SKABIES
Oleh
NURFATHANAH
2012
0
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4 Pnemonia 1198
8 Disentri 891
Dilihat dari tabel sepuluh penyakit terbanyak tahun 2010 di bawah ini, penyakit kulit
infeksi menempati urutan ketiga setelah ISPA serta penyakit pada pulpa dan jaringan apikal
dengan jumlah kasus sebanyak 1689 kasus. Hal ini menunjukkan adanya sedikit peningkatan
dibanding tahun 2009 dengan 1628 kasus.
5 Gastritis 1152
8 Hipertensi 896
Pada tahun 2011, penyakit kulit infeksi turun pada urutan ke-empat dari daftar 10
penyakit terbanyak di Puskesmas Kediri. Pada bulan Januari sampai dengan Desember 2011,
terdapat 1430 kasus penyakit kulit infeksi termasuk skabies.
6 Gastritis 1166
7 Hipertensi 1110
Jika jumlah kasus penyakit kulit infeksi tahun 2009, 2010 dan 2011 dibandingkan maka
tampak peningkatan kasus dari tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu dari 1628 kasus menjadi 1689
4
kasus, kemudian menurun pada tahun 2011 menjadi 1430 kasus, seperti yang tertera pada
grafik di bawah ini.
1700 1689
1650 1628
1600
1550
1500
1450 1430
1400
1350
1300
2009 2010 2011
B. Epidemiologi
Skabies banyak menyerang anak-anak, walaupun orang dewasa dapat pula terkena.
Frekuensi antara laki-laki dan perempuan sama. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun
terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara
lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang bersifat
promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan demografik serta ekologi (Djuanda
dkk, 2007).
Cara penularan scabies yaitu melalui (Djuanda dkk, 2007) :
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, seprei, bantal dan lain-
lain.
C. Etiologi
5
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,
super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominins. Secara
morfologi merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian
perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran betina
berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki dibelakang sedangkan pada yang jantan memiliki 3 pasangan kaki (Djuanda dkk,
2007).
D. Siklus Hidup
Untuk siklus hidupnya Sarcoptes scabiei adalah Setelah kopulasi (perkawinan ) yang
terjadi diatas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari
dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai mencapai 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi
ini dapat hidup sebulan lamanya, kemudian telur akan menetas dalam waktu 3-5 hari, dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai dua
bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya dari telur sampai
bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Djuanda, 2007).
E. Patogenesis
Tungau hidup didalam terowongan ditempat predileksi, yaitu sela jari, pergelangan
tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, umbilikus, daerah gluteus,
ekstremitas, genital eksterna pada laki-laki dan areola mammae pada perempuan. Pada bayi
6
dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan
terowongan berwarna putih abu-abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm,
berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Terowongan ini ditemukan bila belum terdapat infeksi
sekunder. Diujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan yang
berkelok-kelok umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang ditemukan
pada penderita indonesia (Gandahusa, 2004).
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: penderita selalu
mengeluh gatal, terutama pada malam hari. Rasa gatal disebabkan oleh sensitasi terhadap
sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada
saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ukuran papul, vesikel, urtika dan lain-
lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder (pustul) (Djuanda
dkk, 2007).
F. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat bila menemukan minimal 2 dari 4 tanda kardinal sebagai
berikut (Djuanda dkk, 2007) :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
7
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan salah satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari skabies antara lain (Djuanda, 2007):
1. Prurigo Hebra: biasanya berupa papula-papula yang gatal, predileksi pada bagian
ekstensor ekstremitas
2. Gigitan serangga; biasanya jelas timbul sesudah gigitan, efloresensinya urtikaria
popular
3. Folikulitis: nyeri, eflorensensi berupa pustul miliar di kelilingi daerah eritema
H. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dibutuhkan pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan
diagnosis scabies. Sarcoptes scabiei didapatkan dengan membuka atau menggali terowongan
atau vesikula atau pustule dengan jarum, kemudian diletakkan pada kaca obyek dan tetesi
dengan minyak imerson, lalu tutup dengan kaca penutup. Lihat di bawah mikroskop dengan
pembesaran 10x dan 40x. hasil positif jika didapatkan Sarcoptes scabiei atau telurnya (Tim
Peyusun RSU Soetomo, 2004).
I. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal ialah: Harus efektif terhadap semua stadium tungau, harus
tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau
mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. Obat yang banyak digunakan
untuk scabies yaitu obat jenis topikal seperti (Djuanda dkk, 2007):
1. Salep yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presitatum 4% dioleskan di seluruh
tubuh sesudah mandi dan dipakai 3-4 hari berturut-turut. Kekurangannya adalah
pemakaiannya tidak kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau,
mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzyl benzoate 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam
selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberikan reaksi iritasi dan kadang-
kadang semakin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzene heksaklorida (gameksan) 0,5-1% dalam salep atau krim. Obat ini termasuk
obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang
8
memberi reaksi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita
hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali 8 jam. Jika
masih ada gejala ulangi satu minggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam bentuk salep atau krim. Obat ini mempunyai 2 efek, yaitu sebagai
antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra. Digunakan selama
2 malam berturut-turut dan dibersihkan setelah 24 jam pemakaian teraktir.
5. Krim permetrin 5% dapat memberi hasil yang baik dan merupakan obat yang paling
efektif dan aman karena sangat mematikan untuk parasit Sarcoptes scabiei dan memiliki
toksisitas rendah terhadap manusia.
KIE : semua baju dan alat-alat tidur yang dipakai penderita dicuci dengan air panas;
menjemur kasur dibawah sinar matahari; jangan memakai pakaian/handuk bersama-sama;
dan seluruh anggota keluarga atau seisi rumah yang berkontak dengan penderita harus
diperiksa dan segera diobati jika menderita scabies agar tidak terjadi penularan kembali.
Selain itu diberikan konseling untuk meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan.
9
keluarga; penderita tunggal dalam satu keluarga jarang ditemukan. Berikan
pengobatan profilaktik kepada mereka yang kontak kulit ke kulit dengan penderita
(anggota keluarga dan kontak seksual)
5) Pengobatan spesifik: Pengobatan pada anak-anak adalah dengan permetrin 5%.
Alternatif pengobatan menggunakan gamma benzena hexachloride 1% (obat ini
kontra indikasi untuk bayi yang lahir premature dan pemberiannya harus hati-hati
kepada bayi yang berumur < 1 tahun serta ibu yang sedang hamil); Crotamiton;
Tetraethylthiuram monosulfide dalam 5% larutan diberikan 2 kali sehari; atau
menggunakan emulsi benzyl benzoate untuk seluruh badan kecuali kepala dan
leher. (Rincian pengobatan bervariasi tergantung dari jenis obat yang digunakan).
Pada hari berikutnya setelah pengobatan mandi berendam untuk membersihkan
badan, baju dan sprei diganti dengan yang bersih. Rasa gatal mungkin akan tetap
ada selama 1 sampai 2 minggu; hal ini jangan dianggap bahwa pengobatan
tersebut gagal atau telah terjadi reinfeksi. Pengobatan berlebihan sering terjadi,
untuk itu harus dihindari karena dapat menyebabkan keracunan terhadap obat
tersebut terutama gamma benzena hexachloride. Sekitar 5% kasus, perlu
pengobatan ulang dengan interval 7 – 10 hari jika telur bertahan dengan
pengobatan pertama. Lakukkan supervisi ketat terhadap pengobatan, begitu juga
mandi yang bersih adalah penting.
3. Penanggulangan wabah
1) Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang berisiko.
2) Pengobatan dilakukan secara massal.
3) Penemuan kasus dilakukan secara serentak didalam keluarga, lingkungan padat
penduduk, pondok pesantren, dll
4) Sediakan sabun, sarana pemandian, dan pencucian umum.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. D
Umur : 19 bulan
Jenis kelamin : laki - laki
Alamat : Sedayu Selatan RT 2
Kunjungan ke PKM : 15 Maret 2012
Identitas keluarga : Anak kandung ketiga
11
Riwayat Penyakit Keluarga :
ibu dan saudara-saudara pasien menderita keluhan serupa sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Nutrisi
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien diberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, saat
ini pasien sudah diberikan makanan pendamping ASI.
Status Imunisasi
Menurut pengakuan orang tua pasien dan berdasarkan buku KIA, pasien mendapatkan
imunisasi sesuai jadwal di posyandu.
Ikhtisar Keluarga
= Laki-Laki
Ayah Ibu
= Perempuan
12
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 9,1 kg
Status Gizi : Gizi baik
Nadi : 108 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,80 C
Kepala:
Bentuk : Normocephali
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-), Edema palpebra (-/-)
Mulut : Lidah kotor (-), bibir sianosis (-)
Leher : Pemb. KGB (-)
Thorax :
Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan simetris
Auskultasi : Suara jantung 1 dan 2 tunggal, reguler, Murmur (-), Gallop (-), Suara
nafas bronchovesicular (+/+), Ronchi (-/-), wheezing (-/-), stridor (-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : BU (+) N
Ekstermitas : akral hangat (+/+)
Urogenital : papula dan vesikel
Anal perianal : papula dan vesikel serta pustul
Kulit : papula dan vesikel serta pustul pada inter digiti dextra et sinistra serta
palmar dan plantar serta pada daerah sekitar aksila anterior dextra et
sinistra.
V. DIAGNOSIS KERJA
Skabies + Infeksi Sekunder
13
VII. RENCANA KERJA
Rencana Terapi
topikal salep yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presitatum 4%
dioleskan di seluruh tubuh sesudah mandi dan dipakai 3 hari berturut-turut.
CTM 3 x 1/4 tab
Amoxicillin 3 x 1 cth
Tujuan Terapi
Mengeradikasi parasit dan meringankan gejala
14
BAB IV
PENELUSURAN (HOME VISIT)
4.2. Tujuan
Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya skabies pada pasien An. D
4.3. Metodologi
Metodologi yang dipakai : wawancara dan pengamatan lingkungan tempat tinggal
pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor risiko skabies, tanda dan gejala skabies.
15
tetangga. Dari kedua kamar ditemukan banyak baju yang telah dipakai digantung dan
ditumpuk. Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah berupa tembok, plafon
terbuat dari triplek, dan atap rumah terbuat dari genteng.
Sumber air minum berasal dari air sumur bersama dan PAM, berjarak ± 9 meter dari
rumah. Air sumur digunakan untuk kebutuhan mandi dan cuci, sedangkan air PAM
digunakan untuk kebutuhan air minum dan mengolah masakan.
Keluarga pasien menggunakan fasilitas jamban umum dengan sebuah kamar mandi
umum yang terletak ± 10 meter di samping rumah.
Pendapatan keluarga dari penghasilan ayah pasien yang bekerja sebagai penjual
gorden. Kira-kira penghasilan ayah pasien mencapai Rp.400.000 per bulan.
Menurut ibu pasien, anak-anak tetangga banyak yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien, serta mereka sering bermain ke rumah pasien. Pasien telah berobat ke
puskesmas 1 bulan yang lalu namun keluhan muncul kembali.
Ibu pasien mengakui seluruh anggota keluarga mandi 2x sehari, namun satu keluarga
hanya memiliki 2 handuk yang digunakan secara bergantian. Pakaian, handuk dan
seprai yang akan dipakai tidak disetrika terlebih dahulu. Kasur jarang dijemur.
utara Keterangan:
teras : Jendela
: Dapur
: Kamar tidur
Ruang
Tamu
16
BAB V
PEMBAHASAN
A. Aspek Klinik
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan gatal-gatal di kulit terutama dirasakan pada
malam hari, hal ini disebabkan karena skabies beraktivitas saat udara dingin (malam hari).
Selain itu, hampir seluruh anggota keluarga serta tetangga pasien mengalami keluhan serupa,
hal ini disebabkan karena skabies menyerang manusia secara berkelompok (pada anggota
keluarga lain dalam satu rumah dan juga pada perkampungan padat penduduk). Dari hasil
pemeriksaan fisik ditemuka lokasi lesi yaitu disela jari, telapak tangan, pergelangan tangan,
ketiak bagian depan, paha bagian dalam, kedua kaki, genetalia pria dan sekitar bokong, yang
merupakan tempat predileksi dari skabies. Efloresensi skabies yang ditemukan pada pasien
ini berupa papul dan vesikel multipel, disertai ekskoriasi dan pustul yang menandai adanya
infeksi sekunder pada lesiakibat garukan.
Dari anamnesis didapatkan 2 dari 4 tanda kardinal dari skabies, yaitu gatal-gatal
terutama pada malam hari (pruritus nokturna) serta menyerang manusia secara berkelompok
dalam suatu rumah atau pemukiman padat penduduk. Pemeriksaan penunjang yang
sebenarnya dapat dilakukan adalah dengan menemukan terowongan (kunikulus) dan tungau
pada ujung terowongan, namun diagnosis skabies sudah cukup ditegakkan dengan penemuan
2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
Terapi yang diberikan untuk pasien ini adalah salep 2-4, hal ini disesuaikan dengan
ketersediaan obat yang dimiliki oleh puskesmas Kediri. Penggunaan salep ini dilakukan
dengan mengoleskannya pada daerah lesi sebanyak 3-4 kali perhari sesudah mandi.
Kandungan dari salep 2-4 ini salah satunya adalah sulfur presipitatum. Kekurangan obat dari
jenis ini adalah tidak efektif terhadap stadium telur, sehingga tidak boleh digunakan kurang
dari 3 hari. Kekurangan yang lain adalah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi. Namun, pengobatan skabies yang tersedia di puskesmas hanyalah obat
jenis ini sehingga terapi yang diberikan sesuai dengan obat yang tersedia.
Selain pemberian salep 2-4, obat lain yang dapat diberikan adalah antibiotik
amoxicillin 3 x 1 cth untuk mengobati infeksi sekunder yang terjadi akibat infestasi tungau
serta garukan kuku pasien. CTM 3 x 1/4 tablet juga dapat diberikan untuk mengurangi gatal-
gatal yang dikeluhkan pasien.
17
B. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar
masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari tingginya angka kejadian penyakit berbasis
lingkungan seperti ISPA dan penyakit kulit infeksi. Pada data sepuluh penyakit terbanyak
tahun 2009-2011, penyakit kulit infeksi (termasuk skabies) selalu masuk dalam 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Kediri. Salah satu upaya penting untuk memutuskan hubungan atau
mata rantai penularan penyakit yaitu dengan meningkatkan sanitasi dan higiene perorangan.
Secara umum kasus skabies dapat meluas secara cepat, baik jumlah kasus maupun
daerah terjangkit. Penularan penyakit skabies terutama di daerah yang padat penghuninya
seperti asrama, panti asuhan dan pondok pesantren, hal ini disebabkan oleh kurangnya
higiene perorangan dan buruknya sanitasi lingkungan.
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku
(gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Skabies juga menjadi masalah
di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor perilaku
Faktor perilaku manusia sangat berperan dalam penyebaran dan perkembangan
penyakit, terutama penyakit menular. Penerapan pola hidup yang bersih dan sehat merupakan
suatu kebiasaan baik, bersih dan berdaya guna serta berhasil guna. Penerapan pola hidup
seperti ini sedapat mungkin diterapkan di rumah tempat tinggal, institusi-institusi maupun
tempat-tempat umum.
Masyarakat awam secara luas menganggap bahwa skabies merupakan penyakit gatal-
gatal biasa bahkan karena tidak menyebabkan kematian skabies tidak dianggap bermasalah
hingga akhirnya si pasien yang terkena skabies mengeluh kurang istirahat karena gatal-gatal
yang sudah menyebar luas di badannya. Perilaku yang terkesan kurang memperhatikan
penyakit yang sedang dideritanya ini terkait dengan kurangnya pengetahuan tentang skabies
itu sendiri.
18
Perilaku hidup bersih sangat ditekankan untuk menghentikan penyebaran dan
perkembangan penyakit ini, terutama kebersihan diri (personal hygiene). Pencegahan skabies
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mandi secara teratur menggunakan sabun sebanyak 2 kali sehari
2) Mencuci tangan dengan sabun. Berikut ini merupakan lima waktu penting cuci tangan
pakai sabun, yaitu : sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi,
sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan.
3) Mencuci pakaian, seprei, sarung, bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali
seminggu
4) Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali
5) Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
6) Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
tungau skabies
7) Menjaga kebersihan rumah dan ventilasi yang baik.
Perlu penyuluhan oleh petugas kesehatan untuk memberi pengetahuan tentang
berbagai hal tentang skabies seperti penyebab, cara penularan dan pencegahan penularan.
Cara-cara tersebut perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka dapat mencegah
berkembangan skabies di lingkungan tempat tinggal mereka. Peran aktif masyarakat dalam
hal ini sangat diperlukan untuk mencegah berkembangan skabies sebab tanpa peran aktif
masyarakat skabies sulit diberantas.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan menjadi hal yang sangat erat kaitannya dengan penyebaran skabies
di berbagai tempat, karena skabies dapat menular melalui kontak langsung serta kontak tidak
langsung. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit) dapat terjadi saat bermain bersama
bahkan sering tidur bersama. Hubungan erat tersebut dimulai sejak lama, bahkan sebelum
keduanya menderita skabies. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian,
handuk, seprei, bantal dan lain-lain digunakan secara bersama-sama.
Pemukiman padat penduduk merupakan salah satu faktor lingkungan yang menunjang
perkembangan penyakit menular seperti skabies. Jarak antar rumah yang berdempetan
berperan penting dalam mudahnya transmisi parasit skabies. Jarak yang demikian
memungkinkan para penghuni dalam suatu kompleks untuk berinteraksi lebih erat sehingga
menyebabkan transmisi parasit skabies semakin mudah.
19
Pada kasus ini pasien tinggal di lingkungan padat penduduk yang letaknya di wilayah
dekat pondok pesantren, dimana kebanyakan tetangga yang berinteraksi erat dengan pasien
memiliki keluhan yang serupa. Faktor kedekatan inilah yang membuat pasien dapat terkena
skabies dengan mudah. Penyebaran juga terjadi dalam keluarga pasien, dimana Ibu pasien
yang selalu tidur bersama pasien serta masih menyusuinya ikut terinfeksi oleh skabies,
begitupula dengan kedua saudaranya yang tinggal serumah dan menggunakan handuk yang
sama dengan pasien. Keadaan ini diperparah dengan kondisi lingkungan di dalam rumah,
dimana ventilasi kurang baik, banyak ditemukan pakaian digantung dalam kamar, dll.
Untuk mengurangi risiko penyebaran dan penularan skabies dapat dilakukan dengan
menciptakan pemukiman yang sehat dengan jarak antar rumah yang tidak terlalu dekat.
Selain mengatur jarak antar rumah, ventilasi yang baik serta pengaturan intensitas cahaya
yang masuk ke dalam rumah juga dapat menekan risiko penyebaran dan penularan skabies.
20
dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka
efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun dan pada akhirnya mengakibatkan
menurunnya kualitas hidup masyarakat.
Skabies merupakan penyakit yang dapat disembuhkan secara total jika diobati dengan
baik. Namun dalam pelaksanaan pengobatan, kadang-kadang penderita tidak melakukan
dengan benar dan juga tidak memperhatikan lingkungannya. Hal ini karena beberapa orang
menganggap hanya dirinya saja yang sakit, tanpa melihat bahwa tanpa memperhatikan
keadaan lingkungan sekitarnya, penyakit ini dapat menyerangnya kembali dan bahkan dapat
juga menyerang orang lain di lingkungan sekitarnya.
21
Penyuluhan dan pengadaan obat-obatan lengkap tidak efektif bila tidak disertai
dengan pengadaan tenaga kesehatan yang ahli dalam mendiagnosis penyakit ini. Terdapat
beberapa penyakit kulit yang mirip dengan lesi yang ada pada skabies serta menimbulkan
gejala gatal yang mirip dengan yang ada pada skabies. Dengan pengetahuan dan pengalaman
yang cukup seorang tenaga kesehatan, terutama dokter dan perawat akan dapat menegakkan
diagnosis skabies yang selanjutnya akan berpengaruh pada tata laksana serta upaya
pemberantasan skabies.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak puskesmas Kediri terhadap penderita yang telah
didiagnosis dengan skabies antara lain: memberikan terapi yang sesuai di balai pengobatan,
kemudian mengarahkan pasien ke klinik sanitasi untuk mendapatkan penjelasan mengenai
skabies, termasuk faktor resiko, cara penularan, gejala, pengobatan serta pencegahannya.
Selain itu, petugas sanitasi juga melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui secara
langsung kondisi lingkungan ditempat tinggal pasien.
22
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada data sepuluh penyakit terbanyak tahun 2009-2011, penyakit kulit infeksi
(termasuk skabies) selalu masuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Kediri.
Belum ada laporan khusus mengenai jumlah kasus skabies dan tingkat penyebarannya
di tiap-tiap desa di Kediri.
Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi kejadian penyakit skabies pada pasien
ini, yaitu: perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.
B. Saran
Meskipun skabies merupakan penyakit menular yang tidak wajib dilaporkan tetapi
perlu adanya pelaporan, pengamatan dan pencatatan mengenai jumlah kasus serta
distribusi penyebaran penyakit skabies.
Untuk memutus mata rantai penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem
penemuan penyakit di tingkat masyarakat agar anggota masyarakat mau
melaporkannya ke pelayanan kesehatan (penemuan kasus secara pasif), sehingga
dapat dilakukan pengobatan secara masal pada seluruh penderita skabies.
Memberikan edukasi tentang skabies termasuk cara penularan, pengobatan serta
pengendaliannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Depkes RI. 2010. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Gandahusa, Srisasi. dkk. 2004. Parasitologi Kedokteran edisi ketiga. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kandun, I. Nyoman. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular edisi 17. Bakti Husada;
Jakarta.
Tim Penyusun. 2004. Pedoman Diagnostik dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
RSU Dokter Soetomo : Surabaya.
Tim Penyusun. 2009. Data Puskesmas Kediri 2009. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Barat.
Tim Penyusun. 2010. Data Puskesmas Kediri 2010. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Barat.
Tim Penyusun. 2011. Data Puskesmas Kediri 2011. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Barat
24