Anda di halaman 1dari 94

PENGARUH RASIO KARBON DAN NITROGEN PADA CAMPURAN

KOTORAN SAPI DAN KOTORAN AYAM PADA FERMENTASI


THERMOPHILIC DALAM MENGHASILKAN BIOGAS

Tugas Akhir
Untuk memenuhi sebagai persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Mesin

Oleh:
I MADE PARIASTIKA
F1C015030

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
DESEMBER 2019

i
Tugas Akhir

PENGARUH RASIO KARBON DAN NITROGEN PADA CAMPURAN


KOTORAN SAPI DAN KOTORAN AYAM PADA FERMENTASI
THERMOPHILIC DALAM MENGHASILKAN BIOGAS

Telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Pembimbing

1. Pembimbing Utama

Hendry Sakke Tira, ST., MT., Ph.D. Tanggal :


NIP: 19730821 199903 1 001

2. Pembimbing Pendamping

Yesung Allo Padang, S.T., M.Eng. Tanggal :


NIP: 19701114 199702 1 001

Mengetahui,
Ketua jurusan teknik mesin
Fakultas teknik
Universitas mataram

Paryanto Dwi Setyawan, ST., MT.


NIP: 19750908 200003 1 002
ii
Tugas Akhir

PENGARUH RASIO KARBON DAN NITROGEN PADA CAMPURAN KOTORAN


SAPI DAN KOTORAN AYAM PADA FERMENTASI THERMOPHILIC DALAM
MENGHASILKAN BIOGAS
Oleh:
I MADE PARIASTIKA
F1C015030

Telah diujikan di depan tim penguji


Pada tanggal 26 Desember 2019
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1
Jurusan Teknik Mesin

Susunan Tim Penguji


1. Penguji I

Dr. Nur Kaliwantoro, ST., MT.


NIP: 19721006 199903 1 002

2. Penguji II

I Made Adi Sayoga, ST., MT.


NIP: 19710910 199903 1 001

3. Penguji III

I Wayan Joniarta, ST., MT.


NIP: 19700625 199903 1 002

Mataram, September 2019


Dekan Fakultas Teknik
Universitas Mataram

Akmaluddin, ST., M.Sc.(Eng), Ph.D.


NIP : 19681231 199412 1 001

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh
Rasio Karbon Dan Nitrogen Pada Campuran Kotoran Sapi Dan Kotoran Ayam Pada
Fermentasi Thermophilic Dalam Menghasilkan Biogas” tidak pernah diajukan untuk
memperoleh Gelar Kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat tanpa tekanan dari pihak manapun dan
dengan kesadaran penuh terhadap tanggung jawab dan konsekuensi serta menyatakan
bersedia menerima sanksi terhadap pelanggaran dari pernyataan tersebut.

Mataram, Desember 2019

I Made Pariastika

NIM: F1C015030

iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
atas segala berkat, bimbingan, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Tugas Akhir dengan Judul “Pengaruh Rasio Karbon Dan Nitrogen Pada
Campuran Kotoran Sapi Dan Kotoran Ayam Pada Fermentasi Thermophilic Dalam
Menghasilkan Biogas”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan program Strata-1, pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Mataram. Selain itu, tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan meningkatkan ilmu pengetahuan bagi pembacanya.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat diharapkan. Akhir kata semoga
tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat lebih disempurnakan.

Mataram, Desember 2019

I Made Pariastika
NIM. F1C015030

v
UCAPAN TERIMA KASIH

1. Dra. Ni Luh Putu Damayanti dan I Ketut Narwati B.sc sebagai orang tua yang selalu
mendukung dan memberikan doa kepada penulis dalam kelancaran penyusunan tugas
akhir ini. dr. Ni Wayan Pariastini selaku saudari kandung yang mendukung dan
memberikan arahan serta doa kepada penulis dan I Made Narwaga merupakan paman
dari penulis yang membantu mempersiapkan alat penelitian sehingga penyusunan tugas
akhir ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Hendry Sakke Tira, ST., MT., Ph.D., selaku dosen pembimbing utama yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan Tugas
Akhir ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak Yesung Allo Padang, ST., M.Eng., selaku dosen pendamping yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Dr. Nur Kaliwantoro, ST., MT., Bapak I Made Adi Sayoga, ST., MT., dan
Bapak I Wayan Joniarta, ST., MT., selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini, sehingga dapat
tersusun dengan baik.
5. Mas Ir, Pak Wayan dan seluruh keluarga Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Mataram yang tidak dapat dituliskan namanya satu-persatu yang telah
membantu penulis menyelesaikan penyusunan Tugas akhir ini.
6. I Kadek Agus Juliarta selaku teman seperjuangan yang telah berbagi pikiran dan
membantu satu sama lain selama penulis menyusun Tugas Akhir ini.
7. M. Nisfian Tarmizi (MVP) selaku teman yang membantu penulis sehingga Tugas Akhir
ini dapat terselesaikan.
8. Nini, Riris, Agus, Arya, Adi, Nita, Esi, Femmy, Iza selaku teman-teman KKN yang
membantu dan memberikan doa kepada penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
9. Arman alfadany, abdullah, dini, krisna, widi, faisal beserta para saudara-saudari
mahasiswa seperjuangan Teknik Mesin. Terimakasih atas dukungannya baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada penulis.

vi
10. ikan-ikan penulis, laptop penulis dan komputer penulis yang selalu menemani penulis
selama penyusunan Tugas akhir ini.
11. Bapak Adit beserta keluarga selaku pemilik kandang ayam yang telah berbagi
pengetahuan dan membantu penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
12. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam memberikan semangat,
bantuan, dukungan dan doa yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih dapat kekurangan baik
dari segi materi maupun sistematika penulisannya, hal ini dikarenakan masih terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun sebagai sarana untuk lebih menyempurnakan penulisan
dikemudian hari. Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi semua pihak.

vii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH ................................................................................. vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL .................................................................................................xi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ........................................................ xii
ABSTRAK ............................................................................................................ xiii
ABSTRACT .......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Batasan Masalah..................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
1.6 Hipotesa .................................................................................................4
1.7 Sistematika ............................................................................................ 4
1.8 Tempat dan Waktu penelitian ................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .............................. 6
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 6
2.2 Dasar Teori............................................................................................. 7
2.3 Proses Pembentukan Biogas ................................................................... 8
2.4 Komposisi Biogas .................................................................................. 13
2.5 Sifat Biogas ............................................................................................ 13
2.6 Manfaat Biogas ...................................................................................... 14
2.7 Cara Mengatur Rasio Karbon/Nitrogen (C/N) ......................................... 14
2.8 Temperatur ............................................................................................. 17
2.9 Volume Biogas ....................................................................................... 18
viii
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................19
3.2 Metode Penelitian ................................................................................... 19
3.3 Variabel-Variabel Penelitian ................................................................... 19
3.3.1 Variabel terikat ........................................................................... 19
3.3.2 Variabel bebas ............................................................................ 20
3.4 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 20
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................ 21
3.5.1 Pembuatan tabung digester .......................................................... 21
3.5.2 Penyiapan bahan isian dan proses Pencampuran .......................... 23
3.5.3 Proses pengisian seubstrat ke dalam disgester dan proses
instalasi digester kondisi thermophilic (55oC) ............................ 23
3.6 Pengukuran Rasio C/N ............................................................................ 25
3.7 Mengukur pH Substrat ............................................................................ 25
3.8 Pengamatan Temperatur.......................................................................... 26
3.9 Pengujian Komposisi Biogas ................................................................... 26
3.10 Pengukuran Volume dengan Alat Ukur Pipa .......................................... 26
3.11 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 29
4. 1 Perhitungan Rasio C/N Substrat (C/N 30, C/N TP, C/N 35 dan C/N 40) .. 30
4. 2 Pengukuran Perubahan pH pada Substrat ................................................ 35
4. 3 Pengukuran Temperatur Tiap-Tiap Digester ............................................ 36
4. 4 Pengukuran Perubahan Ketinggian pada Alat Ukur Volume Biogas dan
Perhitungan Volume Biogas ..................................................................... 38
4. 5 Hasil Analisa Komposisi Biogas ............................................................. 44
4. 6 Hasil Uji Bakteri ..................................................................................... 54
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 60
5. 1 Kesimpulan ............................................................................................. 60
5. 2 Saran....................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN.......................................................................................................... 64
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur proses produksi biogas dari kotoran ternak .................................. 8
Gambar 2.2 Diagram alur proses pembentukan biogas ............................................ 9
Gambar 3.1 Skema alat penelitian .......................................................................... 22
Gambar 3.2 Tampak atas digester di dalam kotak galvanis ..................................... 24
Gambar 3.3 Tampak gambar potong sumbu A-A .................................................... 25
Gambar 3.4 Alat ukur pipa ..................................................................................... 27
Gambar 3.5 Diagram alir penelitian ........................................................................ 29
Gambar 4.1 Kurva perbandingan rasio C/N dari masing-masing perlakuan ............. 34
Gambar 4.2 Kurva perbandingan pH awal dan pH akhir substrat ............................ 35
Gambar 4.3 Grafik volume biogas tiap-tiap rasio C/N ............................................ 42
Gambar 4.4 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 30 .............. 44
Gambar 4.5 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N TP ............. 48
Gambar 4.6 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 35 .............. 49
Gambar 4.7 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 40 .............. 51
Gambar 4.8 Grafik komposisi biogas ...................................................................... 53
Gambar 4.9 Bakteri pada kotoran sapi dengan perbesaran 100x .............................. 55
Gambar 4.10 Bakteri pada kotoran ayam dengan perbesaran 100x .......................... 56
Gambar 4.11 Bakteri substrat rasio C/N 30 setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x ................................................................................ 57
Gambar 4.12 Bakteri substrat rasio C/N TP setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x ................................................................................ 57
Gambar 4.13 Bakteri substrat rasio C/N 35 setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x ................................................................................ 58
Gambar 4.14 Bakteri substrat rasio C/N 40 setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x ................................................................................ 59

x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rasio C/N beberapa bahan organik ......................................................... 11
Tabel 2.2 Lama pencernaan kotoran ternak di dalam tangki pencerna ..................... 12
Tabel 2.3 Komposisi biogas.................................................................................... 13
Tabel 2.4 Temperatur ............................................................................................. 17
Tabel 4.1 Hasil perhitungan penambahan glukosa dan ammonium sulfat ................ 33
Tabel 4.2 hasil pengujian rasio C/N substrat ........................................................... 33
Tabel 4.3 Hasil pengukuran pH .............................................................................. 35
Tabel 4.4 Hasil pengukuran temperatur substrat ..................................................... 37
Tabel 4.5 Hasil pengamatan perubahan ketinggain alat ukur volume ...................... 39
Tabel 4.6 Hasil perhitungan volume biogas ............................................................ 41
Tabel 4.7 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 30 ...................... 46
Tabel 4.8 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio
C/N 30.................................................................................................... 47
Tabel 4.9 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N TP ..................... 48
Tabel 4.10 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio
C/N TP ................................................................................................... 49
Tabel 4.11 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 35 .................... 50
Tabel 4.12 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio
C/N 35.................................................................................................... 50
Tabel 4.13 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 40 .................... 51
Tabel 4.14 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio
C/N 40.................................................................................................... 52
Tabel 4.15 Hasil analisa komposisi biogas dengan alat GC-MS .............................. 52

xi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
(NH4)2SO4 : Ammonium sulfat
Ar : Massa Atom relatif
C : Karbon
C/N 30 : Substrat dengan perlakuan dan memiliki nilai rasio karbon dan nitrogen 30
C/N 35 : Substrat dengan perlakuan dan memiliki nilai rasio karbon dan nitrogen 35
C/N 40 : Substrat dengan perlakuan dan memiliki nilai rasio karbon dan nitrogen 40
C/N TP : Substrat tanpa perlakuan
C6H12O6 : Glukosa
CH4 : Metana
cm : Centimeter
CO2 : Karbon dioksida
D : Diameter pipa
dm : Decimeter
EM-4 : Effective Microorganisme-4
GC-MS : Gas Cromatografy-Mass Spectrometry
h : Perubahan ketingian air pada alat ukur pipa
H2O : Hidrogen oksida
H2S : Hidrogen sulfida
mA : Massa molekul Atom
Mr : Massa Molekul relatif
N : Nitrogen
N2 : Gas Nitrogen
O2 : Oksigen
pH : Derajat keasaman
PT : Penelitian Terdahulu
V : Volume biogas yang terbentuk
Y : Penambahan glukosa
Z : Penambahan ammonium sulfat

xii
ABTRAK

Biogas adalah salah satu energi alternatif berupa gas metana (CH4) dapat dibakar
terbentuk dari hasil dekomposisi bahan organik melalui proses fermentasi anaerob yang
dilakukan oleh bakteri anaerob. Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi proses fermentasi. Energi alternatif seperti biogas perlu dikembangkan
untuk mengurangi penggunaan energi fosil. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas
rasio C/N yang tepat dalam memproduksi biogas pada kondisi thermophilic (55ºC) dengan
variasi rasio C/N TP, C/N 30, C/N 35 dan C/N 40.
Penelitian ini menggunakan glukosa dan ammonium sulfat untuk mengatur rasio C/N,
dimana glukosa untuk meningkatkan karbon dan ammonium sulfat untuk meningkatkan
nitrogen.
Hasil dari penelitian ini yang dilakukan selama 30 hari diketahui produksi volume
biogas tertinggi dihasilkan dengan perlakuan substrat rasio C/N 35 dan rasio C/N 40
dengan penambahan glukosa sebesar 31,47 liter dan 49,94 liter. Produksi volume biogas
untuk substrat rasio C/N 30 memiliki hasil paling rendah sebesar 23,04 liter dan untuk
substrat rasio C/N TP memiliki hasil volume biogas sebesar 25,47 liter. Data hasil produksi
volume biogas diperoleh selama 30 hari penelitian.

Kata kunci : biogas, rasio C/N, volume biogas, fermentasi, thermophilic

xiii
ABSTRACT
Biogas is an alternative energy in the form of methane gas (CH4) which can be
burned formed from the decomposition of organic material through an anaerobic
fermentation process carried out by anaerobic bacteria. Temperature is one of the important
factors that influence the fermentation process. Alternative energy such as biogas needs to
be developed to reduce the use of fossil energy. This study aims to determine the
effectiveness of the C / N ratio in producing biogas under thermophilic conditions (55ºC)
with variations in the ratio C / N TP, C / N 30, C / N 35 and C / N 40.
This study uses glucose and ammonium sulfate for regulates the C / N ratio, where
glucose to increase carbon and ammonium sulfate to increase nitrogen.
The results of this study conducted for 30 days revealed that the substrate C / N ratio
35 and C / N ratio 40 with the addition of glucose has highest biogas production volume
was produced by 31.47 liters and 49.94 liters. Production of biogas volume for C / N 30
substrate ratio has the lowest yield of 23.04 liters and for C / N TP substrate has biogas
volume yield of 25.47 liters. Data on biogas volume production results were obtained
during 30 days of research.

Keywords : biogas, C/N ratio, biogas volume, thermophilic, fermentation

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan energi akan semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk di
suatu wilayah. Manusia setiap harinya akan menggunakan energi untuk menjalani hidup.
Krisisnya energi menjadi tantangan mengembangkan sumber energi alternatif untuk
menopang ketersediaan sumber energi yang ada.
Sumber energi alternatif yang dapat diperbarui sudah banyak dikembangkan dengan
berbagai sumber energi seperti energi angin, energi air, dan energi matahari. Sumber energi
alternatif tersebut belum bisa digunakan secara optimal oleh masyarakat dibandingkan
dengan sumber energi yang berasal dari fosil. Salah satu sumber energi alternatif yang
mudah untuk dikembangkan di masyarakat adalah biogas.
Biogas adalah gas bio berupa gas metana (CH4) yang dapat dibakar yang terbentuk
dari hasil dekomposisi bahan organik melalui proses fermentasi anaerob. Nilai kalori dari 1
m3 biogas setara dengan 0,6-0,8 L minyak tanah. Biogas sebanyak 0,62-1 m3 dapat
menghasilkan listrik sebesar 1 kwh atau setara dengan 0,52 L minyak solar (Yahya dkk,
2017).
Kotoran sapi dan kotoran ayam merupakan limbah peternakan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan utama dalam memproduksi biogas. Seekor sapi dewasa
berpotensi menghasilkan 23,59 kg kotoran setiap harinya (Rahayu dkk, 2009). Potensi
limbah ternak yang dihasilkan oleh seekor ayam petelur adalah 0,06 kg per hari (Yahya
dkk, 2017).
Teknologi pengolahan biogas sampai saat ini belum mengalami perkembangan.
Kendala-kendala yang dialami yaitu kekurangan technical expertise, reaktor biogas
(digester) tidak berfungsi akibat bocor atau kesalahan konstruksi, disain yang kurang tepat,
membutuhkan penanganan secara manual (pengumpanan atau mengeluarkan lumpur dari
reaktor) dan biaya konstruksi yang cukup mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian
yang lebih mendalam secara teknis dan ekonomis serta cara-cara pendekatan baru dalam
pengembangannya (Sukrenewita, 2016).

1
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi biogas dan salah satunya
temperatur yang berpengaruh terhadap proses perombakan anaerob bahan organik dan
produksi gas. Temperatur berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme
bagi bakteri, dimana temperatur lingkungan yang lebih tinggi dari temperatur yang
ditoleransi akan menyebabkan protein dan komponen sel esensial lainnya akan mati.
Demikian pula bila temperatur lingkungannya berada di bawah batas toleransi, transportasi
nutrisi akan terhambat dan proses kehidupan sel akan terhenti (Darmanto dkk, 2012).
Rasio karbon dan nitrogen juga mempengaruhi pembentukkan gas metan (CH4) di
dalam biogas. Rasio C/N pada Substrat yang baik berkisar antara 25-30 (Zulkarnaen dkk,
2018). Kotoran sapi mempunyai rasio C/N sebesar 24. Oleh karena itu perlu bahan lain
yang dapat menaikkan rasio C/N tersebut yaitu dengan menambahkan bahan senyawa
tunggal. Bahan senyawa tunggal yang digunakan berupa serbuk glukosa untuk menambah
karbon dan ammonium sulfat untuk menambahkan nitrogen (Zulkarnaen dkk, 2018).
Efective microorganisme (EM-4) berperan mempercepat degradasi atau fermentasi
bahan organik dalam proses pembentukan biogas yang disebut sebagai biakan (starter).
EM-4 berfungsi untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri fotosintetik,
bakteri asam laktat, actinomicetes, ragi dan jamur fermentasi merupakan kandungan dari
EM-4. EM-4 lebih cepat melakukan degradasi senyawa-senyawa organik terutama pada
bahan organik dari pada yang dilakukan oleh mikroorganisme alami yang terdapat dalam
bahan organik (Irawan & Santoso, 2014).
Sampai saat ini belum ditemukan pengaruh rasio C/N substrat terhadap produksi
biogas pada kondisi thermophilic. Substansi dari penelitian ini adalah meningkatkan
produksi biogas sehingga dapat mengetahui rasio C/N yang tepat dalam pembentukkan
volume biogas pada kondisi thermophilic, oleh karena itu, substansi dari penelitian ini
berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Penelitian–penelitian sebelumnya menggunakan berbagai macam kotoran ternak
seperti sapi, domba, ayam dan kotoran kuda dengan memvariasikan rasio C/N pada
temperatur kamar (tanpa pemanasan). Penelitian ini menggunakan kotoran sapi dan kotoran
ayam sebagai substrat dengan memvariasikan rasio C/N untuk menghasilkan biogas pada
kondisi thermophilic (55oC), serta menggunakan EM-4 sebagai starter awal.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang
menjadi objek dalam penelitian ini yaitu bagaimana variasi rasio C/N pada fermentasi
thermophilic (55ºC) berpengaruh terhadap produksi biogas. Oleh karena itu, Peneliti dapat
mengetahui racikan kadar rasio C/N yang tepat dan terbaik dalam menghasilkan biogas
pada kondisi thermophilic (55ºC).
1.3 Batasan Masalah
Dengan memperhatikan objek analisis yang begitu luas pada penelitian ini, penulis
membatasi permasalahan permasalahan sebagai berikut:
1. Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium
2. Subtrat yang digunakan adalah kotoran sapi + kotoran ayam petelur + air.
3. Sapi yang diambil kotorannya adalah sapi pada umumnya yang memakan
tumbuhan rumput dan ayam petelur yang diambil kotorannya adalah ayam yang
memakan konsenstrat.
4. Bahan acuan yang diteliti untuk mengatur rasio C/N adalah berat dari kotoran sapi
dicampur kotoran ayam bukan dari volume substrat.
5. Bahan yang digunakan untuk mengatur rasio C/N adalah glukosa untuk menambah
karbon (C) dan ammonium sulfat untuk menambah nitrogen (N).
6. Kondisi thermophilic (55oC) yang didapat dari air yang dipanaskan di wadah
penampung digester dan perpindahan panas selama proses fermentasi tidak
diperhitungkan.
7. Volume digester yang digunakan berkapasitas 5,5 liter
8. Volume bahan isian 60% dari volume digester.
9. Pengambilan data dilakukan setiap hari selama 30 hari penelitian pada jam 4 sore.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variasi rasio C/N
terhadap produksi biogas pada kondisi thermophilic (55ºC).
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memanfaatkan limbah peternakan untuk menghasilkan biogas.
2. Membantu pemanfaatan lebih lanjut bahan bakar alternatif yaitu biogas.
3
3. Mendapatkan efektifitas rasio C/N yang tepat dalam memproduksi biogas pada
kondisi thermophilic (55ºC).
4. Menjadi bahan acuan atau referensi pengkajian lebih lanjut dalam meneliti
pembentukan biogas.
1.6 Hipotesa
Biogas terbentuk dari limbah peternakan seperti kotoran yang digunakan sebagai
bahan campuran, air berperan sebagai bahan campuran untuk melancarkan proses
perombakan didalam tabung digester. Persentase produksi biogas dipengaruhi oleh
perbandingan campuran dari kedua bahan tersebut sehingga diperlukan perbandingan yang
tepat untuk memdapatkan hasil produksi biogas yang maksimal. Sebagai contoh kotoran
harus dicampurkan dengan air dengan perbandingan 1 : 1 dan dimasukkan ke dalam
digester dengan bahan isian 60% dari volume digester dalam kondisi anaerob (Haryati,
2006). Selain hal tersebut produksi biogas juga dipengaruhi temperatur dan rasio C/N
dimana hasil produksi biogas dengan kondisi thermophilic (55ºC) lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi mesophilic (35ºC) (Darmanto dkk, 2012). Pada penelitian sebelumnya rasio
C/N berpengaruh pada laju pembentukan biogas (Zulkarnaen dkk, 2018).
Berdasarkan uraian di atas dibuat suatu dugaan awal (hipotesis) yaitu rasio C/N bahan
isian berpengaruh pada pembentukan biogas dimana kondisi yang digunakan adalah
kondisi thermophilic (55ºC) dengan rasio C/N divariasikan, akan menghasilkan volume
biogas yang berbeda-beda.
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran tentang isi tugas akhir ini, maka penulisan laporan
adalah sebagai berikut :
1. BAB I Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesa, sistematika penulisan,
dan tempat penelitian.
2. BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, bab ini berisi tentang tinjauan
pustaka dan landasan teori yang berkaitan tentang pengaruh rasio karbon dan
nitrogen pada campuran kotoran sapi dan kotoran ayam pada fermentasi
thermophilic dalam menghasilkan biogas.

4
3. BAB III Metode Penelitian, bab ini berisi tentang metode penelitian, variabel
penelitian, alat dan bahan, prosedur penelitian tahap pengujian dan pengambilan
data, dan diagram alir penelitian.
4. BAB IV Hasil dan Pembahasan, bab ini berisi tentang pembahasan tentang hasil
yang di peroleh dari pengambilan dan pengujian data serta pembahasan hasil
penelitian.
5. BAB V Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi tentang tentang kesimpulan hasil
analisa dari proses penilaian untuk menjawab tujuan dari penelitian, serta
mengambil saran untuk dijadikan tahapan pengembangan hasil penelitian.
1.8 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Mataram
dan dilaksanakan mulai pada bulan 26 September 2019 sampai 26 Oktober 2019.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Bahan bakar alternatif berupa biogas merupakan renewable energy yang dapat
menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam
(Waskito, 2011). Bahan-bahan organik diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah
domestik (rumah tangga), sampah atau limbah organik yang biodegradable dapat
menghasilkan biogas melalui proses anaerob atau fermentasi. Biogas merupakan gas yang
mudah terbakar (Sunaryo, 2014).
Digester adalah suatu alat pengolahan bahan buangan atau limbah organik menjadi
biogas. Hasil dari penelitian produksi biogas dengan variasi luas penampang tabung
digester yaitu semakin besar luas penampang tabung digester maka semakin cepat laju
pembentukan biogas. Semakin kecil luas penampang tabung digester menyebabkan gas
pada unit digester terhambat sehingga proses pembentukan biogas menjadi kurang
maksimal (Sukrenewita, 2016).
Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan biogas dalam
digester anaerob adalah temperatur. Temperatur berperan penting dalam mengatur jalannya
reaksi metabolism bagi bakteri, jika temperatur lingkungan lebih tinggi dari temperatur
yang ditoleransikan akan menyebabkan protein dan komponen sel esensial lainnya akan
mati. Demikian pula bila temperatur lingkungannya berada di bawah batas yang
ditoleransikan akan menyebabkan transportasi nutrisi akan terhambat dan proses kehidupan
sel akan terhenti, dengan demikian temperatur sangat berpengaruh terhadap proses
perombakan bahan organik dan produksi gas (Darmanto dkk, 2012).
Hasil dari penelitian produksi biogas menunjukan bahwa produksi biogas pada
kondisi thermophilic lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi biogas pada kondisi
mesophilic, serta hasil kandungan metana pada kondisi thermophilic lebih besar 2%
dibandingkan pada kondisi mesophilic (Darmanto dkk, 2012).
Rasio C/N dari substrat sangatlah penting, karbon dan nitrogen adalah nutrisi paling
dibutuhkan untuk pembentukan enzim yang melakukan metabolisme. Hasil penelitian
produksi biogas pada kondisi mesophilic dengan variasi rasio TP, C/N 15,C/N 22, C/N 27,

6
C/N 35, dengan hasil laju produksi biogas tertinggi diperoleh pada variabel perlakuan rasio
C/N 35 dibandingkan perlakuan lainnya (Zulkarnaen dkk, 2018).
EM-4 (Effective Microorganisme) yang digunakan untuk mempercepat degradasi
terdiri dari 90% Lactobacillus sp ini memproduksi asam laktat yang dapat mempercepat
perombakan bahan organik seperti lignin dan selulosa. Hasil penelitian dari pengaruh EM-4
terhadap produksi biogas pada variasi penambahan EM-4 8%, 9% dan 10% yaitu produksi
biogas perhari yang paling banyak pada penambahan EM-4 10% dibandingkan dengan
penambahan EM-4 8% dan 9% (Irawan & Suwanto, 2016).
2.2 Dasar Teori
Biogas merupakan campuran gas-gas yang berasal dari proses fermentasi bahan
organik yang dilakukan oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen (anaerobic process).
Biogas merupakan bahan bakar gas yang dapat diperbaharui (renewable fuel) yang
dihasilkan dari bahan organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp
secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob. Gas yang dihasilkan adalah gas
metana (CH4), gas karbon dioksida (CO2), gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2) dan gas
hidrogen sulfida (H2S) (Sugiarto dkk, 2013). Biogas merupakan gas yang dapat terbakar
(flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik dengan bantuan
bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya
biogas bisa dihasilkan dari semua jenis bahan organik, namun demikian hanya bahan
organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang
cocok untuk sistem biogas sederhana (Rahayu dkk, 2009).
Pada proses pembuatan biogas secara anaerobic selain menghasilkan gas, dan juga
menghasilkan buangan sisa fermentasi (sludge). Buangan ini dapat digunakan sebagai
pupuk pada tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur tanah
(Sukrenewita, 2016). Seperti yang terlihat pada gambar 2.1 alur proses produksi biogas dari
kotoran ternak hingga menjadi biogas dan buangan sisa fermentasi dimanfaatkan menjadi
pupuk.

7
Gambar 2.1 Alur proses produksi biogas dari kotoran ternak sumber (Sukrenewita, 2016)
Biogas merupakan campuran gas yang bisa dibakar yang dihasilkan melalui proses
fermentasi anaerobic bahan organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia dan biomassa
atau limbah pertanian. Bahan isian akan dimasukkan ke dalam digester maka akan terjadi
proses pembentukan biogas yang terdiri dari dua tahap yaitu proses aerobic dan proses
anaerobic. Pada proses pertama diperlukan oksigen dan hasil prosesnya berupa karbon
dioksida. Proses ini berakhir setelah oksigen di dalam digester ini habis kemudian
dilanjutkan dengan proses kedua (proses anaerobic). Pada proses inilah biogas dihasilkan,
untuk menjamin terbentuknya biogas, digester harus benar-benar tertutup dengan rapat.
2.3 Proses Pembentukan Biogas
Menurut Haryati (2006) dalam (Waskito, 2011), pembentukan biogas meliputi tiga
tahap proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan
bahan organik kompleks menjadi sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur
bentuk polimer menjadi monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang
terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk
asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu asam asetat,
propionate, format, laktat, alcohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hydrogen
dan ammonia.

8
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukkan gas metan.
Proses pembentukan biogas pada kondisi anaerob pada digester dan reaksi yang
terjadi dapat dilihat pada gambar 2.2 diagram alur proses pembentukkan biogas.

Gambar 2.2 Diagram alur proses pembentukkan biogas sumber (Haryati, 2006).

Dalam pembentukan biogas terdapat dua bakteri yang berperan, yaitu kelompok
bakteri asam dan kelompok bakteri metan. Kedua bakteri ini harus ada dalam jumlah yang
seimbang. Tidak seimbangnya populasi kelompok bakteri metan terhadap kelompok bakteri
asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang dapat
menghambat kelangsungan kelompok bakteri metan dan menyebabkan kegagalan dalam
pembentukkan biogas. Proses perombakan anaerob biasanya berlangsung pada pH antara
6,6-7,6 (Santoso, 2010).

9
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan biogas, antara lain:
1. Digester
Digester memiliki kesamaan dengan perut hewan ternak untuk proses pencernaan
yaitu dengan memasukkan bahan isian ke dalam ruang tertutup (digester atau tangki
pencerna) agar mikroba dapat berkembang dengan cepat dalam kondisi tanpa oksigen
dan memanfaatkan bahan-bahan organik. Digester harus tetap dijaga dalam keadaan
anaerob (tanpa kontak langsung dengan oksigen (O2)). Udara (O2) yang memasuki
digester dapat menyebabkan penurunan produksi metana, dikarenakan bakteri
berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob (Mayasari dkk, 2010).
2. Rasio C/N bahan baku isian
Rasio C/N bahan organik yang baik untuk metabolisme bakteri anaerobic yaitu
antara 20-30. Jika rasio C/N tinggi, maka nitrogen akan cepat dikonsumsi bakteri
anaerobic guna memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga bakteri tidak akan bereaksi
kembali saat kandungan karbon tersisa. Jika rasio C/N rendah, maka nitrogen akan
terlepas dan berkumpul membentuk amoniak sehingga akan meningkatkan nilai pH
bahan. Nilai pH yang lebih tinggi dari 8,5 akan dapat meracuni bakteri anaerobic.
Untuk menjaga rasio C/N, maka dibutuhkan bahan organik yang memiliki rasio C/N
tinggi untuk dicampur dengan bahan organik yang memiliki rasio C/N rendah (Waskito,
2011). Rasio C/N beberapa bahan organik dapat dilihat pada tabel 2.1.

10
Tabel 2.1 Rasio C/N beberapa bahan organik.

Bahan Organik Rasio C/N


Kotoran bebek 8
Kotoran manusia 8
Kotoran ayam 10
Kotoran kambing 12
Kotoran babi 18
Kotoran domba 19
Kotoran kerbau/sapi 24
Enceng gondok (water 25
hyacinth)
Kotoran gajah 42
Jerami jagung 60
Jerami padi 70
Jerami gandum 90
Sisa gergajian Di atas 200
Sumber: (Waskito, 2011).
3. Starter
Starter sangat diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik
untuk menghasilkan biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang telah
banyak dijual komersial, bisa juga menggunakan lumpur aktif organik atau cairan isi
rumen. Dalam proses pembentukan biogas, bakteri dimanfaatkan sebagai sarana untuk
memecah senyawa polimer (dalam hal ini adalah karbohidrat, lemak, dan protein)
diperlukan media tambahan untuk membantu mempercepat proses, dan salah satu
media yang dapat digunakan untuk membantu mempercepat proses tersebut adalah
EM4 (Efective Microorganisme-4) (Megawati & Aji, 2015).
4. Derajat keasaman (pH).
Derajat keasaman (pH) mempunyai efek terhadap aktivitasi mikroorganisme.
Konsentrasi derajat keasaman (pH) yang ideal bagi mikroorganisme yaitu antara 6,6
dan 7,6. Bila pH lebih kecil atau lebih besar dari pH yang ditoleransikan maka akan

11
mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Bila proses anaerob sudah
berjalan menuju pembentukan biogas, pH berkisar 7-7,8 (Waskito, 2011).
5. Temperatur pencernaan (digestifikasi)
Temperatur yang dapat menghasilkan biogas yaitu antara 4oC - 60°C dan
temperatur harus dijaga konstan. Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak
pada temperatur optimum. Semakin tinggi temperatur, reaksi juga akan semakin cepat
akan tetapi bakteri akan semakin berkurang (Santoso, 2011).
6. Lama fermentasi
Biogas sudah terbentuk sekitar 10 hari setelah dilakukan fermentasi dengan
hasil yang berkisar 0,1-0,2 m3/kg dari berat bahan kering dan penambahan waktu
fermentasi dari 10 hari hingga 30 hari akan meningkatkan produksi biogas sebesar 50
%. Komponen hasil fermentasi terbagi atas tiga bagian besar yaitu biogas, bahan padat,
dan bahan cair (Sukrenewita, 2016). Seperti yang terlihat pada tabel 2.2 lama
pencernaan kotoran ternak di dalam tangki pencerna pada bebagai kotoran ternak.
Tabel 2.2 Lama pencernaan kotoran ternak di dalam tangki pencerna.
Model kotoran ternak Lama cerna (hari)
Sapi 60-80
Babi 40-60
Ayam 80
Kambing/Domba 80-100
Sumber : (Sukrenewita, 2016).
7. Pengadukan
Pengadukan bahan baku dalam pembentukkan biogas bertujuan untuk membuat
bahan baku menjadi homogen. Pengadukan dilakukan sebelum bahan baku tersebut
dimasukan ke dalam digester. Selain untuk mencampur bahan, pengadukan juga
berfungsi untuk mencegah terjadinya pengendapan yang dapat menghambat
pembentukan biogas. Pengendapan ini terjadi jika bahan yang digunakan berasal dari
kotoran kering. Setelah ditambahkan air sampai kekentalan yang diinginkan,
pengadukan mutlak diperlukan agar kotoran tidak mengendap (Febriyanita, 2015).

12
2.4 Komposisi Biogas
Biogas adalah gas yang mudah terbakar. Gas yang dihasilkan adalah gas metana
(CH4), gas karbon dioksida (CO2), gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2) dan gas hidrogen
sulfida (H2S) (Sugiarto dkk, 2013). Komponen biogas adalah gas metan dan gas-gas lain
yang komposisinya dapat dilihat pada table 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi biogas (Sugiarto, 2013).
Jenis Gas Jumlah
Gas Methan(CH4) 54 % - 70 %
Karbon dioksida(CO2) 27 % - 45 %
Nitrogen(N2) 3%-5%
Hidrogen(H2) 1%-0%
Karbon monoksida(CO) 0,1 %
Oksigen(O2) 0,1 %
Hidrogen sulfida(H2S) sedikit

2.5 Sifat Biogas


Biogas adalah gas yang dapat dibakar karena mengandung methana (CH4) dalam
kadar yang cukup tinggi. Sifat-sifat kimia dan fisika dari biogas yaitu (Mayasari dkk,
2010):
1. Biogas hanya dapat dicairkan pada suhu –178 oC sehingga untuk menyimpannya dalam
sebuah tangki yang praktis mungkin sangat sulit, tidak seperti LPG yang bisa dicairkan
dengan tekanan tinggi pada suhu normal. Jalan terbaik adalah menyalurkan biogas
langsung untuk dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan lain–lain.
2. Biogas dengan udara (oksigen) dapat membentuk campuran yang mudah meledak
apabila terkena nyala api karena flash point dari metana (CH4) yaitu sebesar -188 ºC
dan autoignition dari metana adalah sebesar 595 ºC.
3. Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida apabila dibakar sehingga aman dipakai
untuk keperluan rumah tangga.
4. Komponen metana dalam biogas bersifat narkotika pada manusia, apabila dihirup
langsung dapat mengakibatkan kesulitan bernapas dan mengakibatkan kematian.

13
2.6 Manfaat Biogas
Manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari biogas yaitu (Febriyanita, 2015) :
1. Meningkatnya pendapatan dengan pengurangan biaya kebutuhan pupuk dan pestisida.
2. Menghemat energi, pengurangan biaya energi untuk memasak dan pengurangan
konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM.
3. Mampu melakukan pertanian yang berkelanjutan, penggunaan pupuk dan pestisida
organik mampu menjaga kemampuan tanah dan keseimbangan ekosistem untuk
menjamin kegiatan pertanian berkelanjutan.
2.7 Cara Mengatur Rasio Karbon/Nitrogen (C/N)

Berikut adalah analisa perhitungan untuk mengatur C/N (Zulkarnaen dkk, 2018) :
1. Bahan-bahan yang mengatur kadar karbon/nitrogen (C/N)
a. Glukosa (C6H12O6)
Glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang dapat digunakan sebagai
sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Penambahan sumber karbon (C) berasal
dari karbohidrat (glukosa) yang digunakan untuk mengaturan nilai karbon dalam
substrat. Karena glukosa disamping menambah nilai karbon, glukosa juga
merupakan nutrisi bagi mikrobia perombak pembentuk gas methan.
C6H12O6
Mencari massa atom karbon (C) dalam glukosa :
𝐴𝑟: (6 𝑥 𝐴𝑟 𝐶)
mA karbon (C) = (2-1)
𝑀𝑟: (𝐶6 𝐻12 𝑂6 )
(6 x 12,011)
=
(12,011 𝑥 6)+(1,008𝑥12)+(16𝑥6)
72,066
= = 0,4
180,16
Jadi, dalam 1 gram glukosa mengandung 0,4 bagian masssa atom karbon (C).

14
b. Ammonium sulfat
Ammonium sulfat adalah garam anorganik biasanya sering digunakan sebagai
pupuk pengaya hara tanah. Ammonium sulfat mengandung 21% unsur nitrogen (N)
dan 24% unsur belerang (S). Rumus molekul ammonium sulfat adalah (NH4)2SO4
dan memiliki massa molar sebesar 132,14 g/mol.
Fungsi ammonium sulfat (NH4)2SO4 mengatur nilai N pada rasio C/N dan juga
sebagai nutrisi bagi mikrobia.
(NH4)2SO4
Mencari massa atom (mA) nitrogen (N) dalam ammonium sulfat :
𝐴𝑟: (2 𝑥 𝐴𝑟 𝑁)
mA nitrogen (N) = (2-2)
𝑀𝑟: ((𝑁𝐻4 )2 𝑆𝑂4 )
(2 x 14,007)
=
((28,014+8,064)+32,065+(16𝑥4))
28,016
= = 0,212
132,14
Jadi, dalam 1 gram ammonium sulfat mengandung 0,212 bagian massa atom
nitrogen (N).
2. Menaikkan rasio karbon/nitrogen (C/N)
Pertama-tama dilakukan analisa kadar karbon dan nitrogen kotoran sapi dalam uji
laboratorium. Misalkan sampel kotoran sapi mempunyai kadar C/N = 24
Dengan : C = 10 %
N = 0,42 %
Untuk menaikkan menjadi C/N = 27 maka :
𝐶 10 % menjadi
= = 24 27
𝑁 0,42 %
Untuk menaikkan rasio C/N 24 agar menjadi C/N 27 maka perlu penambahan
kadar karbon (C) pada kotoran sapi, dihitung sebagai berikut :
𝐶 𝐶
= 27 = 27
𝑁 0,42 %
C = 27 x 0,42 % = 11,34 % 11,34 % - 10 % = 1,34 %

15
Tambahan karbon (C)
C menjadi C
= 24 = 27
N N
C (10 %+1,34 %)
= = 27
N 0,42 %
Mengetahui penambahan persen karbon (C) menjadi berat karbon yang
dibutuhkan dari acuan 3000 gram substrat :
1,34 % x 3000 gram = 40,2 gram
Jadi, dari nilai rasio C/N subrat = 24 akan diubah menjadi 27 didapatkan
tambahan karbon (C) dari subrat 3 kg adalah sebesar 1,34 % yaitu 40,2 gram.
Penambahan glukosa (Y) :
0,4 x Y = 40,2 gram karbon (C)
Y = 100,5 gram
Jadi, penambahan glukosa untuk mendapatkan rasio C/N 27 pada substrat 3 kg
adalah sebesar 100,5 gram.
3. Menurunkan rasio karbon/nitrogen (C/N)
Misalkan kotoran sapi didapat rasio C/N = 24
Dengan : C = 10 %
N = 0,42 %
Untuk menurunkan menjadi C/N = 22 %, maka :
𝐶 10 % menjadi
= = 24 22
𝑁 0,42 %
Lain halnya perhitungan untuk menurunkan rasio C/N, untuk menurunkan rasio C/N
digunakan nitrogen (N) sebagai senyawa yang ditambahkan dalam hal ini untuk membagi
karbon (C). adapun perhitungannya sebagai berikut :
𝐶 10 % menjadi 𝐶
= = 24 = 22
𝑁 0,42 % 𝑁
𝐶 10 %
= 22 = 22
𝑁 𝑁
10 %
N= = 0,454 % 0,454 % - 0,42 % = 0,034%
22
16
Tambahan nitrogen (N)
𝐶 menjadi
= 24 22
𝑁
𝐶 10 %
= = 22
𝑁 (0,42 %+0,034 %)
Menghitung persentase nitrogen menjadi berat nitrogen yang dibutuhkan dari
acuan 3000 gram substrat :
0,034% x 3000 gram = 1,02 gram
Jadi, dari nilai rasio C/N substrat 24 akan diubah menjadi 22 didapatkan
tambahan nitrogen (N) dari acuan 3 kg substrat sebesar 0,034% yaitu 1,02 gram.
Penambahan ammonium sulfat (Z) :
0,212 x Z = 1,02 gram nitrogen (N)
Z = 4,81 gram
Jadi, penambahan ammonium sulfat untuk mendapatkan rasio C/N 22 pada
substrat 3 kg adalah sebesar 4,81 gram.
Perhitungan seterusnya untuk C/N perlakuan yang ditentukan metode
perhitungannya sama seperti contoh di atas.
2.8 Temperatur
Temperatur optimal untuk digester di Indonesia adalah 350C. Oleh karena itu perlu
pertimbangan dalam pembuatan digester anaerobic karena pada suhu dingin bakteri akan
lebih lambat berproses sehingga biogas yang dihasilkan akan lebih lama terbentuk (Irawan
& Ridhuan, 2016). Ada tiga kondisi digestifikasi anaerobic berdasarkan temperatur
digesternya, dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Temperatur
Kondisi digester Temperatur
Phsycophlic < 20 oC
Mesophilic 20 - 40 oC
Thermophilic 40 - 60 oC
Sumber : (Mayasari, 2010)

17
Temperatur sangat berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme di dalam substrat,
semakin tinggi temperature di dalam substrat (temperature optimum hidup bakteri) maka
aktivitas mikroorganisme juga akan semakin meningkat. Pada temperatur 55 oC
mikroorganisme seperti Methanosarcinaceae di permukaan substrat mencapai 70-100%
lebih banyak daripada di lapisan bawah atau di lapisan tengah substrat. Pada temperatur
tinggi (kondisi thermophilic) pembelahan sel pada perkembangbiakan bakteri lebih cepat
dibandingkan pembelahan sel pada perkembangbiakan bakteri pada temperatur rendah
(kondisi mesophilic) (Darmanto dkk, 2012).
2.9 Volume Biogas
Volume biogas diukur dengan alat yang berbentuk silinder. Berikut adalah rumus
volume silinder :
V = 1⁄4 × π × D2 × h (2-3)
Dimana :
V = Volume biogas yang terbentuk
π = 3,14
D = Dimeter pipa 1
h = Perubahan ketinggian yang terjadi pada pipa 1

18
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian didefinisikan sebagai penyelidikan sistematik yang terorganisir, berdasarkan
data atau fakta, serta kritis dan ilmiah terhadap permasalahan yang dilakukan untuk
mendapatkan penyelesaian yang objektif. Sedangkan metode penelitian didefinisikan
sebagai cara-cara yang digunakan dalam merancang penelitian, pengumpulan data, analisis
data serta cara-cara pengambilan kesimpulan.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mencapai tujuan dari penelitian,
pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuantitas biogas yang dilakukan dengan
membuat alat pengukur volume yang bertujuan mengetahui volume biogas yang dihasilkan
setiap 1 hari dari masing-masing digester. Kemudian hasil dari pengujian ini akan menjadi
tolak ukur untuk menentukan rasio C/N yang tepat sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboraturium Fakultas Teknik Universitas
Mataram. Penelitian ini mulai di laksanakan pada Bulan September 2019.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
1. Studi literatur yaitu dengan mempelajari literatur-literatur dan tulisan-tulisan yang
menjelaskan tentang teori yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, baik
melalui perpustakaan ataupun dari media lainnya. Literatur digunakan sebagai
acuan untuk mencari solusi jika terdapat kejanggalan pada saat penelitian.
2. Studi eksperimen yaitu dengan melakukan pengujian dan penelitian secara langsung
di laboratorium untuk mendapatkan data tentang pembentukan biogas.
3.3 Variabel – Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel terikat
Variabel terikat menjadi perhatian utama dari penelitian. Dengan menganalisis
variabel terikat diharapkan dapat menemukan jawaban dan penyelesaian dari permasalahan.
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu :
a. Volume biogas
b. Temperatur substrat dalam digester

19
c. pH awal dan akhir substrat
3.3.2 Variabel bebas
Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Adapun yang
menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi rasio C/N pada bahan isian yaitu:
a. TP = rasio C/N tanpa perlakuan
b. C/N 30 = variable perlakuan rasio C/N 30
c. C/N 35 = variable perlakuan rasio C/N 35
d. C/N 40 = variable perlakuan rasio C/N 40
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
a. Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. 4 Kaleng volume 5,5 liter 18. Lem silicon
2. Pipa PVC 1 1⁄4 inch 19. Plastik penampung
3. Pipa PVC 1 1⁄2 inch 20. Klem selang
4. Dop luar 1 1⁄4 inch 21. Gelas ukur
5. Dop luar 11⁄2 inch 22. Seal tape
6. Kotak galvanis 23. Alat ukur pH
7. Selang timbang 1⁄4 inch 24. kayu
8. Selang serat 1⁄2 inch 25. Rol meter
9. Kran kompresor
10. Cutter
11. Gergaji kayu
12. Gergaji besi
13. Thermokopel sensor
14. Thermokopel digital
15. Thermostat
16. Konektor selang
17. Elemen pemanas air

20
b. Bahan penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kotoran sapi 4. Ammonium sulfat
2. Kotoran ayam 5. EM-4
3. Air 6. Glukosa
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pembuatan tabung digester
a. Menyediakan alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan digester.
b. Pembuatan tabung digester yang meliputi :
1. Bahan yang digunakan dalam sebagai digester adalah kaleng khong guan (5,5
liter) .
2. Kaleng dibuat horizontal agar mendapatkan permukaan yang luas dengan begitu
diharapkan akan mengoptimalkan produksi biogas.
3. Pada bagian badan (menghadap ke atas) kaleng dibuatkan dua lubang kemudian
dipasangkan konektor selang pada masing-masing lubang yang telah dibuat.
Setelah itu lem konektor selang untuk menghindari kebocoran. Setelah lem
kering masukan selang serat ukuran 1⁄2 inc pada masing-masing konektor selang
dengan panjang 5 cm. kemudian pasang kran kompresor pada masing-masing
selang. Setelah itu pasang selang timbang ukuran 1⁄
4 inc dengan panjang 2 m
pada salah satu kran kompresor. Kemudian bentuk selang tersebut menjadi letter
U agar menjadi alat ukur manometer diberi papan dan juga alat ukur panjang.
4. Pada kran kompresor yang kedua hubungkan dengan selang timbang ukuran 1⁄
4

inc dengan panjang 1 m. kemudian selang timbang ukuran 1⁄4 inc dihubungkan
dengan plastik penampung biogas.
5. Kemudian diantara lubang konektor selang pada badan digester dibuatkan
lubang kecil untuk memasukkan kabel thermokopel untuk mengukur
temperatur substrat. Panjang kabel thermokopel yang digunakan ± 1 m. berikut
adalah gambar desain alat penelitian, yang disajikan pada Gambar 3.1

21
1

3 4

6 5

Gambar 3.1 Skema alat penelitian


Keterangan :
1. Plastik penampung
2. Kabel thermokopel
3. Digester
4. Manometer U
5. Kran kompresor
6. Konektor selang
Dimensi digester :
Panjang = 23 cm
Lebar = 17 cm
Tinggi = 14 cm
Dimensi kotak Galvanis :
Panjang = 63 cm
Lebar = 51 cm
Tinggi = 30 cm

22
c. Uji kebocoran
1. Semua instalasi saluran ditutup dan kaleng Diisi air hingga penuh.
2. Jika ada air yang keluar dari instalasi maupun bagian kaleng, maka diberi tanda
agar dapat dilakukan penambalan dan perbaikan pada kebocoran-kebocoran
tersebut.
3.5.2 Penyiapan bahan isian dan proses pencampuran
Bahan isian yang digunakan pada penelitian ini adalah kotoran ternak sapi dan
kotoran ternak ayam. Sebelum kotoran sapi dan kotoran ayam digunakan, terlebih dahulu
kotoran tersebut dipisahkan dari material padat (krikil, tanah dan material padat lainnya)
untuk mendapatkan kotoran yang murni. Total kapasitas volume tabung digester adalah 5,5
liter, muatan substrat yang digunakan sebesar 60 % atau setara dengan 3,3 liter. Disisakan
ruang sebesar 40% atau setara dengan 2,2 liter untuk menyimpan gas sementara.
Banyaknya kotoran sapi dan ayam + air dan EM-4 digunakan perbandingan 1 : 1 yakni 1,65
kg kotoran sapi yang telah dicampur dengan kotoran ayam dengan perbandingan kotoran
sapi + kotoran ayam 1 : 1 kemudian + 1,65 kg air termasuk EM-4 10% (digunakan
perbandingan bobot per-bobot). Sehingga hasil total muatan substrat menjadi 3,3 kg.
Hasil dari penelitian awal (analisa rasio C/N substrat tanpa perlakuan) dan
perhitungan massa atom untuk menaikkan dan menurunkan rasio C/N menjadi C/N 30, 35
dan 40 bila sudah didapatkan, maka prosedur selanjutnya, banyaknya campuran glukosa /
ammonium sulfat akan dilarutkan didalam 1,65 kg air dan EM-4 10% diaduk hingga rata,
kemudian tuangkan larutan tersebut ke 1,65 kg kotoran sapi yang telah dicampur dengan
kotoran ayam dalam wadah yang lebih besar aduk hingga rata (homogen) kemudian
substrat dimasukkan ke dalam digester dan siap untuk difermentasikan.
3.5.3 Proses pengisian substrat ke dalam digester dan proses instalasi digester kondisi
thermophilic (55oC)
Selanjutnya substrat dimasukkan ke dalam digester pada hari yang sama. Kemudian
digester dimasukkan ke dalam kotak galvanis dan disusun dengan jarak 5 cm pada sisi-sisi
kotak galvanis dan jarak antara digester 5 cm dengan posisi digester yang horizontal agar
mendapatkan luas permukaan digester yang lebih besar yang mengacu pada penelitian
sebelumnya yang menyatakan, semakin besar luas permukaan tabung digester, maka
23
kemampuan digester dalam membantu pembentukan biogas menjadi lebih baik. Setelah itu
digester yang telah tersusun di dalam kotak galvanis diberikan air setinggi substrat yang
berada didalam digester ke dalam kotak galvanis. Kemudian letakan elemen pemanas air
yang telah dimodifikasi dengan thermokopel sensor ke dalam air yang berada di dalam
kotak galvanis agar digester mendapatkan kondisi thermophilic (55oC).

A A

Gambar 3.2 Tampak atas digester di dalam kotak galvanis


Keterangan :
1. Kotak galvanis
2. Air
3. Konektor selang
4. Digester
5. Elemen pemanas air
6. Kabel sensor thermokopel

24
6
1

7
5

Gambar 3.3 Tampak gambar potong sumbu A-A


Keterangan :
1. Kotak galvanis
2. Konektor selang
3. Digester
4. Bahan isian
5. Air
6. Kabel sensor thermokopel
7. Penyangga digester
3.6 Pengukuran Rasio C/N
Pengambilan data analisa C/N substrat tanpa perlakuan (kotoran sapi yang telah
dicampur kotoran ayam) dilakukan pada penelitian awal, sedangkan pengambilan data
analisa substrat dengan perlakuan dengan penambahan glukosa atau ammonium sulfat
dilakukan setelah mendapatkan rasio C/N subtrat tanpa perlakuan kemudian dihitung
dengan persamaan rumus (2-1) atau (2-2), didapatkan penambahan glukosa atau
ammonium sulfat, setelah dicampur dengan substrat kemudian dianalisa dan diukur di
laboratorium.
3.7 Mengukur pH Substrat
Setelah bahan isian (substrat) siap untuk difermentasikan kemudian pH bahan isian
diukur dengan pH meter sebelum bahan isian difermentasikan untuk mengetahui pH awal
bahan isian dan setelah 30 hari fermentasi kemudian pengukuran pH bahan isian dilakukan
kembali untuk mengetahui pH akhir bahan isian.

25
3.8 Pengamatan Temperatur
Pada hari pertama sampai hari terakhir (1-30 hari), temperatur bahan isian dalam
digester selalu diukur dengan thermokopel pada waktu yang sama atau konstan setiap hari.
3.9 Pengujian Komposisi Biogas
Pengujian komposisi biogas ini dilakukan untuk mengetahui komposisi yang terdapat
pada gas yang dihasilkan dari fermentasi anaerob pada kondisi thermophilic. Gas yang
dihasilkan ada diuji komposisinya menggunakan metode Gas Chromatography –mass
spectrometry (GC-MS) yang dilakukan di Laboraturium Forensik Poltabes Denpasar Bali.
3.10 Pengukuran Volume dengan Alat Ukur Pipa
Pengamatan ini dilakukan setelah bahan isian difermentasi dan menghasilkan biogas
selama 30 hari dengan waktu pengukuran volume 1 hari sekali. Pengamatan ini dilakukan
dengan cara plastik penampung biogas dilepas dari digester, kemudian plastik penampung
biogas dihubungkan dengan alat ukur pipa. Kemudian tekan plastik penampung biogas agar
biogas masuk ke dalam alat ukur pipa, setelah itu diukur ketinggian alat ukur pipa untuk
mendapatkan volume biogas dengan rumus volume silinder.
Prinsip kerja alat ukur volume biogas yang terbentuk:
1. Mula-mula air dimasukan ke dalam pipa 2.
2. Penampung gas dihubungkan ke pipa 1.
3. Pipa 1 ditarik ke atas lalu secara otomatis gas pada penampung gas masuk ke
dalam pipa 1.
4. Mengukur perubahan ketinggian pipa 1, sehingga volume biogas dapat
diperoleh dengan persamaan rumus (2-3).

26
Penampung biogas

200 cm Pipa 1

Ø 3,175 cm

Pipa 2
200 cm

Ø 3,81 cm
cm

Gambar 3.4 Alat ukur pipa

27
3.11 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi literatur serta persiapan


alat dan bahan

Pembuatan digester dan perakitan alat


untuk pengujian

Melakukan pengujian awal untuk mengetahui rasio C/N


bahan isian yang digunakan (kotoran sapi + kotoran ayam)

Membuat bahan isian dengan variasi rasio C/N yang ditentukan


dan melakukan pengujian (TP, C/N 30, C/N 35, C/N 40)

Pengukuran dan pengambilan data selama 30 hari :


Volume biogas, Temperatur substrat di dalam digester,
pH awal dan akhir substrat, uji komposisi biogas dan uji bakteri

Analisa data dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.5 Diagram alir penelitian

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian atau pengujian yang sudah dilakukan akan disajikan pada bab
ini, data yang diperoleh dari penelitian pengaruh rasio karbon dan nitrogen pada campuran
kotoran sapi dan kotoran ayam pada fermentasi thermophilic dalam menghasilkan biogas
yaitu terdiri dari data :
1. Perhitungan rasio C/N
2. Pengukuran pH awal dan pH akhir substrat
3. Pengukuran temperatur
4. Pengukuran perubahan ketinggian pada alat ukur volume biogas dan perhitungan
volume biogas
5. Analisa komposisi biogas
6. Uji bakteri biogas
Pengambilan data yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan sebelumnya baik pada tahap persiapan, tahap pengujian maupun
pengambilan data, pengukuran pH awal dan akhir subsrat diukur menggunakan pH meter,
pengukuran temperatur digester diukur menggunakan thermokopel dan pengukuran volume
biogas yang didapat dari perubahan ketinggian alat ukur dilakukan pengukuran setiap hari
selama 30 hari penelitian pada jam 4 sore. Pengolahan data sebagai berikut :

29
4.1 Perhitungan Rasio C/N Substrat (C/N 30, C/N 35 dan C/N 40)
Dari hasil uji yang sudah dilakukan sebelumnya di Laboratorium Kimia Analitik,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram, nilai rasio C/N TP
sebesar 34,21. Kemudian rasio C/N substrat TP tersebut digunakan untuk menentukan rasio
C/N substrat dengan nilai variasi rasio C/N 30, C/N 35 dan C/N 40, yaitu dengan
menambahkan bahan isian glukosa untuk menaikkan rasio C/N dan ammonium sulfat untuk
menurunkan rasio C/N. Berikut adalah perhitungannya.
a. Menaikkan rasio C/N TP menjadi C/N 35 dan 40
Pertama-tama dilakukan analisa kadar karbon dan nitrogen kotoran sapi dicampur
kotoran ayam dalam uji laboratorium. Dari hasil uji laboratorium di Laboratorium
Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Mataram, sampel kotoran sapi mempunyai kadar rasio C/N = 34,21 dengan nilai karbon
(C) sebesar 31,13 % dan nilai nitrogen (N) sebesar 0,91 %.
1. Rasio C/N 35
Untuk menaikkan menjadi C/N = 35 maka :
C 31,13 % menjadi
= = 34,21 35
N 0,91 %
Untuk menaikkan rasio C/N 34,21 agar menjadi C/N 35 maka perlu penambahan
kadar karbon (C) pada kotoran sapi dicampur kotoran ayam, dihitung sebagai berikut :
C C
= 35 = 35
N 0,91 %
C = 35 x 0,91 % = 31,85 % 31,85 % - 31,13 % = 0,72 %
Tambahan karbon (C)
C menjadi C
= 34,21 = 35
N N
C (31,13 %+0,72 %)
= = 35
N 0,91 %
Mengetahui penambahan persen karbon (C) menjadi berat karbon yang
dibutuhkan dari acuan 1650 gram kotoran sapi dicampur kotoran ayam :
0,72 % x 1650 gram = 11,88 gram

30
Jadi, dari nilai rasio C/N subrat = 34,21 akan diubah menjadi 35 didapatkan
tambahan karbon (C) dari 1650 gram kotoran sapi dicampur kotoran ayam adalah
sebesar 0,72 % yaitu 11,88 gram.
Penambahan glukosa (Y) :
0,4 x Y = 11,88 gram karbon (C)
Y = 29,7 gram
Jadi, penambahan glukosa untuk mendapatkan rasio C/N 35 pada 1650 gram
kotoran sapi dicampur kotoran ayam adalah sebesar 29,7 gram.
2. Rasio C/N 40
Untuk menaikkan menjadi C/N = 40 maka :
C 31,13 % menjadi
= = 34,21 40
N 0,91 %
Untuk menaikkan rasio C/N 34,21 agar menjadi C/N 40 maka perlu penambahan
kadar karbon (C) pada kotoran sapi dicampur kotoran ayam, dihitung sebagai berikut :
C C
= 40 = 40
N 0,91 %
C = 40 x 0,91 % = 36,4 % 36,4 % - 31,13 % = 5,27 %
Tambahan karbon (C)
C menjadi C
= 34,21 = 40
N N
C (31,13 %+5,27 %)
= = 40
N 0,91 %
Mengetahui penambahan persen karbon (C) menjadi berat karbon yang
dibutuhkan dari acuan 1650 gram kotoran sapi dicampur kotoran ayam :
5,27 % x 1650 gram = 86,95 gram
Jadi, dari nilai rasio C/N subrat = 34,21 akan diubah menjadi 40 didapatkan
tambahan karbon (C) dari 1650 gram kotoran sapi dicampur kotoran ayam adalah
sebesar 5,27 % yaitu 86,95 gram.
Penambahan glukosa (Y) :
0,4 x Y = 86,95 gram karbon (C)

31
Y = 217,39 gram
Jadi, penambahan glukosa untuk mendapatkan rasio C/N 40 pada 1650 gram
kotoran sapi dicampur kotoran ayam adalah sebesar 217,39 gram.
b. Menurunkan rasio C/N TP menjadi C/N 30
Dari hasil uji laboratorium di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram, sampel kotoran sapi mempunyai
kadar rasio C/N = 34,21 dengan nilai karbon (C) sebesar 31,13 % dan nilai nitrogen (N)
sebesar 0,91 %.Untuk menurunkan menjadi C/N = 30, maka :
C 31,13 %
= = 34,21 menjadi 30
N 0,91 %
Lain halnya perhitungan untuk menurunkan rasio C/N, untuk menurunkan rasio
C/N digunakan nitrogen (N) sebagai senyawa yang ditambahkan dalam hal ini untuk
membagi karbon (C). adapun perhitungannya sebagai berikut :
𝐶 31,13 % menjadi 𝐶
= = 34,21 = 30
𝑁 0,91 % 𝑁
C 31,13 %
= 30 = 30
N N
31,21 %
N= = 1,04 % 1,04 % - 0,91 % = 0,13%
30
Tambahan nitorgen (N)
C menjadi
= 34,21 30
N
C 31,13 %
= = 30
N (0,91 %+0,13 %)
Menghitung persentase nitrogen menjadi berat nitrogen yang dibutuhkan dari
acuan 1650 gram kotoran sapi dicampur kotoran ayam :
0,13% x 1650 gram = 2,14 gram
Jadi, dari nilai rasio C/N substrat 34,21 akan diubah menjadi 30 didapatkan
tambahan nitrogen (N) dari acuan 1650 gram kotoran sapi dicampur kotoran ayam
sebesar 0,13% yaitu 2,14 gram.

32
Penambahan ammonium sulfat (Z) :
0,212 x Z = 2,14 gram nitrogen (N)
Z = 10,09 gram
Jadi, penambahan ammonium sulfat untuk mendapatkan rasio C/N 30 pada
substrat 1650 gram adalah sebesar 10,09 gram.
Hasil analisa perhitungan penambahan glukosa dan ammonium sulfat ke dalam
substrat TP untuk mendapatkan rasio C/N perlakuan yang diinginkan (C/N 30, C/N 35
dan C/N 40) dapat dilihat pada tabel 4.1 hasil perhitungan penambahan glukosa dan
ammonium sulfat.
Tabel 4.1 Hasil perhitungan penambahan glukosa dan ammonium sulfat
Bahan isian
Perlakuan Glukosa Ammonium sulfat
(gram) (gram)
TP 0 0
C/N 30 0 10,09
C/N 35 29,7 0
C/N 40 217,39 0

Pengujian rasio C/N substrat dilakukan kembali dengan substrat yang telah
ditambahkan bahan isian glukosa atau ammonium sulfat dengan variasi substrat yang
ditentukan (C/N 30, C/N 35 dan C/N 40) di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram. Hasil pengujian subsrat
dapat diliat pada tabel 4.2 hasil pengujian rasio C/N substrat.
Tabel 4.2 Hasil pengujian rasio C/N substrat
Variabel rasio % Kadar % Kadar Hasil Analisa
C/N subrat Karbon (C) Nitrogen (N) Rasio C/N
TP 31,13 0,91 34,21
C/N 30 21,04 0,67 31,20
C/N 35 22,26 0,66 33,39
C/N 40 26,04 0,56 46,60

33
50 46.6
45
40
33.39 34.21
35 31.2
Nilai C/N aktual 30
25
20
15
10
5
0
C/N 30 C/N 35 TP C/N 40
Variasi rasio C/N

Gambar 4.1 Kurva perbandingan rasio C/N dari masing-masing perlakuan


Dari gambar 4.1 dapat dilihat hasil pengujian rasio C/N substrat setelah ditambahkan
glukosa atau ammonium sulfat sesuai dengan rumus penambahan glukosa atau ammonium
sulfat. Diperoleh data yang kurang akurat dikarenakan rasio C/N TP (Tanpa Perlakuan)
substrat yang digunakan saat melakukan penambahan glukosa atau ammonium sulfat tidak
sesuai dengan rasio C/N TP yang telah diuji sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh umur dari
kotoran sapi dan kotoran ayam (substrat) tersebut, dimana kotoran sapi dan kotoran ayam
telah mengalami fermentasi aerob yang menyebabkan perubahan pada rasio C/N kotoran-
kotoran tersebut (Surya dan Suyono, 2013). Kurangnya presisi alat pengujian juga menjadi
penyebab tidak tepatnya hasil uji laboratorium dari rasio C/N pada substrat dan juga
pengadukan glukosa atau ammonium sulfat pada substrat yang kurang merata.
Dari gambar 4.1 menunjukkan perubahan yang signifikan. Semakin banyak
penambahan glukosa (C6H12O6) maka nilai karbon (C) pada substrat juga akan meningkat
dan menyebabkan rasio C/N meningkat. Sebaliknya semakin banyak penambahan
ammonium sulfat (NH2)3SO4 maka nilai nitrogen (N) pada substrat akan meningkat akan
menyebabkan rasio C/N menurun.

34
4.2 Pengukuran Perubahan pH pada Substrat
Sebelum dilakukan proses fermentasi substrat terlebih dahulu diukur nilai pHnya
untuk mengetahui pH awal dari substrat tersebut, kemudian setelah 30 hari nilai pH substrat
kembali diukur untuk mengetahui pH akhir substrat setelah terjadinya proses fermentasi.
Hasil pengukuran pH substrat dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil pengukuran pH
Variasi pH Awal pH Akhir
TP 6,42 6,41
C/N 30 6,33 6,22
C/N 35 6,58 4,91
C/N 40 6,23 3,69

Tabel 4.3 berisi tentang pengaruh perlakuan rasio C/N terhadap nilai pH, dimana
perlakuan rasio C/N dengan penambahan glukosa atau ammonium sulfat tidak berpengaruh
signifikan terhadap perubahan nilai pH, pH awal yang terukur berkisar 6,23 hingga 6,58.
Nilai pH awal tertinggi pada perlakuan rasio C/N 35.
Setelah 30 hari nilai pH kembali diukur pada tiap-tiap substrat. Hasil dari pengukuran
nilai pH akhir pada perlakuan rasio C/N TP dan C/N 30 mengalami penurunan nilai pH
yang kecil dengan nilai pH 6,42-6,41 untuk TP dan 6,33-6,22 untuk C/N 30. Nilai pH pada
perlakuan C/N 35 dan C/N 40 mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan
dengan pelakuan C/N TP dan C/N 30 dengan nilai pH 6,58-4,91 untuk C/N 35 dan 6,23-
3,69 untuk C/N 40. Perbandingan antara pH awal dan pH akhir dapat dilihat pada gambar
4.2
7 6.42 6.336.22 6.58 6.23
6.41
6
4.91
5
3.69
Nilai pH

4
3 pH Awal
2
pH Akhir
1
0
TP C/N 30 C/N 35 C/N 40
Variasi perlakuan

Gambar 4.2 Kurva perbandingan pH awal dan pH akhir substrat

35
Pada hasil pengamatan ini nilai pH yang terukur pada tiap-tiap substrat memiliki
rentang nilai pH 6. Nilai pH setelah proses fermentasi pada perlakuan rasio C/N 35 dan
rasio C/N 40 dengan penambahan glukosa mengalami penurunan nilai pH yang begitu
cepat dibandingkan dengan perlakuan rasio C/N TP dan rasio C/N 30 yang ditambahkan
ammonium sulfat, hal ini dikarenakan penambahan glukosa sebagai makanan bagi bakteri
semakin bertambah sehingga substrat semakin cepat terurai yang menyebabkan penurunan
pH yang cepat dan juga dekomposisi bahan organik anaerob pada tahap pengasaman,
dimana pada tahap tersebut akan terbentuk asam lemak yang menyebabkan penurunan pH
pada substrat. Susbtrat dengan penambahan glukosa akan tetap memproduksi biogas
dikarenakan EM-4 yang terdiri dari 90% Lactobacillus Sp memproduksi asam laktat yang
membantu mempercepat perombakan bahan organik seperti lignin dan selulosa (Irawan &
Suwanto, 2016). Lactobacillus ini mampu bertahan hidup pada kondisi pH yang rendah
(Hardiningsih dkk, 2005). Penambahan glukosa pada substrat memberikan nutrisi kepada
bakteri untuk pertumbuhannya dalam menghasilkan volume biogas yang besar (Hawari,
2018). Persamaan pembentukkan asam dan etanol pada tahap pengasaman proses
pembentukkan biogas :
(C6H12O6) + H2O CH3CHOHCOOH
Glukosa asam laktat
(C6H12O6) + H2O CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2
Glukosa asam butirat
(C6H12O6) + H2O CH3CH2OH + CO2
Glukosa etanol
4.3 Pengukuran Temperatur Tiap-Tiap Digester
Kondisi digester menjadi salah satu faktor penting dalam proses fermentasi. Kondisi
yang digunakan pada penelitian ini adalah kondisi thermophilic, dimana kondisi
thermophilic adalah kondisi dimana digester bersuhu 40oC hingga 60oC (Mayasari, 2010).
Pada penelitian ini, digester yang digunakan berkapasitas 5,5 liter. Untuk menjaga
kestabilan temperatur digester agar memiliki kondisi thermophilic digunakan air yang
dipanaskan dengan pemanas air yang dirangkit dengan thermostat untuk menstabilkan suhu
air. Data pengamatan temperatur dapat dilihat pada tabel 4.4.

36
Tabel 4.4 Hasil pengukuran temperatur substrat
Temperatur Digester ºC
Hari ke Lingkungan
TP C/N 30 C/N 35 C/N40 ( temperatur air yang
dipanaskan)
1 52,8 53,6 53,9 53,3 55,0
2 51,3 53,4 53,7 53,1 54,7
3 51,9 52,1 51,3 51,7 54,2
4 51,3 51,2 51,9 51,5 54,1
5 51,2 51,7 51,2 51,6 54,5
6 51,2 51,9 52,3 51,6 54,7
7 51,4 51,1 51,4 51,8 54,2
8 51,6 51,2 52,1 52,4 54,6
9 52,3 52,7 51,7 52,8 54,9
10 51,9 51,2 51,1 51,1 54,2
11 51,2 52,2 51,6 52,3 54,8
12 51,1 53,6 51,9 52,8 54,8
13 52,4 53,4 52,3 53,1 55,0
14 51,4 53,2 51,5 53,2 54,9
15 51,6 51,1 51,1 51,8 54,2
16 51,7 52,5 52,1 52,4 54,2
17 51,2 52,6 51,2 51,3 54,2
18 52,1 52,4 51,4 51,3 54,1
19 51,4 52,2 51,7 51,8 54,3
20 51,3 52,3 51,3 52,0 54,2
21 53,1 51,8 51,1 51,9 54,4
22 52,8 51,6 51,2 51,2 54,2
23 52,9 52,3 52,6 52,3 54,2
24 52,7 52,1 51,5 51,7 54,1
25 51,8 51,7 51,3 52,2 54,9
26 53,9 52,6 51,7 53,4 55,0
27 53,5 52,4 52,3 53,2 54,2
28 52,7 52,1 52,2 53,4 54,1
29 52,9 52,3 52,3 52,7 54,1
30 53,1 53,2 52,4 52,6 54,7

Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa temperatur substrat dalam digester berada pada
kisaran suhu 51oC hingga 53oC. Pada kisaran temperatur tersebut dimana mikroorganisme

37
tumbuh dan berkembang yang menandakan bahwa telah terjadi proses penguraian bahan
organik yang akan menghasilkan biogas. Temperatur merupakan faktor penting dalam
aktivitas mikroorganisme pada proses fermentasi anaerob. Bakteri thermophilic
berkembang biak pada suhu 50 – 60oC (Darmanto dkk, 2012).
4.4 Pengukuran Perubahan Ketinggian pada Alat Ukur Volume Biogas dan
Perhitungan Volume Biogas
Biogas hasil dari tiap-tiap digester diukur menggunakan alat ukur pipa yang
ditunjukkan pada gambar 3.5 yang dilakukan setiap hari pada pukul 16.00 WITA selama 30
hari penelitian. Dilakukan pengukuran perubahan ketinggian pada pipa 1 pada alat ukur
pipa. Data hasil pengamatan perubahan ketinggian alat ukur dapat dilihat pada tabel 4.5.

38
Tabel 4.5 Hasil pengamatan perubahan ketinggian alat ukur volume
Perubahan ketinggian (dm)
Hari ke
TP C/N 30 C/N 35 C/N 40
1 0 0 0 0
2 29,3 28,6 32,2 34,7
3 17,2 17,1 17,4 18,5
4 12,5 9,2 15,1 15,6
5 7,5 8,2 8,9 10,9
6 8,1 8,6 13,1 12,4
7 7,2 7,7 12,3 13
8 8,6 8,5 14,6 12,7
9 9,6 9,7 13,2 13,7
10 8,7 8,3 11,3 12,9
11 11,9 11 13,7 18,5
12 11,7 11,4 14,4 24,4
13 13,1 12 16,1 25,3
14 13 11,8 15,6 26,4
15 13,2 12 16,1 26,3
16 14,8 12,7 17,4 25,7
17 15,3 12 21,7 26,1
18 14,1 11,7 19,5 26,7
19 12,1 9,8 12,8 28,9
20 11,2 8,7 12,3 28,2
21 9,7 8,2 11,6 27,9
22 9,4 8,1 11,4 26,8
23 9,2 8 10,9 26,3
24 9,1 7,7 10,6 25,9
25 8,7 7,5 10,4 24,3
26 8,2 7,4 10,1 22,3
27 7,9 7,3 9,6 21,9
28 7,2 6,9 8,9 21,7
29 6,9 5,7 8,6 17,2
30 6,2 5,1 7,5 15,3

Setelah didapat data perubahan ketinggian alat ukur yang ditunjukkan pada tabel 4.5
selanjutnya dilakukan perhitungan volume biogas yang dihasilkan pada tiap-tiap digester.
Volume biogas yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus persamaan

39
(2-3) Sehingga diperoleh perhitungan volume biogas yang terbentuk pada variasi rasio C/N
TP dari hari ke-2 sebagai berikut :
V2 = 1⁄4 × 3,14 × (0,3175 dm)2 × 29,3 dm
= 2,32 dm3 = 2,32 liter
Dengan cara yang sama, maka diperoleh data yang ditunjukkan dalam tabel 4.6
volume biogas yang dihasilkan pada tiap-tiap digester yang diukur setiap hari selama 30
hari penelitian.

40
Tabel 4.6 Hasil perhitungan volume biogas
Volume Biogas (liter)
Hari ke
TP C/N 30 C/N 35 C/N 40 C/N 35 PT
1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,145
2 2,32 2,27 2,55 2,75 0,145
3 1,36 1,35 1,38 1,47 0,145
4 0,99 0,73 1,20 1,24 0,143
5 0,59 0,65 0,70 0,86 0,143
6 0,64 0,68 1,04 0,98 0,143
7 0,57 0,61 0,97 1,03 0,151
8 0,68 0,67 1,16 1,01 0,151
9 0,76 0,77 1,05 1,09 0,151
10 0,69 0,66 0,89 1,02 0,185
11 0,94 0,87 1,09 1,47 0,185
12 0,93 0,90 1,14 1,93 0,185
13 1,04 0,95 1,28 2,00 0,35
14 1,03 0,93 1,24 2,09 0,35
15 1,05 0,95 1,28 2,08 0,35
16 1,17 1,01 1,38 2,04 0,519
17 1,21 0,95 1,72 2,07 0,519
18 1,12 0,93 1,54 2,11 0,519
19 0,96 0,78 1,01 2,29 0,516
20 0,89 0,69 0,97 2,23 0,516
21 0,77 0,65 0,92 2,21 0,516
22 0,74 0,64 0,90 2,12 0,464
23 0,73 0,63 0,86 2,08 0,464
24 0,72 0,61 0,84 2,05 0,464
25 0,69 0,59 0,82 1,92 0,388
26 0,65 0,59 0,80 1,77 0,388
27 0,63 0,58 0,76 1,73 0,388
28 0,57 0,55 0,70 1,72 0,324
29 0,55 0,45 0,68 1,36 0,324
30 0,49 0,40 0,59 1,21 0,324
total 25,47 23,04 31,47 49,94 9,554

Keterangan :
C/N 35 PT = hasil penelitian terdahulu dengan variasi rasio C/N 35 yang
dilakukan oleh Zulkarnaen, 2018

41
Berdasarkan tabel 4.6 total volume biogas paling banyak diperoleh pada perlakuan
rasio C/N 40 yaitu 49,94 liter, sedangkan untuk total volume yang paling sedikit diperoleh
pada perlakuan rasio C/N 30 yaitu 23,04. Volume biogas yang dihasilkan pada tiap-tiap
perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.3 kurva volume biogas.

Gambar 4.3 Grafik volume biogas tiap-tiap rasio C/N


Dari hasil penelitian pada gambar 4.3 produksi biogas yang dihasilkan digester
dengan kondisi thermophilic perhari dapat diketahui bahwa pada hari ke dua produksi
biogas yang dihasilkan sudah mengalami peningkatan dengan hasil produksi biogas
tertinggi 2,75 liter untuk rasio C/N 40, tertinggi ke dua dengan hasil produksi biogas 2,55
liter untuk rasio C/N 35, tertinggi ke tiga dengan hasil produksi biogas 2,32 untuk rasio
C/N TP (Tanpa Perlakuan), dan hasil produksi biogas terendah 2,27 liter untuk rasio C/N
30. Jika dibandingkan hasil produksi biogas penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh
Zulkarnaen, 2018 (C/N 35 PT) kondisi mesophilic dengan hasil penelitian C/N 35 kondisi
thermophilic, dapat dilihat pada gambar 4.3 kondisi thermophilic jauh lebih banyak
menghasilkan biogas dibandingkan dengan kondisi mesophilic dengan jumlah volume

42
produksi biogas 9,554 liter untuk C/N 35 PT (Penelitian Terdahulu) dengan digester
berkapasitas 6 liter dan 31,47 liter untuk C/N 35 dengan digester berkapasitas 5,5 liter, hal
ini disebabkan karakteristik bakteri thermophilic memiliki pertumbuhan lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri pada kondisi mesophilic, pada suhu tinggi
(kondisi thermophilic) aktivitas bakteri sangat cepat dan aktif (Darmanto dkk,2012).
Produksi biogas pada hari ke dua mengalami peningkatan dan kemudian mengalami
penurunan hingga hari ke lima. Hal ini diduga disebabkan pada tahap ini terjadi proses
respirasi sehingga diduga menghasilkan CO2, bahan isian mengalami respirasi karena saat
penutupan digester sejumlah oksigen terperangkap di dalam digester, dimana bakteri aerob
akan mendapatkan oksigen untuk respirasi saat berada di daerah permukaan yang terkena
langsung dengan udara (Yahya dkk, 2017).
Dari data hasil penelitian produski biogas, volume biogas terbanyak dihasilkan pada
perlakuan rasio C/N 40 dengan penambahan 217,39 gram glukosa ke dalam substrat
mencapai puncak pada hari ke 19 yaitu sebesar 2,29 liter setelah hari pertama hingga hari
ke lima, dimana tahap terjadinya perubahan oksigen menjadi karbon dioksida dengan total
volume sebanyak 49,94 liter. Volume terbanyak ke dua dihasilkan pada perlakuan rasio
C/N 35 dengan penambahan 29,7 gram glukosa mencapai puncak tertinggi pada hari 17
yaitu sebesar 1,72 liter dengan total volume yang dihasilkan sebanyak 31,47 liter. Volume
terbanyak ke tiga dihasilkan pada perlakuan rasio C/N TP (Tanpa Perlakuan) mencapai
puncak tertinggi pada hari ke 17 yaitu sebesar 1,21 liter dengan total volume yang
dihasilkan sebesar 25,47 liter dan volume biogas terkecil dihasilkan pada perlakuan rasio
C/N 30 dengan penambahan 10,09 gram ammonium sulfat mencapai puncak pada hari ke
16 yaitu sebesar 1,01 liter dengan total volume biogas dihasilkan sebanyak 23,04 liter.
Dari gambar 4.3 tentang grafik volume biogas pada tiap-tiap rasio C/N menunjuk
volume yang dihasilkan pada perlakuan rasio C/N 35 dan rasio C/N 40 dengan penambahan
glukosa menghasilkan volume biogas lebih banyak dibandingkan Rasio C/N TP (Tanpa
Perlakuan) dan rasio C/N 30, hal ini diduga karena pengaruh glukosa terhadap
pertumbuhan bakteri sebagai makanan semakin bertambah sehingga substrat yang terurai
semakin cepat dan membentuk biogas yang tinggi. Pada perlakuan rasio C/N 30 dengan
penambahan ammonium sulfat menghasilkan volume biogas lebih rendah dibandingkan
perlakuan lainnya, hal ini disebabkan menggunakan ammonium sulfat dalam campuran
43
substrat untuk menurunkan rasio C/N, kandungan ammonium sulfat (NH 4)2SO4 memiliki
kandungan belerang (S) yang diduga menjadi penghambat laju produksi biogas
dikarenakan beberapa bakteri autotropik dapat mengoksidasinya menjadi sulfat (SO42-).
Beberapa mikroorganisme dapat menggunakan sulfat yang menjadi sumber belerang,
kemudian mereduksi sulfat menjadi hidrogen sulfida (H2S) dan beberapa mikroorganisme
juga dapat mengasimilasi H2S secara langsung dari medium pertumbuhan dan bisa menjadi
racun bagi organisme (Zulkarnaen dkk, 2018). Oleh karena itu penambahan ammonium
sulfat kurang baik untuk perkembangan bakteri pembentuk biogas.
4.5 Hasil Analisa Komposisi Biogas
Biogas yang dihasilkan dari tiap-tiap perlakuan diuji Komposisinya untuk mengetahui
kandungan yang terdapat pada biogas tersebut, pengujian dilakukan di Laboraturium
Forensik Poltabes Denpasar Bali.
Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke 18 pada masa fermentasi, hasil biogas
yang tertampung pada plastik penampung kemudian dimasukkan ke dalam kantung darah
kemudian dikemas lalu dibawa untuk dianalisa. Sampel biogas dianalisa di Laboraturium
Forensik Poltabes Denpasar Bali dengan menggunakan alat Gas chromatography–mass
spectrometry (GC-MS), kemudian didapatkan data hasil analisa sebagai berikut:
 Sampel biogas variasi rasio C/N 30

Gambar 4.4 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 30

44
Dari gambar 4.4 dapat diketahui kelimpahan senyawa - senyawa yang terdapat pada
sampel biogas variasi rasio C/N 30 yang terbaca pada alat uji GC-MS. Dari hasil konsultasi
dengan laboran di Laboratorium Forensik Poltabes Denpasar Bali, mengenai nama senyawa
yang terkandung dalam sampel biogas variasi rasio C/N 30, diketahui nama senyawa yang
terkandung dengan melihat nomor peak yang merupakan massa molekul relatif pada
senyawa yang muncul pada gambar 4.4 dengan menggunakan cara sebagai berikut:
1. Metana (CH4) memiliki massa molekul relatif 16
Mr CH4 = Ar C + (4 x Ar H)
= 12 + (4 x 1)
= 16
2. Hidrogen dioksida (H2O) memiliki massa molekul relatif 18
Mr H2O = (2 x Ar H) + Ar O
= (2 x 1) + 16
= 18
3. Nitrogen (N2) memiliki massa molekul relatif 28
Mr N2 = 2 x Ar N
= 2 x 14
= 28
4. Oksigen (O2) memliki massa molekul relatif 32
Mr O2 = 2 x Ar O
= 2 x 16
= 32
5. Hidrogen Sulfide (H2S) memiliki massa molekul relatif 34
Mr H2S = (2 x Ar H) + S
= (2 x 1) + 32
= 34
6. Karbon diokasida (CO2) memiliki massa molekul relatif 44
Mr CO2 = Ar C + (2 x Ar O)
= 12 + (2 x 16)
= 44
45
Nama senyawa dan kelimpahan yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio C/N
30 dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 30
No No Area
Nama Senyawa
Peak (Kelimpahan)
1 16 84480 Metana (CH4)
2 18,1 2283008 Hidrogen dioksida (H2O)
3 28,1 2606080 Nitrogen (N2)
4 32,0 670016 Oksigen (O2)
5 34,0 3231 Hidrogen Sulfide (H2S)
6 44,0 68472 Karbon Diokasida (CO2)
Total Area 5715287

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui nama – nama senyawa yang terkandung pada
sampel biogas variasi rasio C/N 30, untuk mencari persentase kandungan dari masing –
masing senyawa yang terdapat pada sampel menggunakan persamaan yang didapat dari
hasil konsultasi dengan laboran di laboratorium. Persamaan sebagai berikut :

jumlah area senyawa yang dicari


% senyawa yang dicari = x 100%
jumlah total area senyawa yang terkandung

Perhitungan untuk mencari persentase kandungan senyawa pada sampel biogas


variasi rasio C/N 30 dapat dihitung sebagai berikut :
84480
1. % CH4 = x 100%
5715287

= 1,478 %
2283008
2. % H2O = x 100%
5715287
= 39,946 %

46
2606080
3. % N2 = x 100%
5715287
= 45,598 %
670016
4. % O2 = x 100%
5715287

= 11,723 %
3231
5. % H2S = x 100%
5715287

= 0,057 %
68472
6. % CO2 = x 100%
5715287
= 1,198 %

Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio C/N 30 dapat
dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio C/N 30
Nama Senyawa Persentase Senyawa
Metana (CH4) 1,478 %
Hidrogen dioksida (H2O) 39,946 %
Nitrogen (N2) 45,598 %
Oksigen (O2) 11,723 %
Hidrogen Sulfide (H2S) 0,057 %
Karbon dioksida (CO2) 1,198 %

Perhitungan seterusnya untuk mencari nama senyawa dan persentase pada sampel
biogas variasi rasio C/N TP, C/N 35, dan C/N 40 menggunakan metode perhitungan yang
sama seperti pada sampel biogas variasi rasio C/N 30.

47
 Sampel biogas variasi rasio C/N TP

Gambar 4.5 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N TP

Tabel 4.9 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N TP
No No Area
Nama Senyawa
Peak (Kelimpahan)
1 16 88528 Metana (CH4)
2 18,1 2346496 Hidrogen dioksida (H2O)
3 28,1 2744832 Nitrogen (N2)
4 32,0 670080 Oksigen (O2)
5 34,0 3318 Hidrogen Sulfide (H2S)
6 44,0 72800 Karbon Diokasida (CO2)
Total Area 5926054

48
Tabel 4.10 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio C/N TP
Nama Senyawa Persentase Senyawa
Metana (CH4) 1,494 %
Hidrogen dioksida (H2O) 39,596 %
Nitrogen (N2) 46,318 %
Oksigen (O2) 11,307 %
Hidrogen Sulfide (H2S) 0,056 %
Karbon dioksida (CO2) 1,228 %

 Sampel biogas variasi rasio C/N 35

Gambar 4.6 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 35

49
Tabel 4.11 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 35
No No Area
Nama Senyawa
Peak (Kelimpahan)
1 16 80592 Metana (CH4)
2 18,1 2245632 Hidrogen dioksida (H2O)
3 28,1 2532864 Nitrogen (N2)
4 32,0 652928 Oksigen (O2)
5 34,0 3292 Hidrogen Sulfide (H2S)
6 44,0 65088 Karbon Diokasida (CO2)
Total Area 5580396

Tabel 4.12 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio C/N 35
Nama Senyawa Persentase Senyawa
Metana (CH4) 1,444 %
Hidrogen dioksida (H2O) 40,241 %
Nitrogen (N2) 45,389 %
Oksigen (O2) 11,700 %
Hidrogen Sulfide (H2S) 0,059 %
Karbon dioksida (CO2) 1,166 %

50
 Sampel biogas variasi rasio C/N 40

Gambar 4.7 Pembacaan GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 40

Tabel 4.13 Hasil uji GC-MS pada sampel biogas variasi rasio C/N 40
No No Area
Nama Senyawa
Peak (Kelimpahan)
1 16 79032 Metana (CH4)
2 18,1 2142720 Hidrogen dioksida (H2O)
3 28,1 2384384 Nitrogen (N2)
4 32,0 633280 Oksigen (O2)
5 34,0 0 Hidrogen Sulfide (H2S)
6 44,0 61904 Karbon Diokasida (CO2)
Total Area 5301320

51
Tabel 4.14 Persentase senyawa yang terdapat pada sampel biogas variasi rasio C/N 40
Nama Senyawa Persentase Senyawa
Metana (CH4) 1,491 %
Hidrogen dioksida (H2O) 40,419 %
Nitrogen (N2) 44,977 %
Oksigen (O2) 11,946 %
Hidrogen Sulfide (H2S) 0,000 %
Karbon dioksida (CO2) 1,168 %

Berdasarkan tabel hasil perhitungan persentase senyawa pada masing – masing


sampel, maka diperoleh tabel komposisi biogas tiap variasi rasio C/N yang dapat dilihat
pada tabel 4.15.

Tabel 4.15 Hasil analisa komposisi biogas dengan alat GC-MS


Variasi % CH4 % H2O % N2 % O2 %H2S % CO2
TP 1,494 39,596 46,318 11,307 0,056 1,228
CN 30 1,478 39,946 45,598 11,723 0,057 1,198
CN 35 1,444 40,241 45,389 11,700 0,059 1,166
CN 40 1,491 40,419 44,977 11,946 0,000 1,168

Dari tabel 4.15 dapat dilihat hasil analisa menggunakan alat GC-MS yang dilakukan
di Laboraturium Forensik Poltabes Denpasar Bali. Dari keempat sampel gas yang diuji
didapat kandungan gas metana (CH4) terbanyak pada perlakuan rasio C/N TP (Tanpa
Perlakuan) sebesar 1,494% , untuk kandungan gas metana (CH4) terbanyak ke dua terdapat
pada perlakuan rasio C/N 40 sebesar 1,491% , kadungan gas metana (CH 4) ke tiga
dihasilkan pada perlakuan rasio C/N 30 sebesar 1,478% dan kadungan gas metana (CH 4)
yang terakhir dihasilkan pada perlakuan rasio C/N 35 sebesar 1,444%. Untuk lebih jelas
komposisi biogas dapat dilihat pada gambar 4.8 grafik komposisi biogas.

52
50 46,318 45,598 45,389 44,977
45
39,596 39,946 40,241 40,419
40
Komposisi biogas (%)

35 % CH4
30 % H2O
25 % N2
20 % O2
15 11,307 11,723 11,700 11,946 %H2S
10 % CO2
5 1,494 1,228 1,478 1,198 1,444 1,166 1,491 1,168
0,056 0,057 0,059 0,000
0
TP CN 30 CN 35 CN 40
Variasi rasio C/N

Gambar 4.8 Grafik Komposisi Biogas


Pada gambar 4.8 dapat dilihat komposisi biogas pada masing-masing perlakuan rasio
C/N menunjukkan hasil gas yang didapatkan terbanyak adalah gas nitrogen (N 2) dan gas
hidrogen dioksida atau air (H2O). diperoleh kandungan gas nitrogen (N2) sebesar 44,977%
hingga 46,318% dan kandungan gas hidrogen dioksida atau air (H 2O) sebesar 39,596%
hingga 40,419%. Hal ini diduga biogas yang memiliki kandungan gas ammonia (NH 3) yang
bereaksi dengan gas oksigen (O2) yang masuk saat pengambilan sampel biogas yang
menghasilkan gas nitrogen (N2) dan gas hidrogen dioksida atau air (H2O). Dugaan lainnya
pada kondisi thermophilic senyawa karbon dioksida (CO2) dan hidrogen (H2) yang
dihasilkan dari proses hidrolisis bereaksi menjadi gas metana (CH 4) dan gas hidrogen
dioksida atau air (H2O) (Darmanto dkk, 2012). Grafik komposisi biogas menunjukkan
rendahnya kandungan gas metana (CH4) pada biogas hasil penelitian, hal ini diakibatkan
oleh pengambilan sampel biogas ditampung sementara di dalam kantung donor darah
berkapasitas 350 ml untuk diuji komposisinya dan pengujian berlangsung begitu singkat
selama 1-5 detik. Dimana pengujian komposisi biogas yang telah dilakukan Rio Cristovan
dan Hendriyono (2014) diuji setiap 1 menit selama 30 menit, biogas yang diuji diambil
langsung dari penampung biogas. Pada menit awal pengujian tersebeut (10-18 menit)
kandungan metana (CH4) yang terukur relatif rendah sekitar 20%. Hal ini juga diakibatkan

53
terbentuknya gas selain gas metana pada substrat, oleh karena itu gas yang terukur pada
menit awal tersebut sebagian besar adalah gas selain gas metana. Pada grafik juga terdapat
oksigen (O2), hal ini disebabkan pada saat pengambilan sampel biogas oksigen juga ikut
terbawa masuk ke dalam kantong darah yang menjadi tempat penampung sampel sementara
untuk di analisa di Laboraturium Forensik Poltabes Denpasar Bali.
Pada perlakuan rasio C/N TP (Tanpa Perlakuan) memiliki kandungan gas metana
(CH4) paling tinggi diantara perlakuan lainnya yaitu sebesar 1,494% dan disusul pada
urutan kedua dengan perlakuan rasio C/N 40 dengan penambahan 217,39 gram glukosa
yang memiliki kandungan gas metana (CH4) sebesar 1,491%. Pada perlakuan rasio C/N 30
diketahui bahwa dengan penambahan 10,09 gram ammonium sulfat mengalami puncak
produksi biogas lebih cepat yaitu pada hari ke 16 akan tetapi hasil kandungan gas metana
(CH4) pada perlakuan rasio C/N 30 lebih tinggi dibandingkan perlakuan rasio C/N 35
dengan penambahan 29,7 gram glukosa, dengan nilai 1,478% untuk perlakuan rasio C/N 30
dan 1,444% untuk perlakuan rasio C/N 35. Salah satu faktor lain adalah penambahan
glukosa yang banyak menyebabkan produksi etanol menjadi semakin banyak sehingga
etanol yang berlebihan teroksidasi menjadi asam asetat (Zulkarnaen, 2018).
EM-4 (Effective Microorganisme-4) juga mengambil peran sebagai penambahan
bahan isian yang berpengaruh dalam pembentukkan biogas. kandungan bakteri yang
terdapat pada EM-4 yaitu 90% Lactobacillus, Bakteri pelarut fosfat, Yeast, Actinomycetes
adalah bakteri yang berperan dalam pembentukkan biogas, tetapi bakteri tersebut belum
tentu bakteri yang dominan dalam pembentukkan gas metana (CH4).
4.6 Hasil Uji Bakteri Biogas
Pengujian bakteri biogas, Pengujian ini dilakukan di Laboraturium Mikrobiologi dan
Biokimia Peternakan Universitas Mataram. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
karakterisitik morfologi bakteri anaerob yang terdapat pada substrat yang digunakan untuk
memproduksi biogas dengan bahan kotoran sapi dan kotoran ayam. Pertama-tama
dilakukan pengenceran pada sampel kotoran sapi dan kotoran ayam kemudian setelah
sampel diencerkan, lalu diletakkan pada plat yang berisi media agar dan selanjutnya sampel
yang terdapat pada media agar diinkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam yang bertujuan
untuk menumbuhkan bakteri yang terdapat pada sampel kotoran sapi dan kotoran ayam,

54
setelah dilakukan inkubasi diperoleh bakteri yang terdapat pada sampel kotoran sapi dan
kotoran ayam yang dilihat melalui mikroskop dengan perbesaran 100x sebagai berikut :
1. Bakteri pada sampel kotoran sapi sebelum fermentasi terlihat memiliki ciri-ciri
berbentuk coccus atau bulat tidak beraturan, gram negatif, tidak bergerak dan sangat
anaerobic, bakteri ini termasuk dalam genus Metanococcus yang bersifat non motil,
gram negatif dan dapat mereduksi metilamin menjadi CH4, CO2 dan NH4 (Maryani,
2016). Bentuk bakteri pada sampel kotoran sapi sebelum fermentasi dapat dilihat pada
gambar 4.9.

Gambar 4.9 Bakteri pada kotoran sapi dengan perbesaran 100x


(Dokumentasi Pribadi)

2. Bakteri pada sampel kotoran ayam sebelum fermentasi terlihat memiliki memiliki ciri-
ciri berbentuk lurus memanjang, gram negatif, tidak bergerak dan sangat anaerobic.
Bakteri ini termasuk dalam genus Methanobacterium yang bersifat non motil, anaerob,
memiliki bentuk batang lurus hingga bengkok, filamen panjang, temperatur optimum
37oC - 45oC untuk bakteri mesophilic dan 55oC untuk thermophilic, energi yang
dihasilkan diperoleh melalui metablisme CO2 menjadi CH4, menggunakan ammonia
sebagai sumber nitrogen, dan sulfida sebagai sumber sulfur (Maryani, 2016). Bentuk
bakteri pada sampel kotoran ayam sebelum fermentasi dapat dilihat pada gambar 4.10.

55
Gambar 4.10 Bakteri pada kotoran ayam dengan perbesaran 100x
(Dokumentasi Pribadi)

Dapat dilihat pada gambar 4.9 dan gambar 4.10 bakteri pada substrat sebelum
fermentasi, setelah itu substrat akan diberikan perlakuan dengan penambahan glukosa dan
ammonium sulfat, dimana setelah diberikan perlakuan dan mengalami fermentasi selama
30 hari penelitian. Dilakukan pengujian bakteri kembali dan bakteri-bakteri pada substrat
mengalami perubahan jumlah. Hasil dari pengamatan substrat setelah mengalami
fermentasi selama 30 hari dapat dilihat pada gambar berikut :
3. Bakteri pada sampel substrat dengan variasi rasio C/N 30 dengan penambahan
ammonium sulfat memiliki ciri-ciri tidak jauh beda dengan bakteri yang terdapat pada
gambar 4.10 sampel kotoran ayam yaitu berbentuk lurus memanjang, gram negatif,
tidak bergerak dan sangat anaerobic. Bentuk bakteri pada sampel substrat dengan
variasi rasio C/N 30 dengan penambahan ammonium sulfat setelah fermentasi dapat
dilihat pada gambar 4.11.

56
Gambar 4.11 Bakteri substrat rasio C/N 30 setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x
(Dokumentasi Pribadi)
4. Bakteri pada sampel substrat dengan variasi rasio C/N TP (Tanpa Perlakuan) memiliki
ciri-ciri tidak jauh beda dengan bakteri yang terdapat pada gambar 4.11 sampel substrat
dengan variasi rasio C/N 30 yaitu berbentuk lurus memanjang, gram negatif, tidak
bergerak dan sangat anaerobic akan tetapi memiliki jumlah bakteri lebih banyak
dibandingkan rasio C/N 30. Bentuk bakteri pada sampel substrat dengan variasi rasio
C/N TP (Tanpa Perlakuan) setelah fermentasi dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Bakteri substrat rasio C/N TP setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x
(Dokumentasi Pribadi)

57
5. Bakteri pada sampel substrat dengan variasi rasio C/N 35 dengan penambahan glukosa
terlihat 2 bakteri yang berbeda yang pertama ditunjukkan pada huruf “a” memiliki ciri-
ciri yang tidak jauh beda dengan bakteri pada gambar 4.11 maupun gambar 4.12 yaitu
berbentuk lurus memanjang, gram negatif, tidak bergerak dan sangat anaerobic. Kedua
yang ditunjukkan pada huruf “b” memiliki ciri-ciri tidak jauh beda dengan gambar 4.9
bakteri pada sampel kotoran sapi yaitu berbentuk coccus atau bulat tidak beraturan,
gram negatif, tidak bergerak dan sangat anaerobic. Bentuk bakteri pada sampel substrat
dengan variasi rasio C/N 35 dengan penambahan glukosa setelah fermentasi dapat
dilihat pada gambar 4.13.

b
a

Gambar 4.13 Bakteri substrat rasio C/N 35 setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x
(Dokumentasi Pribadi)
6. Bakteri pada sampel substrat dengan variasi rasio C/N 40 dengan penambahan glukosa
terlihat 2 bakteri yang berbeda yang pertama ditunjukkan pada huruf “c” memiliki ciri-
ciri berbentuk batang oval, batang pendek atau coccus. Bakteri ini termasuk dalam
genus Methanobrevibacter memiliki ciri-ciri berbentuk batang lonjong atau coccus
hingga batang pendek, tidak bergerak dan bersifat anaerobic (Maryani, 2016). Kedua
ditunjukkan pada huruf “d” memiliki ciri-ciri yang tidak jauh berbeda dengan bakteri
pada gambar 4.11 maupun gambar 4.12 yaitu berbentuk lurus memanjang, gram
negatif, tidak bergerak dan sangat anaerobic. Bentuk bakteri pada sampel substrat
dengan variasi rasio C/N 40 dengan penambahan glukosa setelah fermentasi dapat
dilihat pada gambar 4.14.

58
d
c

Gambar 4.14 Bakteri substrat rasio C/N 40 setelah fermentasi selama 30 hari dengan
perbesaran 100x
(Dokumentasi Pribadi)
Berdasarkan dari pengamatan bakteri dengan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 100x bakteri yang terdapat pada setiap sampel substrat merupakan bakteri
anaerob yang memiliki ciri-ciri seperti bakteri metan. Bakteri yang terlihat adalah bakteri
anaerob dikarenakan proses inkubasi dilakukan dengan anaerob, oleh karena itu bakteri
selain bakteri anaerob tidak akan tumbuh. Dari hasil uji substrat kotoran sapi dan kotoran
ayam yang digunakan untuk memproduksi biogas terdapat beberapa jenis bakteri yang
memproduksi biogas. Dapat dilihat pada gambar-gambar bakteri pada subsrat tiap-tiap
perlakuan diketahui banyaknya bakteri pada tiap-tiap perlakuan berbeda-beda, hal ini
disebabkan oleh perlakuan yang diberikan pada tiap-tiap substrat yang berbeda-beda.
Semakin banyak penambahan glukosa pada susbtrat maka semakin banyak pula nutrisi
yang terdapat pada substrat, oleh karena itu bakteri yang berkembang semakin meningkat
sedangkan semakin banyak penambahan ammonium sulfat yang memiliki kandungan
belerang menjadi racun bagi bakteri-bakteri pembentuk biogas pada substrat yang
menyebabkan pertumbuhan bakteri semakin rendah.

59
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari data yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Substrat dengan perlakuan rasio C/N yang tinggi pada penelitian ini menghasilkan
volume biogas yang lebih banyak pada kondisi thermophilic. Kondisi thermophilic
menghasilkan volume biogas lebih banyak dibandingkan kondisi mesophilic.
2. Hasil analisa pH (pH awal – pH akhir) substrat dengan perlakuan penambahan
glukosa mengalami penurunan pH yang cukup besar pada akhir fermentasi.
3. Hasil analisa sampel biogas didapatkan kualitas biogas dengan rasio C/N TP (Tanpa
Perlakuan) memiliki kandungan gas metana (CH 4) yang lebih besar dibandingkan
dengan perlakuan rasio C/N 30, C/N 35, C/N 40.
4. Hasil dari pengamatan bakteri yang terdapat pada setiap sampel substrat merupakan
bakteri anaerob yang memiliki ciri-ciri seperti bakteri metana. Dari hasil uji bakteri
dapat disimpulkan juga semakin banyak bakteri yang terdapat pada substrat maka
volume biogas yang dihasilkan juga semakin banyak.
5.2 Saran
untuk kesempurnaan dan pengembangan lebih lanjut mengenai penelitian, maka perlu
diperhatikan saran-saran berikut :
1. Harus mempelajari tentang rasio C/N pada kotoran ternak lebih mendalam dan juga
perlu dilakukan penelitian “Pengaruh Umur Kotoran Terhadap Rasio C/N Dalam
Menghasilkan Biogas” dikarenakan menentukan rasio C/N yang berbeda-beda
walaupun menggunakan kotoran ternak yang sama.
2. Untuk menghemat waktu perlu dilakukan pengujian rasio C/N terlebih dahulu dan
dilakukan bersama dengan mempersiapkan alat dan bahan penelitian.
3. Untuk penelitian selanjutnya jika mengambil sampel biogas untuk diuji
komposisinya diharapkan menggunakan “VENOJECT” untuk menjadi penampung
biogas sementara agar pada saat pengambilan sampel biogas tidak terkontaminasi
dengan oksigen atau udara.

60
DAFTAR PUSTAKA

Darmanto, A., Soeparman, S., Widhiyanuriawan, D., 2012, Pengaruh Kondisi Temperatur
Mesophilic (35ºC) Dan Thermophilic (55ºC) Anaerob Digester Kotoran Kuda
Terhadap Produksi Biogas, Jurnal Rekayasa Mesin Vol.3, No.ISSN 0216-468X, p.317-
326.
Febriyanita, W., 2015, Pengembangan Biogas dalam Rangka Pemanfaatan Energi
Terbarukan di Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Semarang, p. 11-44.
Hardiningsih, R., Napitupulu, R.N.R., Yulinery, T., 2005, Isolasi Dan Uji Resistensi
Beberapa Isolat Lactobacillus Pada pH Rendah, BIODIVERSITAS Vol. 7 No.1.
p.15-17.
Haryati, T., 2006, Limbah Peternkan Yang Menjadi Sumber Energi Alternatif.
WARTAZOA Vol. 16 No. 3, p. 161-166.
Hawari, M.J., 2018, Pengaruh Penambahan Nutrisi Urea Dan Molases Terhadap Produksi
Biogas Limbah Cair Batang Aren, Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta, p.1-14.
Irawan, D., Ridhuan, K., 2016, Pengaruh Temperatur Mesofilik Terhadap Laju Aliran
Biogas Dan Uji Nyala Api Menggunakan Bahan Baku Limbah Kolam Ikan Gurame,
Jurnal Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro, p.76-81.
Irawan, D., Santoso, T., 2014, Pengaruh Perbedaan Stater Terhadap Produksi Biogas
Dengan Bahan Baku Eceng Gondok, Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah
Metro, p.28-33.
Irawan, D., Suwanto, E., 2016, Pengaruh EM4 (Effective Microorganisme) Terhadap
Produksi Biogas menggunakan Bahan Baku Kotoran Sapi, Jurnal Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Metro, p.44-49.
Maryani, S., 2016, Potensi Campuran Sampah Sayuran Dan Kotoran Sapi Sebagai
Penghasil Biogas, Jurusan Biologi dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, P.74-76.

61
Mayasari, H. D., Riftanto, I. M., Aini, L. N., dan Ariyanto, M. R., 2010, Pembuatan
Biodigester Dengan Uji Coba Kotoran Sapi Sebagai Bahan Baku, Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, 9-19.
Megawati, dan Aji, K. W., Pengaruh Penambahan EM4 (Effective Microorganism-4) pada
Pembuatan Biogas Dari Eceng Gondok Dan Rumen Sapi, ISSN 2303-0623 Jurnal
Bahan Alam Terbarukan Vl 3 Edisi 2, p. 1-11.
Rahayu, S.D., Purnaningsih, dan Pujianto., 2009, Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi
Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosio
Kulturnya, FISE Universitas Negeri Yogyakarta, p.150-160.
Santoso, A. A., 2010, Produksi Biogas Dari Limbah Rumah Makan Melalui Peningkatan
Suhu Dan Penambahan Urea Pada Perombakan Anaerob, Universitas Sebelas
Maret, p. 5-22.
Setiawan, A. I., 2005, Manfaat Kotoran Ternak, Penebar Swadaya, p. 1-8.
Sugiarto, Oerbandono, T., Widhiyanuriyawan, D., Putra, F. S. P., 2013, Purifikasi Biogas
Sistem Kontinyu Menggunakan Zeolit, Jurnal Rekayasa Mesin Vol.4, No.1 ISSN
0216-468X, p. 1-10.
Sukrenewita, K., 2016, Analisis Pengaruh Rasio Luas Penampang Digester Dengan
Volume Digester Terhadap Laju Pembentukan Biogas Kotoran Sapi, Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mataram, p.1-25.
Sunaryo., 2014, Rancang Bangun Reaktor Biogas Untuk Pemanfaatan Limbah Kotoran
Ternak Sapi Di Desa Limbangan Kabupaten Banjarnegara, Jurnal Ppkm Unsiq I, p.
21-30.
Surya, R.E., Suyono, 2013, Pengaruh Pengomposan Terhadap Rasio C/N Kotoran Ayam
Dan Kadar Hara NPK Tersedia Serta Kapasitas Tukar Kation Tanah, Jurusan
Kimia FMIPA-Universitas Negeri Surabaya, p.137-144.
Waskito, D., 2011, Analisis Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dengan Pemanfaatan
Kotroran Sapi Di Kawasan Usaha Peternak Sapi, Fakultas Teknik Universitas
Indonesia, p. 7-38.
Yahya, Y., Tamrin, Triyono, S., 2017, Produksi Biogas Dari Campuran Kotoran Ayam,
Kotoran Sapi, Dan Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum cv. Mott ) Dengan
Sistem Batch, Jurnal Teknik Pertanian LampungVol.6, No. 3, p.151-160.
62
Zulkarnaen, I.R., Tira, H.S., Padang, Y.A., 2018, Pengaruh Rasio Karbon Dan Nitrogen
(C/N ratio) Pada Kotoran Sapi Terhadap Produksi Biogas Dari Proses Anaerob,
Jurnal Dinamika Teknik Mesin, p.1-16.

63
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pembuatan lubang pada kaleng digester

Lampiran 2 penampung digester dan pemanas air yang telah dirakit dengan termostat

Lampiran 3 Kaleng digester yang telah dipasang konektor selang saluran untuk ke
penampung dan kabel termokopel

64
Lampiran 4 Uji kebocoran kaleng digester

Lampiran 5 Pengecatan kaleng digester

Lampiran 6 Pemasangan pemanas air agar digester mendapatkan kondisi thermophilic

Lampiran 7 Pengambilan kotoran

65
Lampiran 8 Penimbangan kotoran

Lampiran 9 Penimbangan ammoium sulfat dan glukosa untuk di tambahkan ke subtrat

Lampiran 10 Pengadukan substrat

66
Lampiran 11 Pemasukan substrat kedalam digester

Lampiran 12 Penambalan tutup Digester

Lampiran 13 Digester sudah masuk kedalam kotak galvanis untuk mendapatkan kondisi
thermophilic

Lampiran 14 Pengambilan data temperatur

67
Lampiran 15 Pengambilan data volume

Lampiran 16 hasil biogas

Lampiran 17 uji bakteri

68
Lampiran 18 hasil uji rasio C/N

69
70
71
72
Lampiran 19 hasil uji komposisi biogas

73
74
75
76
77
78
79
80

Anda mungkin juga menyukai