Anda di halaman 1dari 7

1.

1 Administrasi Pajak di Indonesia


Perubahan dan peningkatan administrasi pajak di Indonesia sudah dilakukan beberapa
kali. Perubahan ini dilakukan untuk menciptakan administrasi pajak terbaik bagi Indonesia.
Administrasi pajak yang baik adalah yang mampu meningkatkan kepatuhan sukarela WP,
meningkatkan kepercayaan masyarakat (trust), dan meningkatkan integritas aparat pajak. Hal
ini dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak bagi negara dan meningkatkan
kepatuhan pajak. Kini pemerintah telah melakukan modernisasi administrasi pajak melalui
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Diharapkan dengan adanya administrasi
pajak yang modern ini, wajib pajak merasakan kemudahan dan mematuhi kewajiban
pajaknya. Bentuk administrasi pajak modern diantaranya adalah e-registration, e-filing, e-
billing.
E-registration atau sistem pendaftaran WP secara online memungkinkan subjek pajak
untuk mendaftarkan dirinya sebagai WP tanpa perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tempat ia berdomisili. Dalam proses e-registration, WP hanya perlu mengisi formulir sesuai
dengan petunjuk yang diberikan dan melakukan scan Kartu Tanpa Penduduk (KTP) asli
secara online. Setelah melakukan semua prosedur tersebut, WP cukup menunggu kartu
NPWP tersebut selesai dibuat dan dikirimkan ke alamat yang didaftarkan oleh WP.
E-filing adalah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara online melalui
melalui situs jejaring pajak dari DJP atau penyedia jasa aplikasi yang ditunjuk DJP. WP tidak
perlu lagi melakukan pengisian SPT secara manual dan datang ke KPP untuk menyampaikan
SPT-nya. Proses e-filing ini dimulai dengan dengan mengajukan permohonan pembuatan
Electronic Filing Identification Number (EFIN) dengan mendatangi KPP terdekat. Setelah
mendapatkan EFIN, WP dapat mendaftarkan diri dan melakukan e-filing di sistem e-filing
pajak. Dengan terdaftarnya WP di sistem e-filing pajak, WP dapat mengisi SPT secara online
maupun membuatnya secara offline terlebih dahulu melalui aplikasi e-SPT lalu
mengunggah  file csv sebagai output-nya ke sistem e-filing pajak.
E-billing adalah sistem pembayaran pajak secara elektronik dengan membuat kode
billing pajak pada aplikasi SSE pajak online yang merupakan bagian dari sistem penerimaan
negara. Kode billing pajak adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem billing
atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan wajib pajak. Dengan
menggunakan e-billing wajib pajak dapat melakukan transaksi pembayaran pajak secara lebih
cepat dan lebih akurat. Proses e-billing dimulai dengan melakukan registrasi akun e-billing
SSE Pajak, membuat kode ID billing pajak, mencetak kode ID billing pajak, dan melakukan
pembayaran pajak online.

1.2 Sejarah Perjalanan Reformasi Pajak di Indonesia


a. Reformasi Pajak 1983
Reformasi pajak pertama dilakukan pada tahun 1983. Reformasi ini dianggap berhasil
karena penerimaan pajak negara meningkat dan menaikkan peran pajak pada APBN.
Kekurangannya adalah reformasi pajak ini ditangani oleh konsultan asing, meski tenaga-
tenaga dalam negeri sebenarnya mampu. Hal-hal yang dirubah pada reformasi pajak tahun
1983 antara lain:
Perubahan Sistem Pemungutan Pajak
Sebelum reformasi, besarnya pajak terutang oleh wajib pajak ditentukan oleh negara (official
assessment). Kemudian, diubah menjadi wajib pajak menghitung dan melaporkan sendiri
besarnya pajak penghasilan yang terutang (self assessment). Mengikuti perubahan sistem
pemungutan pajak ini, Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan
Pajak.
