0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan8 halaman
Teks tersebut membahas kegagalan pengembangan teknologi tinggi di Indonesia. Proyek-proyek besar seperti pembangunan industri pesawat terbang dan mobil nasional gagal karena tidak sesuai dengan sumber daya dan kebutuhan Indonesia. Teks ini menganjurkan pengembangan teknologi yang sesuai (appropriate technology) berdasarkan sumber daya lokal dan kapabilitas teknologi Indonesia.
Teks tersebut membahas kegagalan pengembangan teknologi tinggi di Indonesia. Proyek-proyek besar seperti pembangunan industri pesawat terbang dan mobil nasional gagal karena tidak sesuai dengan sumber daya dan kebutuhan Indonesia. Teks ini menganjurkan pengembangan teknologi yang sesuai (appropriate technology) berdasarkan sumber daya lokal dan kapabilitas teknologi Indonesia.
Teks tersebut membahas kegagalan pengembangan teknologi tinggi di Indonesia. Proyek-proyek besar seperti pembangunan industri pesawat terbang dan mobil nasional gagal karena tidak sesuai dengan sumber daya dan kebutuhan Indonesia. Teks ini menganjurkan pengembangan teknologi yang sesuai (appropriate technology) berdasarkan sumber daya lokal dan kapabilitas teknologi Indonesia.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta fahmy-radhi@ugm.ac.id
Abstract
This paper discusses high technology development failures in Indonesiabased on
literature reviews. The paper describes that the high technology development pitfalls have made the technologies become inappropriate technology for Indonesia since they do not reflect the need and resources of the country. This paper also analyzes that there are several variables that Indonesia has not been successfully exporting products based on technology development as competitive advantages. Finally, this paper proposes appropriate technology to support economic development based local resources and level of technology capabilities of a country.
Keywords : high technology, government policies, economic development, local
resources, appropriate technology.
Abstrak
Artikel ini membahas kegagalan perkembangan teknologi tinggi di Indonesia melalui
penelusuran pustaka. Studi ini memperlihatkan bahwa kegagalan perkembangan teknologi (tingkat) tinggi menjadikan teknologi tersebut tidak sesuai bagi Indonesia karena tidak mencerminkan kebutuhan dan sumber daya negeri ini. Tulisan ini juga menganalisis beberapa variabel yang menyebabkan Indonesia tidak berhasil mengekspor produk hasil teknologi tinggi dan gagal menjadikannya sebagai keunggulan kompetitif Akhirnya, studi ini mengajukan usulan teknologi yang sesuai yang mendukung perkembangan ekonomi berbasis sumber daya lokal dan sesuai dengan tingkat kapabilitas teknologi negeri ini.
Kata Kunci : teknologi tinggi, kebijakan pemerintah, perkembangan ekonomi sumber
daya local, teknologi tepat-suai.
PENDAHULUAN diprediksikan bahwa kemajuan teknologi
akan memberikan kontribusi lebih dari 65 Beberapa penelitian empiris mem- persen dalam pembangunan ekonomi buktikan bahwa pengembangan teknologi dunia (Subranian, 1997). telah memberikan kontribusi secara Pada level mikro, kemajuan tek- signifikan terahadap industrialisasi yang nologi memainkan peran yang sangat memicu pertumbuhan ekonomi di suatu berarti dalam perubahan struktur industri negara. Para peneliti sepakat bahwa dan persaingan global. Menurut Sharif pengembangan tektonologi pada level (1994), untuk dapat memenangkan per- makro mendorong pembangunan eko- saingan di pasar global, setiap bisnis nomi dan memberikan kontribusi pada dituntut untuk mengelola teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Pada era global menciptakan keunggulan bersaing (com-
Radhi, Pengembangan Appropriate ... 1
petitive advatages). Kesuksesan bisnis diaan technology infrastructure, keterse- dalam memenangkan persaingan sangat diaan SDM yang mempunyai kemampuan ditentukan oleh penciptaan compettive teknologi (technological capabilities) dan advatages yang berbasis pada pengem- faktor-faktor lingkungan yang mendu- bangan teknologi. Pengembangan tek- kung (Ramanathan, 1994). nologi tersebut dibutuhkan pada setiap proses transformasi dari sejumlah input HASIL DAN PEMBAHASAN untuk menghasilkan output yang dapat memberikan nilai tambah (added value) Pengembangan Teknologi di Indonesia pada setiap tahapan proses transformasi Selama ini, pemerintah Indonesia (Soehoed, 1998) cenderung menerapkan trial and error Dengan demikian, pengembangan dalam pengembangan teknologi yang teknologi sangat dibutuhkan, baik untuk dibutuhkan. Hasilnya, teknologi yang mendorong pembangunan ekonomi bagi dikembangkan lebih banyak error-nya, suatu negara, maupun untuk menciptakan sehingga teknologi yang dikembangkan keunggulan bersaing bagi entitas bisnis. tidak memenuhi kriteria appropriate Oleh karena itu, setiap negara dan bisnis technology. Pilihan pemerintah Orde dituntut untuk senantiasa mengembang- Baru dalam mengembangkan teknologi kan teknologi secara berkelanjutan yang tinggi (high-tech) di bidang industri merupakan kebutuhan yang tidak terela- pesawat terbang dengan mendirikan PT kan pada era global (Radhi, 2005). Dirgantara (PT DI) d/h IPTN dan di Dalam pengembangan teknologi, bidang industri otomotif dengan Proyek setiap negara dan bisnis dihadapkan pada Mobnas merupakan contoh unappro- dua pilihan. Pertama mengembangkan priate technology yang pernah dikem- teknologi melalui proses invention and bangkan di Indonesia (Aswicahyono, et. innovation. Kedua, mengembangkan tek- al., 2000). nologi melalui proses alih teknologi. Sejak berdirinya PT DI sudah men- Hampir tidak ada suatu negara dan bisnis jadi sasaran berbagai kritik, baik kritik yang mampu memenuhi semua jenis dari dalam maupun dari luar negeri. teknologi yang dibutuhkan. Dalam meng- Kritik tersebut berkaitan dengan kepu- hadapi kondisi tersebut, suatu negara atau tusan dalam pemilihan jenis teknologi bisnis dapat menerapkan strategi tek- tinggi dan padat modal yang dinilai tidak nologi yang disebut make-some-and-buy- cocok bagi kondisi Indonesia, serta some strategy. Penerapan startegi make- pengelolaan perusahaan yang dinilai tidak some dilakukan dengan pengembangan efisien dan tidak transparan. Bahkan teknologi baru melalui R&D, sedangkan beberapa pengritik menyamakan PT DI strategi buy-some diterapkan melalui dengan Proyek Mercu Suar pada masa proses alih teknologi (Ramanathan, Orde Lama. Meskipun selalu menuai 1994). berbagai krtik tanpa henti, PT DI, di Selain itu, suatu negara atau bisnis bawah kendali BJ Habibie, tetap mene- juga dituntut untuk menentukan pilihan ruskan program pengembangan teknologi secara pragmatis berkaitan dengan jenis di bidang kedirgantaraan (Radhi, 1997). dan level teknologi yang harus dikem- Melalui kerjasama dengan CASA, bangkan agar memenuhi kriteria appro- PT DI berhasil memproduksi CN-235, priate technology. Pilihan appropriate yang sudah mendapat sertifikat laik technology harus didasarkan atas bebe- terbang. Meskipun PT DI sudah berusaha rapa faktor yang mendukung, di anta- memasarkan CN-235, baik di pasar dalam ranya: kebutuhan teknologi yang sesuai negeri maupun luar negeri, namun hasil dengan pengembangan industri, keterse- penjualannya masih di bawah target.
2 Jurnal Ekonomi Bisnis No. 1, Volume 15, April 2010
Investasi besar-besaran yang dilakukan negeri yang memiliki technological PT DI di bidang sumber daya manusia capability tinggi, terpaksa harus bekerja (SDM) dan adanya akumulasi pengem- di berbagai perusahaan pesawat terbang bangan kemampuan teknologi (technolo- di luar negeri (Radhi, 2008). gical capability) telah menghantarkan PT Kegagalan serupa juga terjadi pada DI mampu memproduksi pesawat N-250, saat Pemerintah Orde Baru bermaksud yang sepenuhnya didesign dan diproduksi mengembangkan teknologi otomotif dengan oleh putra-putri Indonesia. Namun sayang membangunan pabrik Mobil Nasional PT DI tidak memiliki kecukupan dana (Mobnas) yang dikendalikan oleh Tommy untuk membiayai sertifikasi laik terbang Soeharto dengan mendirikan PT Timor. yang dipersyaratkan sebelum N-250 Melalui kerjasama dengan KIA Korea diproduksi secara komersial. Aki-batnya, Selatan, PT Timor mengim-por Mobil PT DI tidak dapat memasarkan produk N- KIA dalam kondisi Completely Build Up 250 hingga sekarang (Radhi, 1997). (CBU), kemudian memberikan merk Meskipun produk unggulan N-250 Timor yang di pasarkan di pasar dalam belum berhasil memasuki produksi ko- negeri (Radnor, 1997) Rencana-nya, mersial, PT DI tetap melanjutkan tahapan transfer tekonologi dari KIA ke PT Timor pengembangan produk baru dengan akan dilaksanakan secara bertahap dalam melakukan investasi besar-besaran di kurun waktu lima tahun. Belum sempat bidang R&D untuk memproduksi N- transfer teknologi tersebut dilakukan, 2130. Pesawat jet berteknologi canggih Proyek Mobnas mendapat perlawanan ini ditargetkan memasuki produksi dari berbagai negara dengan mengadukan komersial pada tahun 2005. Dengan ke forum World Trade Organization memproduksi N-2130, yang akan dila- (WTO) karena dinilai ada unsur diskri- kukan sendiri oleh putra-putri Indonesia, minasi dalam pengenaan bea-masuk. PT DI diharapkan telah merampungkan Setelah vonis dijatuhkan oleh WTO yang proses alih teknologi dan program melarang proyek Mobnas di Indonesia, pengembangan teknologi di bidang indus- pembangunan pabrik PT Timor terbeng- tri pesawat terbang secara tuntas. Karena kalai, sementara proses transfer teknologi kesulitan finansial, PT DI terpaksa tidak pernah terlaksana (Chalmers 1998). menghentikan Proyek N-2130 sebelum berrampungkan prototipenya. (Radhi, Ekspor Komoditas Eksplotasi 1997). Kegagalan PT DI dan PT Timor Kendati pabrik pesawat terbang tersebut dapat dijadikan sebagai indikator berhasil dalam melakukan transfer tek- bahwa pengembangan high technology nologi hingga mampu menghasilkan bukanlah appropriate technilogy bagi pesawat N250 secara mandiri, namun Indonesia. Selain kegagalan pengem- secara komersial prestasi PT DI masih bangan teknologi pada kedua industri belum berhasil. Seiring dengan menyu- tersebut, pemerintah Indonesia tidak rutnya kekuasaan BJ Habibie, maka pernah secara serius dan terus menerus menyurut pula perkembangan PT DI untuk mengembangkan teknologi yang hingga sekarang kondisinya teramat dibutuhkan sesuai dengan kriteria sangat mengenaskan. Selama 1998-2002, appropriate technology. Indikasinya, misalnya, pabrik pesawat terbang ter- hampir semua komoditi ekspor Indonesia sebut telah menderita kerugian sebesar tidak berbasis pada teknologi, melainkan Rp. 7,25 triliun hingga terancam gulung berbasis pada eksploitasi. Di tengah tikar yang puncaknya ditandai dengan membanjirnya komoditi impor yang ber- dirumahkannya 9.800 karyawan. Selain basis pada teknologi di pasar Indonesia, itu, sebagian besar SDM lulusan luar- semua produk ekspor Indonesia masih
Radhi, Pengembangan Appropriate ... 3
berbasis pada komoditi eksploitasi mena, penganiayaan dan pemerkosaan (Radhi, 2008) terhadap TKW (Radhi, 2008) Kemampuan Indonesia untuk meng- Paling tidak ada tiga variabel yang ekspor tekstil salah satunya ditopang oleh menyebabkan Indonesia hingga sekarang eksploitasi terhadap buruh yang mene- masih belum mampu mengekspor komo- tapkan upah minimum regional (UMR) diti berbasis teknologi sehingga terpaksa relatif lebih rendah dibanding upah buruh masih harus mengekspor komoditi di negara lain. Hal yang sama terjadi berbasis eksploitasi sebagai produk dalam mengekspor playwood yang andalan. (Radhi, 2008) dilakukan dengan mengeksploitasi secara Pertama, pada level makro tidak besar-besaran terhadap hasil hutan. Yang adanya keterkaitan antara kebijakan paling ironis adalah kemampuan Indo- ekonomi dengan kebijakan teknologi. nesia untuk mengeskpor tenaga kerja Salah satunya terjadi pada kebijakan indonesia (TKI) ke berbagai negara yang penanaman Modal Asing (PMA) yang dilakukan dengan mengeksploitasi pen- tidak pernah diintegrasikan dengan duduk miskin yang tidak punya pilihan kebijakan teknologi. Sejak diberlakukan- bekerja di bidang lain. (Radhi, 2008) nya UU PMA 1967 pada awal Memang tidak dapat dipungkiri pemerintahan Orde Baru hingga sekarang bahwa ekspor komoditi ekspolitasi ter- tidak pernah sekalipun dipersyaratkan sebut telah memberikan nilai tambah dan bagi investor asing untuk melakukan alih aliran devisa bagi Indonesia. Namun, teknologi dalam menanamkan modal di nilai tambah komoditi berbasis ekspolitasi Indonesia. Padahal, negara lain seperti jauh lebih kecil dibanding nilai tambah Singapura secara tegas mensyaratkan bagi komoditi berbasis teknologi. Selain itu, setiap investor asing untuk melakukan kemampuan bersaing komoditi ekspor proses alih teknologi secara bertahap berbasis eksploitasi tidak dapat diperta- dalam menetapkan kebijakan PMA. hankan dalam jangka panjang, karena Dampaknya, kemampuan teknologi komoditi terebut tidak dapat diperbaharui (technological capability) tenaga kerja (unrenewable) dan sangat rentan (fragile) Indonesia di berbagai sektor indistri terhadap berbagai perubahan (Radhi, masih sangat rendah. Industri otomotif 2008). misalnya, meskipun Indonesia sudah Volume ekspor tekstil Indonesia di memasuki indusri otomotif sejak 50 tahun pasar USA menurun drastis pada saat yang lalu, namun kemampuan teknologi China dan Vietnam mengekspor tekstil di tenaga kerjanya masih masih terbatas pasar yang sama dengan harga lebih pada penguasaan teknologi perakitan saja, murah, lantaran Cina dan Vietnam dapat sedang teknologi design dan pengem- menetapkan upah buruh lebih rendah bangan produk baru belum pernah daripada upah buruh di Indonesia. Penu- dikuasai. runan volume ekspor produk playwood Kedua, tidak adanya komitmen dari juga akan terjadi pada saat hasil hutan pemerintah untuk mengembangkan Indonesia sudah habis sehingga tidak infrastruktur teknologi (technological dapat dieksplotasi lagi untuk meng- infrastructure) yang mutlak dibutuhkan hasilkan produk ekspor. Sementara bagi pengembangan komoditi berbasis ekspor TKI, yang sebagian besar terdiri teknologi. Salah satu indikatornya adalah dari tenaga kerja wanita (TKW) yang rendahnya pengeluaran APBN untuk berprofesi sebagai pembatu rumah tang- membiayai kedua komponen teknologi ga, menimbulkan berbagai permasalahan infrastuktur, yakni R&D dan pendidikan. serius lainnya, seperti perlakuan semena- Selama lima tahun terkahir ini, alokasi pengeluaran untuk R&D rata-rata per
4 Jurnal Ekonomi Bisnis No. 1, Volume 15, April 2010
tahun hanya sebesar 0,02 persen dari menjadi negara pegekspor komoditi GNP. Bandingkan dengan alokasi berbasis teknologi. pengeluaran untuk R&D di Singapore dan Malyasia rata-rata per tahun mencapai Pengembangan Appropriate Technology sebesar 1,1 persen dan 0.4 persen dari di Indonesia GNP. Kencederungan yang sama terjadi Bangsa Indonesia mau-tidak-mau, ada pengeluaran untuk sektor pendidikan. suka-tidak-suka, siap-tidak-siap, harus Dalam waktu yang sama, pengeluaran menghadapi persaingan global yang tidak pemerintah Indonesia untuk sektor mungkin bisa dihindari lagi. Padahal pendidikan rata-rata per tahun hanya bangsa yang sudah merdeka lebih sebesar 1.9 persen dari GNP, bandingkan setengah abad ini tampaknya belum siap dengan pengeluaran pemerintah Singa- sama sekali dalam menghadapi per- pore dan Malaysia yang mencapai rata- saingan global. Ketidak-siapan dalam rata pertahun sebesar 5,2 persen dan 5,8 menghadapi persaingan global dapat persen dari GNP. dilihat dari beberapa indikasi. Di Ketiga tidak adanya keterkaitan antaranya, industri manufaktur Indonesia, sama-sekali antara infrastruktur teknologi seperti industri otomotif dan elektronik, yang dikembangkan oleh pemerintah maupun industri jasa tampaknya hanya dengan kebutuhan industri. Berbagai hasil mampu “berlaga” di kandang sendiri. riset, yang telah dilakukan oleh lembaga Itupun karena masih ada unsur proteksi R&D bentukkan pemerintah maupun dari pemerintah bagi industri tersebut. yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Sementara, industri tekstil, yang selama tinggi, sebagian besar bukan merupakan ini menjadi primadona ekspor Indonesia, kebutuhan bagi industri. Oleh karena itu, sudah menyurut pamornya dan diper- sebagian besar hasil riset tersebut tidak kirakan tidak akan mampu lagi bersaing dapat dimanfatkan sama sekali oleh dalam menghadapi pesaing dari China, industri dalam menghasilkan komoditi India bahkan dari Vietnam sekalipun di berbasis teknologi. Demikian pula dengan pasar global. (Aswicahyono, et. Al, hasil lulusan pendidikan tinggi yang 2000). cenderung tidak membekali dengan ber- Memang, Indonesia masih bisa bagai ketrampilan yang dibutuhkan oleh mengekspor TKI dalam jumlah besar, industri. Selain itu, pemerintah juga tidak tetapi hampir semua TKI yang dikirim ke memberikan stimulus dan dukungan bagi luar negeri adalah TKI yang tidak industri untuk mengembangkan techno- terampil (unskill labor), seperti pem- logy center, yang melibatkan unsur bantu rumah tangga dan kuli perkebunan. pemerintah, industri dan perguruan tinggi, Sumber daya alam (SDA) Indonesia, sebagai ajang untuk pengembangan seperti hutan, boleh dikatakan masih inovasi guna mengahasilkan produk berlimpah. Namun, kalau hutan tersebut berbasis teknologi. Malaysia sejak bebe- diekspolitasi secara besar-besaran, baik rapa tahun yang lalu sudah mengem- secara legal maupun illegal, dan terbakar bangkan technology center yang dikenal hampir setiap tahunnya, tentunya pada dengan “lembah silicon” untuk mendu- saatnya akan punah juga (Radhi, 2008) kung kebutuhan industri dalam mela- Selain berlimpahnya SDA, sesung- kukan inovasi, sehingga pengembangan guhnya Indonesia juga dianugrahi oleh lembah silicon tersebut memberikan Tuhan berupa kondisi alam dan iklim kontribusi significant dalam mengubah yang memungkinkan tumbuh-dan- Malaysia dari negara pengeskpor berkembangnya berbagai jenis buah- komoditi eksploitasi (timah dan karet) buahan. Ada Durian, Pisang, Rambutan, Mangga, Salak, Duku, Kelengkeng, Apel,
Radhi, Pengembangan Appropriate ... 5
Pepaya, Jeruk dan lainnya yang tumbuh Kedua, sentuhan teknologi (techno- secara subur di hampir seluruh wilayah logy touch) yang dibutuhkan untuk Indonesia. Buah-buahan tersebut seharus- pengembangan agroindustri tidak teralu nya menjadi potensi besar untuk mahal dan tidak begitu rumit dibanding menciptakan keunggulan bersaing bagi pengembangan teknologi pada industri Indonesia. Ironisnya, berbagai jenis buah- manufatur. buahan itu tidak bisa berkutik sama sekali Ketiga, pengembangan agroindustri menghadapi persaingan buah-buahan yang cenderung padat tenaga kerja (labor impor di pasar domestik, apalagi di pasar intensive) dan melibatkan banyak pihak, global. Durian dan Klengkeng lokal kalah seperti petani dan usaha kecil. Pengem- besaing dengan Kelengkeng dan Durian bangan agroindustri ini harus linked Bangkok. Apel Malang hampir punah dengan pembangunan industri pengo- gara-gara tidak bisa bersaing dengan apel lahan untuk meningkatkan nilai tambah Australia dan Amerika. dari komoditi yang dihasilkan. Misalnya, Dalam kondisi persaingan global membangun industri pengalengan buah- yang semakin ketat, penciptaan keung- buahan, industri pengolahan kelapa sawit gulan bersaing untuk suatu industri hanya beserta komoditi turunannya. Selain itu, dapat dilakukan dengan upaya pengem- pengembangan agroindustri beserta in- bangan teknologi (technology develop- dustri pengolahannya harus berorietasi ment) atau paling tidak memberikan ekspor ke pasar global, sehingga menun- setuhan teknlogi (technology touch) tut adanya jaminan kualitas yang terhadap industri tersebut secra mandiri. dipersyaratkan oleh pasar global. Pertanyaannya, industri apa yang musti Mengacu pada karakteristik appro- diprioritaskan untuk dikembangkan di priate technology yang berkaitan dengan Indonesia dalam menciptakan keuang- teknologi yang dibutuhkan, dan techno- gulan bersaing di pasar global?. Kalau logical capability yang tersedia, serta Indonesia memprioritaskan mengembang- kondisi alam, iklim dan lingkungan yang kan industri manufaktur, seperti industri ada di Indonesia, barangkali pengem- otomotif dan elektronik serta industri bangan agroindustri beserta industri tekstil, kemungkinannya tidak akan pengolahan yang berbasis pada teknologi mampu mengejar ketertinggalan yang merupakan appropriate technology bagi sudah dicapai lebih dulu oleh negara- bangsa Indonesia. Keberhasilan dalam negara lain, sehingga sangat berat bagi pengembangan appropriate technology Indonesia untuk bisa bersaing di pasar tersebut akan mendorong pembangunan global (Radhi, 2008) ekonomi secara mandiri dan akan Salah satu industri yang masih memberikan kontribusi dalam mengatasi mungkin dikembangkan dalam pencip- masalah pengangguran dan kemiskinan di taan keunggulan bersaing di pasar global Indonesia (Radhi, 2005) adalah agroindustri. Pertimbangan per- tama tidak banyak negara lain yang bisa KESIMPULAN mengembangkan agroindustri karena adanya kendala alam dan iklim yang tidak Salah satu variabel yang menen- memungkinkan, sehingga persaingan di tukan keberhasilan pembanganan di suatu pasar global bagi agroindustri tidak negara adalah pengembangan teknologi. begitu ketat. Sementara bagi Indonesia, Sejak Pemerintahan Orde Baru, Indonesia kondisi alam dan iklim yang ada sangat telah melakukan upaya pengembangan memungkinkan secara lebih leluasa untuk teknologi, dengan memberikan prioritas mengembangkan agroindustri. pada pengembangan teknologi tinggi (high technology). Penerapan pengem-
6 Jurnal Ekonomi Bisnis No. 1, Volume 15, April 2010
bangan teknologi dilakukan di bidang DAFTAR PUSTAKA industri pesawat terbang dengan men- dirikan PT Dirgantara Indonesia dan di Aswicahyono, Basri, Hill, H. 2000. “How bidang industri otomotif dengan Proyek Not to Industrialize? Indonesia's Mobnas. Automotive Industry”. Bulletin of Penerapan teknologi tinggi tersebut Indonesian Economic Studies, Vol. termasuk kategori unappropriate techno- 36, No. 1, pp. 209-241. logy yang pernah dikembangkan di Chalmers, I. 1998. “Tommy’s toys Indonesia, yang ditandai adanya kega- trashed”. Inside Indonesia 56 galan usaha PT DI dan Proyek Mobnas. (October-December), Ada beberapa faktor yang menjadi http://www.insideindonesia.or/edit/5 penyebab kegagalan pengembangan tek- 6/chalm.htm, 10/03/01. nologi di Indonesia, di antaranya: Radhi, Fahmy. 2008. Kebijakan Ekonomi kemampuan teknologi (technological Pro-Rakyat: Antara Komitmen dan capability) yang masih rendah, tidak Jargon. Penerbit Republika, Jakarta didukung oleh infrastruktur teknologi, Radhi, Fahmy. 2005. “Industry Policy dan kapasitas R&D kurang memadai. and Technology Transfer: Review Selain itu, beberapa kebijakan pem- and Analysis of the Indonesian bangunan ekonomi tidak selaras dan Automotive Industry during New kurang mendukung pengembangan tek- Order Era”. Jurnal Akutansi dan nologi di Indonesia Manajemen, STIE YKPN, Agar pengembangan teknologi di Jogyakarta, Vol. XVI, Nomor 2, hal. Indonesia masuk kategori appropriate 107-120. technology, maka prioritas pengem- Radhi, Fahmy. 2002. “Cross-Border bangan teknologi harus disesuaikan Technology Transfer”. Proceeding of dengan kondisi di Indonesia, tertutama Doing Business Across Borders tingkat kemampuan teknologi. Salah satu Conference, the University of teknologi yang appripriate untuk dikem- Newcastle, Australia 2002 bangan di Indonesia adalah teknologi Radhi, Fahmy. 1997. “Technological agroindustri. Pengembangan teknologi ini Consideration in Strategic Planning: selain tidak menuntut kemampuan tek- a Case Study of an Indonesia Aircraft nologi tinggi, juga didukung keter- Company”. Business and Economic sediaan sumberdaya alam yang cukup Analysis Journal, No. 6, Vol. II, pp. berlimpah. 95-107 Untuk mencapai keberhasilan Radnor, D.P. 1997. “Indonesia's car pengembangan tekonologi agroindustri policy is a family affair”. Automotive dibutuhkan adanya komitmen dari ber- Industry, Vol. 177, No. 8, August, bagai pihak, utamanya pemerintah, pp. 37-42. pelaku industri dan perguruan tinggi, Ramanathan, K. 1994. “An Integrated yang secara sinergis melakukan pengem- Approach for the Choice of bangan appropriate technology di bidang Appropriate Technology”. Science agroindsutri tersebut secara mandiri. and Public Policy, Vol. 21, No. 4, pp. 221-232.
Radhi, Pengembangan Appropriate ... 7
in Indonesia”. Bulletin of Indonesian Sharif, N. 1994. “Integrating Business Economic Studies 24 (2): 43-57. and Technology Strategies in Subranian, S.K. 1997. “Technology, Developing Countries”. Productivity, and organization”. Technological Forecasting and Technological Forecasting and Social Change, Vol. 45, pp. 151-167. Social Change, Vol. 31, No. 4, pp. Soehoed, AR. 1998. “Reflections on 359-371. Industrialisation and Industrial Policy
8 Jurnal Ekonomi Bisnis No. 1, Volume 15, April 2010