Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 9

1. Viena Fernanda Yusuf (19312371)


2. Renny Ramadhani (19312377)

Tugas Audit Internal (Kelas B)

Kasus Penyimpangan Auditor di Unit Audit Internal

(pada kasus Garuda Indonesia)

Laporan keuangan idealnya menggambarkan kondisi suatu perusahaan pada periode


tertentu. Laporan yang berisi laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan laporan posisi
keuangan pada awal periode komparatif ini biasanya digunakan sebagai acuan pengambilan
keputusan. Dengan melihat laporan keuangan, kita bisa tahu bagaimana prospek perusahaan
di masa depan, analisis kinerja manajemen perusahaan serta memprediksi arus kas yang akan
datang. Laporan keuangan mencerminkan keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan
dalam mencapai target profitable.

Perusahaan maskapai nasional Indonesia, Garuda Indonesia tersandung skandal


laporan keuangan. Pasalnya, Garuda Indonesia berhasil membukukan laba bersih setelah
merugi pada kuartal sebelumnya. Keganjalan ini menimbulkan polemik bagi Garuda
Indonesia. Lalu, bagaimana kronologi polemik tersebut? Apa saja pelanggaran yang
dilakukan dan sanksi yang diterima oleh Garuda Indonesia? Linimasa Polemik Laporan
Keuangan Garuda Indonesia

Berikut adalah linimasa terkuaknya skandal laporan keuangan Garuda Indonesia:

2 April 2019

Polemik dimulai saat dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria
(saat ini sudah tidak menjabat), menolak menandatangani laporan keuangan Garuda
Indonesia karena tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Dalam pembukuan tersebut, Garuda Indonesia menyatakan laba bersih mereka senilai
USD890,85 ribu atau setara dengan Rp11,33 miliar dengan asumsi kurs Rp14.000 per dolar
AS. Lonjakan sangat tajam dan signifikan ini berbanding terbalik dengan pembukuan
sebelumnya yang menyatakan kerugian sebesar USD216,5 juta. Ternyata, Garuda Indonesia
mengakui piutang dari PT Mahata Aero Teknologi (MAT) terkait pemasangan wifi sebagai
laba perusahaan.

30 April 2019

Menanggapi skandal tersebut, jajaran direksi Garuda Indonesia dipanggil oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI). Pertemuan itu diadakan bersama auditor Garuda Indonesia, Ketua Akuntan
Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan rekan (Member of BDO International).
Saat itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, belum bisa memberikan sanksi pada KAP dan
rekan karena masih melakukan analisis laporan keuangan dari pihak auditor.

2 Mei 2019

Sebulan setelah penolakan penandatanganan oleh dua komisaris, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) meminta verifikasi laporan keuangan Garuda Indonesia pada BEI atas polemik
tersebut.

3 Mei 2019

Garuda Indonesia mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak akan mengaudit ulang
laporan keuangannya yang tidak sesuai dengan PSAK.

8 Mei 2019

MAT bersuara setelah namanya terseret dalam skandal laporan keuangan Garuda Indonesia.
Perusahaan yang baru berdiri pada 3 November 2017 ini berani bekerja sama dengan Garuda
Indonesia dengan mencatatkan utang senilai USD239 juta yang kemudian dimasukkan ke
dalam kolom pendapatan oleh Garuda Indonesia.

21 Mei 2019

Garuda Indonesia kembali dipanggil oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk
dimintai keterangan terkait skandal tersebut. Direktur Utama Garuda Indonesia, I Gusti
Ngurah Askhara Danadiputra atau biasa disebut Ari Askhara menjelaskan bahwa pengakuan
piutang sebagai pendapatan karena dari USD239, 94 juta, USD28 juta di antaranya adalah
bagi hasil yang seharusnya dibayarkan oleh MAT.

14 Juni 2019
Sekretaris Jendral Kementerian Keuangan (Sekjen Kemenkeu) Hardiyanto menyampaikan
hasil pemeriksaan terhadap KAP yaitu adanya dugaan audit yang tidak sesuai PSAK dan
sanksi yang akan diberikan pada KAP dan rekan masih menunggu koordinasi dari OJK.

18 Juni 2019

BEI yang juga berkoordinasi intens dengan OJK terkait sanksi yang akan diberikan pada
KAP dan rekan masih menunggu keputusan final OJK.

28 Juni 2019

Garuda Indonesia menerima sanksi dari berbagai pihak. Sanksi untuk auditor dari Sri
Mulyani yaitu pembekuan izin selama 12 bulan. Sementara itu, OJK mengenakan sanksi pada
Garuda Indonesia dengan denda Rp100 juta serta masing-masing jajaran direksi dan
komisaris didenda dengan harus patungan membayar Rp100 juta. Di samping itu, BEI juga
mengenakan sanksi pada Garuda Indonesia dengan denda sebesar Rp250 juta.

