Anda di halaman 1dari 7

Pasal 1: Definisi Terorisme

Definisi terorisme ini menjadi pembahasan yang paling alot dan yang paling terakhir
disepakati oleh pemerintah dan DPR. Pada akhirnya, terorisme didefinisikan sebagai
perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana
teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan
hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau
gangguan keamanan.

Pasal 12 A: Organisasi Teroris

Pasal ini mengatur, setiap orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang
untuk menjadi anggota korporasi yang ditetapkan pengadilan sebagai organisasi terorisme
dipidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun. Pendiri, pemimpin, pengurus, atau
orang yang mengendalikan kegiatan korporasi juga bisa dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun. Dengan pasal ini, Kapolri mengaku akan
segera menyeret JAD (Jamaah Ansharut Daulah) dan JI (Jemaah Islamiyah) ke pengadilan.

Pasal 12 B: Pelatihan Militer

Pasal ini mengatur setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau
mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan
tindak pidana terorisme atau ikut berperang di luar negeri untuk tindak pidana terorisme,
dipidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun. Dengan pasal ini, maka WNI yang
selama ini banyak mengikuti pelatihan di Suriah bisa dijerat pidana

Pasal 13 A: Penghasutan

Pasal ini mengatur, setiap orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan
dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan
tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan tindak pidana terorisme, dipidana paling lama
5 tahun. Pasal 16 A: Pelibatan Anak Pasal ini mengatur, setiap orang yang melakukan tindak
pidana terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah sepertiga. Pasal ini
dibuat dengan berkaca pada banyaknya aksi teror yang melibatkan anak di luar negeri.
Namun, belakangan teror dengan melibatkan anak juga terjadi saat aksi bom bunuh diri di
tiga gereja dan Mapolrestabes Surabaya.

Pasal 25: Waktu Penahanan

Pasal ini mengatur tersangka teroris bisa ditahan dalam waktu yang lebih lama. Jika
sebelumnya penahanan seorang tersangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan
hanya bisa dilakukan dalam waktu 180 hari atau 6 bulan, kini menjadi 270 hari atau 9 bulan.
Kendati demikian, pasal ini juga mengatur bahwa penahanan harus menjunjung tinggi hak
asasi manusia. Setiap penyidik yang melanggar ketentuan tersebut bisa dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 28: Penangkapan

Pasal ini mengatur polisi memiliki waktu yang lebih lama untuk melakukan penangkapan
terhadap terduga teroris sebelum menetapkannya sebagai tersangka atau membebaskannya.
Jika sebelumnya polisi hanya memiliki waktu 7 hari, kini bisa diperpanjang sampai 21 hari.
Baca juga: Polisi Punya Waktu 21 Hari untuk Tangkap dan Tetapkan Terduga Teroris Jadi
Tersangka Namun, pasal ini juga mengatur bahwa penangkapan terduga teroris harus
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Setiap penyidik yang melanggar ketentuan tersebut
bisa dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31 dan 31A: Penyadapan

Pasal ini mengatur, dalam keadaan mendesak penyidik kepolisian bisa langsung melakukan
penyadapan kepada terduga teroris. Setelah penyadapan dilakukan, dalam waktu paling lama
tiga hari baru lah penyidik wajib meminta penetapan kepada ketua pengadilan negeri
setempat. Izin penyadapan dari ketua pengadilan negeri kini dapat diberikan untuk jangka
waktu paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama
1 tahun. Hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan
penyidikan tindak pidana terorisme. Penyadapan juga wajib dilaporkan kepada atasan
penyidik dan dilaporkan ke kementerian komunikasi dan informatika. Selain menyadap,
penyidik juga bisa membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman dari pos atau jasa
pengiriman lain.

Pasal 33 dan 34: Perlindungan

Pasal ini mengatur penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi, dan
petugas pemasyarakatan beserta keluarganya dalam perkara terorisme wajib diberi
perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan
atau hartanya. Perlindungan diberikan baik sebelum, selama, maupun sesudah proses
pemeriksaan perkara. Di UU sebelumnya, perlindungan hanya diberikan pada saksi, penyidik,
penuntut umum dan hakim saja.

Pasal 35A-B dan 36A-B: Hak Korban

Empat tambahan pasal baru ini mengatur secara lebih komprehensif hak korban terorisme.
Ada enam hak korban yang diatur, yakni berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis,
rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan
kompensasi. Sebelumnya hanya dua hak korban yang diatur di UU yang lama, yaitu
kompensasi dan restitusi.

Pasal 43-C: Pencegahan


Pasal ini mengatur bahwa pemerintah wajib melakukan pencegahan tindak pidana terorisme.
Dalam upaya pencegahan ini, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus
yang dilandasi dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian.
Baca juga: UU Antiterorisme Hasil Revisi Perkuat Aspek Pencegahan Pencegahan
dilaksanakan melalui: kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi.

