Anda di halaman 1dari 11

Nama : Nadila Febi Aristya

NIM : P031914472012

Pemasangan, Perawatan Kateter dan Bladder Training

1. Pengertian Pemasangan kateter


Pemasangan kateter atau kateter urine adalah suatu tindakan
keperawatan memasukan kateter kedalam kandung kemih melalui uretra.
Pemasangan kateter ini seringkali digunakan pada pasien-pasien yang tidak
mampu untuk membuang air kecil sendiri dengan normal – semisal pada
pasien-pasien dengan pembesaran prostat-, sehingga memerlukan alat bantuan
kateter. Proses pengosongan kandung kemih sebelum, saat, atau sesudah
operasi. Saat pemberian obat langsung ke dalam kandung kemih, misalnya
karena adanya kanker kandung kemih.

2. Tujuan pemasangan Kateter


Pemasangan kateter urine mempunyai berbagai tujuan, diantaranya :
a. Menghilangkan distensi pada kandung kemih
b. Mengosongkan kandung kemih secara lengkap
c. Eksplorasi uretra apakah terdapat seanosis atau lesi
d. Mengetahui residual urine setelah miksi
e. Memasukan kontras kedalam buli – buli
f. Mendapatkan specimen urine steril
g. Therapeutic : memenuhi kebutuhan eliminasi urine
h. Kateterisasi menetap ( indwelling catherezation )
i. Kateterisasi sementara ( intermitter catherization )
3. Indikasi Pemasangan Kateter
Indikasi pemasangan kateter terbagi menjadi dua, yang pertama
indikasi diagnostik untuk keperluan penegakan diagnosa, dan indikasi terpi
atau untuk pengobatan.

a. Indikasi Diagnostik Pemasangan Kateter :


 Mengambil spesimen urin tanpa terkontaminasi
 Monitoring dari produksi urin (urine output), sebagai indikator status
cairan dan menilai perfusi renal (terutama pada pasien kritis)
 Pemeriksaan radiologi pada saluran kemih
 Diagnosis dari perdarahan saluran kemih, atau obstruksi saluran kemih
(misalnya striktur atau hipertropi prostat) yang ditandai dengan
kesulitan memasukkan kateter

b. Indikasi Terapi Pemasangan kateter :


Kateterisasi uretra digunakan sebagai terapi pada kondisi berikut:
 Retensi urin akut (misalnya pada benign prostatic hyperplasia, bekuan
darah, gangguan neurogenik)
 Obstruksi kronik yang menyebabkan hidronefrosis, serta tidak dapat
diperbaiki dengan obat atau tindakan bedah
 Inkontinensia urin yang tidak tertangani dengan terapi lainnya, yang
juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit sekitar kemaluan
 Inisiasi irigasi kandung kemih berkelanjutan
 Dekompresi intermiten pada gangguan kandung kemih neurogenik
 Pemeliharaan kondisi higiene atau sebagai terapi paliatif (pasien
terminal) pada kondisi pasien yang memerlukan istirahat (bedrest)
dalam waktu lama
4. Kontraindikasi Pemasangan Kateter
Kateterisasi uretra dikontraindikasikan pada pasien dengan gejala
trauma pada traktus urinarius bagian bawah, misalnya terjadi robekan pada
uretra. Kondisi ini dapat ditemukan pada pasien laki-laki yang mengalami
trauma pelvis atau straddle-type injury.
Gejala yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah
ditemukannya prostat yang meninggi (high-riding) atau edema, hematom di
perineum, atau keluarnya darah dari lubang uretra.
Apabila kondisi ini ditemukan maka harus dilakukan pemeriksaan
uretrogram untuk menghindari terjadinya robekan pada uretra sebelum
dilakukan pemasangan kateter.

5. Alat dan Bahan Pemasangan kateter


a. Handshoen steril
b. Handschoen on steril
c. Kateter steril sesuai ukuran dan jenis
d. Urobag
e. Doek lubang steril
f. Jelly
g. Lidokain 1% dicampur jelly ( perbandingan 1 :1 ) masukkan dalam spuit
(tanpa jarum )
h. Larutan antiseptic + kassa steril
i. Perlak dan pengalas
j. Pinset anatomis
k. Bengkok
l. Spuit10 cc berisi aquades
m. Urinal bag
n. Plester / hypavik
o. Gunting
p. Sampiran

