Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

DUKA CITA MAL ADAPTIVE

Nama :

Petronila Pereira

Departamento :

Enfermagem

Semester/Turma :

I/B

INSTÍTUTO CIÊNCIA DE SAÚDE

(I C S)

D I L Í

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Duka cita
dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak
berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang.

Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian dari
aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu : menolak (denial), marah (anger), tawar-
menawar (bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan duka cita
terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika seseorang melewati
dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk
berlangsung tanpa batas waktu. Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh
manusia. Namun, bencana gempa di Bantul memaksa anak untuk melihat dan atau
mengalami kematian secara tiba-tiba.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kehilangan dan dampaknya ?

2. Apa pengertian berduka dan dampaknya ?

3. Apa pengertian kematian dan dampaknya ?

C. Tujuan

1. Agar pembaca dapat memahami arti kehilangan dan dampaknya.

2. Agar pembaca dapat memahami arti berduka dan dampaknya.

3. Agar pembaca dapat memahami arti kematian dan dampaknya.


BAB II

PEMBAHASAN

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Kehilangan adalah
suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung: 1. Arti dari kehilangan 2.


Sosial budaya 3. kepercayaan / spiritual 4. Peran seks 5. Status social ekonomi 6. kondisi
fisik dan psikologi individu Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung
pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan
menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan.
Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis.
Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang
dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.

BENTUK KEHILANGAN

1.Kehilangan orang yang berarti

2. Kehilangan kesejahteraan

3. Kehilangan milik pribadi b. Sifat kehilangan

SIFAT KEHILANGAN
• kehilangan maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan noramal
untuk pertama kalinya)

• kehilangan situasional (kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon dalam
kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak

dari orang yang dicintai)

JENIS KEHILANGAN

• Kehilangan fisiologis

• Kehilangan keselamatan

• Kehilangan keamanan dan rasa memiliki

• Kehilangan harga diri

• Kehilangan yang berhubungan dengan aktualisasi diri

FASE- FASE KEHILANGAN

• Fase pengingkaran (denial)

• Fase marah (anger)

• Fase tawar-menawar (bergaining)

• Fase depresi (depression)

• Fase penerimaan (acceptance)

1. Tiba–tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan
dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.

2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan,


berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional
(Rando:1984).

Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6
bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada
orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan
marah dan bermusuhan. Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada
makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima
bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas
kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal
tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan
dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.

TIPE KEHILANGAN

1. Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan.

2. Perceived Loss ( Psikologis ) Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak
dapat diraba atau dinyatakan secara jelas. 3. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi
sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk
suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
menderita sakit terminal. Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya,
kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan
seseorang yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap
kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan
distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup
sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar
dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat
dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah.
Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan
kepercayaan diri atau prestise.

KATEGIORI KEHILANGAN

1. Kehilangan objek eksternal. Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan


yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada
nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.

2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan
dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode
tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan
diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi
melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan,
atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah
akibat bencana alam.

3. Kehilangan orang terdekat Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak,


saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin
menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang
menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat
perpisahan atau kematian.

4. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata,
rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control
kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis
termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini
dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan
seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra
tubuh dan konsep diri.

5. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana
orang tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada
gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase
kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan
serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien
yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti
terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang
beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui
keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan adekuat.

TAHAPAN PROSES KEHILANGAN

1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif –
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak
diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.

3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–


tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku
konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.

4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–


tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku
destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan. Inti dari kemampuan seseorang agar dapat
bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif).

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-
lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi
untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. ·
Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk
pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan
kelelahan. ·

Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara


nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi,
depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. ·

Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru
dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. ·

Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum. ·

Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada
fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.

Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: · Penyangkalan
(Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin
seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien. · Kemarahan
(Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan
lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping
individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan. · Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini,
klien sering kali mencari pendapat orang lain. · Depresi (Depression) Terjadi ketika
kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi
ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan
masalah. · Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.
Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai


lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam
mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: ·


Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. Konfrontasi Pada
tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan
kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. ·
Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk
menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

TAHAPAN PROSES BERDUKA

1. Tahap Proses Berduka Menurut Kubler-Ross (1969)

• Penyangkalan adalah syok dan ketidakpercayaan tentang kehilangan.

• Kemarahan dapat diekspresikan kepada tuhan, keluarga,teman, atau pemberi perawatan


kesehatan.

• Tawar-menawar terjadi ketika individu menawar untu mendapat lebih banyak waktu
dalam upaya memperlama kehilangan yang tidak dapat dihindari.

• Depresi terjadi ketika kesadaran akan kehilangan menjadiakut.

• Penerimaan terjadi ketika individu memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia menerima


kematian.

2. Tahap Prose Berduka menurut Bowbly (1980)

• Mati rasa dan penyangkalan terhadap kehilangan

• Kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang dicintai dan memprotes kehilangan
yang tetap ada.

• Kekacauan kognitif dan keputusasaan emosional, mendapatkan dirinya sulit melakukan


fungsi dalam kehidupan sehari-hari.
• Reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri sehingga dapat mengembalikan hidupnya.

3. Tahap Proses Berduka menurut John Harvey (1998)

• Syok, menangis dengan keras, dan menyangkal.

• Intruksi pikiran, distraksi, dan meninjau kembali kehilangan secara obsesif

• Menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara kognitif
menyusun kembali peristiwa kehilangan.

4. Tahap Proses Berduka menurut Rodebaugh et al. (1999)

– Reeling : Klien mengalami syok, tidak percaya, atau menyangkal.

– Merasa (feeling) : klien mengekspresikan penderitaan yang berat, rasa bersalah,


kesedihan yang mendalam, kemarahan, kurang konsentrasi, gangguan tidur, perubahan nafsu
makan, kelelahan, dan ketidaknyamanan fisik yang umum.

– Menghadapi (deadline) : klien mulai beradaptasi terhadap kehilangan dengan


melibatkan diri dalam kelompok pendukung, terapi dukacita, membaca, dan bimbingan
spiritual.

– Pemulihan (healing) : klien mengintegrasikan kehilangan sebagai bagi kehidupan dan


penderitaan yang akut berkurang. Pemulihan tidak berarti bahwa kehilangan tersebut
dilupakan atau diterima.
Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka

PENGKAJIAN

■ Perasaan sedih, menangis.

■ Perasaan putus asa, kesepian

■ Mengingkari kehilangan

■ Kesulitan mengekspresikan perasaan

■ Konsentrasi menurun

■ Kemarahan yang berlebihan dsb.

DIAGNOSA KEPERAWATAN: BERDUKA DISFUNGSIONAL

Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana
individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang
terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat
yang mengganggu fungsi kehidupan.

KEMUNGKINAN ETIOLOGI (“YANG BERHUBUNGAN DENGAN”)

■ Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu

■ Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple

yang belum terselesaikan)

■ Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan

■ Tidak adanya antisipasi proses berduka

■ Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep

kehilangan.
BATASAN KARAKTERISTIK (“DIBUKTIKAN DENGAN”)

■ Idealisasi kehilangan (konsep)

■ Mengingkari kehilangan

■ Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat

■ Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau

■ Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan tidak sesuai


dengan

ukuran situasi.

■ Regresi perkembangan

■ Gangguan dalam konsentrasi

■ Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan

■ Afek yang labil

■ Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido
NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION

Mendengar aktif

■ Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

■ Gunakan pertanyaan maupun pernyataan yang mendorong pasien untuk mengekspresikan


perasaan, pikiran dan kekhawatiran.

Dukungan emosional

■ Buat pernyataan yang mendukung dan berempati.

■ Berikan dukungan selama fase kehilangan.

IMPLEMENTASI

■ Mendorong pasien dengan menanyakan bagaimana perasaannya dan kegiaatan saat tinggal
bersama kakek dan neneknya dan saat ini.

■ Intruksikan kepada orang tua untuk menemani dan medengar keluh kesah pasien.

■ Intruksikan kepada orangtua pasien untuk sering mengajak bicara dan hibur ajak ketaman
rekreasi.

■ Beritahu pasien bahwa sekarang pasien harus menerima untuk tinggal bersama
keluarganya.

■ Rangkul atau sentuh pasien dengan penuh dukungan.

■ Mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan pasien. Menjelaskan kepada pasien wajar
menangis dan sedih bila ada yang meninggal.

EVALUASI

■ Apakah pasien sudah menilai hubungan baru dengan orang tuanya ?

■ Apakah pasien sudah mampu membagi perasaannya kepada orang tuanya ?

■ Apakah pasien sudah menerima kehilangannya dan tau bagaimana harus memaknainya
CONTOH STUDI KASUS MAL ADAPTIVE KEPADA PASIEN DENGAN GANGUAN
RASA AMAN DAN NYAMAN KARENA ADANYA PERILAKU KEKERASAN DAN
KEHILANGAN KASIH SAYANG DARI ORANG –ORANG TERDEKAT.

Klien mengatakan ia kesal, marah karena merasa sudah di asingkan oleh keluarga
karena penyakitnya.Klien tidak merasakan ada yang kurang dari dirinya, klien paling
menyukai bentuk tubuhnya yaitu hidungnya karena ia merasa hidungnya mancung, klien
ingin cepat sembuh dan ingin pulang ke rumah tetapi klien merasa jengkel, kesal karena
sudah dianggap sakit jiwa oleh seluruh keluarganya apalagi klien hanyalah seorang anak
laki-laki yang tidak memiliki pekerjaan dan hanya tamatan SMP, klien juga merasa
orang-orang disekitarnya terlihat memusuhinya dan mengancam dirinya sehingga klien
merasa tidak aman dan nyaman. Saat diajak berkomunikasi klien tampak tegang dan
menjawab dengan suara tinggi.Sesaat setelah marah-marah klien tampak menyesal dan
mengatakan menjadi takut dengan orang yang mendekatinya.
Klien menganggap ibunya adalah orang yanng berarti, hubungan keluarga klien kurang
harmonis karena klien sering berkelahi dengan ayah dan abangnya dan selama klien
dirawat di rumah sakit jiwa hubungan sosialisasi dengan orang lain juga kurang baik
karena klien lebih banyak menyendiri dan kurang percaya dengan orang lain, klien
menganggap orang lain adalah ancaman karena kurangnya sosialisasi antar klien dengan
teman-teman di ruangan, menyebabkan klien memiliki teman yang terbatas. Dan klien
merasa semua orang memusuhinya.Klien menganut keyakinan Agama Kristen tetapi
selama klien di rumah sakit klien jarang mengikuti ibadah.
I. ANALISA DATA

No Data Masalah keperawatan/problema


1. DS:
Klien mengatakan merasa
cemas, bahwa ada yang
mengancam dirinya
diruangan
DO: Gangguan rasa nyaman
1. Klien menyendiri
2. Klien tidak suka jika ada
yang mendekat kepadanya
3. Klien khawatir orang lain
menyakiti dirinya
4. TTV :Suhu tubuh T:
36,5˚C, Tekanan dara (TD):
2. 110/90 mmhg, nadi (RR):
80x/I, pernafasan (HR): 23x/i,

DS:
Klien mengatakan mudah
marah dan sering emosi Resiko Perilaku Kekerasan
hingga ingin merusak
barang-barang, memukul
orang.
DO:
1. Marah-marah tanpa
sebab
2. Gelisah dan tidak
nyaman
3. Terlihat sering
mengepalkan tangan
4. Merusak barang-barang
5. TTV: suhu tubuh T:
36,5˚C, Tekanan dara (TD):
110/90 mmhg, nadi (RR):
80x/I, pernafasan (HR):
23x/i,
II. Rumusan Masalah
a. Masalah Keperawatan:
1. Gangguan Rasa Nyaman
2. Resiko Perilaku kekerasan
b. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)
Gangguan rasa nyaman ditandai dengan klien merasa gelisah, cemas,
kurang puas dengan keadaan, kurang senang dengan situasi tersebut,
ketidakmampuan untuk relaks, curiga dan merasa terancam di lingkungan
sekitarnya.

TTV: suhu tubuh T: 36,5˚C, Tekanan dara (TD): 110/90 mmhg, nadi (RR):
80x/I, pernafasan (HR): 23x/i,

III. Perencanaan Keperawatan


Gangguan Rasa Nyaman
Perencanaan
Keperawatan/Planu
Dx:Gangguan rasa nyaman
NOC (Nursing Outcome Clasification):
1. Status kenyamanan lingkungan
2. Status kenyamanan fisik
3. Status kenyamanan psikospiritual
4. Status kenyamanan sosiokultural
Kriteria Hasil:
1. Tingkat kecemasan
2. Kepuasan klien: lingkungan fisik
3. Tingkat rasa takut
4. Tingkat rasa stress
5. TTV: , suhu tubuh T: 36,5˚C, Tekanan dara (TD): 110/90 mmhg, nadi (RR):
80x/I, pernafasan (HR): 23x/i,
Rencana Tindakan Rasional
NIC (Nursing 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Intervention meyakinkan
Clasification): 2. Manipulasi lingkungan klien untuk
1. Pengurangan kecemasan mendapatkan kenyamanan yang
2. Manajemen lingkungan: optimal
kenyamanan 3. Pertahankan prinsip 6 benar obat
3. Pemberian obat
4. Dukungan spiritual 4. Mendorong klien untuk mengikuti
5. Peningkatan sistem kegiatan ibadah dan berdoa
dukungan 5. Anjurkan klien untuk berpartisipasi
6. Dukungan kelompok dalam kegiatan sosial dan masyarakat
6. Anjurkan klien mengikuti TAK

Resiko Perilaku Kekerasan


Perencanaan
Keperawatan/Planu
Dx: Perilaku kekerasan
Tujuan dan kriteria hasil:
1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang dilakukannya
4. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasannya
5. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya
6. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, verbal, dan
dengan terapi obat.

Rencana Tindakan Rasional


1.Bina hubungan saling percaya 1. Kepercayaan dari klien merupakan
hal yang mutlak serta akan
2. Bantu klien mengidentifikasi memudahkan dalam melakukan dalam
penyebab perilaku kekerasan. pendekatan dan tindakan keperawatan
kepada klien.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-
tanda perilaku kekerasan 2. Berikan klien kesempatan
mengungkapkan perasaan kesalnya
4. Diskusikan bersama klien perilaku untuk mengurangi setress dan penyebab
kekerasan apa yang dilakukan saat perasaan kesal diketahui
marah
. 3. Menarik kesimpulan bersama klien
. 5. Diskusikan akibat perilaku supaya klien mengetahui secara garis
Kekerasannya besar tanda-tanda marah atau kesal.

. 6. Bantu klien untuk mengontrol 4. Klien mengetahui perilaku kekerasan


perilaku kekerasan dengan cara fisik, yang biasa dilakukan dan dapat
verbal, dan minum obat membantu klien menemukan cara yang
dapat menyelesaikan masalah

5. Dengan mengetahui akibat perilaku


kekerasan diharapkan klien dapat
merubah perilaku kekerasannya

6. Mengajarkan kepada klien cara


mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik, verbal , maupun spiritual.

7. Latih klien minum obat secara teratur


dengan prinsip 5 benar (benar nama,
pasien, obat, waktu,dan dosis obat)
disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat).
IV. Implementasi dan Evaluasi
1. Gangguan Rasa Nyaman
Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
Selasa, 24 Gangguan 1. Mengajarkan S:
Mei 2021 rasa pasien untuk 1. Klien mengatakan
nyaman melakukan teknik masih cemas/takut
tarik napas dalam dengan teman
(relaksasi) diruangannya
2. Mengusahakan karena mereka akan
lingkungan yang berbuat jahat kepada
kondusif bagi klien klien
dan meyakinkan 2. Klien mengatakan
klien bahwa ia tidak mau minum
aman dekat obat
perawat. O:
3. Menjelaskan - Klien tampak
manfaat obat gelisah
(Risperidone 2mg, - Klien kurang
Chloro 50 fokus
mg)kepada klien A:
Gangguan rasa nyaman
(+)
Klien tidak mau minum
obat (+)
P:
intervensi dilanjutkan
1. Menganjurkan klien
mengikuti ibadah
2. Anjurkan klien
bergabung dengan
kegiatan kelompok
seperti TAK.
Rabu, 25 Gangguan 1. Menanyakan S:
Mei 2021 rasa kembali kepada 1. Klien lupa dengan
nyaman klien cara relaksasi manfaat minum obat
tarik napas dalam 2. Klien mengatakan
dan manfaat akan minum obat
minum obat agar dia cepat
2. Menjelaskan pulang
kembali kepada 3. Klien mengatakan
klien bahwa tidak ingin
minum obat sangat mengikuti kegiatan
penting untuk ibadah
kesembuhan klien 4. Klien mengikuti
3. Mengajarkan TAK dan mulai
kepada klien untuk berinteraksi dengan
berdoa dan teman diruangannya
mengikuti kegiatan O:
ibadah - Klien tampak
4. Menjelaskan tenang
kepada klien - Klien ingin
manfaat dikunjungi
berinteraksi keluarganya
dengan teman A:
seperti mengikuti Klien tidak ingin
TAK mengikuti ibadah (+)
P:
intervensi dilanjutka

Kamis, 26 Gangguan 1. Menanyakan S:


Mei 2021 rasa kembali kepada 1. Klien masih
nyaman klien topic mengingat topik
Pertemuan yang dibicarakan
sebelumnya semalam
2. Menjelaskan 2. Klien mengatakan
kembali manfaat sudah mulai nyaman
beribadah dengan
3. Memberi motivasi lingkungannya
bahwa keluarga karna saat
klien pasti ingin mengikuti TAK dia
klien cepat sembuh berinteraksi dengan
dan pulang teman-temannya
3. Klien mengatakan
malas mengikuti
kegiatan ibadah
4. Klien mengatakan
ingin bertemu
dengan keluarganya
O:
- Klien tenang
- Klien sudah
mau berbicara
dengan
temannya
A:
Klien tidak ingin
mengikuti kegiatan
ibadah (+)
P:
Intervensi dilanjutkan
2.Resiko Perilaku Kekerasan
Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
tanggal
Selasa, 24 Perilaku 1. Membina hubungan S:
Mei 2021 kekerasan saling percaya 1. Klien mau
dengan berjabat tangan
menggunakan salam dan berinteraksi
09.00 wib terapeutik, berjabat 2. Klien mengatakan
SP 1 tangan, menjelaskan marah dan kesal
tujuan interaksi, dan jika diganggu,
membuat kontrak 3. Klien
topik, waktu, dan mengatakan jika
tempat setiap kali dia mulai
bertemu klien. marah jantungnya
2. Mendiskusikan berdetak kencang,
tentang penyebab tangan mengepal,
marah, kesal yang muka merah
dialami klien 4. Klien mengatakan
3. Mengidentifikasi kalau sudah
tanda-tanda perilaku marah akan
kekerasan melempar barang-
4. Mengkaji perilaku barang, berkelahi
kekerasan apa yang 5. Klien mengatakan
dilakukan saat orang-orang
marah disekitarnya
5. Mengkaji akibat menjadi takut
perilaku kekerasan 6. Klien
klien mengorientasikan
6. Membantu klien kembali cara tarik
mengontrol perilaku nafas dalam dan
kekerasan secara memukul kasur
fisik. dan bantal.
7. Menganjurkan klien O:
memasukan ke - Klien tampak
dalam jadwal gelisah
kegiatan harian - Tangan
mengepal
- Klien tidak
mau berjabat
tangan
A:
Klien masih cepat
marah (+)
P:
Intervensi
dilanjutkan
Selasa, 24 Perilaku 1. Membina hubungan S:
Mei 2021 kekerasan saling percaya 1. Klien masih ingat
2. Menanyakan kembali kepada perawat
kepada klien dan klien mampu
11.00 wib SP 2 bagaimana cara mengorientasikan
mengontrol perilaku kembali cara tarik
kekerasan secara fisik napas dalam.
1. 2. Klien mengatakan
3. Melatih klien minum malas minum
obat secara teratur obat.
dengan prinsip 6 benar O:
(benar klien, obat, - Klien tampak
dosis, cara, waktu dan tenang
kontinuitas) - Klien mau
4. Menganjurkan klien berjabat
memasukan ke dalam tangan
jadwal kegiatan harian
A:
Klien malas minum
obat (+)
P:
Intervensi
dilanjutkan