Pasal 43 E-H: BNPT

Keempat pasal mengatur mengenai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).


Disebutkan bahwa BNPT berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNPT
betugas merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program
nasional penanggulangan terorisme di bidang kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan
deradikalisasi. Selain itu, BNPT juga bertugas mengoordinasikan antarpenegak hukum dalam
penanggulangan terorisme hingga mengoordinasikan program pemulihan korban. Ketentuan
mengenai susunan organisasi BNPT diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 43 I: TNI

Tambahan satu pasal ini mengatur tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan
bagian dari operasi militer selain perang. Dalam mengatasi aksi terorisme dilaksanakan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia.Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelibatan TNI ini akan diatur dengan Peraturan Presiden . Baca juga: Siapa Jabat Komandan
Koopsusgab TNI?

Pasal 43J

Pasal ini mengatur DPR untuk membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme.
Ketentuan mengenai pembentukan tim pengawas ini diatur dengan Peraturan DPR. (Baca:
UU Antiterorisme: Kinerja Pemberantasan Terorisme Diawasi Tim dari DPR)
PERKEMBANGAN TERORISME

Negara Indonesia merupakan negara yang sangat luas, perlu diketahui bahwa luas wilayah
Indonesia mencapai sekitar 5.193.250 km² yang mencakup wilayah daratan dan wilayah lautan. Di
dalam wilayah Indonesia terdapat banyak perbedaan-perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dibuktikan
dengan banyaknya perbedaan seperti suku, agama, budaya, dan bahasa di setiap daerah. Perbedaan
tersebut harus dianggap sebagai suatu kelebihan yang ada di negara Indonesia, karena dengan
perbedaan tersebut masyarakat Indonesia dapat meningkatkan eksistensi Indonesia ke kancah
internasional. Namun, di tengah perbedaan yang ada, masyarakat Indonesia harus tetap menjaga
persatuan dan kesatuan Indonesia. Dengan adanya perbedaan tersebut, tentu menjadi tantangan
tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Sehingga, sangat penting untuk tetap menumbuhkan sikap
kecintaan terhadap bangsa Indonesia agar tetap terjaga kesatuannya.

Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap bangsa Indonesia ditegah perbedaannya tentu


dibuktikan dengan upaya-upaya yang dapat meminimalisir segala persoalan dan ancaman yang datang
di tengah bangsa Indonesia. seperti halnya harus berupaya untuk melakukan bela negara, menjaga
nama baik Indonesia, tidak melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia, dan
masih banyak lagi. Minimnya kecintaan terhadap bangsa Indonesia yang dapat dirasakan saat ini
merupakan bahaya besar. Banyak masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mempunyai kecintaan
terhadap bangsa Indonesia, sehingga mereka enggan melakukan hal-hal yang dapat mempertahankan
kesatuannya. Padahal, jika kecintaan terus ditumbuhkan dalam diri masyarakat Indonesia terhadap
bangsa Indonesia, maka Indonesia akan menjadi negara yang aman, tentram, dan damai.

Namun belakangan ini, Indonesia telah diancam oleh beberapa persoalan-persoalan yang
tidak biasa. Persoalan-persoalan tersebut menjadi ancaman yang sangat bahaya dan serius, jika
seluruh elemen masyarakat Indonesia abai terhadap permasalahan tersebut. Beberapa persoalan-
persoalan tersebut berupa adanya paham radikalisme dan terorisme. Dengan adanya persoalan-
persoalan yang menjadi ancaman tersebut, maka akan menimbulkan kecemasan dalam kehidupan
bermasyarakat. Masyarakat akan merasa dirinya dan keberadaannya terancam, begitupun dengan
Indonesia sendiri, Indonesia akan menjadi negara yang tidak aman. Maka dari itu, sangat penting bagi
masyarakat Indonesia untuk tetap menumbuhkan kecintaannya terhadap bangsa Indonesia, menjaga
kedamaian, dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari adanya berbagai ancaman, baik
dari luar maupun dari dalam negeri sendiri, karena ancaman bisa datang dari mana saja. Kedamaian
dan keutuhan akan terjaga jika kesadaran serta penanaman nilai-nilai moral dan Pancasila sudah
tertanam pada diri masyarakat Indonesia sejak dini.

Ancaman terbesar yang ada di Indonesia yaitu adanya paham radikalisme dan terorisme.
Radikalisme sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk adanya perubahan sosial dengan menempuh
jalan kekerasan, dan meyakinkan dengan suatu jalan yang mereka sendiri anggap benar, tetapi dengan
menggunakan cara yang salah dan fatal. Sedangkan terorisme merupakan perbuatan yang dilakukan
dengan adanya kekerasan sehingga menimbulkan teror atau rasa takut secara luas, yang menimbulkan
korban, kerusakan, dan kehancuran secara massal. Kedua ancaman tersebut mempunyai keterkaitan
satu sama lain. Dengan adanya ajaran atau dapat dikenal dengan paham radikalisme, khususnya
paham radikalisme agama yang terlalu membenar-benarkan ajarannya, dan melakukan sesuatu dengan
cara yang salah, serta salah satu implementasi dari adanya radikalisme yaitu aksi terorisme. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa adanya aksi terorisme dikarenakan adanya paham radikalisme.

Hal dasar yang perlu diketahui bahwa adanya paham radikalisme yang menyebabkan
terorisme jika dipandang dari sudut keagamaan, radikalisme merupakan paham keagamaan yang
mendasar dengan fanatisme keagamaan yang cukup kuat, maka dari itu tidak jarang orang yang
berpaham radikalisme mengaktualisasikan paham radikalismenya dan mengajak orang untuk percaya
dengan pahamnya dengan cara memaksa. Cara yang dilakukan tersebut akan memicu pergolakan
ataupun konflik yang ada di dalam masyarakat luas. Cara yang dilakukan tersebut yang dapat
dikatakan dengan terorisme. Jika aksi-aksi yang menyebabkan konflik tersebut terus terjadi secara
berturut-turut, maka bangsa Indonesia tengah berada di kubangan masalah yang sangat besar, yang
mana keutuhannya bisa terancam.

Paham radikalisme dan terorisme merupakan fenomena yang ada di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang ada hubungannya antara warga negara dan negara, serta mempunyai
hubungan antara warga negara dengan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di
era yang serba canggih ini, paham radikalisme dan terorisme telah melibatkan kelompok dan jaringan
yang bersifat internasional. Dalam dunia internasional, bahkan di Indonesia sendiri pernah
digemparkan oleh adanya paham radikalisme yang cukup besar, yang mempunyai nama besar yaitu
Islamic State of Iraq and Syria atau sering disebut dengan ISIS. Kekerasan atau aksi terorisme yang
dilakukan orang-orang yang mempunyai paham tersebut sangat merisaukan masyarakat yang ada,
karena mereka merasa bahwa mereka hidup di tengah jurang yang dapat menjerumuskannya ke dalam
lubang kesesatan. Salah satu hal yang sering dilakukan oleh kelompok berpaham radikal tersebut
yaitu melakukan pengeboman di tempat ibadah orang-orang non-muslim, seperti pengeboman yang
terjadi di gereja-gereja.

Tindakan tidak terpuji yang lagi-lagi terjadi di Indonesia, dan diketahui bahwa pelakunya
kebanyakan merupakan orang yang beragama Islam. Sebagian orang yang menganggap adanya
paham radikalisme selalu berhubungan dengan agama, dan parahnya lagi orang Islam yang menjadi
pelaku di dalam adanya paham radikalisme dan terorisme. Namun dengan adanya peristiwa tersebut
masyarakat seharusnya tidak boleh berpandangan buruk soal agamanya, melainkan harus melihat
ajaran atau doktrin apa yang didapatkan, serta motif mereka melakukan hal tersebut. Hal itu
dikarenakan ada yang mengatakan bahwa terorisme tidak ada kaitannya dengan agama, dan seluruh
agama menolak adanya terorisme, artinya tidak ada agama yang menanamkan paham yang radikal
dan melakukan terorisme. Semuanya kembali kepada pribadi masing-masing dalam merespon
kehidupan.

Paham radikalisme dan terorisme yang marak terjadi di Indonesia dapat mencerminkan bahwa
Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Paham radikalisme dan terorisme hadir dan mewarnai bangsa
Indonesia dengan berbagai jalan, berbagai cara, dan berbagai faktor. Sehingga, seluruh elemen
masyarakat Indonesia harus selalu mewaspadainya. Untuk itu bapak Presiden Jokowi berpesan
melalui ungkapannya yang mengatakan mengatakan bahwa beliau mengajak semua anggota
masyarakat untuk bersama-sama memerangi terorisme, radikalisme yang bertentangan dengan nilai-
nilai agama, nilai-nilai luhur kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan
nilai-nilai Pancasila lainnya. Ajakan yang diutarakan oleh Bapak Presiden merupakan nasehat dan
ajakan yang baik. Namun, nasehat dan ajakan saja tidak cukup, perlu adanya usaha lain dan tekad
yang kuat dari setiap elemen masyarakat Indonesia untuk bersama-sama memerangi paham
radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Dalam rangka memerangi paham radikalisme dan terorisme, dibutuhkan peran dari seluruh
masyarakat Indonesia, khususnya tokoh agama dan tokoh lainnya. Namun, tokoh agama dan tokoh
lainnya tidak akan bisa memerangi paham radikalisme dan terorisme dengan sendirian, kontribusi
masyarakat dalam upaya memerangi paham radikalisme dan terorisme juga sangat dibutuhkan.
Dengan cara bersama-sama untuk memerangi paham radikalisme dan terorisme, maka akan lebih
mudah dan ringan dalam menghadapinya. Maka dari itu, seluruh elemen masyarakat tidak boleh abai
dan bersikap tidak peduli, akan tetapi harus berani mengambil tindakan yang dapat diimplementasikan
dalam bentuk keberpihakan terhadap kenyataan dalam kehidupan. Untuk dapat memerangi adanya
paham radikalisme dan terorisme.