6. SOP Pemasangan Kateter Urine secara Umum


a. Tahap Pra Interaksi
 Melakukan pengecekan program terapi
 Mencuci tangan
 Menyiapkan alat

b. Tahap Orientasi
 Memberikan salam dan menyapa nama pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
 Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien

c. Tahap Kerja
 Menjaga privacy Pasien dengan memasang sampiran dan selimut extra
 Mengatur posisi pasien dalam posisi terlentang dan melepaskan pakaian
bawah
 Memasang perlak dan pengalas
 Memasang pispot di bawah bokong pasien
 Menyiapkan plester fiksasi kateter dan label waktu pemasangan kateter,
membuka kemasan luar kateter dengan tetap mempertahankan
kesterilannya, menyiapkan pelumas pada kasa steril dan dijaga
kesterilannya.
 Memakai sarung tangan
 Tangan tidak dominan pegang penis pakai kasa steril, desinfeksi dengan
tangan dominan dengan menggunakan kapas sublimat/betadin sol pada
metaus uretra.
 Mengganti sarung tangan steril, memasang duk steril
 Masukkan jelly anestesi atau pelumas pada uretra kira-kira 10 cc, tahan
ujung penis dan meatus uretra dengan ibu jari dan telunjuk untuk
mencegah refluk jelly, tunggu sebentar kira-kira 5 menit agar efek
anestesi bekerja.
 Pilih foley kateter sesuai ukuran, (besar : 18 dan 20, kecil : 8 dan 10
french catheter) atau sesuai persediaan
 Masukkan foley kateter ke uretra secara perlahan dengan sedikit
mengangkat penis hingga urin keluar (klien dianjurkan tarik napas
panjang)
 Menampung urin pada botol bila diperlukan untuk pemeriksaan
 Mendorong lagi foley kateter kira-kira 5 cm ke dalam
 bladder (1-2 inc)
 Kembungkan balon dengan cairan aquadest sesuai ukuran, kira-kira 20
cc
 Menarik kateter dengan perlahan sampai terasa ada tahanan dan
meletakkannya di atas abdomen bagian bawah.
 Menyambungkan kateter dengan urine bag
 Melepas duk, pengalas dan sarung tangan
 Memfiksasi kateter di atas abdomen bagian bawah
 Menempel label waktu pemasangan kateter

d. Tahap Terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan yang baru dilakukan
 Merapikan pasien dan lingkungan
 Berpamitan dengan klien
 Membereskan alat-alat dan kembalikan alat ketempat semula
 Mencuci tangan
 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
 SOP Pemasangan Kateter Urine Pada Pria
 Memperkenalkan diri
 Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
 Siapkan alat disamping klien
 Siapkan ruangan dan pasang sampiran
 Cuci tangan
 Atur posisi psien dengan terlentang abduksi
 Pasang pengalas
 Pasang selimut, daerah genetalia terbuka
 Pasan handschoen on steril
 Letakkan bengkok diantara kedua paha
 Cukur rmabut pubis
 Lepas sarung tangan dan ganti dengan sarung tangan steril
 Pasang doek lubang steril
 Pegang penis dengan tangan kiri lalu preputium ditarik ke pangkalnya
dan bersihkan dengan kassa dan antiseptic dengan tangan kanan
 Beri jelly pada ujung kateter ( 12,5 – 17,5 cm). Pemasangan indwelling
pada pria : jellydan lidokain denga perbandingan 1 : 1 masukkan
kedalan uretra dengan spuit tanpa jarum
 Ujung uretra ditekan dengan ujung jari kurang lebih 3-5 menit sambil di
masase
 Masukkan kateter pelan – pelan, batang penis diarahkan tegak lurus
deng bidang horisontal sambil anjurkan untuk menarik napas.
Perhatikan ekspresi klien
 Jika tertahan jangan dipaksa
 Setelah kateter masuk isi balon dengan caran aquades bila untuk
indwelling, fiksasi ujung kateter di paha pasien. Pasang urobag
disamping tempat tidur
 Lihat respon klien dan rapikan alat
 Cuci tangan
 Dokumentasikan tindakan

1. DEFINISI BLADDER TRAINING


Bladder training merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada pasien yang terpasang kateter dengan tujuan melatih otot detrusor
kandung kemih supaya dapat kembali normal setelah kateternya dilepas.
Setelah kateter dilepas, terdapat beberapa kemungkinan yang akan
dialami oleh pasien berhubungan dengan proses dan reflek berkemihnya. Efek
samping dari pemasangan kateter adalah terjadinya inkontinensia urin
dan retensi urine. Terdapat 3 macam metode bladder training, yaitu
delay urination (menunda berkemih), scheduled bathroom trips (jadwal
berkemih), dan kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan
otot-otot dasar panggul)

2. TUJUAN BLADDER TRAINING


Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung
kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter & Perry, 2005). Terapi
ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan
berbagai teknik distraksi atau teknik relaksasi, sehingga frekuensi
berkemih dapat berkurang, hanya 6-7x/hari atau 3-4 jam sekali. Melalui
latihan ini penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih. Selain itu,
juga ada tujuan yang lain yaitu:
a. Melatih klien melakukan BAK secara mandiri
b. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang lama
c. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter
d. Menghindari kelembaban dan iritasi pada kulit lansia
3. INDIKASI BLADDER TRAINING
a. Klien yang dilakukan pemasangan kateter cukup lama
b. Klien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter
c. Klien yang mengalami inkontinensia (kebocoran) retentio urinea
d. Klien post-operasi
e. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
f. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urine

4. KONTRAINDIKASI BLADDER TRAINING


Tidak boleh dilakukan pada pasien gagal ginjal karena akan terdapat
batu ginjal, yang diobservsi hanya kencingnya

5. PERAN PERAWAT BLADDER TRAINING


Perawat melakukan pengkajian keperawatan, seperti:
a. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab. Bila terdapat ISK
atau penyakit lainnya, maka harus diobati dalam waktu yang sama.
b. Saat melepas kateter urin, perawat mengobservasi mengkaji dengan
teliti apakah ada tanda-tanda infeksi atau cidera pada meatus uretra
pasien.
c. Perawat perlu melakukan pengkajian dan pemantauan pola berkemih
setelah selesai bladder training dan pelepasan kateter urine.
Infoini memungkinkan perawat merencanakan sebuah progam yang
sering memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
d. Perawat medikal bedah juga harus responsif terhadap keluhan
yang timbul setelah kateter urine dilepas. Pasien diminta untuk
segera melaporkan pada perawat atau dokter jika ada keluhan yang
dirasakan pasien saat berkemih.
e. Kebutuhan klien akan bladder training. Pastikan bahwa pasien benar-
benar membutuhkan bladder training.

6. PROSEDUR BLADDER TRAINING


Persiapan pasien:
a. Sampaikan salam
b. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan

Persiapan alat:
a. Catatan perawat
b. Klem
c. Jam
d. Air minum
e. Handscoon
f. Kassa
g. Kantong urine

Pesiapan lingkungan:
a. Jaga privasi klien dengan menutup pintu
b. Atur pencahayaan, penerangan dan ruangan yang kondusif

Pelaksanaan:
Ada 2 tingkat yaitu tingkat masih dalam kateter dan tingkat bebas kateter
a. Tingkat masih dalam kateter:
Prosedur 1 jam
 Cuci tangan
 Klien diberi minum 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 7 pagi sampai 7
malam. Setiap kali habis diberi minum, kateter diklem
 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai jam 8 pagi
sampai jam 8 malam dengan cara klem kateter dibuka
 Pada malam hari (setelah jam 8 malam) kateter dibuka dan klienboleh
minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari
 Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
progam tersebut berjalan lancar dan berhasil

Prosedur 2 jam
 Cuci tangan
 Klien diberi minum 2 jam sebanyak 200 cc dari jam 7 pagi sampai 7
malam. Setiap kali habis diberi minum, kateter diklem
 Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan mulai jam 9 pagi
sampai jam 9 malam dengan cara klem kateter dibuka Pada malam
hari (setelah jam 9 malam) kateter dibuka dan klien boleh minum
tanpa ketentuan seperti pada siang hari
 Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
progam tersebut berjalan lancar dan berhasil

b. Tingkat bebas kateter (prosedur ini dilakukan apabila prosedur 1 sudah


berjalan lancar)
 Cuci tangan
 Klien diberi minum setiap setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 7
pagi sampai 7 malam, lalu kandung kemih dikosongkan
 Kemudian kateter dilepas
 Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien untuk konsentrasi
BAK, kemudian lakukan penekanan pada area kandung kemih dan
lakukan pengosongan kandung kemih setiap 2 jam dengan
menggunakan urinal
 Berikan minum terakhir jam 7 malam, selanjutnya klien tidak boleh
diberi minum sampai jam 7 pagi untuk menghindari klien
dari basahnya urine pada malam hari
 Beritahu klien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan
BAK sebelum 2 jam klien diharuskan menahannya
 Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba mengosongkan
kandung kemih dengan menggunakan urinal
 Alat-alat dibereskan
 Akhiri interaksi dengan mengucap salam
 Cuci tangan
 Dokumentasikan hasil tindakan

Evaluasi:
a. Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7x/hari atau 3-4 jam sekali
b. Bila tindakan dirasakan belum optimal atau terdapat gangguan:
 Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan dari
eksternal, misalnya dengan menepuk paha bagian dalam
 Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu
pengosongan kandung kemih secara total, misalnya menarik napas
dalam
 Menghindari minuman yang berkafein
 Minum obat diuretic yang telah diprogamkan atau cairan
untuk meningkatkan diuretic
c. Sikap
 Jaga privasi klien
 Lakukan prosedur dengan teliti

Anda mungkin juga menyukai