Rabu, 25 Perilaku 1. Membina hubungan S:


Mei 2021 kekerasan saling percaya 1. Klien tersenyum
2. Menanyakan kembali 2. Klien minum obat
kepada klien prinsip 3. Klien mengatakan
6 benar minum obat mau mencoba
10.00 wib SP 3 3. Mengajarkan klien meminta dengan
cara mengungkapkan baik, menolak
rasa marah secara dengan baik,
verbal mengungkapkan
4. Menganjurkan klien perasaan dengan
memasukan ke dalam baik.
jadwal kegiatan O:
harian - Klien tenang
- Ekspresi
wajah baik
A:
Klien belum bisa
meminta dengan
baik (+)
P:
Intervensi
dilanjutkan
Rabu, 25 Perilaku 1. Membina hubungan S:
Mei 2021 kekerasan saling percaya 1. Klien
2. Diskusikan hasil mengatakan
latihan mengontrol senang perawat
13.00 Wib perilaku kekerasan berbincang-
SP 4 secara verbal bincang
3. Mengajarkan klien dengannya lagi
latihan untuk 2. Klien
beribadah mengorientasikan
4. Masukan ke jadwal cara meminta,
latihan berdoa menolak dan
mengungkapkan
perasaan dengan
baik
3. Klien
mengatakan tidak
ingin mengikuti
ibadah
O:
- Mimik wajah
klien baik
- Klien ingin
beribadah
A:
Klien tidak ingin
beribadah (+)
P:
Intervensi
dilanjutkan
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada Tn.A dengan masalah
kebutuhan dasar rasa nyaman selama beberapa hari, yaitu pada tanggal 23 sampai
26 Mei 2021.Sebagai langkah dalam penyusunan karya tulis ilmiah dapat ditarik
kesimpulan.
Pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara (anamnesa)
atau (autoanamnesa) mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan,
pembicaraan, perilaku klien kemudian ditambah dengan menelaah catatan medic
dan catatan keperawatan.
Hasil evaluasi yang didapat penulis maka disimpulkan kebutuhan rasa
nyaman klien telah terpenuhi ditandai dengan klien mau berinteraksi dengan
teman-teman diruangannya, mau mengikuti kegiatan ibadah dan berdoa dan
masalah perilaku kekerasan klien sebagian teratasi.

B. Saran
a. Bagi Rumah Sakit
Bagi rumah sakit agar dapat meningkatkan mutu pelayanan dan
fasilitas yang memadai untuk meningkatkan rasa nyaman klien.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan agar lebih banyak menyediakan buku yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar rasa nyaman,
sebagai bahan bacaaan bagi mahasiswa guna meningkatkan kualitas
pendidikan bagi setiap mahasiswa khususnya mahasiswa DIII
keperawatan Universitas Sumatera Utara.
c. Bagi Klien
Meningkatkan pengetahuan klien tentang mengurangi kecemasannya
kepada lingkungan sekitar dan meningkatkan pengetahuan tentang
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan secara fisik, prinsip 6
benar obat, dan secara verbal.

Anda mungkin juga menyukai