Perubahan Pengenaan Pajak
Untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia, menunjang ekspor, dan meningkatkan
efektivitas kontrol masyarakat dalam pemungutan pajak tidak langsung, PPn (Pajak
Penjualan) diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, tarif PPh juga
diturunkan dari 45% ke 35% dan struktur tarif pajak penghasilan disederhanakan untuk WP
orang pribadi ataupun WP perusahaan.
b. Reformasi Pajak 1994
Reformasi pajak 1994 dilakukan sebagai tindak lanjut dari perubahan sistem
pemungutan pajak menjadi self assessment. Pada saat itu, banyak WP berupaya menghindari
atau mengecilkan kewajiban pajaknya dengan upaya yang legal maupun illegal. Tidak hanya
itu, sifat atau perilaku petugas pemungut pajak juga aktif mencari peluang memperkaya diri
dengan menyalahgunakan kewenangannya. Menyadari hal tersebut, reformasi pajak 1994
dimaksudkan untuk meminimalkan interaksi aparatur pajak dengan WP dan menjaga
tegaknya prinsip-prinsip dalam reformasi pajak 1983, yaitu sederhana, asas pemerataan dan
keadilan, kepastian hukum, menutup atau mengurangi peluang penyelendupan pajak dan
penyalahgunaan wewenang, netralitas, serta pajak dapat digunakan sebagai pembangunan
ekonomi di sektor atau daerah tertentu. Perubahan yang terjadi pada reformasi pajak tahun
1994 antara lain:
Perubahan Undang-Undang
Perubahan undang-undang ini dilakukan sebagai bentuk persaingan tarif pajak dengan
negara-negara ASEAN dalam memperebutkan investasi. Undang-undang yang mengalami
perubahan yaitu;
1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 5 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1991.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah.
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Memperkuat Landasan Hukum
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penajaman dari prinsip sederhana dan prinsip kepastian
hukum agar tidak terjadi multitafsir pada definisi, cakupan, serta pengecualiaan subjek dan
objek pajak. Penajaman ini juga meliputi perluasan objek-objek pajak baru atas penghasilan.
Misalnya, premi asuransi yang dibayarkan ke luar negeri, penghasilan dan penjualan harta di
Indonesia yang dinikmati WP luar negeri, pengakuan pengeluaran atau beban atau ongkos
untuk pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan sumber daya manusia, serta
pengeluaran atau biaya untuk pelestarian lingkungan dan ekosistem.
Menekankan Prinsip Kesetaraan Antara WP Dengan Aparatur Pajak
Hal ini ditunjukkan dengan pemberian bunga kepada WP sebesar 2% perbulan atas
keterlambatan dalam pengembalian lebih bayar pajak oleh negara. Di lain sisi, pejabat pajak
juga dapat dihukum pidana kurungan dan denda jika melanggar ketentuan rahasia jabatan.
Selain itu, prinsip kesetaraan juga ditekankan antara WP dimana peraturan perpajakan harus
berlaku sama bagi setiap WP, seperti dengan diberlakukannya PPh Final.
Penurunan Tarif PPh
Tarif PPh tertinggi kembali diturunkan dari 35% menjadi 30%.
Perpanjangan Kadaluarsa Pajak
Masa kadaluarsa pajak diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun.
Penataan Kembali PPN
Beberapa isu pokok yang ditata kembali antara lain
a. Cakupan obyek pajak, saat dan tempat PPN terutang;
b. PPN yang tidak dipungut atau dibebaskan oleh negara;
c. PPN atas kegiatan membangun sendiri;
d. PPN atas penyerahan barang yang menurut tujuan semula bukan untuk diperjualbelikan;
e. Restitusi PPN.
Perubahan dalam PBB
a. Diperkenalkannya besarnya NJOP tidak kena pajak untuk setiap WP-PBB, yaitu sebagai
perwujudan keadilan bagi WP dengan harta tertentu (sedikit), tidak dikenakan PBB.
b. Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding PBB ke badan peradilan pajak
sebagaimana jenis-jenis pajak lainnya.
c. Reformasi Pajak 1997
Reformasi pajak 1997 adalah penyempurna dari reformasi pajak 1983 dan 1994 untuk
menertibkan penerimaan negara di tingkat pemerintah pusat dan daerah, serta meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. Pada reformasi ini terdapat lima buah UU yang disahkan
antara lain:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
(BPSP)
Undang-undang ini mengatur mengenai BPSP, dimana BPSP dibentuk untuk melahirkan
pengadilan pajak yang murah, mudah, dan cepat. Untuk mencegah disalahgunakan oleh WP,
banding pajak tidak akan menunda pembayaran pajak terutang WP. BPSP harus memberikan
putusan banding dalam jangka waktu satu tahun dan apabila melampaui jangka waktu
tersebut, dianggap diterima. Posisi WP dan Direktorat Jenderal Pajak berada pada kedudukan
yang sama.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Undang-undang ini bertujuan untuk menertibkan atau memangkas pungutan-pungutan di
daerah. Hal ini dilakukan karena pungutan tersebut sering tumpang tindih dengan beban
masyarakat/investor, tidak efisien dan tidak efektif, mengganggu arus lalu lintas barang
antardaerah, menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat, serta menganggu kenyamanan
masyarakat.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Undang-undang ini merupakan pelengkap dari UU No. 9 Tahun 1994 dan bertujuan untuk
melancarkan serta memudahkan pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa. Berisi
tentang perubahan organisasi Ditjen Pajak, kejelasan dan penegasan definisi sita, lelang,
sandera, dan sanggahan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP)
Undang-undang ini mengatur mengenai PNBP. Banyak PNBP yang tidak dimasukkan ke
dalam kas negara, sehingga tidak termuat dalam APBN dan mudah disalahgunakan. Kini
PNBP selambat-lambatnya 5 tahun harus sudah dikelola dan dialihkan ke kas negara/APBN.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan (BPHTB)
Undang-undang ini mengatur mengenai BPHTB yang merupakan jenis pajak baru. Pajak ini
ditanggung oleh pembeli tanah atau bangunan sebesar 5% dari NJOP. Awalnya, pajak ini
dipungut oleh pemerintah pusat kemudian diserahkan pada pemerintah daerah, namun pada
tahun 2011 dialihkan hak pungutnya kepada pemerintah daerah.