Paham radikalisme dan terorisme dapat diminimalisir serta ditekan akan kejadiannya melalui
beberapa upaya, seperti yang pertama yaitu menanamkan nilai-nilai moral dan Pancasila sejak dini,
kedua menanamkan kecintaan terhadap bangsa Indonesia, ketiga menghargai perjuangan pahlawan
Indonesia, keempat melakukan bela negara, mencintai keberagaman atau perbedaan yang ada, dan
yang kelima yaitu selalu berusaha untuk menolak paham radikalisme dan terorisme. Dari upaya untuk
meminimalisir adanya paham radikalisme dan terorisme tersebut merupakan beberapa upaya dari
banyaknya upaya yang lainnya yang bisa dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia bisa melakukan upaya-upaya yang lebih kecil dahulu, yang mana hal tersebut
akan timbul dalam diri masyarakat dalam upayanya untuk bisa menekan adanya paham radikalisme
dan terorisme yang ada di Indonesia.

Kesadaran pada diri setiap masyarakat Indonesia akan pentingnya menjaga bangsa ini
menjadi hal yang penting dan paling utama. Sikap saling toleransi, peduli, dan saling menjaga
menjadi hal yang harus ada pada diri setiap masyarakat Indonesia. menghilangkan sikap keegoisan,
dan rasa ingin menang sendiri, serta sikap selalu menyalah-nyalakan apa orang lain akan tindakannya
yang tidak sesuai dengan pahamnya haruslah dihilangkan. Indonesia tidak membutuhkan masyarakat
yang ingin menghancurkan negaranya sendiri, Indonesia sangat butuh masyarakat yang cinta dengan
negaranya tanpa melakukan perbuatan yang merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
tidaklah patut jika masyarakat Indonesia sendiri yang selalu membuat masyarakat lainnya merasa
cemas akan tindakannya. Haruslah seluruh masyarakat Indonesia saling melindungi dan saling
menjaga keamanan.

Oleh karena itu, harapan-harapan dari masyarakat Indonesia agar adanya paham radikalisme
dan terorisme yang selalu menjadi bayang-bayang yang menakutkan dan merisaukan tidak terulang
kembali di negara ini. Masyarakat selalu mengharapkan di Indonesia tidak lagi ada paham radikal dan
terorisme yang menyebabkan kerusakan-kerusakan dan konflik-konflik yang berkepanjangan, apalagi
yang berhubungan dengan keagamaan. Semua masyarakat harus sadar akan dampak yang ditimbulkan
dari adanya paham radikalisme dan terorisme. Segala bentuk permasalahan yang menjadi ancaman
bagi bangsa Indonesia harus tetap dihadapi, dan selalu berupaya untuk meminimalisirnya. Sungguh
berat memang untuk menghadapi semua ini, namun mau tidak mau harus dijalani dengan baik, dan
berupaya untuk tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA


Penanggulangan terhadap kegiatan terorisme yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan
dengan pendekatan secara preemtif, preventif dan represif untuk dapat tercapai upaya
penegakkan hukum dan penegakan politik secara terpadu. Dalam keadaan tertentu perbuatan
teror diperlukan penanggulangan secara konseptual yang persuasif sebagai upaya penyelesaian di
luar hukum dan politik bersumber dari kekuatan aksi sosial. Pengalaman berbagai Negara
menerapkan konsep yang hanya mengutamakan tindakan represif dengan kekuatan bersenjata
ataupun dengan penegakan hukum secara tegas bagaimanapun tidak akan efektif menghentikan
terorisme. Undang-undang terorisme tersebut didasarkan pada 3 paradigma sebagai berikut:
melindungi bangsa dan kedaulatan NKRI; melindungi hak asasi korban dan saksi-saksi; serta
melindungi hak asasi pelaku terorisme.Yang harus diingat langkah-langkah yang dilakukan oleh
pemerintah tidak boleh diskriminatif.

Anda mungkin juga menyukai