Pengaruh Suhu Air Dan Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun Pada Proses Crisping
Pengaruh Suhu Air Dan Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun Pada Proses Crisping
net/publication/242620803
Pengaruh Suhu Air dan Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun
pada Proses Crisping
CITATION READS
1 5,167
4 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Development of edible coating to be integrated on small-scale value chain system of horticultural crops; Postharvest regulation of ethylene production to prolong shelf life
of horticultural products View project
All content following this page was uploaded by I Made Supartha Utama on 11 March 2015.
ABSTRACT
One of the causes of wilting on leafy vegetables after harvesting is due to the high
transpiration process through natural openings (stomata, hidatoda and lenticels). The
mechanism of closing and opening of those natural openings is affected by the
temperature surrounding the produce. In the condition of which the external temperature
is high, the stomata tend to open and if the surrounding temperature is low, the stomata
tend to close. With that mechanism, it is possible to diffuse water into the produce to
give vigorous and healthy effects by controlling the surrounding temperature and the
moisture. The process to give those effects is called crisping.
The aim of this experiment was to study the affectivity of crisping in order to give
vigorous and freshness affects on four different leafy vegetables, namely lettuce,
kangkung, leeks and Chinese cabbage, compare than those produce without crisping. The
crisping process was involving the immersion of produce in the three different
temperatures of water (30, 40 and 50oC) and different length of time of immersion (1, 3,
5 and 7 minutes) and continued with the immediate movement of produce to low
temperature (5±2oC) and stored for 12 hrs before placed and displayed in the show case
with the temperature of 10±2oC. Produce as controls were provided without immersion
in the warm water and stored in the room temperature, and other was placed in the show
case.
The result shows that the affectivity of the crisping was depending upon the
physical structure or morphology of the vegetables individually. In general, the water
temperatures of 30 and 40oC and the lengths of immersion of 1 and 3 minutes were
significantly effective to improve the freshness and vigorousness of lettuce and leeks, and
7 minutes immersion of kangkung and Chinese cabbage with the same temperatures.
Keywords: Crisping, leafy vegetables, lettuce, kangkung, leeks and Chinese cabbage.
1
Makalah dipresentasikan pada Desiminasi Hibah Penelitian TPSDP, Fakultas Teknologi Pertanian UNUD
18 Maret 2006.
2
PENDAHULUAN
Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun segar adalah sangat mudah
mengalami kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat.
Karena ringkihnya sayuan segar tersebut naka banyak laporan yang menyebutkan bahwa
susut panennya relative sangat tinggi yaitu berkisar 40-50% khususnya terjadi di negara-
negara sedang berkembang (Kader, 2002).
Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanya proses transpirasi
atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda
dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun tersebut (Kays,
1991). Kadar air (85-98%) dan rasio antara luas permukaan dengan berat yang tinggi
dari produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses
pelayuan dapat terjadi dengan cepat. Selain faktor internal produk, faktor eksternal
seperti suhu, kelembaban serta kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan
pelayuan. Mekanisme membuka dan menutupnya buakaan-buakaan alami pada
permukaan produk seperti stomata adalah dipengaruhi oleh suhu dari produk. Pada
kondisi dimana suhu produk relatif tinggi maka buakaan-buakaan alami cenderung
membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relative rendah maka buakaan alami
mengalami penutupan (PMA, 1988).
Tingginya kandungan air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk
selalu dalam keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara
rendah maka akan terjadi deficit tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari
dalam produk ke udara sekitarnya (Wills et al., 1998). Bila sebaliknya, tekanan uap air
diluar lingkungan produk lebih tinggi maka akan terjadi pergerakan air dari luar ke dalam
produk. Sehingga sangat memungkinkan untuk mendifusikan air ke dalam produk
semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta
mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami, dimana proses
penyegaran ini dikenal dengan crisping.
Berdasarkan hal tersebut maka telah diteliti pengaruh suhu air dan lama waktu
perendaman pada proses crisping terhadap empat jenis sayuran daun yaitu selada kriting,
3
kangkung, bawang prei dan sawi cina. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk
mengetahui efektifitas proses crisping dalam meningkatkan mutu fisik kesegaran dan
apakah mampu meningkatkan mutu kesegaran dari produk sayuran berdaun dibandingkan
dengan tanpa proses tersebut, 2) untuk menentukan apakah proses crisping mampu
menanggulangi tingkat kehilangan berat produk sayuran berdaun akibat pelayuan, dan 3)
untuk menentukan suhu air dan lama perendaman optimal untuk proses crisping sehingga
peningkatan mutu kesegaran dan perpanjangan masa kesegaran atau masa pasar dapat
secara maksimal.
Hasil penelitian ini akan merupakan informasi teknologi aplikasi yang sangat
bermanfaat bagi pelaku usaha hortikultura segar khususnya sayur-sayuran berdaun untuk
meningkatkan mutu fisik kesegaran, usia kesegaran atau usia pasar sehingga pelaku usaha
semakin fleksibel di dalam pemasaran produk tersebut. Disamping itu, hasil penelitian
ini diharapkan mampu menurunkan seminimal mungkin tingkat kehilangan karena
pelayuan dan pembusukan dari produk sayuran berdaun yang mempunyai tingkat
keringkihan yang tinggi.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sayuran berdaun yaitu salada keriting (Lettuce),
bawang prei (leeks) dan sawi cina (Chinese cabbage), yang diperoleh dari petani di
Dusun Kembang Merta, desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
Dan sayuran kangkung Lombok didapatkan dan dipanen langsung dari daerah
budidayanya di sekitar kota Tabanan. Sedangkan bahan lainnya adalah air, pembersih
buah dan sayuran (Brogdex Neutral Cleaner) dan klorin. Alat yang digunakan adalah
refrigerator (suhu 5±2oC), show case untuk display (suhu 10±2oC), pemanas air dalam
water bath, thermometer, pengukur waktu (stopwatch), oven, botol timbang, eksikator
dank rak plastik.
4
Rancangan Percobaan
Pengamatan
Proses crisping terdiri dari dua rangkaian tahapan yaitu pencelupan ke dalam air
hangat dimana penelitian ragam suhu dan lama perendaman dilakukan dan tapan
pendinginan dimana produk yang telah mengalami perendaman didinginakan secepatnya
pada refrigerador dengan suhu 5±2oC. Setelah rangkaian proses tersebut dilaksanakan,
produk dipindahkan ke show case dengan suhu 10±2oC untuk pemajangan selama dua
hari. Pengamatan kadar air diamati setelah pendinginan dalam refrigerator dan
perubahan bobot serta mutu organoleptik setelah satu hari pemajangan dipresentasikan
pada makalah ini.
Perubahan bobot akibat crisping dihitung berdasarkan berat awal produk setelah
mengalami penyimpanan yaitu saat produk menunjukkan gejala pelayuan pertama
sebelum crisping dan dibandingkan dengan produk yang telah mengalami crisping yaitu
setelah 1 hari penempatannya pada suhu display (10±2oC). Diasumsikan bahwa setelah
mengalami crisping berat produk mengalami peningkatan dengan demikian perhitungan
peningkatan bobot adalah sebagai berikut:
Uji Organoleptik
Tabel 3. Kriteria dan skala numerik uji skor mutu visual secara keseluruhan
BAWANG KADAR AIR SETELAH CRISPING SAWI CINA KADAR AIR SETELAH CRISPING
PREI
100 100
95 95
90 90
85 85
80 80
30C 30C
75 40C 75 40C
50C 50C
70 70
65 65
60 60
55 55
50 50
1 menit 3 menit 5 menit 7 menit
1 menit 3 menit 5 menit 7 menit
KONTROL KONTROL
LA M A P E R E N D A M A N LA M A P E R E N D A M A N
Gambar 1. Kadar air selada, kangkung, bawang prei dan sawi cina setelah mengalami
proses crisping dengan suhu air (30, 40 dan 50oC) dan lama perendaman (1, 3, 5 dan 7
menit) berbeda.
dingkan dengan suhu air 50oC dan jenis sayuran yang sama yang hanya disimpan pada
suhu kamar (28±2oC). Sedangkan kadar air sayuran bawang prei dan sawi cina akibat
crisping dengan suhu air dan lama perendaman berbeda tidak berbeda nyata dengan jenis
sayuran yang sama yang disimpan pada suhu kamar. Hasil ini menunjukkan bahwa
penyerapan air ke dalam produk sayuran sangat tergantung pada struktur fisik-morfologis
dari jenis atau varitas sayuran. Bawang prei yang mana porsi bobot lebih besar pada
bagian tangkai yang padat (stalk) dan sawi cina dimana struktur daunnya berlapis-lapis
dan padat relative lebih sulit dipenetrasi oleh air walaupun suhu air telah mencapai 50oC
dan direndam sampai tujuh menit.
Lain halnya dengan sawi kriting yang struktur daunnya terbuka dan kangkung
walau dengan batang namun batangnya berlubang lebih mudah dipenetrasi oleh air dalam
proses crisping. Namun dengan perendaman dalam air 50oC justru kadar airnya lebih
8
rendah dibandingkan dengan 30 dan 40oC. Jelas ditunjukkan bahwa bahwa peningkatan
suhu perendaman tidaklah selalu menyebabkan peningkatan difusi air ke dalam produk,
hal ini kemungkinan disebabkan karena mekanisme terbukanya bukaan alami stomata
tergantung pada suhu maksimum fisiologis metabolisme dari produk. Menurut Story dan
Simons (1989) bahwa produk hortikultura secara umum suhu 45oC adalah suhu
maksimum kritis karena mulai pada suhu tersebut produk sangat mengalami kemunduran
dimana laju respirasi turun drastis dan cenderung menuju pada pelayuan dan kematian
bila suhu ditingkatkan.
Persentase penurunan berat sayuran bawang prei dan sawi cina setelah satu hari
pemajangan menunjukkan suhu air perendaman 50oC pada proses crisping memberikan
penurnan berat secara umum lebih tinggi (Gambar 2). Satu kemungkinan yang terjadi
adalah adanya peningkatan suhu akibat pencelupan ke dalam air hangat menyebabkan
peningkatan suhu produk. Dengan karateristik morfologinya bawang prei dan sawi cina
yang telah meningkat suhunya sulit untuk didinginkan dengan cepat sehingga proses
respirasi dan transpirasi masih berlangsung tinggi yang berakibat pada penurunan bobot
yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang hanya dicelup pada suhu 30oC.
25.0 25.0
20.0 20.0
% PENURUNAN BERAT
% PENURUNAN BERAT
15.0 15.0
10.0 10.0
40C 40C
50C 50C
0.0 0.0
1 menit 3 menit 5 menit 7 menit 1 menit 3 menit 5 menit 7 menit
LAM A PERENDAM AN LAM A PERENDAM AN
BAW ANG PENURUNAN BERAT SETELAH SAW I CINA PENURUNAN BERAT SETELAH
PREI 1 HARI PAJANG PADA SUHU 10C 1 HARI PAJANG PADA SUHU 10C
25.0 25.0
30C 30C
40C
40C
20.0 50C 20.0
50C
% PENURUNAN BERAT
% PENURUNAN BERAT
15.0 15.0
10.0 10.0
5.0 5.0
0.0 0.0
1 menit 3 menit 5 menit 7 menit 1 menit 3 menit 5 menit 7 menit
LAM A PERENDAM AN LAM A PERENDAM AN
Gambar 2. Persentase penurunan bobot sayuran selada, kangkung, bawang prei dan sawi
cina hasil proses crisping setelah satu hari pemajangan pada suhu 10±2oC.
9
Mutu Warna
4.0 4.0
3.5 3.5
SKOR WARNA
SKOR WARNA
3.0 3.0
30C 30C
2.5 2.5
50C 1.0
50C
1.0
0.5 0.5
0.0 0.0
1 m enit 3 m enit 5 m enit 7 m enit 1 m enit 3 m enit 5 m enit 7 m enit
KONTROL KONTROL
LAM A PENCELUPAN LAMA PENCELUPAN
4.5 4.5
4.0 4.0
3.5 3.5
SKOR WARNA
SKOR WARNA
3.0 3.0
30C 30C
2.5 2.5
1.0
50C 1.0
50C
0.5 0.5
0.0 0.0
1 m enit 3 m enit 5 m enit 7 m enit 1 m enit 3 m enit 5 m enit 7 m enit
KONTROL KONTROL
LAM A PENCELUPAN LAMA PENCELUPAN
Gambar 3. Skor warna selada, kangkung, bawang prei dan sawi cina setelah crisping dan
satu hari pemajangan pada suhu 10±2oC .
Mutu Tekstur
Prosaes crisping dengan perendaman kedalam air dengan suhu dan lama
perendaman berbeda berpengaruh bervariasi terhadap mutu tekstur yang diamati setelah
10
satu hari pemajangan (Gambar 4). Untuk selada dan bawang prei, perendaman dalam air
suhu 30oC selama 1 dan 3 menit dan suhu 40oC selama 1 menit menunjukkan nilai mutu
tekstur nyata lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya. Sedangkan untuk
kangkung suhu perendaman 40oC selama 7 menit memberikan nilai mutu tekstur sangat
nyata terbaik, dan sawi cina suhu 30 dan 40oC selama 7 menit adalah terbaik. Ini
menunjukkan bahwa kondisi suhu air dan lamanya perendaman pada crisping untuk
memberikan penampakan mutu warna lebih baik adalah spesifik tergantung jenis produk
sayuran.
SELADA KANGKUNG
5.0 5.0
4.5 4.5
4.0 4.0
3.5 3.5
3.0 3.0
30C 30C
2.5
40C 2.5
40C
2.0 50C 2.0 50C
1.5 1.5
1.0 1.0
0.5 0.5
0.0 0.0
1 menit 3 menit 5 menit 7 menit 1menit 3 menit 5 menit 7 menit
LA M A P E R E N D A M A N KONTROL L A M A P ER EN D A M A N
KONTROL
4 4.0
3.5 3.5
3 3.0
30C 30C
2.5
40C 2.5
40C
2 50C 2.0 50C
1.5 1.5
1 1.0
0.5 0.5
0 0.0
1 menit 3 menit 5 menit 7 menit 1menit 3 menit 5 menit 7 menit
LA M A P E R E N D A M A N KONTROL L A M A P ER EN D A M A N KONTROL
Gambar 4. Skor mutu tekstur sayuran selada, kangkung, bawang prei dan sawi cina
setelah crisping dan satu hari pemajangan pada suhu 10±2oC .
Seperti halnya dengan mutu warna, bahwa kondisi suhu air dan lamanya
perendaman pada crisping untuk memberikan mutu visual secara keseluruhan lebih baik
11
adalah spesifik tergantung jenis produk sayuran. Gambar 5 menunjukkan bahwa suhu
perendaman 30oC selama 1-3 menit memberikan perbaikan mutu visual keseluruhan
nyata lebih baik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya dan control.
Sedangkan untuk bawang prei, perendaman dalam air dengan suhu 30oC dapat dilakukan
1-7 menit karena memberikan penampilan mutu visual keseluruhan lebih baik
dibandingkan dengan suhu perendaman lainnya dan control, namun yang paling baik
adalah dengan perendaman 1 menit. Untuk sayuran kangkung perlakuan crisping dengan
suhu perendaman 40oC selam 7 menit adalah nyata terbaik sedangankan sawi cina
perendaman selama 7 menit pada suhu air 30 dan 40oC adalah terbaik dibandingkan
kombinasi perlakuan lainnya dan control.
4.0 4.0
3.5 3.5
0.0 0.0
1 m e nit 3 m e nit 5 m e nit 7 m e nit 1 m e nit 3 m enit 5 m e nit 7 m e nit
KONTROL KONTROL
LAM A PENCELUPAN LAM A PENCELUPAN
BAWANG
5 5.0 SAWI CINA
PREI
4.5 4.5
SKOR MUTU VISUAL KESELURUHAN
SKOR MUTU VISUAL KESELURUHAN
4 4.0
30C
3.5 3.5
3 3.0 40C
30C
2.5 2.5
50C
2 40C 2.0
1.5 1.5
50C
1 1.0
0.5 0.5
0 0.0
1 m e nit 3 m e nit 5 m e nit 7 m enit 1 m e nit 3 m e nit 5 m e nit 7 m e nit
KONTROL
KONTROL
LAMA PERENDAM AN LAM A PERENDAM AN
Gambar 5. Skor mutu visual secara keseluruhan sayuran selada, kangkung, bawang prei
dan sawi cina setelah crisping dan satu hari pemajangan pada suhu 10±2oC .
12
Kesimpulan
PUSTAKA
Cantwell, M., and Thangaiah, A. 2001. Delays to cool affect visual quality, firmness and
gloss of bell peppers and eggplants. Perishables Handling Quarterly, August
2001, Issue No. 107.
Kader, A.A. 2002. Postharvest Technology of Horticultural Crops. 3rd Edition.
University of California. Div. of Agriculture and Natural Resources, California
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand
Reinhoid, New York.
PMA-Produce Marketing Association. 1988. Retail Produce Training Program.
Silverweig Association, Inc & Produce Marketing Association, Inc. New York.
Ranganna, S. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable
Products. Tata McGrow-Hill Pub. Com. Ltd, New Delhi
Story, A. and Simons, D. 1989. A.U.F. Fresh Produce Manual – Handling and Storage
Practices for Fresh Produce. 2nd Ed. Australian United Fresh Fruit and Vegetable
Association Ltd.: Fitzroy, Vic.
Wills, R., McGlasson, B., Graham, D., and Joyce, D. 1998. Postharvest: An Introduction
to the Physiology and Handling of Fruit, vegetables and Ornamentals. 4th Ed,
University of New South Wales Press Ltd, Sydney. 262 pp.