d. Reformasi Pajak Pasca 1997
Reformasi pajak pasca 1997 memiliki sifat yang politis dan asal-asalan tanpa sasaran
yang jelas serta menghabiskan biaya besar. Berikut beberapa kebijakan perpajakan yang
mengalami perubahan pasca 1997 antara lain:
- Penambahan Jumlah NPWP : penambahan ini tidak menambah jumlah penerimaan
pajak negara dan malah membuat beban administrasi membengkak yang berasal dari
WP nihil atau non-efektif.
- Adanya Proyek Reformasi Administrasi Pajak (PINTAR) : proyek ini memakan
biaya yang sangat besar, yaitu USD 145 juta yang diperoleh dari dana pinjaman Bank
Dunia serta ditangani konsultan asing.
- Perubahan Undang-Undang KUP : perubahan ini mulai berlaku tahun 2008 dan
mengubah mengenai sistem keberatan dan banding, syarat-syarat bukti permulaan
yang diperingan, dan ancaman sanksi bagi pegawai pajak yang diperberat.
- Perubahan pada Undang-Undang PPh : perubahan ini mulai berlaku tahun 2010
dan mengubah mengenai tarif PPh yang diturunkan menjadi 25% dan tidak lagi
progresif.
- Perubahan Undang-Undang PPN : perubahan ini mulai berlaku April 2010 dan
mengubah mengenai Restitusi PPN dan BKP.
1.3 Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesia Tahun 2016-2017
Tax Amnesty merupakan kebijakan perpajakan yang memberikan pengampunan atas
keringanan pokok pajak berkaitan dengan hutang pajak atau pokok pajak yang kurang
ataupun belum dibayarkan dengan penerapan tarif yang jauh lebih rendah dari tarif
pajak yang berlaku secara umum. Selain itu, tax amnesty juga memberikan pembebasan
atau penghapusan dari sanksi administrasi dan tuntutan pidana pajak.
Tax amnesty pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1964, namun
mengalami kegagalan karena banyaknya pungutan lain yang menyebabkan penerimaan
dana dari tax amnesty lebih kecil dari Sumbangan Wajib Pajak Istimewa (SWI)
Dwikora. Penyebab lain dari kegagalan ini adalah adanya Gerakan G30S PKI.
Tax amnesty yang kedua dilakukan pada tahun 1984 dan mengalami kegagalan
pula. Kegagalan ini disebabkan karena pada waktu itu sistem perpajakan Indonesia
belum terbangun.
Tax amnesty yang ketiga dilakukan pada tahun 2016 dan mengalami
keberhasilan bahkan termasuk yang terbaik di dunia. Penerimaan dari tax amnesty
mencapai Rp4.884,26 triliun atau setara dengan 39,3 persen dari produk domestik bruto
(PDB) Indonesia. Salah satu tujuan dari dilakukannya tax amnesty adalah untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Hal ini juga dicapai melalui tax amnesty tahun 2016
terbukti dengan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan oleh WP khususnya untuk PPh
meningkat secara konsisten dari 52 persen di 2012, menjadi 78 persen di 2020.
1.4 Rencana Tax Amnesty Jilid 2 Tahun 2022
Pemerintah akan menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II mulai 1
Januari 2022. Nantinya, wajib pajak bisa menyampaikan harta bersih yang belum atau kurang
diungkapkan sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 kepada Dirjen Pajak. Harta
bersih dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh) yang
bersifat final. Tarif PPh final yang dikenakan sebesar 6% atas harta bersih yang
diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor
energi baru terbarukan (EBT), serta surat berharga negara (SBN) dan akan dikenakan tarif
sebesar 8% atas harta bersih yang tidak diinvestasikan di sektor yang disebutkan tadi. Nilai
harta yang dijadikan pedoman adalah nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk
(ANTAM) untuk emas dan perak, nilai yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia (BEI)
untuk saham dan waran, serta nilai yang dipublikasikan PT Penilai Harga Efek Indonesia
untuk SBN.
Wajib pajak yang ingin mengungkapkan harta bersih bisa melalui surat
pemberitahuan pengungkapan harta. Surat disampaikan kepada DJP sejak 1 Januari 2022
sampai 30 Juni 2022. Wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti
pembayaran PPh final, daftar rincian harta dan informasi kepemilikan harta yang dilaporkan,
daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan akan
menginvestasikan harta bersih untuk sektor SDA, EBT, serta SBN. Bagi WP orang pribadi
harus memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), membayar PPh final, dan menyampaikan
surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak 2020. Selain itu, wajib pajak
orang pribadi juga harus mencabut beberapa permohonan, seperti pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, pengurangan atau penghapusan sanksi administratif, pembatalan surat
ketetapan pajak yang tidak benar, pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar,
keberatan, pembetulan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali.
Setelah itu, wajib pajak akan menerima surat keterangan dari DJP yang bearti WP
telah dibebaskan dari sanksi administrasi. Jika ditemukan ketidaksesuaian antara harta bersih
yang diungkapkan dan keadaan sebenarnya, maka DJP dapat merevisi atau membatalkan
surat keterangan tersebut. Bagi WP orang pribadi setelah menerima surat keterangan dari DJP
maka berlaku tak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk tahun pajak
2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020.
1.5 Penutup
Kesimpulan yang dapat diambil adalah perpajakan di Indonesia terus mengalami
perkembangan untuk menyediakan sistem perpajakan terbaik bagi masyarakat Indonesia.
Perkembangan ini dilakukan agar meningkatkan kepatuhan perpajakan masyarakat Indonesia
yang dapat meningkatkan penerimaan pajak Indonesia. Tentunya perkembangan ini tetap
mengikuti keadaan jaman yang penuh dengan kemajuan teknologi. Hal ini tercermin dari
administrasi perpajakan Indonesia yang sudah modern. Perkembangan mengenai kebijakan
dan aturan perpajakan juga terus berkembang melalui reformasi perpajakan tahun 1983
hingga sekarang. Kepatuhan masyarakat Indonesia dalam membayar pajak juga meningkat
dengan adanya keberhasilan tax amnesty.
Daftar Pustaka
Bawazier, F. (2011). REFORMASI PAJAK DI INDONESIA. REFORMASI PAJAK DI
INDONESIA, 2-12.
Indonesia, R. C. (2021, October 1). Disepakati di DPR, Tax Amnesty Jilid II Mulai 1 Januari
2022. Retrieved from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211001103839-532-701929/disepakati-di-
dpr-tax-amnesty-jilid-ii-mulai-1-januari-2022
Onlinepajak. (2018, March 19). Panduan Lengkap e-Billing & SSE Pajak. Retrieved from
online-pajak.com: https://www.online-pajak.com/tentang-pajakpay/ebilling-
pajak#:~:text=e%2DBilling%20pajak%20adalah%20sistem,bagian%20dari
%20sistem%20Penerimaan%20Negara.&text=Dengan%20menggunakan%20e
%2DBilling%20wajib,lebih%20cepat%20dan%20ebih%20akurat.
Prastowo, Y. (2017, March 17). Modernisasi Administrasi Perpajakan : Upaya
Penyempurnaan Pelayanan Pajak (I). Retrieved from online-pajak.com:
https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/modernisasi-administrasi-perpajakan-
upaya-penyempurnaan-pelayanan-pajak-bagian-1-1
Sandra. (2021, July 1). Sejarah Tax Amnesty di Indonesia. Retrieved from pajakku.com:
https://www.pajakku.com/read/60a6404ceb01ba1922ccac3a/Sejarah-Tax-Amnesty-
di-Indonesia
Saputra, D. (2021, June 28). Sri Mulyani Banggakan Tax Amnesty Indonesia, Salah Satu
yang Berhasil di Dunia. Retrieved from ekonomi.bisnis.com:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210628/259/1410866/sri-mulyani-banggakan-tax-
amnesty-indonesia-salah-satu-yang-berhasil-di-dunia

Anda mungkin juga menyukai