Pelanggaran PT Garuda Indonesia

Otoritas jasa keuangan memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah
melakukan kesalahan terkait penyajian laporan keuangan tahunan per 31 Desember 2018.
OJK mengungkapkan bahwa PT Garuda Indonesia telah terbukti melanggar:

1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal)

“(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. (2) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar
Modal.”,

2. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan


Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik,

3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu


Perjanjian Mengandung Sewa, dan

4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

Sanksi yang dijatuhkan pada PT Garuda Indonesia


Setelah melakukan koordinasi dengan Kementrian Keuangan Republik Indonesia, PT Bursa
Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya, sanksi yang dijatuhkan OJK kepada PT Garuda
Indonesia berupa:

1. Memberikan perintah tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk


memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31
Desember 2018 serta melakukan public expose atas perbaikan dan penyajian kembali

LKT per 31 Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat
sanksi, atas pelanggaran yang telah dijelaskan penulis di atas,

2. Memberi perintah tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
(Member of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 jo. SPAP
Standar Pengendalian Mutu (SPM 1) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya surat
perintah dari OJK,

3. OJK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016
tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik,

4. Sanksi berupa denda kepada masing-masing anggota Direksi PT Garuda Indonesia


(Persero) Tbk sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11
tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan, dan

5. BEI resmi menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas kasus klaim
laporan keuangan perseroan yang menuai polemik. Beberapa sanksi yang dijatuhkan antara
lain denda senilai Rp 250 juta dan restatement atau perbaikan laporan keuangan perusahaan
dengan paling lambat 26 Juli 2019 ini.

Rekomendasi atas Kasus Garuda Indonesia

Agar kasus serupa tidak terulang kembali, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
berbagai pihak. Pihak KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan Rekan (Member of
BDO International Limited) perlu melakukan pengecekan ulang terhadap piutang PT Garuda
Indonesia Tbk (GIAA) atas Mahata sebesar US$239,94. Pihak KAP perlu melakukan
pengecekan pada histori dokumen penjualan dan penerimaan perusahaan. Dokumen
penjualan dalam hal ini contohnya: 1). Customer Order, 2). Sales order, 3). Shipping
document, 4). Sales invoice, 5). Sales transaction file, 6). Sales journal or listing, 7). Account
receivable master file, 8). Account receivable trial balance, 9). Monthly statement. Dokumen
penerimaan dalam hal ini contohnya: 1). Remittance advice, 2). Prelisting of cash receipts, 3).
Cash receipt transaction file, 4). Cash receipt journal or listing. Pengecekan histori dokumen-
dokumen ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses audit sehingga audit yang
dilakukan sudah

sesuai dengan ketentuan PSAK. Selain itu, dari sisi internal sendiri, PT Garuda Indonesia
harusnya dapat menjelaskan nature transaksi mereka kepada publik sehingga tidak
menimbulkan kerancuan di tengah publik terkait kondisi perusahaan di kuartal-III 2018 yang
masih merugi dan dalam waktu singkat memperoleh laba di penghujung tahun 2018.

Garuda Indonesia Pasca Kasus Laporan Keuangan

Pasca penetapan sanksi yang diberikan oleh OJK kepada Garuda Indonesia akibat melakukan
pemolesan pada laporan keuangan mereka pada 2018 silam, kinerja PT Garuda Indonesia
tampak tidak mengalami perubahan yang berarti. Sanksi yang diberikan OJK ini tidak
menimbulkan perubahan pada cash out Garuda Indonesia. Di lain sisi, sejak penetapan sanksi
oleh OJK, harga saham Garuda Indonesia di BEI mengalami penurunan. Penurunan nilai
saham yang dialami oleh PT Garuda Indonesia dinilai wajar dan tidak terlalu signifikan.
Rupanya, skandal laporan keuangan Garuda Indonesia bukanlah skandal terakhir bagi Garuda
Indonesia. Setelah itu, pada bulan Agustus 2019, mantan dirut Garuda Indonesia, Emirsyah
Satar, ditahan KPK terkait dugaan suap dan pencucian uang dalam pengadaan suku cadang
pesawat. Selanjutnya, kasus perseteruan Garuda Indonesia dengan Content Creator Rius
Vernandes dan turunnya peringkat Garuda Indonesia pada ajang World Airline Awards. Lalu,
kasus penyeludupan sepeda motor Harley Davidson dan Sepeda Brompton yang terjadi
November 2019. Selain itu, masih ada kisruh pada akuisisi PT Garuda Indonesia melalui
anak usaha Citilink terhadap Sriwijaya Air yang menyebabkan kedua maskapai tersebut
menghentikan kerjasamanya. Terakhir, terkuaknya kesewenang-wenangan Dirut Ari Askhara
pada jam terbang pramugari serta pemotongan biaya dalam layanan penumpang cukup
menjadi alasan yang kuat dalam pencopotan jabatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda
Indonesia oleh Menteri BUMN, Eric Thohir. Kasus-kasus yang menimpa PT Garuda
Indonesia secara silih berganti ini secara tidak langsung dapat memengaruhi reputasi dan
kepercayaan Garuda Indonesia di mata masyarakat. Pihak customer menjadi bertanya-tanya
dan menimbulkan keraguan dalam menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia.
Apabila tidak ada perubahan dari pihak internal perusahaan dalam usaha memperbaiki
reputasi mereka di tengah masyarakat, bukan tidak mungkin jasa layanan penerbangan
Garuda Indonesia akan ditinggalkan oleh customer-nya. Tidak hanya itu, masalah-masalah
yang menimpa Garuda Indonesia dapat membuat para investor menjadi ragu atas kinerja
Garuda Indonesia. Perusahaan bisa saja ditinggal oleh para pemegang saham yang ragu atas
kinerja perusahaan. Pihak Garuda Indonesia perlu melakukan usaha dari sisi
internalperusahaan dalam rangka mengembalikan reputasi dan kepercayaan publik untuk
keberlangsungan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai