Nama :
Petronila Pereira
Departamento :
Enfermagem
Semester/Turma :
I/B
(I C S)
D I L Í
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Duka cita
dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak
berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang.
Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian dari
aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu : menolak (denial), marah (anger), tawar-
menawar (bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan duka cita
terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika seseorang melewati
dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk
berlangsung tanpa batas waktu. Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh
manusia. Namun, bencana gempa di Bantul memaksa anak untuk melihat dan atau
mengalami kematian secara tiba-tiba.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Kehilangan adalah
suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
BENTUK KEHILANGAN
2. Kehilangan kesejahteraan
SIFAT KEHILANGAN
• kehilangan maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan noramal
untuk pertama kalinya)
• kehilangan situasional (kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon dalam
kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak
JENIS KEHILANGAN
• Kehilangan fisiologis
• Kehilangan keselamatan
1. Tiba–tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan
dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6
bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada
orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan
marah dan bermusuhan. Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada
makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima
bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas
kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal
tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan
dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.
TIPE KEHILANGAN
1. Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan.
2. Perceived Loss ( Psikologis ) Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak
dapat diraba atau dinyatakan secara jelas. 3. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi
sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk
suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
menderita sakit terminal. Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya,
kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan
seseorang yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap
kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan
distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup
sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar
dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat
dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah.
Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan
kepercayaan diri atau prestise.
KATEGIORI KEHILANGAN
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan
dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode
tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan
diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi
melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan,
atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah
akibat bencana alam.
4. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata,
rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control
kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis
termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini
dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan
seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra
tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana
orang tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada
gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase
kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan
serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien
yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti
terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang
beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui
keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan adekuat.
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif –
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak
diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.
Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi
untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. ·
Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk
pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan
kelelahan. ·
Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru
dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. ·
Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum. ·
Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada
fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: · Penyangkalan
(Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin
seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien. · Kemarahan
(Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan
lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping
individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan. · Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini,
klien sering kali mencari pendapat orang lain. · Depresi (Depression) Terjadi ketika
kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi
ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan
masalah. · Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.
Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
• Tawar-menawar terjadi ketika individu menawar untu mendapat lebih banyak waktu
dalam upaya memperlama kehilangan yang tidak dapat dihindari.
• Kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang dicintai dan memprotes kehilangan
yang tetap ada.
• Menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara kognitif
menyusun kembali peristiwa kehilangan.
PENGKAJIAN
■ Mengingkari kehilangan
■ Konsentrasi menurun
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana
individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang
terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat
yang mengganggu fungsi kehidupan.
■ Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu
■ Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple
kehilangan.
BATASAN KARAKTERISTIK (“DIBUKTIKAN DENGAN”)
■ Mengingkari kehilangan
ukuran situasi.
■ Regresi perkembangan
■ Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido
NURSING INTERVENTIONS CLASSIFICATION
Mendengar aktif
Dukungan emosional
IMPLEMENTASI
■ Mendorong pasien dengan menanyakan bagaimana perasaannya dan kegiaatan saat tinggal
bersama kakek dan neneknya dan saat ini.
■ Intruksikan kepada orang tua untuk menemani dan medengar keluh kesah pasien.
■ Intruksikan kepada orangtua pasien untuk sering mengajak bicara dan hibur ajak ketaman
rekreasi.
■ Beritahu pasien bahwa sekarang pasien harus menerima untuk tinggal bersama
keluarganya.
■ Mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan pasien. Menjelaskan kepada pasien wajar
menangis dan sedih bila ada yang meninggal.
EVALUASI
■ Apakah pasien sudah menerima kehilangannya dan tau bagaimana harus memaknainya
CONTOH STUDI KASUS MAL ADAPTIVE KEPADA PASIEN DENGAN GANGUAN
RASA AMAN DAN NYAMAN KARENA ADANYA PERILAKU KEKERASAN DAN
KEHILANGAN KASIH SAYANG DARI ORANG –ORANG TERDEKAT.
Klien mengatakan ia kesal, marah karena merasa sudah di asingkan oleh keluarga
karena penyakitnya.Klien tidak merasakan ada yang kurang dari dirinya, klien paling
menyukai bentuk tubuhnya yaitu hidungnya karena ia merasa hidungnya mancung, klien
ingin cepat sembuh dan ingin pulang ke rumah tetapi klien merasa jengkel, kesal karena
sudah dianggap sakit jiwa oleh seluruh keluarganya apalagi klien hanyalah seorang anak
laki-laki yang tidak memiliki pekerjaan dan hanya tamatan SMP, klien juga merasa
orang-orang disekitarnya terlihat memusuhinya dan mengancam dirinya sehingga klien
merasa tidak aman dan nyaman. Saat diajak berkomunikasi klien tampak tegang dan
menjawab dengan suara tinggi.Sesaat setelah marah-marah klien tampak menyesal dan
mengatakan menjadi takut dengan orang yang mendekatinya.
Klien menganggap ibunya adalah orang yanng berarti, hubungan keluarga klien kurang
harmonis karena klien sering berkelahi dengan ayah dan abangnya dan selama klien
dirawat di rumah sakit jiwa hubungan sosialisasi dengan orang lain juga kurang baik
karena klien lebih banyak menyendiri dan kurang percaya dengan orang lain, klien
menganggap orang lain adalah ancaman karena kurangnya sosialisasi antar klien dengan
teman-teman di ruangan, menyebabkan klien memiliki teman yang terbatas. Dan klien
merasa semua orang memusuhinya.Klien menganut keyakinan Agama Kristen tetapi
selama klien di rumah sakit klien jarang mengikuti ibadah.
I. ANALISA DATA
DS:
Klien mengatakan mudah
marah dan sering emosi Resiko Perilaku Kekerasan
hingga ingin merusak
barang-barang, memukul
orang.
DO:
1. Marah-marah tanpa
sebab
2. Gelisah dan tidak
nyaman
3. Terlihat sering
mengepalkan tangan
4. Merusak barang-barang
5. TTV: suhu tubuh T:
36,5˚C, Tekanan dara (TD):
110/90 mmhg, nadi (RR):
80x/I, pernafasan (HR):
23x/i,
II. Rumusan Masalah
a. Masalah Keperawatan:
1. Gangguan Rasa Nyaman
2. Resiko Perilaku kekerasan
b. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)
Gangguan rasa nyaman ditandai dengan klien merasa gelisah, cemas,
kurang puas dengan keadaan, kurang senang dengan situasi tersebut,
ketidakmampuan untuk relaks, curiga dan merasa terancam di lingkungan
sekitarnya.
TTV: suhu tubuh T: 36,5˚C, Tekanan dara (TD): 110/90 mmhg, nadi (RR):
80x/I, pernafasan (HR): 23x/i,
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada Tn.A dengan masalah
kebutuhan dasar rasa nyaman selama beberapa hari, yaitu pada tanggal 23 sampai
26 Mei 2021.Sebagai langkah dalam penyusunan karya tulis ilmiah dapat ditarik
kesimpulan.
Pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara (anamnesa)
atau (autoanamnesa) mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan,
pembicaraan, perilaku klien kemudian ditambah dengan menelaah catatan medic
dan catatan keperawatan.
Hasil evaluasi yang didapat penulis maka disimpulkan kebutuhan rasa
nyaman klien telah terpenuhi ditandai dengan klien mau berinteraksi dengan
teman-teman diruangannya, mau mengikuti kegiatan ibadah dan berdoa dan
masalah perilaku kekerasan klien sebagian teratasi.
B. Saran
a. Bagi Rumah Sakit
Bagi rumah sakit agar dapat meningkatkan mutu pelayanan dan
fasilitas yang memadai untuk meningkatkan rasa nyaman klien.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan agar lebih banyak menyediakan buku yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar rasa nyaman,
sebagai bahan bacaaan bagi mahasiswa guna meningkatkan kualitas
pendidikan bagi setiap mahasiswa khususnya mahasiswa DIII
keperawatan Universitas Sumatera Utara.
c. Bagi Klien
Meningkatkan pengetahuan klien tentang mengurangi kecemasannya
kepada lingkungan sekitar dan meningkatkan pengetahuan tentang
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan secara fisik, prinsip 6
benar obat, dan secara verbal.