik
menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945
dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan belanja negara. Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun
1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999
tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada
pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat
dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.

Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa


konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional. Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa
banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya
manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini
ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi
pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator
akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan
dalam Permendiknas RI.

Di era reformasi setidaknya ada empat kebijakan pendidikan yang menjadi


agenda perbaikan sistem pendidikan nasional. Keempat program di bidang
pendidikan yaitu: (1) peningkatan mutu pendidikan; (2) efisiensi pengelolaan
pendidikan; (3) relevansi pendidikan, dan (4) pemerataan pelayanan pendidikan.
Kempat isu utama di bidang pend-idikan tersebut, di dasarkan kepada kei-nginan
dan tuntutan bangsa Indonesia berkaitan dengan peningkatan kualitas serta
mempermudah dan mempercepat pelayanan di bidang pendidikan. Selain itu,
paradigma baru dalam bidang pendidikan adalah menja-dikan pendidikan agama
sebagai salah satu isu utama dalam setiap kebijakan peme-rintah, baik dalam
substansi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas maupun
Peraturan Pemerintah yang mengikutinya, karena dianggap bahwa agama sebagai
dasar pembentukan karakter bang-sa, pembangunan manusia Indonesia seutu-
hnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya
Pendapat

Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0

Era revolusi merupakan perubahan yang sudah sangat berkembang


daripada era sebelumnya, era ini menandakan dengan kemunculan teknologi yang
semakin berkembang yaitu seperti adanya super computer, robot pintar,
kecerdasan buatan, kendaraan tanpa pengemudi. Dengan kemajuan yang terus
berkembang ini tentu saja akan banyak tantangan pendidikan dimasa mendatang,
bagaimanapun juga dunia pendidikan harus berkembang menuju era revolusi
tetapi tetap dengan menghindari dampak-dampak negative yang dapat merugikan.

Untuk menghadapi tantangan tersebut perguruan tinggi ditantang


untuk berubah termasuk meghasilkan generasi yang berkualitas bagi masa depan.
Karena untuk menghadapi era revolusi dunia pendidikan harus benar-benar siap
karena secara otomatis pada era ini lebih membutuhkan generasi yang
berpendidikan. Adapun tantangan pendidikan kedepannya adalah bagaimana cara
menyiapkan sumber daya manusia agar tidak tergantikan dengan adanya mesin
dan kecerdasan buatan tersebut. Untuk itu pendidikan harus mampu menghasilkan
lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di era Revolusi Industri 4.0,
yaitu lulusan yang berkarakter, kompeten dan inovatif. Selain itu para pendidik
dan peserta didik harus mampu bekerja sama menyongsong era revolusi untuk
membantu kemajuan Indonesia melalui pendidikan. Peserta didik diharapkan
tidak hanya menerima ilmu, tetapi diharapkan menjadi lebih kreatif serta inovatif
dapat menciptakan teknologi yang sangat membanggakan untuk membantu
manusia.

Sumber :

Tilaar, H. A. R. (1995). 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995 Suatu Analisi


Kebijakan. Indonesia: PT. Grasindo.

Tilaar , H.A.R. & Riant Nugroho (2008). Kebijakan Pendidikan, Pengantar untuk
Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pndidikan Sebagai Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai