Anda di halaman 1dari 13

PEMBUDIDAYAAN LELE SANGKURIANG MENGGUNAKAN MEDIA ORGANIK

SEBAGAI EFISIENSI PAKAN dan PERTUMBUHAN MAKSIMAL

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Kewirausahaan

Disusun oleh :
MUHAMMAD RIFKI FIRMANSYAH
1531120003/16

PRODI TEKNIK ELEKTRO


JURUSAN TEKNIK LISTRIK
POLITEKNIK NEGERI MALANG
A. JUDUL

Pembudidayaan Lele Sangkuriang Menggunakan Media Organik Sebagai


Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Maksimal

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejak dahulu kala, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Mayoritas


penduduknya bergantung pada budidaya pertanian. Budidaya pertanian, peternakan,
dan perikanan dapat dikembangkan karena didukung oleh iklim dan kondisi tanah
yang mewadahi. Pembudidayaannya dilakukan secara seimbang tanpa merusak alam
dan berdasarkan kearifan lokal daerah.
Salah satu yang bisa teraplikasikan ialah pembudidayaan lele. Pembudidayaan
lele itu sendiri tidak sembarangan. Banyak masyarakat yang membudidayakan lele
hanya untuk smapingan penghasilan saja, padahal lele bisa dijadikan penghasilan
utama apabila penanganannya maksimal.
Media yang benar serta pemberian pakan saja tidak cukup untuk
pembudidayaan lele, harus disertai ketelitian tinggi pada perawatannya serta seleksi
yang pas karena lele mempunyai sifat kanibalisme.
Ide pengembangan budidaya lele ini muncul karena teman kami ada yang
pernah mengikuti pelatihannya. Karena dianggap sudah matang maka kami putuskan
untuk mengembangkan lebih lanjut.
Pengembangan lele kami pilih karna banyak masyarakat yang selalu rugi
apabila membudidayakan lele. Lele dianggap terlalu banyak menghabiskan pakan dan
pertumbuhannya kurang rata. Sehingga output dan input pada budidaya ini kurang
diminati untuk usaha skala besar.
Pemilihan lele sangkuriang disebabkan pertumbuhannya yang cepat dibanding
jenis lele yang lain. Untuk media organik, pemilihan media ini dianggap paling bagus
untuk tumbuh kembang lele karena terdapat mikroorganisme yang dapat menekan
angka kematian lele serta konsumsi pakan.
C.
C. PERUMUSAN MASALAH

Masalah yang melatarbelakangi program ini adalah:

1. Potensi budidaya lele sangat besar di indonesia, namun penanganannya masih


sangat kurang untuk hasil maksimal.
2. Lele sebagai makanan pengganti daging atau ayam sangat potensial, karena
kandungan proteinnya sangat tinggi serta harganya yang terjangkau.
3. Diperlukan makanan yang sehat, murah, dan memiliki gizi yang baik bagi
masyarakat.
4. Diperlukan upaya efisiensi pakan pada pembudidayaan lele.
5. Kurangnya protein pada lauk pauk masyarakat indonesia.
6. Melalui budidaya unggul maka lele dapat dijadikan sebagai sarana berwirausaha
bagi mahasiswa dan masyarakat.

D. TUJUAN PROGRAM

1. Memanfaatkan lele sebagai salah satu budidaya unggulan perikanan di


Indonesia dengan pertumbuhan cepat dan berkualitas.
2. Meningkatkan efisiensi pakan pada pembudidayaan lele organik.
3. Menciptakan lele dengan standard konsumsi untuk bersaing dengan ikan,
ayam dan daging yang lain.
4. Sebagai wahana melatih dan mempraktekkan kemampuan manajemen
wirausaha, sikap tanggung jawab dan kerjasama tim.

E.Luaran Yang Diharapkan

1. Dihasilkan lele dengan pertumbuhan cepat serta memenuhi kebutuhan pasar.


2. Terciptanya ikan murah dengan gizi tinggi yang dapat dikonsumsi masyarakat
menengah kebawah.

3. Terciptanya peluang usaha bagi mahasiswa dan masyarakat.


F. KEGUNAAN

Kegiatan Kewirausahaan ini memiliki banyak kegunaan, baik untuk diri sendiri,
kelompok, maupun bagi masyarakat secara umum, yaitu:

1. Kegunaan bagi Mahasiswa


Melalui kegiatan ini, dapat melatih mahasiswa agar dapat bekerja sama
dengan baik serta menjadi tim yang kompak dan memiliki solidaritas yang tinggi.
Dengan kerjasama yang baik, diharapkan dapat menghasilkal berbagai kreativitas
yang unik dan memiliki nilai jual yang tinggi serta bermanfaat bagi orang lain.

2. Kegunaan bagi Masyarakat


Melalui metode budidaya lele organik ini, diharapkan dapat mengangkat
pendapatan peternak lele dan bagi konsumen tingkat bawah dapat menikmati daging
bergizi tinggi dengan harga yang murah.

G. GAMBARAN UMUM RENCANA USAHA

Usaha budidaya lele ini memanfaatkan jenis lele sangkuriang karena terkenal
memiliki perkembangan lebih cepat. Sebutan untuk lele organik didasari oleh
pemanfaatan kotoran sapi sebagai media campuran untuk tumbuh kembang lele.
Kotoran sapi ini akan dijadikan kompos untuk mengembangkan makanan alami pada
media lele serta mengurangi resiko kematian hingga 5%. Disertai dengan tahap
seleksi yang pas, akan menghasilkan lele yang hampir sama ukurannya dan sesuai
kebutuhan pasar.
H. METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan kegiatan ini berisi langkah-langkah untuk
merealisasikan tujuan dari usulan kewirausahaan. Langkah-langkah tersebut
diantaranya:
a. Langkah Pembudidayaan
1. Pembuatan kompos
Pengomposan adalah suatu proses pengubahan bahan organik mentah secara alami
yang memerlukan waktu relatif lama. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan
adanya suatu dekomposer tambahan.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan kompos:
Gambar 3.1 Kotoran sapi
- Kotoran sapi sebanyak 1 ton
- Bekatul 100 kg
- Arang sekam 100 kg
- Dolomit 25-50 kg
- Molase / tetes tebu
- Dekomposer
- Air secukupnya
Cara pembuatan pupuk kompos adalah sebagai berikut:
- Campur kotoran sapi, bekatul, arang sekam, dan dolomit sampai rata
- Campurkan molase, dekomposer, dan air
- Penambahan air sesuai dengan kondisi kelembapan bahan. Perkirakan bahwa kadar air
bahan adalah 30-40 %
- Campur semua bahan sampai merata.
- Bahan ditumpuk dengan ketinggian 40-50 cm.
- Simpan dalam tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung dan tidak terkena
hujan. Bahan jangan ditutup secara anaerob.
- Setelah 5 hari lakukan pembalikan, agar kompos matangnya dapat merata dan untuk
meratakan kelembapan air di bahan.
- 5 hari berikutnya lakukan pembalikan kembali.
- Setelah dibiarkan 5 hari lagi, kompos telah matang dan siap untuk digunakan.
Kompos dalam kolam lele organik memiliki fungsi sebagai media tumbuh
mikroorganisme yang ada dalam kolam. Beberapa bahan tambahan yang ada dalam kompos
membuat kandungan dalam kompos lebih lengkap sehingga pertumbuhan mikroorganisme
lebih terjamin.
2. Pembuatan Kolam
Pembuatan kolam untuk budidaya lele organik diharuskan dengan kolam tertutup.
Biasanya kolam terbuat dari semen dan terpal. Sistem kolam tertutup digunakan sebagai
upaya untuk mengatur kondisi kolam sehingga tercapai suatu keseimbangan kehidupan di
dalam kolam. Syarat bangunan kolam adalah tinggi kolam mampu menampung air setinggi
75-100 cm. Setiap 1 m3 diisi dengan 500 ekor lele.

3. Pengkondisian Air
Kondisi air sangat berpengaruh terhadap perkembangan lele. Lele adalah hewan
yang habitat alaminya hidup di lumpur. Dengan mengkondisikan kolam menyerupai habitat
alami lele, maka dapat menekan angka kematian lele selama pembudidayaan. Langkah-
langkah yang perlu dilakukan adalah:
- Kompos yang telah matang diletakkan di dasar kolam dengan ketinggian 10-20 cm.
- Tambahkan air di atas kompos dengan ketinggian 30 cm.
- Diamkan kolam tersebut selama 15 hari. Pada sore atau malam ditambahkan dekomposer
sebanyak 200-400 cc ke dalam kolam dengan ukuran 3x4 m2.
- Pada 5 hari pertama, air kolam akan berubah menjadi coklat muda.
- Pada hari ke-10, warna air kolam akan berubah menjadi cokelat tua.
- Pada hari ke-15 air kolam akan berwarna coklat kebiru-biruan yang menandakan kolam
siap digunakan.

4. Memilih bibit yang baik


Pemilihan bibit perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh pada kecepatan
pertumbuhan dan tingkat perkembangan lele. Pada satu kali menetas indukan lele akan
menghasilkan anakan lele antara 75000-225000 ekor. Anakan tersebut dibesarkan terlebih
dahulu selama 25 hari dengan pemberian pakan berupa cacing sutra sebelum digunakan
sebagai bibit. Setelah 25 hari, bibit dipisahkan terlebih dahulu berdasarkan ukurannya yaitu
ukuran besar, sedang, dan kecil. Bibit lele yang siap dibesarkan memiliki ukuran lolos alat
pemisah ukuran diameter 4-5 mm.
a. Ukuran besar, jumlahnya sekitar 30% dari total bibit. Bibit ukuran besar merupakan bibit
kualitas II karena apabila dalam pembesaran akan terjadi kesenjangan kecepatan
pertumbuhan. Sehingga nantinya, terjadi kesenjangan ukuran yang sangat nyata dalam
satu kolam pembesaran.
b. Ukuran sedang, jumlahnya sekitar 60% dari total bibit. Merupakan bibit terbaik untuk
pembesaran karena pertumbuhannya lebih seragam dan merata.
c. Ukuran kecil, jumlahnya sekitar 10% dari total bibit. Bibit ini lebih baik tidak digunakan
untuk pembesaran karena pertumbuhannya lambat.

5. Pemberian pakan yang tepat


Kelebihan budidaya lele dengan metode ini adalah tercipatanya pakan alami dari
mikroorganisme yang didup di dalam kolam. Pakan alami tersebut mampu menekan pakan
konsentrat dengan jumlah yang signifikan. Akan tetapi untuk meningkatkan laju
pertumbuhan lele perlu ditambahkan pakan berupa konsentrat. Ada beberapa metode yang
harus dilakukan agar pemberian kosentrat maksimal, yaitu:
- Pemberian pakan terbaik dilakukan pada pagi hari antara jam 06.00-09.00 dan malam hari
pada pukul 18.00-21.00.
- Pada waktu pemberian pakan, konsentrat terlebih dahulu difermentasi dengan probiotik
ikan minimal 30 menit dan maksimal 12 jam. Setiap liter air ditambahkan 3-4 ml
probiotik. Air untuk merendam akan lebih baik berasal dari campuran air bilasan beras
dan ditambahkan 2 ml molase.

Gambar 3.1 Pencampuran pakan


- Tuangkan larutan ke dalam pakan sebanyak 1-1,5 kg. Aduk sampai rata kemudian
inkubasikan probiotik dalam pakan minimal 15 menit dan maksimal 24 jam.
- Larutan probiotik sisa dapat disimpan dalam wadah yang tertutup, tetapi tidak rapat
paling lama selama 24 jam.
Selama inkubasi, mikroorganisme yang ada dalam probiotik akan melakukan proses
fermentasi untuk memecah rantai protein menjadi lebih pendek sehingga mudah dicerna oleh
lele. Proses penyerapan gizi pada lele terjadi di usus halus. Dengan adanya pakan yang telah
difermentasi, proses penyerapannya akan lebih maksimal. Penyerapan tersebut dapat
meningkatkan akumulasi pakan menjadi daging.
Lele juga perlu ditambahkan makanan tambahan berupa daun pepaya. Daun pepaya
mengandung antibiotik alami yang diperlukan oleh lele. Namun, antibiotik tersebut
diperlukan dalam jumlah kecil. Sehingga apabila pemberian daun pepaya berlebihan dapat
membunuh mikroorganisme dalam kolam dan sisa daun yang tidak termakan juga
mempengaruhi proses fermentasi yang mengakibatkan turunnya pH dalam air.
Jumlah keseluruhan konsentrat pakan yang diberikan mulai dari bibit pertama kali
masuk sampai pemanenan adalah 60 kg untuk tiap 1000 ekor lele. Apabila dibandingkan
dengan budidaya lele konvensional terjadi penghematan konsentrat pakan sebesar 40% atau
setiap 1000 ekor, budidaya lele konvensional memerlukan pakan sebanyak 100 kg.

6. Menjaga kondisi air sampai panen


Kondisi air sangat mempengaruhi tingkat kematian lele. Idealnya budidaya lele
dengan teknik ini dapat menekan tingkat kematian hingga 5%. Kunci utama untuk menekan
tingkat kematian lele adalah kondisi air mulai dari awal bibit masuk sampai panen adalah
stabil. Pengaruh dari faktor lingkungan seperti panas terik matahari, hujan, dan perbedaan
suhu antara siang dan malam sangat mempengaruhi kondisi air. Melakukan pengecekan
secara berkala adalah upaya preventif untuk menjaga kondisi air. Beberapa indikator yang
digunakan untuk melihat kondisi air adalah pH, warna air, bau air, dan pergerakan lele di
dalam air.
Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan kondisi air kolam:
1. Air kolam harus terpapar sinar matahari langsung. Sinar matahari diperlukan untuk
pertumbuhan zooplankton dan fitoplankton sebagai sumber energi fotosintesis. Hidupnya
zooplankton dan fitoplankton merupakan sumber makanan alami lele.
2. Pembuatan rumah bakteri berupa tempat teduh dalam kolam yang tidak terpapar sinar
matahari. Rumah bakteri berguna sebagai tempat berlindung mikroorganisme yang hidup
dalam kolam ketika suhu air kolam meningkat saat air kolam terpapar sinar matahari.
3. Pemberian tanaman air. Memiliki kegunaan meningkatkan kandungan oksigen terlarut
dalam air pada waktu siang hari. Idealnya, total luasan tanaman air adalah maksimal 30%
dari total luas permukaan kolam. Hal ini dikarenakan apabila melebihi prosentase maka
akan menghalangi penyinaran sinar matahari terhadap permukaan air pada siang hari.
Selain itu, pada malam hari, tanaman air tidak melakukan fotosintesis dan menyerap
oksigen terlarut dalam air. Apabila jumlahnya terlalu banyak, kandungan oksigen terlarut
pada malam hari akan turun drastis dan terjadi perebutan oksigen.
Seringkali terjadi penurunan pH air kolam selama proses pembesaran lele.
Penurunan pH kolam disebabkan oleh sisa pakan dan kotoran lele yang terakumulasi dalam
dasar kolam. Sisa bahan tersebut difermentasikan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi
dilakukan pada kondisi asam sehingga secara tidak langsung pH air kolam juga ikut turun.
Beberapa indikator menurunnya pH air kolam dapat diamati dari bau air kolam yang
menyengat dan pergerakan lele yang kurang gesit. Selain itu apabila lele berdiri tegak dan
kepalanya berada di permukaan air berarti terjadi penurunan kadar oksigen. Apabila kondisi
tersebut dibiarkan maka akan terjadi peningkatan jumlah kematian lele.
Penanganan yang harus dilakukan adalah mengurangi air kolam lama setinggi 15 cm
setelah itu menambahkan air baru sebanyak jumlah air kolam yang telah dikurangi. Setiap 1
m3 air yang dimasukkan, ditambahkan dekomposer Kusuma Bioplus sebanyak 5 cc.

7. Melakukan pemisahan sesuai dengan ukuran


Setiap kali melakukan pembesaran benih dalam satu kolam, pertumbuhan lele tidak
seragam secara menyeluruh. Selang beberapa waktu, dalam kolam terdapat perbedaan ukuran
lele. Selain itu, lele juga memiliki sifat kanibal apabila dalam satu kolam terdapat lele yang
berbeda ukuran atau yang lebih kecil. Sehingga perlu dilakukan pemisahan berdasarkan
ukuran secara berkala.

Gambar 3.1 alat pemisah ukuran Gambar 3.2 proses pemisahan ukuran
Pemisahan ukuran lele dilakukan 2-3 kali sampai masa pemanenan. Pemisahan
dilakukan saat:
1. 10-15 hari setelah bibit dimasukkan ke kolam organik. Pemisahan dengan alat pemisah
diameter 8-10 mm. Lele yang tidak lolos alat pemisah diletakkan dalam kolam tersendiri.
Pada pemisahan pertama merupakan upaya pengendalian terjadinya kanibal. Ini
dikarenakan, lele yang memiliki ukuran lebih besar dan lebih cepat pertumbuhannya
akan dipisahkan tersendiri. Setelah pemisahan pertama pertumbuhan lele dalam satu
kolam akan relatif seragam.
2. Pemisahan kedua dilakukan setelah 10-15 hari setelah pemisahan ukuran pertama.
Pemisahan dengan memakai alat pemisah diameter 10-15 mm.
3. Pemisahan ketiga apabila dianggap perlu. Dilakukan 10-15 hari setelah pemisahan kedua
dengan alat pemisah diameter 25-27 mm.

8. Melakukan pemanenan
Pemanenan dilakukan sekitar umur 40-55 hari setelah bibit dimasukkan di dalam
kolam organik. Pada umur tersebut akan terdapat ukuran lele yang dihasilkan:
1. Ukuran 10-12 ekor tiap kilogramnya. Ukuran ini biasanya diserap oleh pasar lokal.
2. Ukuran 6-7 ekor tiap kilogramnya. Diserap oleh pasar di Bali. Lele ukuran ini didapat
pada waktu pemanenan awal dan pembesaran lele ukuran 10-12 ekor tiap kilogramnya
selama 10 hari.
3. Ukuran 3-4 ekor tiap kilogramnya. Biasanya ukuran ini merupakan lele sisa yang tidak
terserap pasar sehingga terjadi telat panen atau lele yang memiliki ukuran jumbo pada
waktu pemanenan awal. Lele ukuran ini biasanya masuk ke pasar kolam pemancingan.

Gambar 4.1 Proses pemanenan


Teknik pemanenan budidaya lele organik sedikit berbeda dengan teknik
pemanenan budidaya lele konvensional. Apabila teknik ini tidak diperhatikan dengan baik
maka dalam masa pendistribusian dan penampungan akan terjadi kematian dalam jumlah
yang besar. Hal yang penting diperhatikan adalah pada waktu penampungan dalam tong
yang akan didistribusikan adalah air yang dimasukkan dalam tong. Tong diisi air dari
kolam organik dan air biasa dengan perbandingan 1:1. Penambahan air biasa ke dalam
tong dimaksudkan untuk memberikan adaptasi kepada lele sebelum masuk ke dalam
kolam penampungan. Selain itu, dengan masih adanya air organik dalam kolam, lele akan
memiliki daya tahan hidup lebih lama selama pendistribusian.
b. Langkah Pemasaran
- Pemasaran berupa menjual hasil budidaya berupa ikan lele ke pengepul. Kami rasa
untuk pemasaran skala kecil maupun besar masih mudah untuk ikan lele, karena
konsumennya masih sangat banyak.
c. Langkah Pelaporan Kegiatan
- Pelaporan kegiatan dilakukan sebagai evaluasi dan pertanggungjawaban dalam
pelaksanaan kegiatan kewirausahaan ini bila usulan tersebut disetujui.
- Lebih jelasnya tentang langkah-langkah pelaksanaan program dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

Gambar 1. Flow Chart Tahapan Usaha

I. JADWAL KEGIATAN

Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 4 bulan sesuai dengan jadwal di bawah ini

Tabel 1. Jadwal Rencana Kerja

No Uraian Bulan Bulan Bulan Bulan


ke-1 ke-2 ke-3 ke-4

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan
kegiatan

2 Pengadaan
alat dan
bahan

3 Proses
Budidaya

4 Evaluasi
kegiatan

5 Pelaporan

I. Analisis Finansial dan Kelayakan Usaha


Untuk mengetahui kelayakan usaha diperlukan perhitungan analisis usaha (asumsi
pembesaran lele sebanyak 1250 ekor).
Biaya tetap :
- Pembuatan kolam terpal ukuran 2,5x3,5 m 2 kolam
dengan bahan:
Terpal ukuran 4x6 m 2 buah kolam @ Rp 160.000
Bambu 5 lonjor @ Rp 11.000 Rp 320.000
Kawat 1 kg Rp 55.000
- Selang 6 meter @ Rp 2500 Rp 16.000
- Alat pemisah ukuran 1 buah 37.500 Rp 15.000
- Kompos 8 kuintal Rp 37.500
- Jaring 2 meter @ Rp 4.000 Rp 400.000
- Tenaga kerja Rp 8.000
Total Biaya Tetap Rp 80.000 _
Biaya Tidak Tetap Rp 931.500
- Bibit 1250 ekor
- Pakan 1 sak 30 kg (781-2) Rp 80.000
- Campuran pakan 6 kg @ Rp 3500 Rp 203.000
- Pakan 781-3 1 sak Rp 21.000
- Pakan F99 5 kg @ Rp 11.000 Rp 200.000
- Probiotik ikan ½ liter Rp 55.000
- Dekomposer kompos ½ liter Rp 22.500
- Tenaga kerja: Rp 16.250
Pengenceran air
Perawatan Rp 20.000
Total Biaya Tidak Tetap Rp 20.000_
Rp 637.750

Kolam dari terpal mempunyai umur pemakaian selama 2 tahun. Setiap tahunnya,
budidaya lele secara organik mampu panen sebanyak 4 kali, sehingga selama umur
pemakaian kolam terpal terjadi pemanenan selama 8 kali. Apabila digunakan asumsi
pembudidayaan selama 2 tahun maka, biaya yang diperlukan adalah:
Biaya tetap untuk setiap kali pembesaran adalah:
Biaya Tetap = Total Biaya Tetap/8
= Rp 931.500/8
= Rp 116.437
Biaya total didapatkan dengan:
Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap
= Rp 116.437 + Rp. 637.750
= Rp 754.187
Hasil pemanenan 1250 lele didapatkan lele seberat 121 kg, dengan harga penjualan
Rp 9.500 tiap kilogramnya maka diperoleh:
Total Pendapatan = 121 x 9.500
= Rp 1.149.500
Keuntungan Bersih = Total Pendapatan – Biaya Total
= Rp. 1.149.500 – Rp 754.187
= Rp 395.313
Jadi untuk setiap kali pembesaran sebanyak 1250 ekor lele, didapatkan keuntungan
bersih sebesar Rp 395.313.

Lokasi Produksi
Lokasi yang digunakan dalam budidaya lele organik ini sebagian besar dilakukan
di salah satu rumah anggota kami di jalan Asngari, Kecamatan Garum, Ds. Bence Kab.
Blitar. Pemilihan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan letak yang strategis dan
mudah untuk pemasaran ikan lele.

Anda mungkin juga menyukai